Anda di halaman 1dari 76

TERAPI HORMON PASCA MENOPAUSE Terapi hormon pasca menopause telah memulai usahanya dalam mengurangi gejala spesifik

yang berhubungan dengan penurunan produksi estrogen saat menopause. Terdapat beberapa pertanyaan bahwa wanita yang mengalami perasaan terbakar (hot flushes) atau atropi jaringan saluran reproduksi dapat mengatasi masalahnya dengan penggunaan estrogen. Bagaimanapun, pada decade terakhir, focus terapi hormone pasca menopause berubah dari terapi jangka pendek menjadi perawatan kesehatan preventif yang berhubungan engan terapi jangka panjang. Hampir pasti bahwa ke tidak mampuan osteoporosis jangka panjang dapat secara luas dicegah oleh terapi dengan estrogen dan progestin. Telah diterima bahwa dosis estrogen yang sesuai memiliki dampak yang menguntungkan terhadap resiko penyakit kardiovaskuler. Dampak jangka panjang terhadap inkontinensia urin dan kognitif tetap didokumentasikan, tetapi ada alasan untuk meyakini adanya manfaat dalam area ini. Kami menyarankan terapi dengan estrogen bagi semua wanta yang merasa terganggu oleh gejala penurunan hormon dan memberikan profilaksis hormonal terhadap osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler. Keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan estrogen tergantung pada pasien dan harus didasarkan pada informasi yang tersedia dalam buku ini. Rekomendasi bahwa terapi hormon diberikan untuk periode waktu yang terpendek tampaknya merupakan pandangan terhadap bukti yang mengesankan bahwa terapi yang mendukung memiliki dampak yang jelas pada osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler, dan bahwa terdapat efek yang lebih menguntungkan dibandingkan yang berpotensi membahayakan. Bukti ini yang mendukung banyak keuntungan terapi hormon pasca menopause ditinjau pada bab sebelumnya dimana efek terapi hormone dipertimbangkan berhubungan dengan dampak penurunan estrogen pasca menopause. Pada bab ini, kami akan meninjau aspek klinis dari terapi hormone pasca menopause dan metode penatalaksanaan pasien. Riwayat

Charles Edouard Brown-Sequard, praktek di London, melaporkan pada tahun 1889, bahwa ia menjadi lebih muda dengan mengkonsumsi sendiri ekstrak testis, dan ia menyarankan bahwa ekstrak ovarium akan memiliki efek yang sama pada wanita. Usaha untuk melakukan hal itu pada sekitar pergantian abad secara luas tidak berhasil, tetapi pada tahun 1897, ekstrak ovarium dilaporkan efektif terhadap rasa terbakar (hot flushing). Usaha Amerika yang pertama untuk mengobati gejala menopause dilakukan oleh E.L Sevringhaus dan J. Evans of Madison, Wisconsin, yang pada tahun 1929, memberikan suatu derivate dari cairan amnion lembu. Pada tahun 1930an, hormon ovarium diisolasi, dan produk estrin dan estrogen sintetis, stilbestrol dan etinil estradiol, diberikan pada wanita menopause. Allen dan Doisy pertama kali mengisolasi hormon ovarium estrogenik. Edgar Allen lahir di Colorado, belajar di Universitas Brown, dan bekerja di Perancis selama Perang Dunia I. Pada tahun 1933, Allen menjadi kepala Departemen Anatomi pada Universitas Yale. Ia meninggal akibat serangan jantung, saat berpatroli di Long Island, untuk Penjaga Pantai US, pada bulan Februari 1943. Edward Doisy lahir di Illinois dan belajar di Universitas Illinois dan Harvard. Selama Perang Dunia I, ia bekerja pada Institut Rockefeller di New York City dan kemudian ke Walter Red Hospital di Washington. Doisy merupakan ketua biokimia pertama pada Sekolah Kedokteran Universitas St. Louis. Ia menerima Hadiah Nobel dalam bidang kedokteran, bersama-sama dengan Henrik Dam, pada tahun 1943, untuk isolasi dan sintesik vitamin K. Ia meninggal pada tahun 1986 pada usia 92 tahun. Pada tahun 1919, Edgar Allen dan Edward Doisy, keluar dari tentara setelah Perang Dunia I, masuk kuliah di Sekolah Kedokteran Universitas Washington di St. Louis. Mereka berteman, bermain dalam tim baseball fakultas, dan merencanakan eksperimen pertama mereka yang kemudian mengatur untuk bekerja bersama. Pada tahun 1922, Allen pindah ke Universitas Missouri menjadi Profesor Anatomi (dan ketua pada tahun 1930) dan Doisy ke Universitas St. Louis, tetapi mereka melanjutkan kolaborasi mereka. Doisy menyiapkan ekstrak ovarium dan mengirimkannya ke Allen untuk eksperimen. Pada tahun 1923 dan 1924, Allen dan Doisy melaporkan isolasi dari ovarium babi dan pemberian (pada hewan) dari hormon ovarium.

Pada tahun 1926, A.S parkes dan C.W Bellerby menetapkan kata dasar estrin untuk menunjukkan hormon yang menginduksi estrus pada hewan. Terminologinya diperluas meliputi estron, estradiol dan estriol, meskipun jumlah estradiol murni yang bermakna tidak diisolasi sampai tahun 1936. Doisy dan mahasiswanya (Veler dan Thayer) di St. Louis mengisolasi estron dalam bentuk kristalina dari urin wanita hamil pada tahun 1929. Pada tahun 1932, pertemuan pertama Konferensi Internasional terhadap Standarisasi Hormon Seks di London, para ahli kimia pelopor, meraa prihatin terhadap kelangkaan, terbatasnya suplai dampai jumlah milligram, ketika seorang ahli biokimia yang relative tidak terkenal, Girard, menawarkan 20 gram substansi kristalina, yang berasal dari penggunaan reagen baru untuk mengobati urin kuda betina. George W Corner, di Universitas Rochester, mengundang Willard Myron Allen, seorang ahli kimia organik tetapi sekarang mahasiswa kedokteran pada tahun 1920an, menyertainya dalam studi korpus luteum . Dalam dua tahun mereka memiliki ekstrak yang murni, tetapi tidak sampai tahun 1934 dimana progestin kristalina diisolasi secara simultan di beberapa Negara. Korpus luteum dari 50.000 babi mencapai beberapa milligram. Pada Konferensi Internasional Kedua terhadap Standarisasi Hormon Seks di London, Corner dan Allen mengajukan nama progestin. Yang lain mengajukan luteostron, pada suatu pesta kecil, berbagai ahli biokimia setuju menyebut nama kimia progesterone. Corner lahir di Baltimore, tamat dari sekolah kedokteran John Hopkins dan menyelesaikan pendidikan ginekologi di Howard Kelley. Ia memasuki Departemen Anatomi pada Universitas California, dan pada tahun 1923 pada usia 34 tahun, ia menjadi professor anatomi pertama di sekolah kedokteran Universitas Rochester yang baru . Pada tahun 1940, Corner menjadi Direktur Laboratorium Embriologi Carnegie di Baltimore. Ia meninggal pada tahun 1981. Allen lahir di Macedon, New York, belajar di Hobart College dan Universitas Brown, akhirnya menerima gelar kedokterannya dari Universitas Rochester pada tahun 1932. Ia melengkapi residensi dalam obstetri dan ginekologi dan bekerja di fakultas di Rochester sampai menjadi ketua obstetri dan ginekologi di Sekolah Kedokteran Universitas Washington pada tahun 1940. Ia meninggal pada tahun 1993.

Pada tahun 1930an, Ayerst Company mengekstraksi estrogen dari urine wanita hamil. Karena dibatasi oleh masalah suplai, aktivitas yang rendah, ditambah rasa dan bau yang tidak enak, Gordon A Grant, ketua biokimia Ayerst, menyatakan pada tahun 1939 bahwa mereka menggunakan urine kuda. Proses ini menghasilkan garam natrium dari ester sulfat dari berbagai estrogen, menghasilkan konjugat yang dapat larut dalam air. Premarin (estrogen konjugasi) disetujui di Canada pada tahun 1941 dan di AS pada tahun 1942 untuk terapi gejala yang berhubungan dengan menopause. Tabletnya telah dan masih didesain sebagai variasi 1,25 mg, berdasarkan jumlah premarin dan estron yang sama (1,25 mg) yang dapat menghasilkan efek yang sama pada bioassay Allen-Doisy (jumlah yang dibutuhkan untuk menghasilkan peningkatan berat uterus tikus). Belum sampai tahun 1972, dilakukan analisis kuantitatif Premarin yang pertama, berdasarkan kromatografi udara. Komposisi Estrogen Konjugasi (Premarin) Sodium estrone sulfate Sodium equilin sulfate Sodium 17-dihydroequilin sulfate Sodium 17-estradiol sulfate Sodium 8,9-dehydroestrone sulfat Sodium equilenine sulfat Sodium 17-dihydroequilin sulfate Sodium 17-dihydroequilenine sulfate Sodium 17-estradiol sulfate Sodium 17- dihydroequilenine sulfate 49,3% 22,4% 13,8% 4,5% 3,5% 2,2% 1,7% 1,2% 0,9% 0,5%

Estrogen dan progestin yang digunakan untuk terapi hormon pasca menopause merupakan terapi yang paling sering diresepkan di AS. Saat ini, 46% wanita yang mengalami menopause alamiah dan 71% wanita yang dilaporkan dilakukan ooforektomi bilateral menggunakan terapi hormon pasca menopause. Lama rata-rata penggunaannya di AS sejak tahun 1992 adalah 6,6 tahun, tetapi hanya 20% pengguna yang melakukan terapi terus menerus selama minimal 5 tahun.

Seleksi Pasien untuk Pemberian Terapi Wanita di bawah usia 40 tahun (kastrasi dan Wanita dengan Disgenesis Gonad) Pada wanita ini, lama penurunan estrogen lebih lama, dan pada wanita setelah menopause bedah, kehilangan estrogen terjadi secara akut. Penggunaan estrogen secara siklik direkomendasikan untuk mengurangi gejala vasomotor jangka pendek dan untuk profilaksis jangka panjang terhadap penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan atropi organ target. Pada beberapa pasien muda, ekivalensi 0,625 mg estrogen konjugasi tidak cukup untuk menyebabkan perdarahan menstruasi. Karena wanita pada usia ini biasanya terpapar terhadap kadar estrogen yang menstimulasi pertumbuhan endometrium dan perdarahan lucut, dan untuk alas an fisiologis, dosis yang lebih tinggi harus dipertimbangkan, jika perlu, untuk memelihara perdarahan lucut sampai saat menopause. Bagaimanapun, pada pengalaman kami, dosis yang sama dengan 0,625 mg estrogen konjugasi hamper selalu cukup. Suatu rangkaian program standar digunakan. Pada pasien-pasien yang mengalami kastrasi karena endometriosis, endometriosis berulang sangat jarang bermasalah dengan terapi estrogen, tetapi karena kanker endometrium dilaporkan terjadi pada endometriosis yang tersisa yang terpapar terhadap estrogen, maka dirkomendasikan kombinasi estrogen dan progestin. Tahun-tahun Transisi Perimenopause Setelah dikeluarkan penyebab ginekologis yang lain, perdarahan uterus disfungsional diterapi dengan progestin atau terapi kontrasepsi oral dan jika perlu, pengawasan biopsi . Reaksi vasomotor yang tampak pada wanita disamping adanya perdarahan menstruasi harus dievaluasi secara hati-hati. Fungsi tiroid abnormal harus dikeluarkan. Jika kadar FSH tidak lebih dari 20 IU/L, pertimbangan yang serius harus diarahkan pada alasan psikososial untuk respon flushing. Resiko fraktur dari osteoporosis tergantung pada massa tulang pada saat menopause dan rasio kehilangan tulang yang mengikuti menopause. Meskipun massa tulang puncak dipengaruhi oleh faktor keturunandan eendokrin, sekarang diknali bahwa hanya ada jendela kesempatan yang relatif sempit terhadap perolehan massa tulang. Hampir semua massa tulang pada bokong dan badan vertebra akan diakumulasikan pada wanita muda mulai akhir

masa remaja (usia 18) dan tahun-tahun segera setelah menars (11-14) penting. Setelah masa remaja, selanjutnya hanya ada perolehan ringan dalam massa tulang total yang berhenti sekitar usia 30, dan pada banyak individu suati penurunan massa tulang pada bokong dan spina mulai setelah usia 18 tahun. Setelah usia 30 pada kebanyakan orang, terdapat penurunan densitas massa tulang yang lambat, sekitar 0,7% per tahun. Pentingnya diet normal dan lingkungan hormonal yang normal selama masa remaja tidak dapat dibandingkan. Hilangnya tulang yang bermakna pada masa perimenopause yang bersifat seekunder terhadap penurunan estrogen dibatasi pada wanita dengan fungsi hormonal dan menstruasi yang berfluktuasi, keretakan fungsi folikuler yang ireguler yang berubah dengan tidak adanya respon ovarium terhadap gonadotropin, sehingga wanita ini terpapar dengan estrogn dosis rendah slama periode waktu yang bermakna. Hilangnya tulang mulai usia 20an berkaitan dengan mkanisme yang bebas dari hormon, dan studi longitudinal tlah mendokumentasikan bahwa jumlah tulang trivial hilang sebelum mnopause pada wanita dengan kadar estrogen yang adekuat. Pasca menopause awal Penggunaan terapi hormon pasca menopause jangka panjang sangat tergantung pada penilaian wanita itu sendiri, suatu proses yang seharusnya terjadi pada titik kehidupan ini. Suatu pemahaman terhadap terapi hormon merupakan suatu komponen yang penting dalam program kesehatan pencegahan yang diarahkan pada tahun-tahun pasca menopause. Sebagai akibat respon yang segera dalam gejala klimakterium awal, pasien yang memasuki periode pasca menopause kehidupan lebih percaya diri secara emosional, seksual, dan fisik terhadap dirinya sendiri. Dalam pandangan kami, hal ini menetapkan perubahan dan hubungan pasien-klinisi yang baik. Follow up pasien terhadap terapi estrogen-progestin yang efektif lebih aman dan pasti. Dokter yang memberikan terapi estrogen-progestin memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengatur para klinisi primer terhadap wanita usia tua ini. Pasca menopause Akhir

Kondisi atropi secara efektif dapat diterapi dengan terapi lokal atau oral dalam dosis rumatan yang rendah. Jika tidak ada dasar yang jelas untuk osteoporosis yang berbeda dengan penuaan dan kegagalan ovarium, terapi estrogen-progestin dan suplementasi kalsium plus vitamin D dapat disarankan bahkan bagi wanita yang sangat tua. Lebih jauh lagi, kehilangan tulang dapat dihentikan dan resiko fraktur berkurang. Pada wanita yang lebih tua ini, penilaian kemajuan dapat diperoleh dengan mengukur densitas tulang. Dampak terhadap permulaan terapi hormon pada wanita yang lebih tua terhadap resiko penyakit kardiovaskuler masih belum pasti. Bagaimanapun, terkesan bahwa pada wanita yang lebih tua akan mengambil manfaat dari mekanisme protektif estrogen yang dinamis dengan dampak stres inkontinensia, dan mungkin, pada resiko Penyakit Alzheimer. Agen Hormonal dan Rute Pemberian Dosis estrogen yang efektif secara maksimal dalam menjaga massa tulang aksial dan perifer sama denga 0,625 mg estrogen konjugasi. Potensi relatif untuk tersedianya estrogen tetap penting secara klinis. Potensi estrogen Relatif Estrogen Estrogen konjugasi Estradiol mikronisasi Estropipat (piperazine estrogen sulfat) Etinil estradiol Estradiol valerat Estrogen esterifikasi Transdermal estradiol Level FSH 1,0 mg 1,0 mg 1,0 mg 5,0 mg Protein hepar 0,625 mg 1,0 mg 1,25 mg 2-10 g Densitas tulang 0,625 mg 1,0 mg 1,25 mg 5.0 g 1,0 mg 0,625 mg 5.0 g

Grup 17-etinil dari etinil estradiol (melalui metabolisme) tampaknya meningkatkan efek hepatik, karena tidak ada masalah melalui rute yang mana diberikan, fungsi hepar dipengaruhi. Berlawanan dengan kasus dengan estradiol, hepar tampaknya lebih menyukai ekstrak etinil estradiol dan estrogen equin konjugasi tanpa memikirkan jalur pemberian.

Jadi rute pemberian tampaknya mempengaruhi respon metabolik hanya pada kasus estrogen spesifik , sebagian besar estradiol. Minimal ada dua studi yang tidak dapat mendemonstrasikan pencegahan hilangnya tulang dengan pemberian 2 mg estriol perhari. Suatu faktor utama dalam perbedaan potensi diantara berbagai estrogen (estradiol, estron, estriol) merupakan panjang waktu kompleks estrogen-reseptor menjumpai nukleus. Rasio disosiasi yang tinggi dengan estrogen yang lemah (estriol) dapat dikompensasikan oleh aplikasi kontinyu untuk pengikatan inti memanjang dan aktivitasnya. Estriol hanya memiliki 20%-30% afinitas pada reseptor estrogen yang dibandingkan dengan estradiol; dengan demikian ia dengan cepat hilang dari sel. Tetapi jika konsentrasi efektifnya dijaga sama dengan estradiol, ia dapat menghasilkan respon biologis yang sama. Pada kehamilan, dimana konsentrasi estriol sangat tinggi, ia dapat menjadi suatu hormon yang penting, tidak hanya sebuah metabolit. Jadi kadar estriol yang lebih tinggi tidak harus bersifat protektif. Karena estriol melindungi tikus terhadap tumor payudara yang diinduksi oleh berbagai karsinogen kimia, diduga kadar estriol yang lebih tinggi melindungi terhadap efek estron dan estradiol yang lebih kuat.. Antagonisme estradiol terjadi hanya dalam jangkauan rasio estradiol menjadi estriol yang sangat sempit, suatu jangkauan yang jarang terjadi baik secara fisiologis maupun farmakologis. Dibawah kisaran ini, estradiol tidak dihalangi, diatas kisaran ini estriol sendiri mengeluarkan aktivitas estrogenik. Estrogen yang mengalami esterifikasi secara sintetis disiapkan dari prekursor tanaman dan tersusun sebagian besar oleh sodium estron sulfat dengan 6-15% komponen sodium equilin sulfat. Estradiol valerat secara cepat dihidrolisis menjadi estradiol, dan fakmakologi dan efeknya dapat dibandingkan pada dosis yang sama. Pemberian Transdermal Patch yang pertama kali digunakan untuk pemberian estrogen transdermal mengandung reservoir alkohol; estrogen dilepaskan melalui membran semipermiabel yang mencapai kulit dengan perlengketan. Pembentukan patch menyebabkan hormon terurai dan berdistribusi sepanjang matriks adhesiva. Pada studi terhadap wanita yang sebelumnya berhenti menggunakan patch karena iritasi kulit (dermatitik kontak), reaksi kulit jarang

terjadi dengan patch matrik yang baru.Sebagai tambahan, patch matriks lebih baik ditoleransi pada lingkungan tropis. Patch didesain berdasarkan jumlah estrogen yang diberikan per hari 50 g dan 100 g. Efek steroid terhadap lipid dan lipoprotein ditentukan oleh jenis steroid, dosis, dan rute pemberian. Suatu halangan penggunaan terapi hormon transdermal adalah kelangkaan data yang menunjukkan dampak yang menguntungkan pada profil lipoprotein. Ada perhatian bahwa pemberian estrogen melalui kulit memberikan kadar darah yang mungkin terlalu rendah untuk memberikan proteksi terhadap penyakit kardiovaskuler, khususnya setelah konsentrasi puncak pada hari pertama setelah aplikasi, ada penurunan progresif yang dapat relatif cepat, Lebih jauh lagi, terdapat kadar yang bervariasi dalam level individu dan dalam individu yang sama. Konsentrasi estrogenbpada sistem portal setel;ah pembrian oral 4-5 kali lebih tinggi daripada di perifer. Lebih jauh lagi, rasio estradiol-estron berbeda dalam sistem portal. Efek arus pertama bermakna untuk efek lipoprotein atau penting hanya pada jangka pendek. Sebagai contoh, studi jangka pendek (6 minggu) dapat mencatat peningkatan katabolisme LDL dan peningkatan produksi apoprotein A-1 dengan estrogen oral, tapi tanpa efek dengan estrogen transdermal. Dan studi selama 2 tahun di Los Angeles dengan dosis transdermal 100 g tidak mendeteksi perubahan yang bermakna dalam kadar HDLkolesterol. Bagaimanapun, data Bahasa Inggris menunjukkan bahwa pemberian transdermal estradiol 50 g dua kali seminggu sama efektifnya dengan 0,625 mg estrogen konjugasi oral, saat dikombinasikan dengan progestin pada rangkaian terapi pada densitas tulang dan lipid selama 3 tahun. 12% wanita dengan terapi oral atau transdermal kehilangan tulang dari collum femoris, disamping kepatuhan yang adekuat. Pemberian transdermal 100 g estradiol dikombinasikan dengan progestin tidak hanya meningkatkan densitas tulang, tetapi juga mengurangi rasio fraktur pada wanita yang lebih tua yang telah menderita osteoporosis. Dosis estrogen standar yang diberikan secara transdermal (50 g) tampaknya melindungi fraktur seperti dosis oral standar. Implan Estradiol

Implan estradiol tersedia dalam dosis 25, 50, dan 75 mg untuk pemberian subkutan dua kali setahun. Pellet 25 mg memberikan kadar dalam darah berkisar 40-60 pg/ml, kadar yang dapat dibandingkan dengan yang diperoleh dengan dosis oral standar. Bagaimanapun, efeknya bersifat kumulatif, dan setelah beberapa tahun kadar dalam darah 2-3 kali lebih tinggi. Kadar estradiol darah yang bermakna menetap sampai 2 tahun setelah insersi terakhir. Terapi progestasional penting, dan karena kadar dalam darah yang lebih tinggi, disarankan durasi minimal 14 hari perbulan. Kami meyakini bahwa pelet estradiol tidak bermanfaat pada regimen terapi biasa. Rekomendasi bahwa wanita yang mendapatkan pellet dimonitor dengan kadar estradiol darah dan dihindari kadar yang lebih tinggi 200 pg/ml. Estrogen Perkutan Pemberian estradiol dapat dilakukan dengan aplikasi gel ke kulit, biasanya pada lengan atas dan bahu atau abdomen dan kaki. Preparat menunjukkan kadar estradiol darah kira-kira 95125 pg/ml, kadar yang lebih tinggi dan lebih bervariasi dibandingkan terapi oral standar. Dengan pellet, kami merekomendasikan bahwa level estradiol darah dapat dimonitor dan dijaga dalam kadar dibawah 100-200 pg/ml Jendela Terapi yang Sempit Terdapat alasan untuk meyakini bahwa dosis estrogen yang diberikan penting untuk mencapai keuntungan cardiovaskuler. Respon hemodinamik terhadap estrogen bervariasi tergantung pada kadar estrogen darah. Kadar yang relatif normal berhubungan dengan kontraksi ventrikel kiri. Kadar estradiol yang sangat tinggi yang dicapai dengan dosis estrogen yang besar menghasilkan efek yang berlawanan, pengurangan ukuran ventrikel kiri dan aliran darah aorta. Efek yang menguntungkan dari estrogen pasca menopause dalam mencegah hiperinsulinemia yang dihubungan dengan penuaan terdapat pada dosis 0,625 estrogen konjugasi tetapi kehilangan dosis 1,25mg. Estrogen pada trombosis arteri, berhubungan dengan dosis; pengalaman dengan kontrasepsi oral, bahwa estrogen dosis tinggi menyebabkan infark miokard dan stroke. Minimal 3 studi telah menemukan bahwa dosis estrogen yang lebih dari 0,625 mg estrogen konjugasi kurang berguna dalam penyakit

jantung koroner dan mortalitas; meskipun jumlah pasien pada dosis yang lebih tinggi relatif kecil dan kesimpulan ini tidak bermakna secara statistik. Untuk alasan ini, kami yakin penting untuk menghindari dosis yang berlebihan . Kami menemukan bantuan untuk mengukur kadar estradiol dalam darah pasien yang menuntut peningkatan dosis estrogen. Dengan menunjukkan hasil pengukuran dan perhatian terhadap dosis tinggi membantu pasien dalam menerima rekomendasi untuk menjaga konsentrasi dalam darah dari estradiol dibawah 200 pg/ml, dan dibawah 100 pg/ml. Adakah dosis estrogen dibawah efek menguntungkan yang mulai hilang? Ini merupakan pertanyaan sulit dijawab karena begitu sedikit wanita dalam studi epidemiologis yang menerima kurang dari dosis standar. Pada studi selama 2 tahun, efek lipid dihubungkan dengan estrogen ester 0,3 mg tidak berbeda bermakna dari grup plasebo. Pada monyet, respon manfaat kardiovaskuler mulai berkurang dibawah kadar estradiol darah dalam sirkulasi 60 pg/ml. Beberapa reduksi dari manfaat kardiovaskuler terjadi pada dosis estrogen yang kurang dari standar. Studi telah mendemonstrasikan bahwa dosis estrogen konjugasi 0,625 mg perlu menjaga densitas tulang. Kebijakan konvensional menyatakan bahwa kadar estradiol dalam darah 40-60 pg/ml, dibutuhkan untuk melindungi terhadap kehilangan tulang. Kami sekarang mengetahui konjugasi. Rasio hilangnya tulang dan insidensi fraktur bokong dan vertebra secara berlawanan berhubungan dengan kadar estrogen dalam sirkulasi pada wanita yang lebih tua. Kadar estradiol rendah sebesar 10 pg/ml memiliki dampak yang menguntungkan terhadap densitas tulang dan rasio fraktur dibandingkan dengan nilai dibawah 5 pg/ml. Hal ini menjelaskan bagaimana efek positif tulang diamati bahkan dengan penggunaan cincin vagina yang memberikan sejuimlah kecil estradiol dengan absorpsi sistemik yang minimal. Dosis harian estrogen konjugasi 0,3 mg yang lebih rendah atau 0,5 mg estradiol mencegah hilangnya trabelula vertebra saat dikombinasikan dengan suplemen kalsium (mencapai intake total 1500 mg perhari). Pada studi tanpa suplementasi kalsium pemberian harian 0,3 mg estrogen konjugasi dan 2,5 mg MPA menghasilkan peningkatan ringan pada bahwa sejumlah estrogen dapat berdampak meskipun beberapa derajat proteksi hilang apabila dosisnya kurang dari ekivalen dengan 0,625 mg estrogen

densitas tulang lumbal dengan efek yang lebih rendah pada bokong. Studi pada wanita secara acak untuk terapi dengan pemberian transdermal 50 g estradiol per hari atau estrogen oral menunjukkanbahwa keduanya sama-sama mencegah hilangnya tulang setelah menopause. Perhatian utama dengan dosis rendah meliputi kemungkinan bahwa ada presentase yang bermakna dari nonresponder, dan beberapa manfaat kardiovaskuler. Namun demikian, estrogen dosis rendah dapat lebih diterima pada wanita yang lebih tua (efek samping lebih sedikit). Pasien yangmemilih diterapi dengan dosis rendah harus mengalami penilaian respon tulang dengan pengukuran densitas tulang atau penanda bokimia urin. Setelah 6 bulan sampai 1 tahun, pasien dengan dosis rendah menjalani terapi standar. Monitor Dosis Estrogen dengan Kadar Estradiol dalam Darah Ada 2 kesulitan primer. Pertama, assay klinis yang tersedia membedakan teknik dan kualutasnya (laboratorium dan variasi antibodi) Kedua, berbagai produk komersil mewakili koleksi senyawa estrogenik berkisar dari estradiol sampai estrogen kuda yang unik . meskipun tubuh mengkonversi berbagai estrogen menjadi estron dan estradiol, apakah proses ini relatif konsisten pada individu? Misalnya assay yang sangatspesifik untuk estradiol akan mendeteksi kadar estradiol yang sangat rendah yang mendapatkan 0,625 mg estrogen kuda koinjugasi; namun demikian ebagian besar assay klinis akan melaporkan kadar 40-100 pg/ml pada wanita ini.Di laboratorium kami, jangkauannya 40-100 pg/ml estradiol.Ingat bahwa FSH diatur oleh faktor selain estrogen(misalnya inhibin) , level FSH tidak dapat tidak dapat digunakan untuk monitor dosis estrogen. Terapi hormon pasca menopause menghasilkan 10-20% penurunan FSH dan LH Terapi sekuensial dan kontinyu. Metode sekuensial yang paling umum di AS melibatkan pemberian estrogen oral dengan 0,625 mg estrogen konjugasi atau dosis ekivalen dari berbagai produk yang tersedia. Dosis harian 5 mg MPA ditambahkan selama 14 hari setiap bulan. Data uji acak 1 tahun menunjukkan bahwa dosis 5 mg yang melindungi endometrium seperti dosis 10 mg. Sayangnya, perdarahan lucut progestin terjadi pada 80-90% wanita pada regimen

sekuensial. Regimen sekuensial dapat juga menyebabkan efek samping yang berhubungan dengan dosis progesterin, payudara tegang, bengkak, retensi cairan dan depresi. Program Sekuensial untuk Terapi Hormon Oral Pasca Menopause Estrogen harian : 0,625 mg estrogen konjugasi, atau 1,25 mg estropipate, atau 1,0 mg estradiol mikron, atau Dosis ekivalen dari estrogen lain Progestin bulanan : 0,7 mg noretindron, atau 200 mg progesteron mikron, atau 5 mg MPA, atau dosis ekivalen dari progestin lain yang diberikan harian selama 2 minggu setiap bulan. Dikombinasikan dengan suplementasi kalsium harian (500 mg dengan makanan) dan vitamin D (400 IU pada musim semi dan 800 IU pada wanita berusia lebih dari 70 tahun) Pada regimen sekuensial,jumlah noetindrone yang sama dengan 10 mg MPA adalah 1,0 mg. Noretindron tersedia dalam dosis 0,35 mg pada kontrasepsi oral minipil progestin saja. Pada uji acak selama 3 tahun, 200 mg progesteron mikron yang diberikan harian selama 12 hari perbulan secara efektif melindungi endometrium terhadap hiperplasia. Dosis efektif yang paling rendah adalah progesteron mikron namun studi jangka panjang menunjukkan dosis 100 mg/hari efektif. Progesteron mikron diabsorpsi secara ireguler, dimetabolisme dengan cepat, dan puncak kadar progesteron dalam darah dan metabolit aktif berhubungan dengan sedasi dan reaksi SSP lain yang mengganggu. Program kombinasi yang kontinyu untuk Terapi Sulih Hormon PascaMenopause Estrogen harian : 0,625 mg estrogen konjugasi, atau 1,25 mg estropipate, atau

1,0 mg estradiol mikron, atau Dosis ekivalen dari estrogen lain Progestin bulanan : 0,35 mg noretindron, atau 100 mg progesteron mikron, atau 2,5 mg MPA, atau dosis ekivalen dari progestin lain yang diberikan harian selama 2 minggu setiap bulan. Dikombinasikan dengan suplementasi kalsium harian (500 mg dengan makanan) dan vitamin D (400 IU pada musim semi dan 800 IU pada wanita berusia lebih dari 70 tahun) Mengatasi Perdarahan Selama Terapi Hormon pasca menopause Dengan terapi sekuenasial, sekitar 80-90% eanita mengalami perdarahan lucut setiap bulan. Dengan terapi estrogen-progestin kombinasi yang kontinyu, seseorang dapat mengharapkan 40-60% pesien mengalami perdarahan selama 6 bulan pertama terapi; bagaimanapun presentasi menurun 10-20% setelah 1 tahun. Mengapa disebut breakthrough bleeding? Perdarahan yang dialami oleh wanita, pada terapi kombinasi yang kontinyu sma dengan yang tampak dengan kontrasepsi oral, breakthrough bleeding. Ia berasal dari endometrium yang didominasi oleh pengaruh progestasional; endometrium biasanya atropi. breakthrough bleeding mungkin berkaitan dengan efek progestasional terhadap kekuatan dan integritas vaskuler, menghasilkan fragilitas yang cenderung mengalami peluruhan dan perdarahan.Sangat membantu untuk menjelaskan pada pasien bahwa perdarahan ini mewakili pekuruhan jaringan dan endometrium mengalami stimulasi hormonal yang baru. Pada sebagian besar pasien, insidensi breakthrough bleeding dengan kontrasepsi oral lebih banyak pada beberapa bulan pertama pemberian terapi dan biasanya menghilang pada mayoritas wanita. Tidak ada metode efektif yang didukung oleh studi klinis, atau percobaan yang besar, dari pergantian obat atau substitusi untuk mengatasi breakthrough bleeding ini. Rasio perdarahan lebih ringan bila dengan dosis progestin yang lebih besar 5 mg MPA

dibandingkan dosis yang lebih rendah (2,5 mg). Tidak ada alasan yang kuat untuk menggunakan dosis yang lebih tinggi, selain meminimalkan efek samping.. Pilihan untuk Perdarahan persisten : Terapi sekuensial Histerektomi vaginal Ablasi endometrium IUD progestin Indikasi Biopsi Preterapi Karakteristik yang Berhubungan dengan resiko tinggi patologi Terapi unopposed estrogen sebelumnya Indikasi Biopsi Endometrium Selama Terapi Ansietas klinis Ansietas pasien Terapi dengan unopposed estrogen Ketebalan endometrium yang lebih dari 4 mm Riwayat terapi unopposed estrogen sebelumnya Tidak perlu melakukan biopsi endometrium rutin sebelum terapi. Kelainan endometrium yang bersifat asimptomatis pada wanita pascamenopause sangat jarang. Suatu cara ekonomis yang cukup beralasan adalah biopsi preterapi (menggunakan alat isap endometrium plastik) pada pasien dengan resiko tinggi perubahan endometrium. , wanita ini dengan kondisi yang berhubungan dengan paparan estrogen kronis (obesitas, perdarahan uterus disfungsional, anovulasi dan infertilitas, hirsustisme, intake alkohol yang tinggi, penyakit hepar, masalah metabolik seperti diabetes melitus dan hipeotiroidisme) dan wanita yang mengalami perdarahan tak teratur dalam terapi estrogen-progestin. Bagaimanapun, wanita yang memilih diterapi dengan unopposed estrogen membutuhkan pengawasan endometrium selama minimal setahun. Sesuai dilakukan biopsi aspirasi endometrium apabila pasien mengalami kegelisahan terhadap kemungkinan patologis yang mengharapkan respon ini. Jika

perdarahan menetap selama 6 bulan, pertimbangkan histeroskopi, sejumlah polip dan fibroid intrauterin akan ditemukan. Endometrium abnormal sering dijumpai pada pasien dengan kombinasi estrogenprogestin saat pasien sebelumnya diterapi selama periode waktu dengan unopposed estrogen. Breakthrough bleeding atau perdarahan tak terjadwal pada pasien ini membutuhkan pengawasan endometrium karena peningkatan resiko kanker endometrium menetap selama periode paparan terhadap unopposed estrogen. Dan belum diketahui seberapa efektif paparan protektif selanjutnya terhadap progestin. Suatu program estrogenprogestin kombinasi tidak akan mencegah kanker endometrium secara total. Pengukuran Ketebalan Endometrium melalui Ultrasonografi Transvaginal Ketebalan endometrium pasca menopause seperti yang diukur oleh ultrasonografi transvaginal pada wanita pasca menopause berhubungan dengan ada atau tidaknya patologi. Namun beratnya perubahan patologis tidak berhubungan dengan ketebalan yang diukur. Ketebalan endometrium (kedua lapisan dinding anterior dan posterior pada aksis longitudinal) dibawah 5mm menunjukkan penatalaksanaan konservatif. Ketebalan endometrium yang lebih dari 4 mm membutuhkan biopsi; diperkirakan 50-75% perdarahan pada pasien karena terapi hormon dan diecvaluasi oleh ultrasonografi akan membutuhkan biopsi. Ketebalan endometrium kurang dari 5 mm pada wanita yang menerima terapi hormon, baik regimen sekuensial maupun kombinasi estrogen-progestin harian dapat menenangkan hati. Karena ketebalan endometrium oleh ultrasonografi pada pasien dengan dengan regimen sekuensial dapat dipengaruhi oleh hari dalam siklus terapi, penilaian ultrasonografi harus dilakukan pada akhir pase progestin atau pada awal siklus. Akurasi yang lebih besar dapat diperoleh dengan memasukkan salin ke dalam kavum uterus selama ultrasonografi. Progestin Challenge Test Pemberian agenprogestasional (misalnya 10 mg MPA selama 2 minggu) dikembangkan oleh R. Don Gambel Jr. Untuk mendeteksi adanya endometrium yang tergantung pada estrogen pada wanita pasca menopause. Perdarahan lucut akan mnunjukkan rspon

endometrium terjadi pada progestin, suatu respon yang membutuhkan stimulasi endometrium sebelumnya oleh estrogen dan menunjukkan perlunya penilaian endometrium. Yang distimulasi oleh estrogen dan menunjukkan kebutuhan penilaian endometrium. Dengan kata lain, tidak adanya perdarahan lucut menentramkan hati dokterpasien. Sebagian besar tapi tidak semua, wanita dengan proliferasi endometrium, hiperplasia dan bahkan kanker berespon terhadap perdarahan lucut setelah progestin challenge dan pengukuran ketebalan endometrium dengan ultrasonografi mungkin lebih dari 4mm. Efek Samping Progestasional Banyak wanita tidak dapat mentoleransi terapi dengan hormon progesteron. Efek samping yang khas meliputi payudara tegang, bengkak, dan depresi. Reaksi ini merupakan faktor yang merugikan. Bagaimanapun studi yang dikontrol plasebo gagal mendokumentasikan efek samping fisik maupun psikologis dengan terapi jangka pendek yang menggunakan MPA, kecuali rasa tidak enak pada payudara.Hal ini menunjukkan bahwa efek samping progestin selain mastalgia berhubungan dengan lama terapi atau bahwa hanya studi dengan jumlah subjek yang besar bermasalah. Dapatkan agen progestasional diberikan lebih jarang? Kami berhati-hati pada posisi yang didukung oleh data klinis, bahwa rangkaian estrogen-progestin bulanan daripada program kombinasi harian secara efektif mencegah hiperplasia endometrium. Pengalaman dengan regimen lain sangat terbatas. Pemberian MPA setiap 3 bulan berhubungan dengan mens yang lebih lama dan lebih banyak dan perdarahan yang tidak terjadwal. Dan 1,5% insidensi hiperplasia setiap tahun.sementara pada studi yang lain, semua perdarahan sedikit, tapi insidensi hiperplasia sebanyak 4% .Pada studi yang lain, tidak ada hiperplasia endometrium yang ditemukan pada 143 wanita yang mlengkapi terapi selama 2 tahun; bagaimanapun, progestin diberikan dalam dosis tinggi setiap 3 bulan, 20 mg MPA perhari elama 14 hari. Beberapa pasien sangat sensitif terhadap MPA. Dalam pengalaman kami, pasienpasien ini mnghilangkan gejalanya dengan beralih ke noretindron. Pada regimen sekuensial, akan mendteksi persentase yang kecil dari wanita yang

dosis noretindron adalam 0,7 mg (tersedia dalam bentuk progestin saja, kontrasepsi oral minipil, masing-masing pil mengandung 0,35 mg noretindron). Progesteron dapat diberikan dalam gel vagina yang mengizinkan pemberian dosis yang sangat rendah yang secara efektif dapat melindungi ovarium dengan level sistemik yang rendah karena efek arus pertama dalam uterus. Pemberian 90 mg setiap 2 hari menghasilkan perubahan sekresi dalam endometrium. Suatu aplikasi preparat komersil 4% dua kali seminggu melindungi endometrium dan berhubungan dengan amenore pada sebagianbesar pasien. Pada regimen sekuensial, satu-satunya aplikator dari preparat 4% harus diaplikasikan perhari selama minimal 10 hari setiap bulan. Tidak ada studi jangka panjang yang tersdia yang mendokumentasikan keamanan endometrium dan efek metabolik. Progestin transdermal yang digunakan hanyalah noretindron dan levonorgestrel. Sediaan Progestin di Dunia 21-Carbon derivates: Medroxyprogesteron Megestrol acetate Cyproteron asetate Didrogesteron Chlormadinone acetate Medrogestone Demegestone Promegestone Trimegestonel Nomegestrol acetate Keluarga 19-Nortestosteron Norethindrone Norethindrone acetat Levonorgestrel Desogestrel Nomegestrol Norethynodrel Lyestrenol Ethnynodiol diacetate Gestodene Norgestimate Dienogest 5,0 mg 5,0 mg 1,0 mg 10,0 mg

0,7 mg 1,0 mg 0,75 mg 0,15 mg

IUD Progestin IUD yang melepaskan levonorgestrel telah dibentuk kembali dalam bentuk yang lebih kecil yang melepaskan 5 g levonorgestrel dalam 24 jam. Adanya progestin intra uteri akan mencegah hiperplasia dan kanker endometrium secara efektif. Sama seperti sediaan kombinasi oral yang diminum terus menerus, selama 6 bulan pertama akan terjadi perdarahan tidak teratur, kemudian setelah satu tahun, 60-70% wanita akan amenore. Keuntungan IUD levonorgestrel adalah lama penggunaan mencapai 10 tahun. IUD yang melepaskan progesteron berukuran lebih besar dan harus diganti setiap 18 bulan. Haruskah Progesteron diberikan pada wanita yang dihisterektomi? Terdapat beberapa kondisi yang menghalangi pemberian kombinasi sestrogen-progestin pada wanita yang telah dihisterektomi. 1. Karena pernah dilaporkan adenocarsinoma pada pasien dengan endometriosis pelvis yang diterapi dengan unopposed estrogen, kombinasi estrogen-progestin sangat dianjurkan pada pasien dengan riwayat endometriosis. Sebagai tambahan kami menemukan sebuah kasus hidronefrosis sekunder karena obstruksi ureter yang disebabkan oleh endometriosis (dengan atipia) pada anita yang unopposed estrogen bertahun-tahun setelah histerktomi dan mengalami salfingo-ooforektomi bilateral karena endometriosi. 2. Penderita yang mendapat perlakuan yang berpotensi untuk meninggalkan sisa endometrium (Cth: histerektomi supraservikal) harus diterapi dengan kombinasi estrogen progestin. Endometrium yang responsif dapat di asingkan pada penderita yang telah mengalami ablasia endometrial dan kombinasi estrogen-progestin sangat dianjurkan pada pasien ini. 3. Telah dilaporkan bahwa pasien dengan adanya karsinoma std 1 atu 2 setelah operasi. 4. Pendekatan dengan kombinasi estrogen-progestin masuk akal bagi penderita yang baru diterapi karena tumor endometoioid pada ovarium dapat menggunakan estrogen tanpa kuatir rekuren tetapi . Terapi dapat dimula segera

5. Telah dibuktikan baha kombinasi estrogen-progesteron memiliki pengaruh baik pada tulang lebih dari hanya estrogen. Karena itu pada pasienyang dihisterektomi dengan resiko osteoporosis kombinasi estrogen-progestin memberikan suatu keuntungan. Penelitian yang seksama menunjukkan bahwa pengaruh 19medroksiprogesteron hanya tampak pada wanita dengan osteoporosis yang nyata. 6. Wanita dengan peningkatan kadar trigliseri, pemberian progestin terutama 19nortestosteron akan meningkatkan trigliserid yang dicetuskan oleh esrogen. Penambahan Androgen Setelah menopause, kadar androstenedion dalam darah hanya sepertiga dari sebelumnya. Kebanyakan dihasilkan dari kelenjar adrenal dan hanya sedikit yang berasal dari ovarium. Kadar testosteron tidak menurun begitu drastis dan kebanyakan wanita dengan ovarium postmenopause menghasilkan testosteron lebih banyak daripada premenopaus. Jaringan stroma aktif yang tersisa akan distimulasi oleh peningkatan gonadotropin untuk meningkatkan sekresi testosteron. Jumlah total produksi testosteron akan berkurang sedikit karena konversi perifer androstenodion berkurang. Karena penuruna ini terdapat keraguan apakah terapi androgen diindikasikan pada masa postmenopause. Keuntungan dari terapi androgen meliputi peningkatan keadaan psikologik dan perilaku seksual yang hanya terjadi pada pemberian androgen dalam jumlah besar. Pada penelitian dengan plasebo sebagi kontrol pemberian androgen dalam kadar yang lebih kecil hanya menyumbangkan sedikit pada perilaku seksual walaupun terdapat peningkatan fantasi seksual dan masturbasi. Semua keuntungan harus diseimbangkan dengan efek samping yang terjadi seperti virilisasi (akne, alopesia, hirsutisme), dan pengaruh negatif terhadap profil koleserol-lipoprotein. Pada penelitian jangka pendek yang membandingkan sediaan oral kombinasi estrogen dengan testosteron dalam dosis relatif rendah dengan sediaan estrogen saja,menunjukkan pengaruh terhadap profil lipid dalam 3 bulan. Setelah periode 2 tahun, pemberian estrogen (1,25 mg) yang dikombinasikan dengan metiltestosteron menimbulkan peningkatan menyeluruh terhadap profil kolesterol-lipoprotein serta sebanyak 30% penderita menderita akne dan 36% menjadi hisrsutisme fasial. Pemberian kombinasi ini dengan dosis lebih kecil

akan menurunkan kadar HDL koleserol secara bermakna. Dengan pemberian secara parenteral pengaruh terhadap profil lipid dapat diabaikan. Harus diingat bahwa androgen tidak melindungi endometrium sehingga penambahan progestin masih dibutuhkan. Belum diteliti berapa banyak aromatisasi testosteron yang diberikan meningkatkan pengaruh estrogen dan apakah hal ini akan meningkatkan resiko kanker endometrial atau mammae. Tambahan androgen tidak mengurangi jumlah perdarahan pada wanita yang meminum sediaan kombinasi terus menerus. Penambahan testosteron pada terpi estorgen tidak meningkatkan keuntungan pada tulang atau mengurangi hot flushes. Penelitian lain menunjukkan peningkatan densitas tulang pada penderita yang diterapi dengan kombinasi estrogen-androgen dibandingkan dengan hanya estrogen walaupun kadar dalam darah lebih tinggi dibandingkan standar terapi hormon pada postmenopause. Pengaruh yang lebih besar pada tulang dengan terapi androgen terjadi secara tidak langsung menunjukkan kadar estrogen bebas yang lebih tinggi karana penguranan globulin pengikat hormon seks dan atau perubhan androgen pada massa otot. Tidak diragukan lagi baha androgen dalam jumlah farmakologis akan meningkatakan libido, tetapi juga akan memberikan efek yang tidak diinginkan. Pasien dengan androgen dosis tinggi akan tergantung pada terapi ini. Suplemen androgen dosis rendah dapat diberikan pada penderita dimana terjadi penurunan libido bukan karena keadaan psikologik, dan profil lipid harus dimonitor dengan hati-hati. Setelah beberapa bulan sampai tahun, dianjurkan mengubah0 standar pengobatan menjadi tanpa androgen . Agonis/antagonis Estrogen Selektif Pemahaman tentang mekanisme reseptor estrogen (bab 2)akan menjelaskan bagaiman agonis/anagonis estrogen campuran dapat bekerja secara selektif pada organ target spesifik. Sediaan baru sedang dikembangkan untuk mengurangi efek samping yang tidak diinginkan. Raloxifen tidak memberikan pengaruh terhadap endometrium tetapi menghasilkan respon pada tulang dan lipid. Hasil dini ( pengobatan 2-3 tahun) menunjukkan penurunan reseptor

estrogen positif kanker mammae pada wanita yang mendapat Raloxifen . Tetapi karena pada Ca Mammae diperlukan waktu yang lama bagi sel abnormal menjadi massa yang dapat dideteksi, pengaruh terapi obat spesifik dapat menunjukkan akselerasi pertumbuhan atau deselerasi tumor, bukan penyebab atau pencegah. Data dari percobaan klinik jangka pendek menunjukkan raloxifen memiliki pengaruh positif terhadap densitas tulang, berefek menguntungkan pada kolesterol LDL, fibrinogen dan lipoprotein (a), tetapi tidak mempunyai pengaruh terhadap kelesterol dan PAI-I, dan meningkatkan hot flushing. Percobaan klinik jangka panjang sangat dibutuhkan untuk menentukan pengaruh pada peristia klinik terutama penyakit jantung koroner, inkontinensia karena stress, kanker endometrium. Penelitian MORE (Multiple Outcomes of Raloxifen Evaluation) sutu penelitian klinik raloxifen di seluruh dunia menunjukkan penurunan angka kejadian fraktur vertebra sebanyak 44% . Suatu penelitian pada monyet selama 2 tahun menunjukkan tidak terdapat proteksi raloksifen terhadap aterosklerosis arteria koronaria walaupun terjadi perubahan profil lipid dalam darah. Pada kelinci, raloksifen dapat menghambat aterosklerosis aorta tetapi tidak seefektif estrogen. Bagaimanapun kombinasi kerja (aktifitas antioksidan, efek menguntungkan pada lipid, penurunan kadar homosistein) menunjukkan adanya efek menguntungkan pada sistem kardiovaskuler. RUTH (Raloxifen Use for The Heart) adalah suatu penelitian pencegahan penyakit jantung koroner baik primer maupun sekunder internasional , dimulai tahun 1998 dan diharapkan dapat memberikan data pada tahun 2003-2005. Pada saat ini, raloxifen adalah pilihan untuk mencegah osteoporosis terutama pada pasien yang menerina terapi hormon tetapi bukan merupakan pengganti estrogen. Terjadinya hot flushing dan peningkatan kram kaki sampai 3 kali karena pemberian raloxifen merupakan masalah unik pada raloxifen.

Apakah Terapi Hormon Menyebabkan Pertumbuhan Tumor Fibroid ? Leiomyoma uteri merupakan tumor monoklonal yang sensitif terhadap estrogen dan progestin (Bab 4) sehingga dapat dipertimbankan apakah leiomyoma akan tumbuh sebagi respon terhadap terapi hormon postmenopause. Dengan menggunakan USG vaginal, jumlah dan ukuran leiomyoma diketahui meningkat pada wanita yang mendaptkan terapi estrogen progestin dalam bentuk depot. Tetapi dosis hormon dalam penelitian tersebut lebih tinggi dari sediaan standar. Pada akhit tahun pertama, wanita dengan fibroid kecil tanpa gejala yang diterapi dengan kombinasi estrogen terkonjugasi (0,625 mg) dan medroksiprogesteron asetat (2,5 mg) tidak menunjukkan pertumbuhan. Sebaliknya terdapat peningkatan ukuran tumor pada pemberian estradio transdermal (50 g) dan medroksiprogesteron asetat (5 mg) sehari. Pada penelitian follow up dengan dosis standar estrogen-progestin atau tibolone, USG tidak menemukan adanya perubhan dalam uterus maupun besar myoma. Pengalaman klinik menunjukkan baha tumor fibroid pada uterus hampir tidak dipengaruhi pertumbuhannya dengan pemberian estrogen-progestin dalam dosis postmenopause. Bagaimanapun pemeriksaan panggul sangat dianjurkan. Contohnya telah dilaporkan suatu leiomyoma vulva yang distimulasi dengan terapi estrogen-progestin. Suatu penelitian case control tidak emnemukan peningkatan resiko sarkoma terhadap terapi estrogen yang ermakna. Terapi Estrogen dan Apnea dalam Tidur Prevalensi apnea dalam tidur pada wanita premenopause rendah dan terdapat peningkatan frekuensi setelah menopause menunjukkan keemungkinan pengaruh hormonal. Pada suatu penelitian yant teliti, terapi hormon postmenopause tidak mempunyai efek bermakna pada gangguan nafas pada wanita dengan apnea obstuktif dalam tidur. Terapi Estrogen dan Penyakit Rematik Tidak terdapat kesimpulan jelas mengenai efek estrogen dalam penyakit rematik terutama rematik artritis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa estrogen eksogen baik kontrasepsi oral atau terapi postmenopause memberi perlindungan terhadap onset rematik artritis, sementara peneliotian lain tidak mendapatkan efek tersebut. Pada suatu penelitian

klinik yang terandomisasi dan dikontrol plasebo, kadar estradiol serum standar dihubungkan dengan peningkatan pengukuran beberapa aktifias penyakit pada penderita artritis rematoid. Tidak terdapat bukti bahwa terapi hormon menopause meningkatkan artritis rematik atau mengembankan aktifitas penyakitnya. Pada Penelitian Kesehatan Perawat penggunaan terapi estrogen postmenopause dihubungkan dengan peningkatan hampir 2 kali penyakit Lupus Eritomatosus Sistemik (SLE) suatu penelitian pada 30 kasus berdasarkan penggunaan estrogen sekarang dan di masa lalu. Bila hubungan epidemiologi ini benar, resiko absolutnya sangat kecil dan yang penting, wanita postmenopause dengan SLE dapat menerima keuntungan tambahan dari kerja kardiovaskular estrogen. Pada follow up dari 60 wanita postmenopause tidak dijumpai adanya efek samping deari terapi hormon. Lebih lanjut, pasien SLE yang diterapi dengan glukokortikoid akan meningkatkan resiko osteoporosis. Bagaimanapun ada pertimbangan bahwa pemberian estrogen eksogen akan meningkatan dan menstimulasi trombosis pada penderita SLE karena efek hiperkoagulasinya. Terapi hormon postmenopause dapat dipertimbangkan pada penderita yang sudah stabil atau penyakit sudah tak aktif, tanpa gangguan ginjal dan antibodi antifosfolipid masih tinggi. SELENA (Safety of Estrogen in Lupus Erythematosus National Assesment) adalah penelitian klinik terkontrol yang masih berjalan terhadap terapi hormon dan SLE pada wanita postmenopause, seperti terapi oral kontrasepsi pada wanita premenopause. Kehilangan massa tulang yang disebabkan terapi glukokortikoid dapat dicegah dengan sediaan hormon postmenopause standar. Penderita ini juga dapat diberikan bipfosfonat, pilihan efektif lain yang akan mencegah kehilangan tulang yang dicetuskan oleh glukokortikoid. Sebagai tambahan, suplemen kalsium dan vitamin D telah dibuktikan dapat mencegah kehilangan masa tulang yang berhubungan dengan terapi glukokortikoid dosis rendah.

Terapi Estrogen dan Oesteoartritis Osteoartritis adalah penyakit artiritis yang paling sering pada orang tua dan prevalensinya meningkat dengan cepat pada wanita setelah menopause. Perlindungan osteoporosis akan mencegah oesteoartritis sehingga efek estrogen pada osteoartriis merupakan hal yang wajar. Peningkatan keparahan oestoartritis pada lutut telah dibuktikan berhubungan dengan peningkatan densitas tulang dan penggunaan terapi hormon pada wanita usia pertengahan. Bagaimanapun suatu penelitian cross sectional yang meliputi penggunan estrogen terkini telah menurunkan angka prevalensi osteoartritis panggul dan merupakan perlindungan terhadap parahnya osteoartritis, dengan efek yang lebih besar pada pemakaian yang lebih lama. Karena tidak diketahui terapi yang dapat memodifikasi penyebab artritis, dibutuhkan suatu penelitian klinik yang terandomisasi terhadap keuntungan terapi hormon postmenopause ini. Terapi Estrogen dan Asma Pada beberapa wanita, perubahan aktifitas asma telah dicatat berhubungan dengan fase pada siklus mensruasi. Pengaruh terapi hormon postmenopause dengan asma belum diteliti dengan jelas, tetapi diduga estrogen memiliki efek tambahan. Suatu kemunduran dalam spirometri dapat dideteksi pada pasien asma setelah terapi estrogen tetapi perbedaannya masih subklinik dan penderita tidak melaporkan adanya perubahan gejala penyakit mereka. Pada penelitian kohort prospektif , ditemukan penggunaan terapi hormon postmenopause (estrogen dengan atau tanpa progestin) berhubungan dengan peningkatan resiko asma yang timbul pada dewasa, dan resiko meningkat pada penggunaan estrogen jangka panjang dengan dosis yang lebih besar. Karena perubahan hormon dapat mencetuskan aktifitas asma (cth: asma catamenial) maka perhatian harus diberikan secara langsung terhadap pola gejala dan disarankan untuk memberi sediaan kombinasi, harian dan kontinu. Asma adalah kondisi lain yang diterapi dengan glukokortikoid dan berhubungan dengan kehilangan tulang yang dicetuskan oleh glukokortikoid. Pencegahan dengan terapi hormon dan bifosfonate dapat dipertimbangkan.

Terapi Estrogen dan Rongga Mulut Keluhan pada mulut sering dijumpai pada wanita postmenopause. Pemberian estrogen dapat menghilangkan keluhan rasa tidak enak, rasa terbakar, pengecapan jelek dan mulut kering. Pemberian estrogen juga dapat mengurangi peradangan dan perdarahan gusi. Perubahan ini juga menggambarkan respon epitelial mukosa mulut terhadap estrogen yang juga terdapat pada mukosa vagina. Kehilangan tulang alveolar di mulut (yang dapat menjadi kehilangan gigi) sangat berhubungan dengan osteoporosis dan efek estrogen terhadap massa tulang tubuh juga tergambar dalam tulang rongga mulut. Dalam kohort Leisure World, kehilangan gigi dan edentia berkurang secara bermakna pada pasien pengguna estrogen dibandingkan dengan bukan pemakai dan efek menguntungkan ii terus meningkat sejalan denganlamanya pemakaian. Kurang lebih terdapat pengurangan resiko kehilangan gigi sebesar 25 % pada pengguna estrogen baru yang diamati di Nurse Health Study. Penyanyi profesional telah menggunakan terapi estrogen untuk mencegah perubahan suara yang tidak diinginkan karena menopause. Pada penelitian selama 1 tahun,dalam analisa suara dicatat terdapat perubahan lebih ke arah androgenik pada tahun-tahun awal postmenopause dengan perubahan yang lebih sedikit berhubungan dengan terapi esrogen , yang akan meningkat sedikit dengan penambahan progestin. Terapi Estrogen dan Penglihatan Terdapat bukti bahwa terapi estrogen akan meningkatkan ketajaman penglihatan (atau pengurangan penurunan penglihatan mungkin dari efek menguntungkan sicca (mata keratokonjungtivitis yang muncul pada tahun awal postmenopause., kelenjar kering) lakrimalis. pada Peningkatan prevalensi dan wanita menopause

postmenopausediketahui oleh ahli mata dan estrogen menawarkan penyembuhan yang potensial. Terdapat bukti lebih lanjut bahwa estrogen postmenopause mempunyai efek perlindungan dalam mencegah opasitas lensa. Pemberian estrogen-progestin juga menurunkan tekanan intraokuler pada anita postmenopause dengan mata normal atau glaukoma.

Terapi Estrogen dan Penurunan Pendengaran Karena Usia Demineralisasi kapsul koklear muncul dengan pertambahan usia dan dengan penyakit metabolisme tulang seperti otosklerosis koklear. Demineralisasi ini berhubungan dengan kehilangan pendengaran. Wanita post menopause (60-85 tahun) yang memiliki massa tulang leher femur lebih rendah dari rata-rata memiliki resiko yang lebih rendah untuk kehilangan pendengaran. Hubungan antara massa tulang leher femur dengan penurunan pendengaran karena usia ini menganjurkan pencegahan kehilangan tulang melalui terapi estrogen yang juga akan mencegah beberapa derajat kehilangan pendengaran karena usia. Perlukah Wanita yang Sangat Tua Memulai Terapi Hormon ? Pengaruh positif dari terapi hormon pada tulang telah dibuktikan pada wanita dengan usia di atas 65 tahun. Dan terdapat pendapat yang menyokong pemberian terapi pada wanita sangat tua yang belum pernah diberi estrogen. Terapi estrogen yang belum dimulai sampai usia 60 tahun, dengan pemberian lama, dapat mencapai densitas tulang hampir sama dengan wanita yang mendapat estrogen sejak menopause. Penggunaan estrogen antara usia 65-74 telah diketahui mencegah patah tulang panggul. Apakah pemberian estrogen memiliki perlindungan pada kardiovaskuler masih belum jelas. Bila terapi hormon postmenopause dikatakan memiliki efek menguntungkan terhadap resiko dan keparahan penyakit Alzheimer, hal ini merupakan alasan kkuat untuk merekomendasikan terapi ini pada wanita yang sangat tua. Wanita yang lebih tua yang memiliki defisiensi estrogen selama bebrapa tahun sering mengalami efek samping ketika memulai terapi dengan dosis biasa. Sakit pada payudara bisa sangat mengganggu. Biasanya lebih baik memulai terapi dengan dosis awal yang lebih kecil pada wanita yang lebih tua. Dapat digunakan produk awal sebesar setengah dosis (0,3 estrogen konjugasi atau 0,5 mg estradiol) atau suatu produk transdermal yang melepaskan estrogen relatif kecil. Setelah 6 bulan boleh menaikkan dosis uantuk memaksimalisasi keuntungan pada tulang, kardiovaskuler dan sisitem saraf pusat. Berapa lama Terapi Hormon Postmenopause Diteruskan? Jaaban dari pertanyaan ini masih diperdebatkan. Seorang wanita harus meneruskan terapi hormon postmenopause selama dia ingin mendapatkan keuntungannya. Walaupun beberapa

efek estrogen bertahan lama, pengaruh penuh akan berkurang dengan cepat setelah terapi dihentikan. Contohnya pada Nurse Health Study, penurunan resiko mortalitas (biasanya kardiovaskkuler) akan hilang setelah 5 tahun penghentian terapi. Dapatkah Diet Menghasilkan Variasi pada Kadar Estrogen Sistemik? Estrogen oral mengalami metabolisme pertama yang cepat, baik pada saluran pencernaan dan hati. Metabolisme ini meliputi sulfasi dan hidroksilasi. Sistem slitokrom P450 mengkatalisasi hidroksilasi estrogen dan antioksidan dapat menghambat kerja ini. Flavanoid (naringerin dan quercetin) terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam buah dan sayur, dan sari buah anggur menghambat metabolisme estrogen, menghasilkan peningkatan bioavaibilitas yang sejalan dengan penghambatan hidroksilasi. Hal ini meningkatkan kemungkinan interaksi makanan dengan produk tertentu dapat mempengaruhi secara klinik. Telah diketahui terdapat variasi farmakokinetik yang besar dalam dan antar individu pada pemberia nestrogen eksogen. Mungkin variasi ini menggambarkan kebiasaan makan seseorang dan bukan metabolisme intrinsik. Karena kemungkinan ini, lebih baik menganjurkan pasien minum obat hormon post menopausenya sebelum tidur untuk meminimalisasi pengaruh makanan pada kadar steroid darah. Pengaruh intake alkohol pada wanita post menopause tidak tergambar dalam penelitian cross sectional melalui kuestioner untuk mengetahui intake alkohol dimana dilakukan pengukuran kadar darah estradiol, dehidroepiandrosterone sufat (DHEAS), atau pengikatan hormon seks-globulin. Tetapi bila diberikan alkohol pada percobaan, konsentrasi alkohol akan meningkat. Pada penelitian kohort retrospektif pada wanita post menopause, kadar estradiol akan meningkat berhubungan dengan peningkatan intake alkohol selama lebih dari satu tahun. Terapi Alternatif untuk Hot Flushes Bila penderita dengan hot flushes tidak bisa mendapat estrogen, kami merekomendasikan klonidin transdermal yang diberikan dengan dosis 100g sekali seminggu. Efek samping minimal dan pengaruh yang baik dapat diharapkan. Klonidine, bromokriptin, dan naloksone yang diberikan secara oral hanya efektif sebagian untuk mengurangi hot flushes dan butuh dosis lebih tinggi yang akan

menyebabkan efek samping yang lebih besar. Terapi Bellergal (kombinasi alkaloid belladona, ergotamin tartrate dan phenobarbital) lebih baik daripada plasebo tetapi juga merupakan sedatif yang poten. Veralipride, suatu antagonis dopamin yang aktif pada hipotalamus relatif ekfektif dalammenghambat flushing dalam dosis 100 mg sehari. Mastodinia dan galaktore adalah efek samping mayor. Medroksiprogesterone asetat (10-20 mg sehari) dan megestrol asetat (20 mg bid) juga efektif, tetapi perhatian terhadap steroid eksogen (terutama pada penderita yang pernah menderita kanker payudara) akan menambahkan juga progestin. Metildopa dalam dosis 500-1000 mg/hari, hampir dua kali lebih efektif dibandingkan plasebo, mengingat aturan adrenoreseptor pada mekanisme hot flushes. Venlafaxine hidroklorid adalah antidepresi yang menghambat pengambilan serotonin , yang efektif mengurangi frekuensi hot flushes pada dosis 25 mg/hari. Vitamin E, 800 IU per hari hanya sedikit lebih baik dari plasebo. Tibolone Tibolone adalah steroid, yang berhubungan dengan keluarga 19-nortestoseron, yang efektif untuk terapi pada tulang dan hot flushes dalam dosis 2,5 mg perhari. Tibolone dimetabolisme menjadi 3 isomer steroid yaitu estrogenik, progestogenik, dan androgenik. Metabolit ini berbeda dalam aktifitas dan dominasi sesuai dengan jaringan targe. Tilobone menghasilkan efek estrogenik pada tulang dan hot flushing, tetapi menyebabkan atrofi endometrium. Dampaknya yang menguntungkan pada tulang (dosis 2,5 mg) dapat dibandingkan dengan terapi hormonal standar. Dosis yang lebih rendah 1,25 mg perhari juga memberikan perlindungan pada tulang, tetapi kurang efektif dan dijumpai lebih banyak perdarahan pervaginam. Dalam endometrium, tibolon dikonversi secara local (melalui 3hidroksisteroid dehidrogenase/isomerase di endometrium) menjadi isomer 4 progestasional; tibolon melepaskan efek progestasional pada endometrium. Tibolon memiliki efek estrogenic pada vagina, dan wanita melaporkan perkembangan gejala kekeringan vagina dan dispareunia, dan peningkatan kenikmatan seksual dan libido. Meskipun penurunan kolesterol HDL jangka pendek merupakan suatu konsekuensi yang tidak diinginkan dengan terapi tibolon, dampak jangka panjang terhadap resiko

penyakit kardiovaskuler masih belum diketahui. Pada studi selama 2 tahun, efek yang kurang baik trhadap lipoprotein disertai oleh perubahan yang menguntungkan dalam faktor koagulasi uang konsisten dengan peningkatan fibrinolisis dan koagulasi yang tidak mengalami perubahan. Secara keseluruhan, mungkin dijaga beberapa aktivitas yang baik dalam sistem kardiovaskuler. Suatu manfaat utama tibolon (2,5 mg perhari) adalah insidensi perdarahan yang rendah (10-20%). Karena tibolon menghambat proliferasi sel payudara in vitro, kemungkinan studi di masa depan akan mengindikasikan bahwa tibolon memberikan beberapa proteksi terhadap kanker payudara. Tibolon juga memiliki dampak yang menguntungkan pada studi jangka penek terhadap resistensi insulin pada wanita normal dan wanita dengan noninsulin-dependent diabetes mellitus. Terapi Alamiah Para pasien harus ditanyai mengenai penggunaan terapi alamiah. Beberapa herbal yang mengandung senyawa yang mirip estrogen termasuk ginseng, agnus castus, red sage, black cohosh dan beth root. Dosis dan kemurnian preparat herbal masih belum diketahui, dan yang paling penting, tidak ada studi substansial yang mendokumentasikan efek yang membahayakan maupun menguntungkan. Herbal seringkali dikontaminasikan dengan logam berat. Evaluasi yang kaku terhadap salah satu tanaman populer, dong quai, dapat mendeteksi tidak adanya pengaruh terhadap maturitas vagina atau gejala menopause, khususnya hot flushing. Dalam pandangan kami, penggunaan produk tanpa studi ilmiah harus dihindari. Kami percaya bahwa sesuai untuk menginformasikan pasien bahwa jika ia menggunakan preparat yang kekurangan data mengenai keamanan dan kegunaannya, pasien mencobanya dengan tubuhnya sendiri. Tentu saja, setiap pasien memiliki hak untuk melakukan hal itu, tetapi kita memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan ini. Fitoestrogen Fitoestrogen diklasifikasikan menjadi 3 grup: isoflavon, coumestan, dan lignan. Mereka terdapat pada banyak tanaman, khususnya kacang polong dan berikatan dengan reeptor estrogen. Kacang kedelai, sumber fitoestrogen yang kaya, mengandung isoflavon, bentuk fitoestrogen yang paling umum, terutama genistein dan daidzein, dan sedikit glisitein.

Fitoestrogen ini digambarkan sebagai campuran aksi estrogen dan antiestrogen, tergantung pada jaringan target. Variasi aktivitas mungkin juga berkaitan dengan fakta bahwa fitoestrogen kedelai memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap estrogen reseptor beta dibandingkan dengan estrogen reseptor alfa. Estradiol dan protein kedelai menghasilkan perubahan metabolik yang dapat dibandingkan pada monyet, termasuk perubahan lipid yang baik, meningkatkan metabolisme karbohidrat, dan menurunkan lemak abdomen android sentral. Uji klinis manusia telah mengakibatkan efek lipid yang tidak konsisten. Fitoestrogen kedelai tidak memelihara densitas tulang pada monyet, tetapi memiliki efek yang baik terhadap aterosklerosis dan respon vasomotor, meskipun efek terhadap aterosklerosis tidak sesempurna estrogen. Juga pada monyet, fitoestrogen ini tidak menstimulasi proliferasi sel-sel payudara dan endometrium. Asupan harian dari kedelai dalam makanan menurunkan jumlah hot flushes pada wanita pasca menopause, meskipun terdapat keragaman respon yang bermakna dan manfaatnya tampaknya lebih sedikit dibandingkan estrogen. Pada wanita, konsumsi kedelai menyebabkan penurunan level sirkulasi estradiol, dan diyakini bahwa pergantian estrogen yang kuat dengan fitoestrogen yang spesifik terhadap target mungkin menguntungkan. Pada bagian-bagian dunia dimana asupan kedelai tinggi, terdapat insiden yang rendah terhadap kanker payudara, endometrium dan prostat. Contohnya, suatu studi kasus-kontrol menyimpulkan bahwa terdapat 54% penurunan resiko kanker endometrium, dan studi kasus-kontrol yang lain menunjukkan penurunan resiko kanker payudara, pada wanita dengan konsumsi kedelai dan kacang-kacangan lain yang tinggi. Hal ini pasti, tanpa maksud apa-apa, bahwa terdapat efek langsung terhadap asupan kedelai. Tentu saja, studi terhadap dampak pemberian protein kedelai terhadap sekresi payudara pada wanita premenopause dan pasca menopause menunjukkan peningkatan sekresi payudara dengan gambaran sel-sel epitel hiperplasia. Hal ini membutuhkan uji klinis yang sesuai untuk menentukan bagaimana fitoestrogen dibandingkan dengan estrogen, dan kegunaan, keamanan, dan dosis yang benar (studi kemudian merekomendasikan suatu asupan harian 60g protein kedelai). Sebagai tambahan, asupan kedelai yang sesuai untuk menghasilkan suatu respon klinis tidak mudah, dihalangi oleh gejala gastrointestinal, suatu perubahan utama dalam diet atau penggunaan suplemen yang tidak menyenangkan, dan keragaman

yang besar dalam kandungan produk tanaman (berkaitan dengan proses). Sebagai tambahan, individu mendemonstrasikan keragaman yang besar dalam absorpsi dan metabolisme. Suatu preparat yang ramah pada pengguna perlu dikembangkan karena meminimalkan keragaman respon individu. Ipriflavon merupakan produk sintetis dengan suatu struktur yang sangat mirip dengan isoflavon yang terjadi secara alamiah. Ia mencegah hilangnya tulang pasca menopause tanpa masalah efek samping yang utama. Uji klinis yang lebih besar dibutuhkan untuk menentukan keragaman respon. Dehidroepiandrosteron (DHEA) Produksi androgen adrenal menurun secara dramatis dengan penuaan. Mekanismenya tidak diketahui, tetapi tidak berkaitan dengan hilangnya estrogen saat menopause, tidak juga dapat dibalik dengan terapi estrogen. Penurunan yang mengesankan (75-85%) dalam level DHEA di sirkulasi yang terjadi dengan penuaan (lebih besar pada pria dibandingkan wanita) menstimulasi suatu penelitian tentang dampak yang menguntungkan dari suplementasi DHEA. Studi hewan (bahkan pada hewan yang tidak mensintesis DHEA, menyarankan bahwa pemberian DHEA meningkatkan sistem imun dan melindungi terhadap banyak kondisi yang berhubungan dengan penuaan. Studi pendahuluan pada manusia mengindikasikan suatu peningkatan yang bermakna (bahkan pada dosis biasa 50 mg/hari) dalam kadar testosteron dan dihidrotestosteron pada wanita (melalui konversi perifer dalam berbagai jaringan). Studi jangka pendek dari dosis yang kecil (25 mg/hari) menunjukkan bahwa pemberian DHEA menghasilkan suatu efek samping terhadap profil lipid. Apa dampak peningkatan androgen jangka panjang? Adalah bijaksana untuk menunggu hasil uji klinis sebelum menyarankan suplementasi DHEA. Macam-macam Pertimbangan Suatu penemuan yang tegas dan konsisten pada sebagian besar studi yang berhubungan dengan terapi menopause dan hormonal merupakan respon plasebo dalam berbagai gejala, termasuk flushing. Suatu masalah klinis yang bermakna yang ditemui dalam praktek rujukan kami adalah skenario berikut : wanita kadang-kadang akan mengalami suatu respon

estrogen yang secara nyata menguntungkan, hanya untuk melepaskan responnya dalam beberapa bulan. Hal ini mengarah ke rangkaian kunjungan periodik ke klinisi dan peningkatan dosis terapi estrogen. Apabila seorang pasien mencapai suatu titik yang membutuhkan estrogen dosis tinggi, harus dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk mencari masalah psikoneurotik atau psikososial dasar. Penilaian sitologi vagina tidak berguna. Mukosa vagina terlalu sensitif terhadap estrogen untuk mengizinkan penurunan dosis berdasarkan respon. Suplementasi kalsium dosis tinggi dapat menbuka hiperparatiroidisme asimptomatik. Wanita yang menerima suplementasi kalsium dalam kelebihan 500 mg per hari harus mengukur kadar kalsium dan fosfor dalam darah pertahun selama 2 tahun pertama. Jika normal, tidak diperlukan pengawasan lebih lanjut. Penilaian profil kolesterol-lipoprotein harus mengikuti pedoman perawatan preventif umum, dengan satu pengecualian. Tidak ada pengukuran yang lebih lanjut yang dibutuhkan pada wanita dengan terapi hormon pasca menopause, tidak sebelum maupun selama terapi. Satu pengecualian adalah pasien dengan bukti peningkatan trigliserida sebelumnya, setelah 2-4 minggu terapi hormon, Permasalahan pada terapi estrogen-progesteron Metabolisme Sangat disarankan bahwa pada pasien dengan resiko tinggi membutuhkan perhatian khusus ketika mendapatkan terapi estrogen. Kontraindikasi metabolic pada terapi estrogen termasuk: fungsi hepar yang terganggu, trombosis vaskuler akut (dengan atau tanpa emboli), penyakit neurooftalmologi vaskuler. Estrogen bias menyebabkan efek pada pasien dengan gangguan keseimbangan, hiperlipidemia familial (trigliserid sangat tinggi), dan sakit kepala migren. Pankreatitis dan hipertrigliseridemia dapat dipresipitasi dengan pemberian estrogen oral pada wanita dengan peningkatan level trigliserida. Pada wanita dengan level trigliserida 250 mg/dl dan750

mg/dl, estrogrn harus diberikan hati-hati. Respon trigliserida sangat cepat, dan level yang sama akan dicapai pada 2-4 minggu. Jika meningkat , terapi hormon harus tidak diteruskan. Level yang lebih dari 750mg/dl adalah kontraindikasi absolute pada terapi estrogen. Walaupun level trigliserida yang berada pada batas normal tidak terganggu oleh progestin dalam percobaan PEPI, satu respon trigliserida pada estrogen dapat dihalangi oleh progestin, terutama progestin yang berasal dari turunan 19-nortestosteron, dan oleh karena itu pada keseharian metode terapi secara kombinasi harus dipertimbangkan pada wanita dengan peningkatan trigliserida. Walaupun angka kejadian fisiologi dan epidemiologi menunjukkan bahwa penggunaan estrogen dapat meningkatkan resiko penyakit kantung empedu, secara sekilas pengaruhnya tidak begitu besar. Penelitian oleh perawat kesehatan mengindikasikan terapi oral estrogen dapat meningkatkan 1,5 2 kali lipat resiko pada penyakit kentung empedu. Resiko dari kolesistektomi muncul bersamaan dengan peningkatan dosis dan durasi pemakaian dan menetap setelah menghentikan penggunaan 5 tahun atau lebih. Penelitian lain juga menunjukan peningkatan pada kolesistektomi pada pemakai yang sekarang atau pemakai estrogen yang telah berhenti. Pada HERS percobaan klinik adalah resiko relative dari penyakit kandung empedu 1,38; bagaimanapun, ini tidak menunjukkan statistik yang signifikan. Paling tidak ada dua kasus penelitian case control yang menunjukkan kesimpulan bahwa penggunaan estrogen pada posmenopause bukanlah factor resiko untuk penyakit kantung empedu, walaupun kekuatan statistiknya terbatasnya oleh jumlah yang sedikit. Penelitian cross sectional pada penyakit kantung empedu dapat dideteksi tanpa assosiasi dengan terapi hormon postmenopause.

Secara rutin, pemakaian periodik kimia darah tidaklah efektif pada pembiayaan, dan monitoring harus berhati-hati untuk menunjukkan penampakan dari gejala dan tanda dari traktus bilier akan ditemukan. Ini tidak dapat dipastikan bahwa masalah ini potensial terjadi hanya pada terapi oral. Rute keberadaan non oral estrogen dilaporkan keduanya meningkat dan tidak meningkatkan saturasi kolesterol pada kantung empedu (satu respon lithogenik)

Peningkatan Berat badan Peningkatan berat badan banyak terjadi pada usia pertengahan sebagai pengalaman pribadi dan ini adalah hasil dari gaya hidup, secara spesifik, keseimbangan antara asupan dan latihan. Peningkatan berat badan pada wanita menopause tidak dikarekan perubahan hormonal yang diasosiasikan pada menopause. Dengan kata lain, terapi hormon postmenopause tidak dapat disalahkan untuk peningkatan berat badan. Penelitian prosfektif kohort Rancho Bernardo yang besar dan penelitian random klinik PEPI mendokumentasikan bahwa terapi hormon dengan atau tanpa progestin tidak menyebabkan peningkatan berat badan. Faktanya, pada percobaan PEPI group yang mendapat terapi hormon biasanya berat badannya lebih rendah dibandingkan grup placebo. Estrogen (dengan atau tanpa progestin) mencegah kecenderungan peningkatan lemak badan sentral dengan ketuaan. Ini dapat menginhibisi interaksi diantara adiposity abdominal, hormon, resistansi insulin, hiperinsulinemia, tekanan darah, dan profil lipid atherogenik.

Trombosis Vena Telah diketahui bahwa dosis farmakologi dari estrogen (kontrasepsi oral) diasosiasikan dengan peningkatan resiko dari trombosis vena. Akibat dari dosis yang rendah dari pemberian estrogen pada wanita postmenopause lebih sulit untuk dipastikan. Studi case control yang terdahulu tidak berhasil untuk menemukan hubungan antara dosis estrogen pada postmenopause dan trombosis vena. Bagaimanapun, studi control dari wanita tua yang tidak diseleksi untuk melihat resiko faktor resiko lain dari trombosis vena mengindikasikan bahwa dosis estrogen pada postmenopause tidak meningkatkan resiko dari trombosis vena. Penelitian lain juga tidak berhasil untuk menemukan hubungan antara peningkatan resiko dari tromboemboli vena yang diasosiasikan dengan terapi hormon pada postmenopause. Kebijaksanaan konvensional bahwa dosis rendah estrogen postmenopause tidak meningkatkan resiko dari trombosis vena telah dibuktikan pada lebih dari empat penelitian case control dan satu penelitian kohort. Penelitianpenelitian ini lebih besar, tetapi masih dibatasi pada 20-40 kasus terapi hormon. Pada penelitian kohort perawat kesehatan, resiko dari emboli pulmonal meningkat dua kali lipat pada beberapa pengguna hormon. Pada penelitian case control menemukan 2,1-3,6 kali lipat peningkatan resiko dari trombosis vena sekarang dulunya bukan pengguna hormon. Jumlah kasus ini sangat kecil untuk mencukupi analisis yang dapat dipercaya dari efek respon dosis atau efek dari penggunaan transdermal. Penelitian- penelitian ini semua mengindikasikan bahwa peningkatan resiko dikarenakan penggunaan terapi estrogen yang terlalu dini, dan resiko ini lebih rendah pada level yang nonsignifikan setelah satu tahun. Tidak ditemukan indikasi bahwa penambahan progestin dapat mengubah resiko tersebut.

Dari keseluruhan pengaruh yang kuat pada postmenopausal terapi hormon dalam pembekuan darah sangat cocok dengan efek peningkatan fibrinolisis. Bagaimanapun, pengaruh yang kuat dari terapi hormon dapat menyebabkan trombosis arteri. Pada manfaat yang lebih jauh, hal ini menyebabkan lebih bijaksana untuk memberi penatalaksanaan berdasarkan data epidemiologi dibandingkan data dari hasil tes laboratorium. Bagaimanapun, penelitian epidemiologi dari trombosis vena (trombosis vena dalam dan emboli pulmonal) sangatlah sulit dikarenakan insiden yang rendah dari komplikasi terapi hormon dan permasalahan pada diagnosa karena adanya bias (seorang klinisi lebih curiga bahwa dignosa ini karena penggunaan estrogen) Argumen yang menentukan pada data ini, pada penilaian kita, adalah observasi dari peningkatan resiko dari trombosis vena pada HERS penelitian pencegahan dari penggunaan terapi hormon estrogen progestin setiap hari pada wanita yang telah memiliki penyakit jantung koroner dan data ini terkait dengan penggunaan raloxifene. HERS (the Heart and Estrogen Progestin Replacement Studi) mencatat bahwa 2,89 adalah resiko relative dari tromboemboli vena dibandingkan dengan laporan dari penelitian observasional. Peningkatan resiko pada hal ini secara cepat diobservasi pada percobaan klinik random, dan ini sangat sulit jika tidak boleh dikatakan tidak mungkin untuk tidak menerima hasil dari penelitian ini. Apa pesan yang utama untuk klinisi dan pasien? Pertama, bahwa harus ditekankan resiko muncul hanya pada pemula; wanita yang telah menjalani terapi hormone dapat dilihat tidak adanya angka kejadian yang menunjukkan peningkatan resiko dari trombosis vena setelah melewati satu tahun terapi. Resiko yang sebenarnya sangat rendah karena frekuensi kejadian yang sangat rendah. Jika resiko relatif meningkat tiga kali lipat, ini pasti meningkatkan insiden dari tromboemboli vena tiap dua kasus per 10.000 wanita per tahun yang menggunakan terapi hormon.

Selanjutnya diketahui, pembawa bakat (carier) trombosis vena memiliki sangat rendah angka mortalitas, hanya sekitar 1% dan hampir semua kasus yang fatal adalah trombosis vena yang disebabkan trauma, operasi, atau sakit yang berat. Jika pasien memiliki riwayat penyakit keluarga (orangtua atau saudara kandung) atau mempunyai riwayat idiopatik tromboemboli, sangat dibutuhkan satu evaluasi untuk mencari abnormalitas dari system koagulasi. Hal yang dilakukan untuk memastikan sangat direkomendasikan, dan hasil yang abnormal membutuhkan konsultasi dengan ahli hematologi yang dapat memberikan progosa serta penatalaksanaan profilaksis. Daftar dari tes laboratorium sangat panjang, dan karena hal ini sangat dinamik dan mengubah keadaan dasar, maka saran yang terbaik adalah berkonsultasi dengan dengan hematologist. Ketika diagnosa dari kondisi kongenital dibuat, skrening/pemindaian harus ditawarkan kepada anggota keluarga yang lain. Kondisi Hiperkoagulasi Defisiensi antitrombin Defisiensi protein C Defisiensi protein S Mutasi faktor V Leiden Mutasi gen protrombin Sindrom antifosfolipid Skrening/Pemindaian Trombophilia Antitrombin III Protein C Protein S Rasio aktivasi protein C resisten Waktu aktivasi parsial tromboplastin Wkt aktvs hexagonal parsl tromboplastin Antibodi antikardiolipin Antikoagulan lupus Fibrinogen Mutasi protrombin G (tes DNA) Waktu trombin Level hemosistein

Jumlah darah lengkap/hitung jenis Tes dasar DNA dapat digunakan untuk menentukan munculnya mutasi

faktor V Leiden. Resiko lain untuk tromboemboli yang dipertimbangkan oleh klinisi adalah salah satu prediposisi yang didapat/acquired, seperti munculnya factor antikoagulan lupus atau keganasan, dan immobilitas atau trauma. Varices vena bukanlah factor resiko kecuali sangat ektensif, dan tidak seperti trombosis arteri, merokok juga tidak mempunyai efek atau dengan kata lain adalah factor resiko yang lemah untuk terjadinya tromboemboli vena. Jika pasien memiliki prediposisi kongenital untuk trombosis vena atau wanita tersebut dipertimbangkan sebagai resiko tinggi untuk tromboemboli vena , klinisi dan pasien dapat mempertimbangkan kombinasi dari terpi hormon dan antikoagulasi kronik, dalam konsultasi dengan ahli hematologi. Tidak ada penelitian untuk tromboemboli vena yang diikuti prosedur bedah pada postmenopause yang menggunakan terapi hormon. Sekarang kelihatannya profilaksis bijaksana antikoagulan jika pada merekomendasikan pengguna terapi penatalaksanaan hormon untuk

mengantisipasi immobilitas jika dirawat di rumah sakit, terutama jika ada factor resiko lain yang muncul. Beberapa pasien mungkin memilih untuk tidak meneruskan terapi hormon selama empat minggu untuk persiapan operasi besar (jika immobilitas yang lama diharapkan), tetapi ini sangat empiris, tergantung pada keputusan individual. Terapi hormon dapat diteruskan lagi jika pasien telah dapat berjalan.

Neoplasma endometrium

Ada dua tipe yang berbeda pada kanker endometrium. Bentuk yang tidak umum (mungkin 20%) berkembang sangat cepat, biasanya terjadi pada wanita yang sudah tua, dengan gambaran histologi yang lebih banyak berkarakteristik karsinoma serous dan dengan latar belakang endometrium yang atropi. Karsinoma endometrioid berkembang lambat dari lesi prekursor karena merespon stimulasi estrogen. Tipe ini lebih lambat, lebih berdifferensiasi, dan memberi respon positif pada terapi progesteron. Secara normal estrogen merangsang pertumbuhan mitosis pada

endometrium. Progresi abnormal dari pertumbuhan seperti hiperplasi simplek, hiperplasi komplek, atipia, dan karsinoma awal yang diasosiasikan dengan aktivitas estrogen yang tidak sesuai, baik secara terus-menerus atau secara siklik. Hanya satu tahun setelah terapi dengan estrogen (0,625 mg estrogen konjugasi atau yang ekuivalent) akan menyebabkan 20% insiden hiperplasi, hiperplasi simplek yang luas; dalam 3 tahun percobaan PEPI, 30% dari wanita yang diberikan estrogen berkembang adenomatous atau hiperplasi atipikal. Beberapa 10% wanita dengan hiperplasi komplek berkembang menjadi kanker frank dan hiperplasi komplek diobservasi dapat menyebabkan adenocarcinoma pada 25-30% kasus. Jika atipik muncul, 2025% kasus akan berkembang menjadi karsinoma dalam waktu satu tahun. Kira-kira 40 penelitian case control dan kohort telah mengestimasi bahwa resiko kaker endometrial pada wanita pada terapi estrogen semakin meningkat oleh factor dari 2 sampai 10 waktu yang insiden normalnya adalah 1 per 1000 wanita postmenopause per tahun. Peningkatan resiko dengan dosis dari estrogen dan dengan durasi dari pemakaian (sampai 10 kali lipat peningkatan dalam 10-15 tahun pemakaian, dan mungkin saja terjadi 1 insiden tiap 10 tahun dengan penggunaan jangka panjang), tetap hidup untuk 10 tahun setelah pemakaian estrogen dihentikan, dan resiko dari kanker sudah semakin menyebar di sekitar uterus meningkat 3 kali lipat

pada wanita yang menggunakan estrogen dalam setahun atau lebih. Walaupun kebanyakan dari kanker endometrial dihubungkan dengan pemakaian estrogen adalah dalam grade dan stadium yang rendah, dan diasosiasikan dengan angka ketahanan hidup yang lebih baik. (dapat saja karena deteksi yang dini), semua resiko dari invasive kanker dan kematian meningkat. Resiko dari hiperplasi endometrial dan kanker tidak diturunkan oleh keberadaan estrogen yang tidak berlawanan dalam siklus (satu periode dari waktu tiap bulan tanpa terapi). Satu penelitian jangka pendek (2 tahun) mengindikasikan bahwa setengah dosis standar dari estrogen (dalam kasus ini, 0,3 mg estrogen esterifikasi) tidak diasosiasikan dengan peningkatan insiden dari hiperplasi endometrial dibandingkan degan grup placebo. Tetapi kita dapat belajar bahwa paparan estrogen dosis rendah dalam waktu yang lama dapat menginduksi pertumbuhan endometrial yang abnormal, dan dalam pandangan kita terapi estrogen dosis rendah mengharuskan pemeriksaan endometrial yang berkala tiap tahun atau penambahan progestin pada regimen terapi. Hal ini didukung oleh penelitian studi case control dari Washington yang terdiri atas 18 kasus dan 9 kontrol yang secara ekslusif digunakan hanya 0,3 mg/hari estrogen yang terkonjugasi. Penggunaan dari setengah dosis estrogen ini diasosiasikan dengan peningkatan 5 kali lipat dari resiko dari kanker endometrium, peningkatan resiko relative sampai 9,2 pada pengguna tertentu pada pemakaian lebih dari 8 tahun. Walaupun dibatasi dalam jumlah yang sedikit, kesimpulan ini masuk akal dan konsisten dengan pemahaman kita tentang pentingnya durasi dari paparan pada tiap peningkatan level dari stimulasi estrogen endometrial. Hal ini tampak seperti bahwa peningkatan resiko dapat diturunkan dengan menambahkan progestasional pada program tersebut. Walaupun estrogen merangsang pertumbuhan endometrium, progestin menginhibisi

pertumbuhan ini. Efek yang berlawanan ini disebabkan oleh penurunan progestin pada reseptor seluler untuk estrogen, dan diinduksi oleh enzim target sel yang mengkonversikan estradiol menjadi ekresi metabolit, sulfat estron. Sebagai hasilnya, terjadinya penurunan jumlah dari kompleks reseptor estrogen yang tertahan pada nukleus endometrial, sebagai ketersediaan onkogenik. Laporan dari hasil klinik bahwa yang mendapat tambahan progestin pada beberapa bagian dengan estrogen termasuk keduanya dari pembalikan hyperplasia dan satu insiden dari kanker endometrial. Aksi yang protektif dari agen progestasional beroperasi melalui mekanisme yang meminta waktu untuk mencapai efek yang maksimal. Untuk alasan tersebut durasi untuk mengekspos progestin tiap bulan sangatlah kritis. Ketika satu metode standar bekerja sama dengan tambahan satu agen progestasional untuk 10 hari dari paparan estrogen, banyak yang berpendapat dapat diberikan tiap 12 hari atau 14 hari. Penelitian mengindikasikan bahwa paling tidak dalam tiap bulan paparan atau 10 hari durasi. Sekitar 2-3% wanita tiap tahun terjadi hiperplasi endometrium ketika progestin tidak diberikan 10 hari perbulan. Ada satu pertanyaan yang tidak bisa dijawab yang akan menjadi insiden actual dari kanker endometrium pada pemakaian jangka panjang terapi hormon postmenopause dan akan terlihat perbedaan diantara variasi regimen dan rute dari pemberian. Satu penelitian dari Seattle yang melaporkan bahwa penggunaan kombinasi dari estrogen-progestin (terutama semua preparat dan oral) untuk 5 tahun atau lebih diasosiasikan dengan peningkatan resiko relative dari kanker endometrial, walaupun dengan 10-21 hari penambahan progestin tiap bulan. Bagaimanapun, peningkatan resiko ditujukan kepada wanita yang memiliki riwayat terpapar estrogen penuh; ingat, setelah semua intraseluler dari kemampuan estradiol. Dalam penambahan, agen progestasional menekan media transkripsi estrogen dari

pemberian estrogen penuh, resiko kanker endometrium dapat tetap hidup sampai 10 tahun, walaupun walaupun memasukkan regimen progestin. Di Swedia penelitian cohort prospektif di Uppsala, penurunan resiko mortalitas yang diakibatkan oleh kanker endometrium diobservasi pada wanita yang mendapatkan kombinasi estrogen-progestin, bagaimanapun, pada penelitian itu hanya didapat dua mortalitas, termasuk angka statistic yang signifikan. Satu penelitian case control dari Los Angeles menemukan bahwa tidak ada peningkatan resiko kanker endometrium dengan pemberian kombinasi estrogen-progestin regimen atau paling tidak 10 hari pemberian preparat progestin. Ide yang menarik untuk memproteksi kanker endometrium adalah keharusan untuk pergantian dinding endometrium. Bagaimanapun, kita ketahui bahwa paling tidak sepertiga dan sampai setengah dari fungsi endometrium tidak hilang selama terjadi perdarahan menstruasi, dan ini belum ditegakkan bahwa pergantian dinding endometrium sangatlah penting untuk memproteksi dari kanker. Hal ini sangat masuk akal untuk dipercayai bahwa terjadi perlindungan dari pertumbuhan dan perkembangan dari atropi endometrium. Ada beberapa alasan untuk mempercayai bahwa semua regimen preparat (dengan dosis yang sesuai dan durasi dari pemakaian progestin) dan pemakaian yang terus-menerus dari kombinasi regimen yang memberi proteksi dari kanker endometrium. Tingkat dari proteksi dan perbandingan hasil akan dibuktikan oleh percobaan klinik jangka panjang yang sedang berlangsung. Dosis harian progestin paling rendah yang dapat memproteksi endometrium belum ditegakkan. Sebaiknya, program utilisasi adalah 5 atau 10 mg medroksiprogesteron asetat dan jika dikombinasikan maka dosis perhari 2,5 mg. Dosis dari norethindrone yang bisa digabungkan dengan 2,5 medroksiprogesteron asetat adalah 0,25mg. Walaupun dosis terendah dari

agen progestasional cukup efektif dalam mencapai respon target jaringan (seperti menurunkan konsentrasi inti dari reseptor estrogen), akibat jangka panjang pada gambaran histologi endometrium belum sepenuhnya ditegakkan. Pertanyaan mengenai dosis adalah permasalahan utama yang penting, terutama pada bagian

dari system kardiovaskular dan pemenuhannya dikarenakan progestin menginduksi efek samping. Meskipun efek protektif dari progestin dapat dipertimbangkan dan dapat diprediksi, tidak bijaksana untuk mengharapkan semua pasien yang diberikan terapi estrogen progestin tidak akan menderita kanker endometrial. Monitoring yang sesuai dari pasien tidak bisa disepelekan. Walaupun pemeriksaan rutin tidak efektif dari segi biaya, intervensi yang diarahkan oleh respon klinis yang penting. Kanker Ovarium Satu penelitian prosfektif kohort menyimpulkan bahwa resiko yang fatal dari kanker ovarium sangat meningkat pada penggunaan kanker ovarium yang fatal. Dengan penggunaan jangka panjang estrogen pada estrogen. Tidak ada peningkatan signifikan dari dari resiko relative dari premenopause, dan jalur dengan penggunaan jangka panjang yang mencapai statistik yang signifikan hanya pada 18 kasus yang menggunakan estrogen selama 11 tahun atau lebih. Terdapat 12 penelitian case control dari factor

resiko kanker ovarium dan analisis penuhnya dari literature ini adalah didapatkan tidak adanya angka kejadian yang pasti antara hubungan kanker ovarium dengan terapi estrogen. Satu meta-analisis menyimpulkan bahwa terdapat 14 % peningkatan resiko dari angka kejadian karsinoma ovarium dari pengguna terapi hormone, dan terdapat peningkatan resiko 27% pada penggunaan jangka panjang lebih dari 10 tahun. Kita tidak akan terkejut dengan sedikit peningkatan pada meta-analisis dari penelitian case control, subjek yang sangat berpotensial terjadi bias. Diantara 6 penelitian yang termasuk dari analisis tentang durasi penggunaan, hanya satu yang dilaporkan secara statistik mempunyai nilai yang signifikan pada peningkatan resiko pada penggunaan terapi hormone 10 tahun atau lebih. Penelitian individual dapat dilakukan pada jumlah yang relatif kecil, tetapi sangat kurang dalam hal keseragaman dan argument yang konsisten yang dapat melawan pengaruh utama terapi estrogen postmenopause pada peningkatan kanker ovarium. Dalam studi case control yang relative besar tidak ada indikasi yang bisa menemukan hubugan antara terapi hormon dan reiko dari kanker ovarium epithelial, walaupun dengan terapi yang lama. Penelitian case control yang lain melaporkan ada sedikit peningkatan resiko tetapi tidak signifikan secara statistik. Pada analisis retrospektif, tidak ada pengaruh yang bisa dideteksi pada prognosis setelah operasi pada pasien kanker ovarium yang sebelumnya mendapat terapi hormon postmenopause. Kanker Serviks Hubungan antara terapi hormon posmenopause dan kanker dari serviks uteri tidak terlalu diteliti secara ekstensif. Angka kejadian dari satu penelitian kohort dan satu penelitian case control mengindikasikan bahwa penggunaan estrogen pada postmenopause tidak meningkatkan resiko dari kanker serviks. Sesungguhnya, penelitian ini mengobservasi perlindungan dari

kanker serviks pada pengguna estrogen, tetapi ini dapat merefleksikan adanya bias (lebih bayak pemeriksaan dan Paps Smear pada pengguna estrogen). Dalam laporan follow up dari 120 wanita yang mendapat terapi pada stadium I dan II kanker serviks, tidak adanya efek dari terapi hormon pada angka ketahanan hidup/survival rate atau rekurensi. Kanker Kolorektal Banyak tetpi tidak seluruhnya penelitian kohort dan case control telah melaporkan angka yang signifikan dari penurunan resiko dari insiden dan mortalitas kanker kolorektal pada pengguna estrogen postmenopause. Efek yang terbesar pada pengguna tertentu dan kebanyakan penelitian tidak mengindikasikan adanya peneingkatan pada efek dengan peningkatan durasi pemakaian; contohnya penelitian perawat kesehatan (yang menemukan 35% menurunkan resiko pada pengguna tertentu) tidak mendemonstrasikan adanya keuntungan tambahan dengan durasi yang lama pada penggunaan tertentu. Penurunan pada kanker kolon yang fatal didapatkan pada pengguna tertentu. Hal ini juga muncul untuk menurunkan resiko dari polip, terutama polip yang besar, diantara penguna hormon sekarang dan yang terdahulu. Hanya satu yang dapat menjelaskan mekanisme dari keuntungan ini. Estrogen menginduksi perubahan pada kantong empedu (penurunan pada asam empedu denagn peningkatkan saturasi kolesterol) dapa terjadi batu empedu tetapi dapat menurunkan (oleh asam empedu ) kanker kolon. Mekanisme yang lain adalah termasuk penekanan efek pada pertumbuhan sel mukosa dan efek yang baik pada sekresi dari mukosa. Keuntungan potensial mendapatkan perhatian yang besar ; kanker kolorektal menempati urutan ketiga pada wanita, baik itu insiden maupun angka mortalitas, lebih prevalensi dibangding kanker uterus atau ovarium. Melanoma malignant

Kemungkinan hubungan antara hormone eksogenous dan kutaneus melanoma malignant telah menjadi subjek pada banyak penelitian observasional. Evaluasi yang akurat berguna seperti Royal College of General Practitioners dan Oxford Family Planning prosfektif kohort dan menjumlahkan untuk pemaparan sinar matahari tidak menunjukkan perbedaan resiko yang signifikan pada melanoma dibandingkan dengan dengan pengguna kontrasepsi oral atau buak pengguna kontrasepsi. Hasil dari pemakaian terapi estrogen postmenopause tidak mengindikasikan akibat yang utama. Peningkatan yang perlahan pada penggunaan estrogen jangka panjang dicatat pada penelitian case control ( kesimpulan ini berdasar 10-20 kasus dan tiadak mencapai statistik yang signifikan), dimanapun penelitian case control yang lain menemukan tidak adanya hubungan dengan terapi estrogen postmenopause. Penelitian lain menunjukkan peningkatan resiko pada melanoma malignant dengan pemakaian estrogen eksogen, tetapi semuanya tidak berhasil menunjukkan hasil statistic yang signifikan. Dalam analisis dari insiden kanker di Swedia penelitian kohort pada wanita yang mendapat terapi hormon postmenopause , tidak ada peningkatan pada kejadian melanoma malignant. Kanker Payudara Kemungkinan bahwa penggunaan estrogen dapat meningkatkan angka kejadian dari kanker payudara harus dibuktikan secara intensif. Data pada American Epidemiologic pada kanker payudara wanita ditemukan 1 dari tiap 8 wanita dapat berkembang menjadi kanker payudara dalam seumur hidupnya (diasumsikan tiap wanita mempunyai angka harapan hidup 85 tahun). Di America, kanker payudara adalah urutan pertama kanker pada wanita (29,7%) pada urutan kedua adalah kanker paru-paru yang menyebabkan kematian pada wanita (16,1%) kira-kira 10 kali lipat disbanding kematian yang disebabkan kanker endometrium.

Angka kejadian yang ada adalah untuk mengindikasikan kemungkinan peningkatan resiko yang perlahan dari kanker payudara yang dihubungkan dengan pemakaian jangka panjang (5 tahun atau lebih) estrogen postmenopause. Bagaimanapun, data epidemiologi pada hubungan ini tidak bermakna pada konsisten dan keseragaman. Pandangan pada penelitian epidemiologi pada terapi hormon postmenopause dan faktor resiko kanker payudara ternyata tidak berhasil untuk membuktikan angka kejadian definitif. consent. Penelitian awal pada penggunaan estrogen dan kanker payudara Walaupun demikian, kita percaya bahwa pasien harus mempertimbangkan kemungkinan dalam pembuatan keputusan informed

mengindikasikan resiko yang lebih tinggi pada subkategori khusus, seperti wanita dengan tumor payudara jinak, penggunaan jangka panjang, atau menopause alami. Semua penelitian ini dibatasi oleh kekurangan grup kontrol atau hanya terbentuk grup yang kecil. CASH (Cancer and sex Hormone Study of the Centre Disease Control and Prevention) tidak mendeteksi adanya peningkatan faktor resiko pada kanker payudara dengan penggunaan estrogen post menoupse tidak ada hubungan dengan durasi pengunaan selama 20 tahun atau lebih. Ketidak hadiran dari efek yang terjadi pada seperti berikut: paritas, umur pada kehamilan pertama, menopause precox atau menopause yang terlambat, menopause oleh histerektomi atau oovorektomi, riwayat keluarga dengan kanker payudara, riwayat tumor jinak payudara pengunaan estrogen pada waktu yang lama ( 20 tahun atau lebih), dan penggunaan dosis yang tinggi. Penelitian yang terkenal dari Uppsala, Swedia, menyimpulkan bahwa

pengunaan estrogen dulu diasosiasikan dengan peningkatan yang perlahan dengan kanker payudara (resiko relatif 1,1) dan disebutkan juga adanya hubungan dari lamanya penggunaan; resiko relatif 1,7 setelah 9 tahun

( walaupun kesimpulan ini tidak memenuhi statistic yang signifikan). Kesimpulan lain dari penelitian ini mengindikasikan bahwa peningkatan resiko dengan terapi kombinasi estrogen progestin. Kesimpulan ini juga tidak memenuhi statistic yang signifikan, karena hanya berdasarkan pada 10 wanita dengan kanker payudara dan konfident interval (CI) sangatlah luas; 0,9-22,4 pada laporan yang terakhir berdasarkan tambahan data selama 4 tahun resiko dari kanker payudara dihubungkan dengan penggunaan estrogen progestin sequensial adalah 0,9 (CI; 0,7-1,1) pada wanita dengan 711 than follow up resiko relative meningkat sampai 1,6 (CI; 1,1-2,1) bagaimanapun kekuatan statistic dari studi ini akhirnya sangat terbatas dan tidak adanya grup control, resiko relative dihitung hanya dengan menggunakan angka kejadian insiden kanker payudara pada populasi umum. Pada penelitian case control yang dilakukan di swedia dilaporkan bahwa peningkatan resiko dari kanker payudara yang moderate lebih dari 10 tahun terapi hormone post menopause. Penelitian case control Dannish menggunakan questioner untuk

mendapatkan informasi pada kasus dan control dan juga mengindikasikan peningkatan resiko kanker payudara dihubungkan dengan terapi hormone post menopause. Menariknya, laporan ini mengindikasikan adanya peningkatan resiko hanya dengan estrogen sequensial dan progestin dan tidak dengan kombinasi estrogen dan progestin ( bagaimanapun keputusan ini sangat terbatas oleh jumlah yang kecil ) penelitian ini mempunyai masalah statistic yang mirip dengan penelitian Uppsala ( contohnya resiko relative yang berhubung dengan penggunaan estrogen progestin adalah 1,41 tetapi CI 1,0 dan tidak ada statistic yang signifikan). Laporan terakhir penelitian perawat kesehatan yang berlangsung selama 16 tahun follow up ( 1976-1992 ). Selama periode itu, 1935 kasus kanker payudara di identifikasi bahwa lebih dari 69000 adalah wanita post

menopause. Analisis ini menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan estrogen sebelumnya ( untuk sepuluh tahun atau lebih ) tidak menunjukkan peningkatan resiko dari kanker payudara. Bagaimanapun, resiko relative pada pengguna sekarang adalah 1,46 (CI 1,22-1,74) untuk penggunaan 5-9 tahun dan 1,46 ( CI 1,20-1,76) untuk 10 atau lebih waktu penggunaan. Dengan melihat penelitian Penelitian Keperawatan dalam jumlah besar dan analisa yang hati-hati dilaporkan dari penelitian ini memberikan kredibilitas yang besar dari 16 tahun follow up dilaporkan bahwa adanya penemuan peningkatan dari resiko dalam pengguna tertentu. Karena pengguna estrogen dapat juga diperiksa lebih sering untuk mendeteksi adanya bias adalah perhatian yang utama. Ini dapat dilihat bahwa pengguna estrogen mempunyai 14 % prevalensi yang lebih tinggi dibanding yang tidak pernah memakai estrogen dilihat dari hasil mamografi. Pengguna sangat berbeda dengan yang tidak pernah menggunakan ( riwayat tumor jinak payudara, melahirkan hanya sekali atau dua kali, menarch pada usia 13 tahun atau kurang BMI 21-23). Perhatian lain yang juga penting adalah untuk melihat konsumsi alcohol, resiko yang diterima untuk kanker payudara. Pada IOWA studi kesehatan wanita, peningkatan resiko kanker payudara diteliti hanya pada wanita post-menstruasi yang mengkonsumsi minuman beralkohol. Konsumsi alkohol meningkatkan kadar hormon estrogenpada konsentrasi yang paling tinggi. Walaupun faktor ini berdiri sendiri ini tidak menerangkan hasil penelitian pada studi kesehatan keperawatan, apakah faktor additif berpengaruh ?temuan pada peningkatan risiko relatif pada peminum alkohol lama tidak definitif dan tidak bebas pada variabel. Ukuran dari resiko statistik tidak terkeluar dari range yang dipengaruhi oleh bias. Berdasarkan pada angka kematian kanker payudara risiko kematian pada studi keperawatan 0,80 (CI 0,60-1,07) pada mantan pengguna estrogen, 0,99

(CI 0,66-1,48) pada pengkonsumsi alkohol yang mengkonsumsi alkohol kurang dari 5 tahun dan 1,45 (CI 1,01-2,09) pada pengguna 5 tahun atau lebih. Angka kematian ini menimbulkan pertanyaan prevalence bias, yang disebut dalam bidang statistik sebagai interdependen natara kemungkinan insidensi penyakit dalam populasi (persaingan resiko).ini memungkinkan potensi terhadap penyakit kardiovaskuler yang sangat hebat dengan penggunaan jangka panjang estrogen menimbulkan problema berhubungan dengan usia dan kanker payudara. Pada wanita bukan pengkonsumsi alkohol, mengambil keuntungan kardiovaskular dari estrogen, akan menimbulkan penyakit kardiovaskular sebelum dapat hidup dengan lebih lama dan mendapatkan penyakit kanker payudara. Pada penelitian case control di Australia yang melihat trend penggunaan estrogen, tipe menopause, dan durasi penggunaan estrogen, tidak ada bukti kokoh penggunaan estrogen dan resiko untuk mendapat kanker payudara pada wanita postmenopause. Ada sebuah studi yang menunjukkan hubungan bermakn antara penggunaan estrogen dan penyakit payudara jinak. Studi ini sangat impresif karena studi ini berdasarkan 10.366 spesimen biopsi payudara dengan 4227 spesimen biopsi pada 3303 wanita (rata-rata durasi 17 tahun). Hasil analisa menunjukkan bahwa penggunaan estrogen mempunyai hubungan dengan pengurangan risiko munculnya kanker payudara. Paling penting pada pasien dengan atipikal hiperplasia, pada biopsi , penggunaan estrogen tidak meningkatkan dan tidak menurunkan resiko darinkanker payudara. Meskipun efek protektif mengindikasi bias, yang nyata ini merupakanbukti kokoh bahwa pwnggunaan estrogen tidak meningkatkanrisiko kanker payudara pada wanita dengan secara bedah terbukti berpenyakit payudara jinak.

Pada suatu studi 1686 kasus dan 2077 kontrol di timur AS. risiko hubungan pada pengguna alkohol tidak signifikan 1.1 (CI 0,7-1,6) dengan durasi 15 tahun atau lebih, resiko relatif adalah 0,9 (CI 0,4-1,9). Di timur AS, sebuah penelitian dari Toronto tidak menemukan bukti peningkatan pada pengguna atau mantan pengguna sampai dengan 15 tahun. Sebuah case control dari Washington tidak menemukan peningkatan dari kanker payudara dengan penggunaan secara lama estrogen tunggal atau kombinasi estrogenprogestin. Studi case control ini gagal untuk mendukung kesimpulan dari studi keperawatan dimana pemantauan aktif berhubungan erat dengan peningkatan risiko. Dalam hal yang lain (ukuran yang lebih kecil dan terbatas) telah menemukan peningkatan risiko kanker payudara pada peminum aktif dan peminum lama. Studi prospektif dari National Cancer Institute hanya mendokumentasi pemingkatan risiko kanker payudara (insitu) bias pada wanita yang mengkonsumsi estrogen tunggal atau kombinasi dari estrogen dan progestin. Studi Kesehatan Wanita IOWA, seperti halnya studi kesehatan keperawatan, secara prospektif mengikuti studi kohort pada wanita (1985). Setelah 6 tahun follow-up, secar statistik peningkatan risiko dari kanker payudaratidak bisa dideteksi pada mantan dan pengguna hormon untuk terapi. Laporan selama 8 tahun yang mem follow-up. Fokus terapi hormon pada post menopause meningkatkan risiko kanker payudara dan angka kematian pada manita dengan penyakit kanker payudara dalam keluarga. Meskipun wanita dengan riwayat keluarga positif yang juga pengguna terapi hormon lebih dari 5 tahun, tidak ada peningkatan yang signifikan untuk terjadinya kanker payudara. Suatu studi case control yang besar menemukan bahwa tidak ada peningkatan risiko berhubungan dengan adanya penggunaan estrogen tunggal maupun progestin kombinasi, dan juga penggunaan selama 15 tahun atau lebih tidak terdeteksi adanya peningkatan.

Meta-analisis adalah metode statistik yang maju saat ini. Istilah ini dibuat pada tahun 1976 untuk menganalisis ulang data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan baru. Metode ini digunakan pertama kali dalam ilmu sosial, lalu akhir 1980an digunakan dalam bidang medis. Secara singkat tujuan dati meta-analsis adalah untuk memperoleh kekuatan statistik yang kurang pada studi individu. Meta-analisis Australia pada 23 penelitian tentang penggunaan estrogen dan kanker payudara disimpulkan bahwa penggunaan estrogen tidak mempengaruhi risiko kanker payudara. Pada mete-analisis oleh Dupont dan Page, peneliti menyimpulkan bahwa dosis harian 0,625 mg estrogen terkonyugasi beberapa tahun tidak begitu meningkatkan risiko kanker payudara.mereka tidak menemukan bukti apakah ada hubungan antara lama pemberian dan risiko kanker payudara dalam dosis. Pada kasus yang lain, data menunjukkan dosis 1,25 mg estrogen terkonjugasi atau lebih, akan meningkatkan risiko kanker payudara. Penelitian ini gagal untuk mengungkap adanya peningkatan resiko pada pasien dengan riwayat tumor jinak payudara sebelumnya. Meta-analisis ketiga berasal dari CDC. Penelitian ini dilakukan dengan kurva dosis-respon untuk durasi obat. Kurva penelitian ini didasarkan pada hubungan resiko kanker payudara terhadap durasi penggunaan estrogen. Respon terhadap dosis kombinasi ynag melebihi waktu meningkatkan resiko. Penelitian menyimpulkan bahwa durasi pemakaian estrogen dihubungkan dengan peningkatan resiko kanker payudara, tidak tergantung apakah menopause natural atau surgical. Tidak terjadi peningkatan pada 5tahun pertama penggunaan, tapi setelah 15tahun penggunaan resiko meningkat 30%, efek tidak berlaku pada factor resiko seperti paritas atau riwayat tumor jinak payudara. Resiko meningkat pada wanita dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga.

Meta-analisis keempat berasal dari Spanyol disimpulkan bahwa estrogen secara statistic meningkatkan resiko dan lebih tinggi pada wanita pengguna alkohol. Berdasarkan analisis mereka pada dosis 0,625mg estrogen terkonjugasi bagaimanapun. Epidemiologis Spanyol bisa mendeteksi secara statistic peningkatan resiko. Sesungguhnya, meta-analisis ini menyimpulkan bahwa penggunaan estrogen terkonjugasi dengan dosis 0,625mg relative aman. Meta-analisis kelima dari epidemiologi berhubungan dengan studi keperawatan menyimpulkan (berdasarkan 25 case control dan 6 study kohort) bahwa tidak ada peningkatan resiko kanker payudara pada penggunaan estrogen. Pengguna alcohol dihubungkan dengan peningkatan resiko ( terputus 2 tahun penggunaan estrogen) dan terjadi peningkatan ringan pada 10tahun lebih. Observasi ini pada pengguna lama bisa diperngaruhi oleh peningkatan proporsi pengguna kelompok tersebut dan peningkatan resiko menjadi bias. Kekuatan meta-analisis ini memberikan kekuatan untuk kesimpulan negative. Penelitian ini tidak mampu mendeteksi hubungan antara resiko kanker payudara dengan dosis. Meskipun demikian, kita tetap berasumsi bahwa ada kemungkinan resiko terhadap dosis tinggi. Meta-analisis Australia, Nashville and Spanyol menunjukkan peningkatan resiko kanker payudara pada konsumsi harian estrogen terkonjugasi lebih dari 0,625mg. Nashville, CDC, dan studi keperawatan tidak menemukan peningkatan resiko pada wanita dengan riwayat tumor jinak payudara. Berlainan dengan laporan CDC, Australia dan studi keperawatan menemukan tidak ada kaitan antara riwayat keluarga positif dan penggunaan estrogen. Nashville dan spanyol tidak mempertimbangkan riwayat keluarga.

Pada penelitan dan penilaian ( meta-analisis) pada literature terapi pada post menopause diketuai oleh American College Of Physicyan, menyimpulkan penggunaan lama estrogen dihubungkan dengan resiko relative kanker payudara yaitu 1,25 (CI, 1,04-1,51) . Kesimpulan ini pada pandangan kita tidak sesuai dengan kritikal yang memunculkan satu fokus bahwa dibalik kekuatan statistik yang tersedia dari penelitian yang heterogen. Heterogenitas dari banyak penelitian memunculkan hal-hal yang penting ; obat yang berbeda, dosis yang berbeda, metode yang berbeda dalam mendiagnosis, perbedaan perbandingan, dan perbedaan grup control. Metaanalisis Spanyol menunjukkan adalah satu-satunya yang dapat memunculkan pertanyaan ; walaupun heterogenitas sangatlah besar untuk menghasilkan meta-analisis yang akurat masih sangat sulit pada literatur ini. Sebuah re-analisa dari literature dunia Satu tim epidemiologi mengundang semua investigator yang mempunyai penelitian terdahulu mengenai hubungan dari penggunaan terapi hormon postmenopause dan resiko dari kanker payudara (51 penelitian) untuk mengumpulkan data mereka yang original untuk mengkolaborasikan reanalisis kombinasi , satu yang lebih bagus untuk diambil dibanding hanya standar meta-analisis. Analisis ini mencapai kesimpulan sebagai berikut : Wanita yang pernah menggunakan terapi hormon postmenopause secara keseluruhan mempunyai peningkatan resiko relatif dari kanker payudara sebesar 1,14 Wanita yang sedang menggunakan terapi hormon selama 5 tahun atau lebih mempunyai resiko relatif yaitu 1,35 (CI=1,21-1,49) dan resiko semakin meningkat selama durasi pemakaian

Wanita yang sekarang ataupun pernah menggunakan memiliki angka kejadian hanya pada lokalisasi tertentu (bukan penyakit yang metastase) Tidak ada efek antara riwayat kanker payudara pada keluarga Tidak adanya peningkatan resiko relatif pada mantan pengguna estrogen Peningkatan dari resiko relatif pada pemakai sekarang atau mantan pengguna dengan berat badan yang rendah Alasan yang paling penting untuk dapat mempercayai bahwa penggunaan jangka panjang meningkatkan resiko kanker payudara. Faktor yang diketahui menigkatkan paparan dari estrogen yang meningkatkan resiko kanker payudara, contohnya usia menarche dan usia menopause. Pada laporan ini penulis mengatakan bahwa penggunaan hormon dihubungkan dengan 2,3% peningkatan resiko kanker payudara per tahun dan ekuivalent dengan peningkatan 2,8% pertahun dari penundaan. Banyak klinisi tertarik dengan perbandingan yang masuk akal ini, bagaimanapun paparan estrogen pada postmenopause tidak sama seperti paparan estrogen pada siklus ovarium. Indikasi kuat yang menyimpulkan bahwa subjek re-analisa dapat menyebabkan bias ketika ditemukan bahwa pengguna dan yang pernah menggunakan memiliki angka kejdian yang terlokalisir. Ini konsisten dengan deteksi dari bias dan akselerasi hormon dari tumor yang telah ada dan hal ini dideteksi lebih dini dan pada stadium yang belum agresif.

Pengaruh dari deteksi bias dan pertumbuhan tumor yang terakselerasi Satu jawaban dari paradoks pada peningkatan resiko dan penurunan mortalitas. Ini cocok dengan catatan bahwa banyak penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang memakai estrogen meningkatkan angka harapan hidupa pada kanker payudara. Hal ini tidak diragukan lagi karena diagnosa ditegakkan pada saat stadium dini. Ada juga angka kejadian yang memperlihatkan bahwa pengguna estrogen meningkatkan diferensiasi dari sel tumor. Ini mengimplikasikasikan bahwa terapi hormon mengakselerasikan pertumbuhan malignancy yang telah ada di locusnya dan ini secara klinik pada stadium yang ringan. Kesimpulan ini sesuai dan konsisten dengan fakta bahwa penelitian pada peningkatan resiko menghilang dalam 5 tahun penghentian terapi hormon. Peningkatan penggunaan mammografi oleh orang yang menggunakan terapi hormon adalah suatu fenomena yang sudah dikenal. Sebenarnya, ketika koreksi dengan menggunakan mamografi, peningkatan terjadinya kanker payudara pada pengguna estrogen jangka lama pada suatu penelitian studi kohort, menyebabkan kehilangan statistical significannya. Frekuensi pemeriksaan mammografi dan payudara yang lebih besar diantara para pengguna hormone menyebabkan deteksi atau bias penelitian pada semua studi observasional. Jika kesimpulan dari analisis ulang literature-literatur yang ada di dunia adalah benar, berarti terjadi peningkatan angka kematian pada kanker payudara dikarenakan penggunaan hormone. Bagaimanapun juga, penelitian telah mengindikasikan penurunan resiko kematian yang dikarenakan kanker payudara pada para pengguna hormone di masa postmenopause. Contohnya, American Cancer Society dalam 9 tahun penelitian prospektif mencatat bahwa ada penurunan 16% resiko kanker payudara yang mematikan pada para pengguna estrogen. Data kematian tersebut mendukung pernyataan bahwa percepatan pertumbuhan tumor dan bias deteksi atau bias penelitian mempengaruhi hasil studi observasional.

Agonis atau antagonis estrogen (tamoksifen dan raloksifen) dilaporkan bisa menurunkan insiden kanker payudara dalam 2-3 tahun pengobatan. Memberikan waktu lebih lama bagi suatu keganasan untuk bisa terdeteksi secara klinis (kira-kira dalam 10 tahun bisa tumbuh massa tumor 1 cm). Bagaimana mungkin mendemonstrasikan efek hormon hanya dalam beberapa tahun? Apakah tamoksifen dan raloksifen dapat mencegah kanker payudara dan apakah estrogen meningkatkan resiko terkena kanker payudara- atau kita hanya mengubah waktu (umur) untuk mendiagnosis? Selain penyebab/pencegahan apakah kita mengobservasi akselerasi atau deselerasi tumor yang akan tumbuh? Mengapa tidak ada jawaban pasti walaupun terdapat kurang lebih 50 penelitian observasional? Salah interpretasi terhadap data epidemiologi seharusnya bukan dikarenakan oleh metode epidemiologi, tetapi oleh orang yang menginterpretasikannya. Ketika dampak dari perkumpulan tersebut luas, relatif mudah untuk mendemostrasikan keseragaman dan konsistensi hasil dengan case-control dan studi kohort (penelitian observasional). Hal ini bisa diapresiasikan dalam data yang baik yeng mengindikasikan perlindungan terhadap penyakit jantung dengan penggunaan estrogen di saat postmenopause. Pada kasus terapi hormonal pada masa postmenopause dan resiko terkena kanker payudara, kami tidak memiliki posisi yang nyaman yang dihasilkan oleh keseragaman dan konsistensi diantara penelitian observasional, ataupun hasil dari percobaan klinik yang dilakukan acak. Ketiadaan jawaban yang pasti, bisa disebabkan karena hal-hal berikut ini: 1. Penelitian observasional tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah bias yang dikenal atau bias yang tidak dikenal, kecuali efek penelitian tersebut luas. Suatu efek yang luas menghasilkan keseragaman dan hasil yang konsisten dengan case-control dan studi kohort (contoh yang baik adalah keuntungan penurunan kanker endometrium dan kanker ovarium dengan penggunaan kontrasespi oral). Oleh karena itu, semua dampak yang disebabkan terapi hormonal di saat menopause yang berhubungan dengan resiko terkenanya kanker payudara tidaklah besar; kecuali, penelitian obsevasional bias mencapai keseragaman dan konsistensi pada hasil.

2.

Sebagian besar data yang tersedia didapatkan dari waktu dimana dosis dan jadwal pemberian hormone (dosis yang lebih tinggi dan durasi yang lebih pendek) berbeda dibandingkan dengan metode yang baru-baru ini- masalah perbedaaan. Sebagai tambahan, untuk pemberian dosis dan durasi yang berbeda, heterogenitas adalah hasil dari rancangan penelitian yang berbeda, sumber control yang berbeda, lokasi geografis yang berbeda, populasi yang berbeda, dan obat-obatan yang berbeda.

3.

metode metaanalisis dikembangkan untuk mengkombinasikan hasil dari beberapa percobaan kecil dengan metode random. Metode tersebut telah diperluas dengan cepat (bahkan terlalu cepat), terutama ketika hasil penelitian terhadap individu disangkal. Mengkombinasikan penelitian yang kontradiksi, lebih dari hasil beberapa penelitian kecil (random), adalah tepat ketika meta-analisis lemah. Analisis statistik bukan metode yang tepat untuk mengalamatkan hasil yang kontradiksi. Bahkan ketika tehnik meta-analisis dibatasi hanya untuk percobaan random yang kecil, yang dikarenakan masalah subjektif dan objektif, yang kemudian hasilnya teracak dengan luas, percobaan control tidak dapat diprediksi secara akurat oleh tehnik mete-analisis yaitu sebanyak 35% dari waktu. Metode meta-analisis tidak valid dan tidak selalu menghasilkan kebenaran.

Metode meta-analisis tidak membantu dalam mencapai kekuatan statistic yang cukup. Kesimpulan pada meta-analisis pada penelitian observasional, tidak bebas dari bias seleksi, bias deteksi, dan permasalahan hasil yang positif, yang timbul hanya karena ketika dilakukan analisa sub grup. Meta-analisis lebih jauh dibatasi, tidak hanya ketika data dasar dianggap sebagai subjek terjadinya bias sebagaimana kasusnya pada penelitian observasional, tetapi juga ketika terdapat heterogenitas diantara penelitian-penelitian tersebut (obat, dosis, lama pemberian, dan populasi yang berbeda). Meta-analisis bisa membuat masalah bias menjadi lebih buruk dengan memperbesar tingkat kesalahan; metaanalisis tidak tepat digunakan untuk merancang kesalahan dalam penelitian terhadap individual.

Oleh karena itu, keputusan kami tidak ditetapkan dengan lebih banyak penelitian case-control, studi kohort, atau meta-analisis. Hanya percobaan klinik yang tepat yang bisa memberikan kami informasi yang definitive. Dimanakah pasien dan klinisi yang tertinggal? kekurangsetujuan, keseragaman, dan konsistensi pada sekitar 50 studi case-control dan studi kohort mengindikasikan bahwa penggunaan terapi hormonal tidak bisa dihubungkan dengan dampak yang besar pada resiko terkenanya kanker, kecuali ada persetujuan diantara penelitian-penelitian tersebut. Berguna sekali untuk membandingkan keadaan dengan 3 kondisi : perlindungan terhadap kanker ovarium dengan kontrasepsi oral, perlindungan terhadap penyakit jantung koroner dengan penggunaan estrogen pasca menopause, dan peningkatan kanker paru-paru yang dikarenakan kebiasaan merokok. Para klinisi percaya pada masing-masing 3 epidemiologi dikarenakan semua penelitian menyatakan hal yang sama, suatu persetujuan yang impresif dan keseragaman diantara penelitian observasional. Hasil dari terapi hormonal pasca menopause dan resiko terjadinya kanker payudara mengindikasikan dampak kecil penggunaan estrogen dan atau efek bias yang hanya bisa dihilangkan dengan percobaan besar dengan metode random, khususnya yang sedang dilakukan Womens Health Initiative yang ada di Amerika Serikat (akan selesai pada tahun 2008) dan percobaan WISDOM (Womens International Study of Long-Duration Oestrogen use after Menopause) di U.K (akan selesai pada tahun 2011). Jika penggunaan estrogen dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara, apakah seseorang mengharapkan untuk melihat dampak berupa kematian? Pada laopran kematian dari penelitian Leisure World di California, resiko kematian akibat kanker payudara pada para pengguna hormone estrogen berkurang 19 %, dan penurunan yang serupa telah tercatat pada penelitian Nurses Health dan pada studi kohort American Cancer Society. Resiko relative yang lebih rendah ini mungkin dipengaruhi oleh adanya bias deteksi atau bias surveillance dan oleh adanya tumor yang berdiferensiasi lebih baik pada para pengguna estrogen, tetapi tentunya tidak ada bukti bahwa wanita yang menggunakan estrogen untuk jangka waktu yang lama lebih banyak menderita kanker payudara.

Dosis estrogen yang diketahui yang digunakan sebagai perlindungan terhadap osteoporosis dan penyakit kardiovaskular (0,625 mg estrogen terkonjugasi dan 1,0 mg estradiol) pada saat ini tidak diketahui bisa dihubungkan dengan dengan peningkatan resiko terkena kanker payudara. Bagaimanapun juga, oleh karena perhatian yang ditingkatkan oleh beberapa penelitian, dan adanya ulasan bahwa ada sedikit peningkatan resiko terkena kanker payudara yang berhubungan dengan penggunaan estrogen pada pasca menopause dalam jangka waktu yang lama, isu ini menyebabkan diperlukannya pembicaraan antara pasien-dokter untuk menentukan mengenai penggunaan terapi hormonal pada masa potmenopause. Kenyamanan yang ditemukan pada sejumlah besar penelitian epidemiologi adalah kehilangan bagi kita ketika kita harus membuat keputusan pada masing-masing pasien. Jika kita berharap untuk meminimalkan ketidakpastian suatu ukuran, kita harus mengambil suatu strategi yang tepat. Jika kita berharap untuk menitikberatkan pada kemungkinan atau peluang dari suatu hasil, kita harus mengambil strategi lain. Pada pandangan kami, tepat sekali untuk menitikberatkan pada keuntungan penggunaan terapi hormonal pada wanita pascamenoopause, menunjukkan perhatian yang terus-menerus dalam menanggapai hubungan antara penggunaan estrogen dan kanker payudara (terutama pada penggunaan jangka lama), dan untuk menitikberatkan pada tidak adanya bukti yang pasti yang menghubungkan suatu terapi tertentu dengan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara. Resiko terjadinya Kanker Payudara dan Terapi Estrogen-Progestin. Penambahan suatu agen progestin pada terapi hormonal estrogen pascamenopause pada saat ini diterima sebagai bagian dari standard pengobatan. Alasan pengkombinasian antara estrogen-progestin yang paling mungkin adalah kebutuhan untuk mencegah peningkatan resiko kanker endometrium yang berhubungan dengan penggunaan estrogen. Walaupun kanker endometrium ini jarang ditemukan dan angka bertahan hidup adalah sangat baik jika penyakit ditemukan lebih awal, ketakutan terhadap kanker ini adalah masalah utama dalam kelanjutan control pasien, dan oleh karena itu kombinasi estrogen dan progesteron ini dapat dijamin. Para klinisi dan pasien telah dengan cepat mengganti metodenya dengan suatu

kombinasi harian estrogen dan progesterone, supaya bisa mengatasi perdarahan yang merupakan masalah utama yang kedua kelanjutan pasien. Hanya dua laporan yang menyatakan bahwa penambahan agen progestasional dapat melindungi dari kanker payudara. Yang pertama dibatasi oleh bias saat seleksi pengobatan (sifat dari factor- factor resiko kanker payudara tidak sesuai pada kelompok yang diobati dan pada kelompok yang tidak diobati). Yang kedua (penelitian Nachtigall) walaupun telah menjadi satu-satunya percobaan dengan metode acak atau random, percobaan dengan menggunakan kontrol placebo, dapat dirintangi oleh angka-angka kecil. Pada saat sekarang ini, tersedianya bukti epidemiologi mengenai efek kombinasi estrogen dengan progestin, mengindikasikan bahwa baik efek yang bersifat melindungi atau efek yang bersifat merusak telah didemonstrasikan dengan meyakinkan: penelitian barubaru ini menemukan bahwa penambahan suatu progestin sama dengan penemuan jika hanya menggunakan estrogen. Tersedianya informasi yang seimbang yang menyangkut semua masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh terapi hormonal, suatu program kombinasi progestin-estrogen pada dosis yang tepat tetap menawarkan keuntungan yang signifikan pada wanita pasca menopause. Dengan berjalannya waktu, penelitian yang lebih banyak dan durasi penggunaan yang lebih lama seharusnya memberikan kita jawaban yang lebih baik pada setiap peertanyaan-pertanyaan yang kita punyai. Dengan menyesuaikan dengan besarnya populasi wanita yang pascamenopause, pertanyaan ini pantas untuk meneruskan penelitian epidemiologi dan penelitian biologi dalam cara pandang kesehatan masyarakat atau cara pandang secara individual. KESIMPULAN : terapi hormonal pada wanita pascamenopause dan kanker payudara beberapa case-control dan studi kohort epidemiologi menyimpulkan bahwa pada jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) penggunaan terapi hormonal pada wanita pasca menopause berhubungan dengan sedikit peningkatan resiko kanker payudara, suatu resiko yang lebih rendah daripada yang berhubungan dengan obesitas pada wanita pascamenopause atau konsumsi alcohol yang dilakukan setiap hari. Kesimpulan ini bisa disebabkan karena bias, terutama bias deteksi atau bias pengawasan, dan percepatan pertumbuhan suatu keganasan.

Beberapa penelitian observasional gagal mengembangkan bukti bahwa terapi hormonal jangka lama pada wanita pascamenopause dapat meningkatkan resiko terjadniya kanker payudara.

Semua studi epidemiologi gagal menemukan resiko peningkatan kanker payudara yang berhubungan dengan jangka waktu yang singkat (kurang dari 5 tahun) penggunaan atau penggunaan yang lalu terapi hormonal menopause. pada wanita pasca

Data epidemiologi setuju bahwa penambahan progestin pada rencana pengobatan bisa meningkatkan atau menurunkan resiko yang diteliti pada penelitian individual. Data epidemiologi mengindikasikan bahwa adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga bukan kontraindikasi penggunaan terapi hormonal pada wanita pasca menopause.

Wanita yang mengidap kanker payudara selama menggunakan terapi hormonal pasca menopause mengalami penurunan resiko meninggal karena kanker payudara. Hal ini dikarenakan dua factor, yaitu : (1). Peningkatan pengawasan dan adanya deteksi awal (2). Mempercepat pertumbuhan tumor, sehingga tumor muncul dengan tingkat keganasan dan keagresifan yang tidak begitu tinggi.

Kontraindikasi Terapi Hormonal pada Wanita Postmenopause


Kanker endometrium, Tumor Endometrioid, dan Endometriosis Para ahli ginekologi dan onkologi telah melaporkan bahwa pasien yang menderita adenokarsinoma endometrium stadium I dan II bisa mengkonsumsi estrogen tanpa harus takut terjadi peningkatan resiko kambuh. Tidak ada yang diketahui tentang resikonya pada pasien dengan penyakit yang lebih parah. Jika suatu tumor dengan resiko tinggi tidak memiliki reseptor estrogen atau preogesteron, sepertinya cukup beralasan untuk melakukan suatu terapi hormonal. Oleh karena periode laten kanker endometrium relative singkat, suatu periode waktu (5 tahun) tanpa bukti adanya kekmabuhan bisa meingkatkan keamanan program penggunaan estrogen. Kami merekomendasikan terapi hormonal dihindari pada pasien dengan resiko tinggi terkena tumor yang reseptor positif dan tekena tumor lebih dari

5 tahun. Kombinasi estrogen dan progestin direkomendasikan dengan melihat kerja agen progesterone yang secara potensial dapat melindungi. Pendekatan yang sama cukup masuk akal pada pasien-pasien yang diobati karena tumor endometrioid ovarium. Dengan melihat fakta bahwa adenokarsinoma telah dilaporkan terjadi pada pasien dengan endometriosis pelvis dan dengan pemberian estrogen, program kombinasi estrogen-progesteron di pertimbangkan pada pasien yang pernah mengidap endometriosis. Haruskah Seorang Wanita yang mengidap Kanker Payudara menggunakan Terapi Hormonal di saat post menopause? Peningkatan resiko kanker payudara, disertai dengan deteksi dan pengobatan yang lebih awal menghasilkan sekelompok pasien dimana pengobatan dengan estrogen sangat penting dan disisi lain adalah sulit. Masalahnya mudah untuk di sebutkan : kami tidak memiliki data. Tidak ada percobaan klinik dengan ukuran dan daerah yang cukup yang dipublikasikan, dimana dampak pengobatan estrogen telah dicatat ketika diberikan pada wanita yang mengidap kanker payudara yang pernah mendapat pengobatan sebelumnya. Oleh karena terdapat alasan yang baik bahwa kanker payudara dipengaruhi hormone, tidak sulit untuk mengerti mengapa ahli bedah payudara atau onkologi medis percaya bahwa pengobatan dengan estrogen adalah perbuatan bodoh dan berbahaya. Meskipun demikian, posisi tersebut masih belum terhalangi oleh data dimana posisi klinisi yang percaya bahwa pasien yang tepat lebih mengharapkan keuntungan pada penggunaan estrogen daripada suatu resiko yang tidak jelas terhadap kekambuhan kanker payudara. Informasi satu-satunya yang paling berguna pada wanita dengan kanker payudara yang masih bisa dioperasi adalah status histologis limpa nodus di daerah axillary. Pada 10 tahun, hanya ada 25% pasien dengan nodus positif yang bebas dari penyakit dibandingkan dengan 75% pasien dengan nodus yang negative. Jika lebih dari 3 nodus terlibat, maka angka bertahan hidup selama 10 tahun turun menjadi 13%. Oleh karena arti penting nodus aksilari telah diketahui, pendekatan tradisonal terhadap kanker payudara didasarkan pada konsep bahwa kanker payudara adalah penyakit yang progresif. Sudah terjadi perubahan penting pada konsep. Kanker payudara sekarang dilihat sebagai suatu penyakit sistemik, yang menyebar secara lokal dan ke tempat yang jauh pada waktu yang sama. Kanker payudara dipandang penyakit yang bermetastase secara tersembunyi di saat yang sama

penyakit ini muncul. Penyebaran sel tumor terjadi pada waktu dilakukan pembedahan pada banyak pasien dan mengenai respon yang mungkin pada sel-sel ini telah memicu perdebatan mengenai pertanyaan berikut ini: haruskah para wanita yang pernah mengidap kanker payudara mandapatkan terapi hormonal pada saat postmenopause? Ada dua dugaan yang berlawanan yang menghubungkan kanker payudara dengan pengaruh hormone : yang pertama berpendapat yaitu karena peranan estrogen dan yang kedua adalah karena peranan progesterone. Apakah estrogen berpengaruh penting? Ketika seseorang mengulas bermacam-macam faktor yang berhubungan dengan kanker payudara, sebagian besar factor tersebut mendukung suatu peran dimana terjadi suatu peningkatan terkena atau terpapar estrogen, yaitu usia saat menarche, usia saat menopause, obesitas, efek kehamilan, dan juga efek terapetik antiestrogen yaitu tamoksifen. Stanley Korenman, berpendapat bahwa lingkungan endokrin tidak menyebabkan penyakit tetapi mempengaruhi supseptibilitas terhadap karsinogen- teori ini dikenal dengan estrogen window hypotesis. Dua periode kehidupan ketika jendela estrogen dibuka yaitu setelah menarche sebelum ovulasi terjadi dan pada tahun-tahun pada masa perimenopause. Estrogen menunjukkan peningkatan yang nyata pada sekitar Tanner tahap ke-2, yaitu umur 8 sampai 10 tahun. Oleh karena ovulasi terjadi rata-rata 1,5 tahun setelah menarche, maka jendela ini bisa berlangsung sampai 4 sampai 5 tahun. Telah diketahui dengan baik bahwa anovulasi sering terjadi pada masa-masa perimenopause oleh karena berkurangnya kemampuan folikel ovarium yang tersisa. Korenman berpendapat bahwa jendela yang terbuka (terpapar estrogen) mempengaruhi resiko terkenanya kanker payudara dan jendela tersebut tertutup dengan dengan keluarnya progesterone setelah terjadinya ovulasi atau pada saat kehamilan. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang mengindikasikan bahwa pada wanita yang tidak mengalami ovulasi dan pada wanita yang infertile (terdapat sedikit progesterone) mengalami peningkatan resiko terkena kanker payudara pada usia lanjut. Bagaimanapun juga, kekuatan statistic pada penelitian ini dibatasi oleh angka yang kecil (lebih sedikit dari 15 kasus) dan penelitian lainnya gagal menemukan hubungan antara anovulasi dengan peningkatan resiko terkena kanker payudara. Kesimpulannya,

faktor-faktor yang bisa berhubungan dengan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara adalah faktor-faktor yang bisa memperpanjang durasi jendela terbuka: yaitu obesitas, infertility yang disebabkan anovulasi, kehamilan yang terlambat, menarche yang lebih cepat, menopause yang lebih lambat. Apakah Progesteron adalah Pengaruh yang Penting? Beberapa pendapat menyatakan bahwa progesterone adalah kunci untuk mempengaruhi resiko terjadinya kanker payudara oleh karena aktivitas mitotic pda payudara mencapai puncaknya selama siklus menstruasi yaitu pada fase luteal dimana terdapat banyak progesterone. Usia menarche yang lebih cepat kadang-kadang digunakan untuk mendukung hipotesis progesterone oleh karena menarche yang lebih cepat berarti terjadi onset siklus ovarium yang lebih awal. Interaksi antara estrogen dan progesterone pada jaringan target telah banyak dipelajari pada endometrium, dimana estrogen dengan jelas memacu pertumbuhan sel sedangkan progesterone menghambat kerja estrogen. Bagimanapun juga, terdapat bukti bahwa progesterone berusaha memakai suatu efek yang sama terhadap proliferasi epitel payudara dengan efeknya pada endometrium. Dengan sel kanker payudara manusia, progestin menghambat pertumbuhan dan memacu diferensiasi. Hipotesis mana yang benar? Sensitivitas hormone pada kanker payudara muncul tanpa menyebabkan pertanyaan, tetapi apakah estrogen atau progesterone memainkan peran kunci masih belum dapat dipastikan. Baik hipotesis estrogen ataupun hipotesis progesterone tetap menjadi pemicu perdebatan mengenai masalah ini.

Kehamilan dan Kanker Payudara. Pada suatu titik waktu, dipercaya bahwa kehamilan memiliki efek sebaliknya yang berkaitan dengan prognosis kanker payudara yang didiagnosa selama kehamilan. Sekarang dipercaya bahwa tidak ada perbedaan dalam hal bertahan ketika wanita hamil yang mengidap kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil dalam hal usia dan stadium penyakit, dan pengentian kehamilan tidak berhubungan dengan pertahanan yang lebih baik. Wanita yang hamil memiliki 2,5 kali terkena penyakit yang bisa bermetastase, tetapi alasan terlambatnya diagnosis dikarenakan oleh perubahan payudara yang berhubungan dengan kehamilan membuat diagnosis menjadi sulit. Sebagaimana dengan Dengan demikian, maka dapat dibantah bahwa stimulasi hormon pada kehamilan (baik estrogen maupun progesteron) tidak mempunyai dampak yang merugikan pada penanganan kanker payudara. Meskipun demikian, penelitian-penelitian yang dilakukan menunjukkan pengaruh kehamilan terhadap kanker payudara selanjutnya. Sebuah studi case-control yang sangat besar menyimpulkan bahwa kehamilan secara transient meningkatkan resiko (mungkin untuk 3 tahun ke depan) setelah seorang wanita melahirkan anak pertamanya, dan hal ini diikuti dengan reduksi resiko seumur hidup. Dan beberapa menemukan sebuah persamaan (3-4 tahun kemudian) yang secara kuat mempengaruhi kemampuan hidup (bahkan setelah diketahui ukuran tumor dan jumlah nodul yang ada). Hal ini memberikan argumen bahwa sel-sel payudara yang mulai bertransformasi menjadi ganas berpengaruh kuat (akselerasi pertumbuhan) dengan hormon pada kehamilan, dimana stem sel normal menjadi lebih resisten karena adanya kehamilan. Kanker Payudara dan Kehamilan Lanjut. Pada wanita hamil yang telah didiagnosa mengalami kanker payudara, pada kehamilan lanjut, setelah diagnosa dan perawatan, tidak mempunyai dampak yang negatif terhadap prognosis. Akan menjadi suatu perdebatan tentang dampak dari stimulasi hormon terhadap resiko dan rekurensi terhadap timbulnya penyakit baru. Tetapi semua studi tentang hal ini dipelajari secara retrospektif dan terbatas pada jumlah yang sedikit. Bagaimanapun, faktor-

faktor yang telah dicocokkan ini dapat membuat adanya bias, efek yang besar dari kehamilan yang terjadi setelah perawatan kanker payudara masih tidak jelas. Kontrasepsi Oral dan Resikonya terhadap Terjadinya Kanker Payudara Pengalaman dalam menggunakan kontrasepsi oral selama 30 tahun telah memberikan bukti definitif bahwa estrogen eksogen dan progestin dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara pada wanita premenopause, bukan fakta bahwa eksposure dari estrogen eksogen ini memberikan proteksi yang besar terhadap terjadinya kanker payudara. Sedikitnya efek mayor yang merusak adalah argumen yang efektif untuk melawan hubungan yang kuat antara kanker payudara dengan terapi hormon eksogen. Depo-provera dan Resikonya terhadap Kanker Payudara Medroxyprogesteron asetat, pada dosis yang besar secara terus menerus, dapat menyebabkan tumor payudara pada anjing beagle. Hal ini merupakan efek yang unik dari anjing tersebut (mungkin karena progestin pada anjing menstimulasi sekresi hormon pertumbuhan, yang dikenal sebagai agen mammotrophic pada anjing) dan tidak terlihat pada binatang yang lain atau wanita yang sudah menggunakannya selama bertahun-tahun. Sebuah studi WHO pada sebuah rumah sakit besar yang berdasarkan case-control mengungkapkan lebih dari 9 tahun pada 3 negara berkembang telah menunjukkan bahwa eksposure dari Depo-Provera secara lambat dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara pada 4 tahun pertama pemakaian, tetapi tidak ada bukti adanya hubungan antara peningkatan resiko ini dengan peningkatan durasi pemakaian. Jumlah kasus yang terdapat pada kelompok kasus tersebut tidaklah besar, dan confident interval merefleksikan hal ini. Sebagai contoh, resiko relatif yang terjadi pada pengguna baru-baru ini (berdasarkan total dari 19 kasus) adalah 1,21 tetapi confident interval mencakup 1,0 tetapi hal ini tidak signifikan secara statistik. Dua populasi pertama pada studi case-control ini mengindikasikan sebuah hubungan yang mungkin antara kanker payudara dan Depo-Provera. Satu dari Costa Rica, hanya 19 kasus. Dan yang lain berasal dari New Zealand, tidak ditemukan peningkatan resiko yang relatif

pada semua pemakai tetapi ditemukan indikasi peningkatan resiko yang singkat setelah penggunaan awal pada umur muda (kurang dari 25 tahun). Sebuah kesatuan analisis dari WHO dan data dari New Zealand mengindikasikan bahwa resiko tertinggi terjadi pada wanita yang menerima single injeksi. Pastinya resiko ini, jika nyata, sangat rendah, dan memungkinkan bahwa sugesti tentang peningkatan resiko tidak bebas dari variabel-variabel pengacau. Hasilnya dapat diinterpretasikan pada pendapat bahwa pertumbuhan tumor yang luas dipercepat. Adalah pantas untuk ditekankan bahwa studi ini tidak menemukan bukti untuk seluruh peningkatan resiko dari kanker payudara, dan resiko ini tidak meningkat sejalan dengan durasi pemakaian. Oleh karena itu, pengalaman terhadap eksposure agen progestational tidak mendukung argumen bahwa pengaruh progestational akan meningkatkan resiko terhadap terjadinya kanker payudara, bagaimanapun, pengalaman ini mencerminkan penggunaan dosis farmakologi dari progestin. Terapi Hormon Postmenopause dan Resiko terhadap Rekurensi Kanker Payudara Argumen bahwa terapi hormon postmenopause tidak seharusnya diberikan pada wanita yang menderita kanker payudara sangat beralasan. Hal ini berdasarkan dari banyak ditemukannya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kanker payudara adalah tumor yang responsif terhadap hormon. Yang ditakutkan oleh para klinisi (dan pasien) adalah munculnya sel-sel tumor yang bermetastase (mungkin dikontrol oleh berbagai fakto pertahanan tubuh) yang akan mudah terkena dengan stimulasi dari hormon eksogen. Walaupun demikian, banyak wanita yang menderita kanker payudara sadar akan keuntungan dari terapi hormon pada postmenopause (khususnya perlindungan dalam melawan penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis) dan meminta para klinisi untuk membantu membuat keputusan berdasarkan untung ruginya. Sebagai tambahan, beberapa wanita menderita flushing yang hebat dan kekeringan vagina saat mereka menggunakan terapi hormonal ini. Gejala-gejala dari defisiensi estrogen adalah keluhan-keluhan yang sering berhubungan dengan pengobatan dari kanker payudara. Karena data epidemiologi yang terbaru sangat sedikit, kedua sisi yang diperdebatkan ini kuat dipengaruhi oleh

pertimbangan teori-teori yang ada dan pengalaman klinik, sayangnya, hal ini sering dihambat oleh informasi yang didapatkan pasien sendiri dari sumber-sumber lain. Ada laporan-laporan yang mengatakan bahwa penderita kanker payudara yang survive menggunakan terapi hormon tidak memberikan pengalaman yang nyata terhadap peningkatan rekurensi penyakit ini. Ada seri-seri kecil dengan kombinasi dari 0,625 estrogen konjugasi dan 0,15 mg norgestrel yang diberikan secara terus menerus dalam waktu yang singkat (maksimal 6 bulan) pada wanita yang telah mendapatkan pengobatan kanker payudara. 2 tahun kemudian, tidak ada pasien yang mengalami rekurensi. Sejumlah kecil seri (25 dan kemudian 77 wanita dengan kanker payudara dari stadium in situ sampai stadium III) mendapatkan terapi estrogen-progestin selama 24 sampai 82 bulan; rata-rata rekurensi yang terjadi tidak lebih besar daripada yang diharapkan. Dari kelompok pasien ini, 41 penderita kanker payudara yang survive yang mendapatkan terapi hormon memberikan hasil yang sama jika dibandingkan dengan 82 wanita yang dipilih dari register dan tidak mendapatkan terapi hormon. Pada sebuah laporan dari Australia, 152 wanita dengan riwayat kanker payudara yang diberikan kombinasi dari estrogen dan progestin memiliki mortalitas dan angka rekurensi yang lebih rendah. Dengan dosis progestin yang sangat tinggi (yang dapat dipakai sebagai terapi) dan pengobatannya tidak kacau. Pada sebuah follow-up pada 49 wanita yang diterapi dengan estrogen setelah terapi kanker payudara secara lokal, hanya 1 pasien yang berkembang menjadi rekuren. Dan pada 114 wanita yang lain, terapi hormon dari penyakit ini berhubungan dengan rata-rata rekurensi yang rendah. Pasien-pasien ini mempunyai nodus-nodus negatif dan positif dan reseptor estrogen. Walaupun hasil yang ada sesuai dengan insiden rekurensi yang tidak lebih besar daripada yang diharapkan , hasil ini dapat merefleksikan adanya bias pada pengambilan keputusan dari klinisi dan pasien yang hanya dapat terjadi dengan long-term yang pantas yaitu randomized clinical trial. Sebuah trial yang dilakukan oleh klinisi di Amerika Serikat sekarang ini, penyediaan estrogen pada wanita yang telah diacak yang telah mendapatkan perawatan untuk kanker payudara stadium I atau II, yang telah sembuh selama 2 tahun dari penyakit dimana tidak

mempunyai reseptor estrogen atau 10 tahun jika status dari reseptor estrogen tersebut tidak diketahui. Randomized trial yang lain dari terapi hormon setelah terapi terhadap kanker payudara dilakukan di Eropa, sebagai contoh, penelitian HABITS di Swedia. Karena pengobatan yang lebih baik dan diagnosis yang lebih cepat ditegakkan, 50-75% wanita yang didiagnosa kanker payudara sekarang dapat ditangani. Dari 100 pasien kanker payudara, sekitar 60% akan dilakukan mastektomi atau breast-conserving surgery dengan radioterapi dan tidak akan menerima keuntungan dengan terapi adjuvant. Apakah kelompok ini aman untuk diberikan terapi hormon? Dari sisa 40, beberapa akan hidup lebih lama (rata-rata 2-3 tahun) karena terapi adjuvan, tetapi hanya beberapa. Apakah resiko dengan menggunakan terapi hormon eksogen telah diketahui pada kelompok ini? Walaupun secara intuisi resiko ini: perbandingan keuntungan lebih memungkinkan pada nodus yang negatif, tidak ada reseptor, dan tumor-tumor yang kecil, reseptor estrogen dan progesteron yang tidak ada memberikan suatu kesimpulan bahwa kanker ini tidak sensitif terhadap hormon? Dan jika pasien pada kategori pengobatan tinggi, apakah hal ini memberikan perbedaan status dari reseptor ini? Status reseptor tidaklah absolut tetapi selalu relatif. Jawaban dari semua pertanyaan ini tidak diketahui. Para pasien dan klinisi harus bekerjasama dalam semua pertimbangan untuk membuat suatu keputusan medis. Pasien harus mengambil resiko yang tidak diketahui jika mereka ingin mendapatkan keuntungan dari terapi hormon, dan klinisi harus mengambil resiko medikolegal yang tidak diketahui. Beberapa pasien akan memilih untuk menjalani terapi hormon ini, menilai keuntungan dan kerugian dari resiko yang tidak diketahui. Para dokter harus mendukung pasiennya dalam keputusan ini. Pasien lainnya lebih memilih untuk menghindari resiko yang tidak mereka ketahui ini. Pasien-pasien ini, berhak mendapatkan dukungan dari keputusan mereka. Sampai data-data tersedia dari trial klinik ini, tidak ada keputusan yang salah dan yang benar. Wanita dengan Penyakit Kardiovaskular

Wanita yang riwayat penyakit dahulunya pernah mengalami penyakit kardiovaskular, seperti miokard infark atau stroke, apakah wanita ini membutuhkan proteksi dari estrogen yang melawan penyakit kardiovaskular? Ada beberapa bukti yang mendukung konteks ini. Pada Leissure World Study, para pengguna estrogen dengan riwayat miokard infark, stroke atau hipertensi mempunyai penurunan resiko sebesar 50% terhadap kematian dari stroke lanjut atau miokard infark. Pada studi yang dilakukan oleh Lipid Research Clinics, mortalitas karena kardiovaskular pada wanita yang pernah mengalami penyakit ini menurun 85%. Dan yang paling mengesankan, pada wanita dengan penyakit koroner (didokumentasi dengan arteriografi), pengguna estrogen mempunyai angka harapan hidup 97% selama 5 tahun dibandingkan dengan perbedaan yang signifikan dengan rata-rata 81% pada yang tidak menggunakannya. Pada wanita dengan penyakit yang ringan dan sedang, tidak ada perbedaan selama 5 tahun, tetapi pada 10 tahun, para pengguna estrogen mempunyai angka harapan hidup 96% dibandingkan dengan 85% pada yang tidak menggunakan estrogen tersebut. Terapi estrogen mengurangi angka kejadian restenosis pada wanita yang menjalani angioplasy koroner ataupun percutaneous atheretectomy. Pada wanita yang pernah menjalani operasi bypass pada arteri koronaria, angka harapan hidup selama 10 tahun pada pengguna estrogen adalah 81,4% dibandingkan dengan 65,1% pada yang tidak menggunakan estrogen. Pada wanita yang mendapatkan terapi estrogen setelah angioplasty coroner, analisis case control menunjukkan bahwa wanita yang mendapatkan terapi ini mempunyai angka harapan hidup yang lebih baik dan berdasarkan pengalaman lebih sedikit yang mengalami miokard infark pada keadaan yang lebih lanjut. Jumlah pasien yang mendapatkan estrogen-progestin terlalu sedikit untuk dianalisis. Studi retrospektif cohort di Seatle menentukan prognosis pada wanita yang mengalami miokard infark dan mendeteksi bahwa 36% akan mengurangi resiko terjadinya reinfarction pada pengguna estrogen sekarang. Semua studi ini mengindikasikan penurunan resiko dari kejadian-kejadian tersebut dan mendukung penggunaan terapi hormon postmenopause pada wanita dengan penyakit jantung koroner. Lebih lanjut, terapi hormon dapat meningkatkan kejadian arteriosklerosis, dengan menimbulkan regresi pada penyakit ini.

Pemeriksaan imaging telah mendokumentasikan bahwa pengurangan ketebalan pada daerah intim pada wanita postmenopause yang menggunakan estrogen dibandingkan dengan yang tidak menggunakan, dan efek yang menguntungkan ini tidak dibarengi dengan tambahan agen progestational pada regimen pengobatan tersebut. Oleh karena itu, terapi hormon postmenopause dapat mengurangi resiko atherosklerosis, dan efek ini sebanding dengan hasil dari obat penurun lemak. Hasil dari Heart and Estrogen /progestin Replacement Study (HERS) , didiskusikan secara detil pada bab 17, yang berkebalikan dengan tinjauan dari observasi-observasi yang lain. Bagaimanapun, pertentangan dengan studi-studi biologi sebelumnya, terkonsentrasi pada kekuatan statistik dari HERS, dan sangat bertentangan dengan sejumlah besar studi observasi yang berarti bahwa hasil HERS ini tidak pasti. Pengambilan keputusan akan lebih mudah bila hasil-hasil dari lebih banyak trial klinik ini tersedia. Terapi estrogen yang tepat, dengan dosis standar merupakan indikasi dan aman untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular. Kita harus menegaskan bahwa pencegahan yang baik adalah obat yang baik bagi para kardiolog yang bekerja dalam mengobati penyakit jantung koroner. Secara randomisasi, crossover clinical trial, kombinasi dari estrogen konjugasi dan medroxyprogesteron asetat dapat meningkatkan kolesterol HDL sama baiknya dengan simvastatin pada wanita dengan hiperkolesterolemia. Simvastatin mereduksi kolesterol LDL dan tidak mempunyai efek terhadap lipoprotein (a) kadar trigliserid, dimana terapi hormon mengakibatkan penurunan lipoprotein (a) dan peningkatan trigliserid. Efek hormonal ini bahkan lebih besar pada wanita yang memiliki kelainan lemak atau atherosclerosi. Oleh karena itu, kedua pengobatan ini menghasilkan efek yang menguntungkan, dan tidak diketahui apakah perbedaannya secara klinik penting. Dosis estrogen ini sangat penting karena akan menyebabkan peningkatan efek kardiovaskular yang menguntungkan dari estrogen yang relatif dibatasi oleh terapetik window yang sempit; keuntungan dapat diperoleh dengan mengurangi dosis estrogen yang lebih besar dari nilai ekivalen yaitu 0,625 mg estrogen konjugasi. Hasil dari penelitian HERS

dikombinasikan dengan data penelitian yang didapat dari monyet (lihat bab 17) yang memberikan alasan untuk digunakannya progestin daripada medroxyprogesteron asetat pada wanita dengan penyakit jantung koroner. Wanita dengan Diabetes Mellitus Argumen yang kuat dapat berasal dari wanita postmenopause dengan diabetes mellitus yang dapat memberikan keuntungan terhadap aksi cardioprotective dari estrogen. Sebagai tambahan, estrogen dapat meningkatkan perubahan metabolisme yang berhubungan dengan diabetes. Pada studi prospektif dari wanita postmenopause dengan non insulin dependent diabetes melitus, terapi estrogen meningkatkan semua parameter dari metabolisme glukosa, termasuk resistensi insulin, profil lipoprotein, dan pengukuran dari androgen. Perubahan ini dapat mengurangi resiko dari penyakit kardiovaskular; studi tentang hal ini belum tersedia. Tibolone juga mempunyai efek yang menguntungkan pada studi yang dilakukan secara singkat terhadap resistensi insulin pada wanita normal dan pada wanita yang menderita non-insulin dependent diabetes mellitus. Wanita dengan Penyakit Hepar Osteoporosis adalah efek samping yang banyak terdapat pada penyakit hati yang kronis. Walaupun agen pelindung terhadap tulang dapat digunakan, tidak ada yang memberikan keuntungan multisistem yang berhubungan dengan terapi estrogen. Pada sebuah evaluasi kimiawi dari hepar pada sebuah kelompok dari pasien dengan cirrhosis primer, dosis standar dari terapi hormon tidak menyebabkan perubahan yang merugikan selama lebih dari 1 tahun. Kami merekomendasikan pengukuran terhadap kimiawi dari hepar setelah 1 bulan pengobatan, dan setiap 6 bulan, dengan terapi hormon yang berkesinambungan. Pemberian Estrogen pada Vagina Banyak klinisi percaya bahwa pemberian estrogen intravagina tidak diabsorbsi, dan efek sistemik dapat dihindari. Estrogen diabsorbsi secara cepat pada vagina yang immatur, dan atrofi mukosa. Absorbsi awal terjadi secara cepat, dan kadar estrogen relatif yang tinggi dalam sirkulasi dapat dengan mudah dicapai. Dengan kornifikasi pada mukosa vagina,

absorbsi ini menurun. Hal ini membutuhkan waktu 3-4 bulan, kemudian berkurang, tetapi masih terjadi absorbsi yang signifikan. Studi di Eropa menunjukkan bahwa maturasi vagina dapat dicapai dengan cincin vagina (dimana terbentuk dalam 3 bulan) mempunyai dosis estrogen yang sangat kecil, dengan kadar absorbsi sistemik yang rendah. Ini merupakan metode yang dapat diterima untuk mengurangi gejala-gejala akibat atrofi vagina pada wanita dengan kontraindikasi terapi estrogen. Kondisi Lain Pengawasan yang ketat diindikasikan pada beberapa pasien dengan kelainan yang dapat menyerang sewaktu-waktu, familial hiperlipidemia (peningkatan trigliserid), dan migren. Pada pasien yang sering mengalami migren , digunakan metode pengobatan yang berkesinambungan, eliminasi dari perubahan siklus pada kadar hormon dapat memacu timbulnya sakit kepala yang berat. Kondisi yang demikian itu tidak dapat dianggap sebagai kontraindikasi termasuk hipertensi yang terkontrol, diabetes mellitus, perokok, dan pelebaran vena. Kepercayaan bahwa estrogen berguna secara potensial terhadap setiap situasi klinik ini berasal dari penelitian terhadap dosis kontrasepsi oral yang tinggi. Dosis estrogen yang tepat dapat dipakai pada kondisi-kondisi tersebut. Tidak ada kanker lain (selain yang telah disebutkan di atas) diketahui mempunyai efek yang kuat terhadap terapi hormon. Terapi hormon postmenopause dapat digunakan pada semua pasien dengan keganasan pada servix, ovarium dan vulva. Laporan yang merupakan anekdot termasuk di bawah ini: 1. provokasi dari chorea dengan terapi estrogen pada seorang wanita dengan sebuah cerita dari Sydenhams chorea. 2. terapi estrogen menyebabkan eksaserbasi terhadap pulmonary leiomyomatosis 3. gejala-gejala psikis terjadi pada pasien dengan acute intermittent porphyria 4. gejala idiosyncratic ocular berhubungan dengan estrogen 5. infeksi Trichomonas Vaginalis terjadi setelah penghentian terapi estrogen-progestin.

Kesimpulan Kami berharap kami dapat meyakinkan anda bahwa menopause adalah kejadian yang normal terjadi dalam hidup, bukan merupakan penyakit, dan bahwa terapi hormon postmenopause yang lama adalah pengobatan farmakologi sebagai preventiv terhadap kesehatan. Kami telah mempelajari hal ini dari para wanita yang menyatakan apa yang mereka yakini dan apa yang mereka ketahui dari studi-studi longitudinal pada dekade terakhir. Ini hanyalah untuk memberikan pengertian bahwa mencoba untuk meyakinkan seorang wanita bahwa ia menderita suatu penyakit, ketika dia tidak mempercayainya, maka akan memberikan dampak yang negatif terhadap hubungan antara pasien dengan dokter. Sebagai tambahan, kami percaya pendekatan-pendekatan yang kami lakukan sepenuhnya akan memberikan kekuatan dalam pengambilan keputusan yang memberikan pengobatan lanjutan yang lebih baik. Terapi hormon postmenopause adalah salah satu pilihan yang seharusnya ditawarkan pada kebanyakan wanita sebagai pegangan mereka untuk sukses, tetapi tingkah laku dan kepercayaan yang didapatkan dari para dokter juga mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pasien. Sebagaimana dampak yang menguntungkan dari terapi hormon ini, kami juga harus menekankan peningkatan kesehatan yang dapat dicapai dengan mengubah gaya hidup dengan berhenti merokok, latihan yang teratur, dan mengontrol berat badan.

Anda mungkin juga menyukai