Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN II.

1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang akan berkedudukan sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Pada umumnya, manusia akan mengembangkan pola kehidupan dan tingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam pergaulan hidup dimana mereka bertempat tinggal. Namun demikian,seiring dengan perkembangan dalam kehidupan masyarakat sering terdapat keadaan-keadaan yang mengakibatkan penyimpangan atau pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum. Pelanggaran-pelanggaran tersebut akan

mengakibatkan keresahan di dalam masyarakat, karena mereka merasa keamanannya terancam dan terganggu, sehingga masyarakat pun menginginkan tindakan secara tegas terhadap setiap pelanggar hukum. Dalam usaha pencegahan pelanggaran kaidah-kaidah hukum, timbul aturan-aturan hukum yang bertujuan untuk menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Sedangkan aturan-aturan hukum tersebut dibuat oleh pejabat negara yang mempunyai kewenangan untuk membuat suatu Undang-undang atau peraturan lainnya. Untuk itu penegakan hukum dilakukan oleh aparatur negara yang telah ditunjuk negara dengan segala kemampuan untuk dapat memaksakan, menegakkan dan menindak terhadap setiap pelanggar kaidah-kaidah hukum yang telah digariskan oleh negara. Negara Indonesia adalah negara hukum, kalimat ini tertera jelas di dalam UUD 1945 yakni pada Pasal 1 ayat (3). Bahkan karenanya, semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum.Untuk mengimplementasikan hal tersebut maka negara Indonesia memiliki mekanisme Criminal Justice System yang terdiri dari unsur-unsur penegakkan hukum di negara ini. Seperti yang kita tahu, salah satu aturan hukum Indonesia yang bertujuan untuk menjaga ketertiban di dalam masyarakat adalah hukum pidana, karena di dalam hukum pidana berisi aturan-aturan tentang kehidupan masyarakat yang dibuat dari segi materiil, yaitu mengatur tentang hubungan hukum antara warganegara dan negara. Dalam hal penyidikan terhadap dugaan terjadinya tindakan pidana, pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum. Oleh karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara
1

Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981. Dalam pasal 183 UndangUndang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya. Pada awalnya, keberadaan dari norma hukum tersebut sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang menjadi tempat bagi dilahirkannya hukum yang bersangkutan. Sehingga dari kenyataan ini juga, maka terciptalah sebuah istilah di dalam bahasa Latin, yakni ubi societas, ubi ius, yang artinya adalah dimana ada masyarakat, disitu ada hukum.Hal ini pulalah yang menjadi sebab mengapa di dalam mempelajari norma hukum tersebut, tetap tidak boleh terlepas dari mempelajari tentang manusia dan tingkah lakunya di dalam masyarakat. Ilmu hukum merupakan ilmu kemasyarakatan yang normatif terutama ketika kita kaitkan hubungan antar manusia (normatieve maarschappij wetwnschap). Adapun salah satu bagian dari ilmu hukum tersebut adalah Criminal Law Science atau disebut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, yang mempelajari norma-norma atau aturan-aturan hukum pidana dan pidananya. Tujuan dari mempelajari hukum pidana tersebut salah satunya adalah agar para petugas hukum itu dapat menerapkan peraturan yang ada. Perbuatan pidana sendiri tergantung pada adanya kesalahan, yang dalam hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang No.35 Tahun 1999, bahwa dipidananya pelaku apabila: 1. Adanya alat bukti yang sah menurut Undang-undang. 2. Adanya keyakinan terhadap seseorang yang dianggap dapat dikenai pertanggung jawaban. 3. Telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan. Sedangkan yang disebut sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-undang adalah seperti yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sebagai salah satu bagian dari alat bukti khususnya surat, keberadaan Visum et Repertum sungguh sangat penting.Hal ini dikarenakan ada bagian-bagian dalam hal pembuktian yang
2

tidak dapat dilakukan oleh penyidik khususnya penyidik Polri tanpa bantuan dari orang yang ahli di bidangnya terutama bidang kedokteran. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bidang kedokteran forensik sangat diperlukan dalam hal tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh,kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan utamanya tentu saja selaras dengan fungsi utama proses peradilan pidana yaitu mencari kebenaran sejauh yang dapat dilakukan oleh manusia dengan tetap menjaga dan menghormati hak dari tersangka maupun hak dari seorang terdakwa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup maupun mati. Pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah pembuatan visum et repertum terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban suatu tindakan pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, pemerkosaan, maupun korban meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi, terdapat kecurigaan akan kemungkinan adanya tindak pidana. Di hadapan dokter, seorang korban hidup dapat berstatus sebagai korban untuk dibuatkan visum et repertum, sekaligus berstatus sebagai pasien untuk diobati/dirawat. Sebagai pasien orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang timbul akibat hubungan dokter-pasien (kontak terapeutik). Berbagai hak yang dimiliki pasien, seperti hak atas informasi, hak menolak/memilih alternatif cara pemeriksaan/therapi, hak atas rahasia edokteran dan lain-lain harus dipatuhi dokter. Namun sebagai korban, pada orang tersebut berlaku ketentuan-ketentuan seperti yang diatur dalam hukum acara pidana. Orang tersebut tidak dapat begitu saja menolak pemeriksaan forensik yang akan dilakukan terhadap dirinya.

1. DEFENISI DAN DASAR HUKUM Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat dan repertum yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang

bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya (Soeparmono,2002:98). Dalam Stbl tahun 1937 No 350 dikatakan bahwa visa et reperta para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Indonesia. Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983 pada pasal 10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut sebagai Visum et Repertum. Pendapat seorang dokter yang dituangkan dalam sebuah Visum et Repertum sangat diperlukan oleh seorang hakim dalam membuat sebuah keputusan dalam sebuah persidangan. Hal ini mengingat, seorang hakim sebagai pemutus perkara pada sebuah persidangan ,tidak dibekali dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kedokteran forensik ini. Dalam hal ini, hasil pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan sebagai petunjuk sebagaimana yang dimaksud pada pasal 184 KUHAP tentang alat bukti. Artinya, hasil Visum et Repertum ini bukan saja sebagai petunjuk dalam hal membuat terang suatu perkara pidana namun juga mendukung proses penuntutan dan pengadilan. Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan Medis Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan dengan rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP.

Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan

2. Dasar hukum Dasar hukum Pasal 133 KUHAP menyebutkan: (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan II FK UR, September 2008 Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHAP.

Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuaid engan undangundang yang menjadi dasar hukumny amasing-masing (Pasal 7(2) KUHP).

Tujuan Visum et Repertum : Sebagai pengganti barang bukti untuk pengadilan, karena luka atau jejas pada tubuh korban hidup atau mati selalu berubah. Pada korban hidup menjadi sembuh atau bertambah parah dan pada korban mati dapat berubah jadi membusuk.

II. 2. JENIS DAN BENTUK VISUM ET REPERTUM

a. Visum et repertum perlukaan ( termasuk keracunan) b. Visum et repertum kejahatan susila c. Visum et repertum jenasah
6

d. Visum et repertum psikiatrik

Jenis a, b, c, adalah Visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa tindak pidana. Meskipun jenisnya bermacam-macam, namun nama resminya tetap sama yaitu Visum et repertum, tanpa embel-embel lain.

Tata Cara Permohonan Visum et Repertum

1. Permohonan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan melalui telepon atau pos. 2. Korban adalah barang bukti, maka permohonan surat Visum et Repertum harus diserahkan sendiri oleh petugas kepolisian bersama: korban, tersangka, atau barang bukti lain kepada dokter. 3. Tidak disarankan mengajukan permintaanVisum et Repertum tentang sesuatu peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran. 4. Permintaan diajukan kepada dokter ahli pemerintah sipil atau ahli kedoteran kehakiman pemerintah sipil untuk korban yang meninggal dunia. Apabila diperlukan gambar atau foto untuk lebih memperjelas, maka gambar atau foto tersebut diberikan dalam bentuk lampiran.

II. 3. SUSUNAN VISUM ET REPERTUM

1.Pro Justisia Diletakkan dibagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti didepan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.

2.Pendahuluan Guna : agar tidak terjadi kekeliruan identitas di pengadilan. Isi : - Identitas korban yang diperiksa - Identitas orang yang meminta visum (polisi/penyidik) - Identitas dokter yang membuat visum
7

- Identitas orang yang mengantarkan korban - Dugaan sebab kematian - Keterangan lain seperti kapan dan dimana korban dirawat, kapan meninggal, cara dan sebab kematian korban. Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban adalah sesuai dengan uraian identitas yang ditulis dalam surat permintaan visum et repertum. Bila terdapat ketidak sesuaian identitas korban antara surat permintaan dengan catatan medik atau pasien yang diperiksa, dokter dapat meminta kejelasannya dari penyidik.

3.Pemberitaan Isi : apa yang dilihat dan ditemukan pada korban dari hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan luar termasuk identitas korban Hasil pemeriksaan dalam, membuka rongga tengkorak, dada dan perut serta organ dalam, rongga mulut dan leher Pemeriksaan penunjang jika diperlukan seperti konsultasi dengan ahli lain : Pemeriksaan PA, Toksikologi, Balistik, Serologi, Immunologi, Enzimatologis, Trace Evidence

Yang diuraikan dalam bagian ini merupan pengganti barang bukti, berupa perlukaan/keadaan kesehatan/sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan kedalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.

Syarat menulis pemberitaan yang benar : -Tidak boleh ada singkatan atau simbol-Angka harus ditulis dengan huruf -Diberi garis --------- bila ada sisa agar tidak diisi orang lain -Memakai bahasa yang bisa dimengerti orang banyak/umum -Tidak boleh menulis diagnosa -Boleh ditulis dengan tangan

4.Kesimpulan Bagian ini berjdul Kesimpulan dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasaan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya.

5.Penutup
8

Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku Demikian visum et repertum ini dibuat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengigat sumpah sesuai dangan Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidang

Ketentuan membuat Visum et Repertum :

1. Jenazah harus mati tidak wajar. 2.Ada surat permintaan visum dari kepolisian. 3.Yang boleh meminta visum : -Penyidik/polisi/provos ( sebagai barang bukti ) -Hakim (untuk terdakwa : apakah terdakwa mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya, bila sakit jiwa berarti tidak mampu mem pertanggungjawabkan perbutannya) 4.VeR dibuat selambat-lambatnya 20 hari sesuai dengan batas penahanan tersangka. 5.Surat kematian dibuat dengan disertai penyebab kematian atau dugaan penyebab kematian. 6.Kalau sudah sembuh, korban tidak boleh minta visum waktu sakit karena rahasia jabatan. 7.Polisi tidak boleh meminta visum yang dibuat 1 bulan yang lalu melainkan korban harus diperiksa lagi dan dibuat visum yang baru, kalau belum puas dibuat rekam medis.

Dokter menolak membuat Visum et Repertum jika : 1.Berhubungan dengan keluarganya 2.Memenuhi rahasia jabatan

Dokter boleh membocorkan Visum et Repertum jika : 1.Permintaan dari keluarga korban 2.Mencegah penularan wabah 3.Menjalankan undang-undang 4.Mengurus surat kematian 5.Sepanjang daya paksa

II.4 CONTOH PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM 1. Contoh visum et repertum pada korban hidup

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA/

SMF KEDOKTERAN FORENSIK RS ISLAM INDONESIA

Jln. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta

Nomor : 17/VER/XI/2005 Yogyakarta, 17 November 2005

Perihal : Hasil pemeriksaan atas korban bernama Hasan

Lampiran : -

PRO JUSTISIA

Visum et Repertum

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Syaefudin Ali Akhmad, dokter pada Rumah Sakit Islam Indonesia, menerangkan bahwa berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Resort Sleman Sektor Depok tertanggal 10 November 2005 no: 99/VER/XI/2005, maka pada tanggal tujuh belas November dua ribu lima, pukul tiga belas Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di Rumah Sakit Islam Indonesia, telah dilakukan pemeriksaan terhadap korban dengan nomor registrasi 54321, yang menurut surat tersebut adalah: Nama : Hasan

Umur : 22 tahun

10

Jenis kelamin : Laki-laki

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Perum Pesona Mentari A 45 Jln. Kaliurang Km 9 Yogyakarta

HASIL PEMERIKSAAN

1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum cukup baik. 2. Pada korban ditemukan luka robek pada dahi bagian kanan sepanjang 2 cm, tepi luka tidak teratur dan terdapat memar di sekitarnya dengan diameter 5 cm. 3. Pada korban dilakukan foto rontgen kepala dengan hasil tidak ditemukan kelainan pada tulang kepala maupun wajah. 4. Terhadap korban dilakukan penjahitan luka sebanyak 3 jahitan dan pengobatan secukupnya. 5. Korban dipulangkan dalam keadaan baik.

KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang korban laki-laki berumur dua puluh dua tahun, pada pemeriksaan ditemukan luka robek dan memar pada dahi sebelah kanan akibat kekerasan benda tumpul. Luka tersebut menimbulkan halangan untuk menjalankan pekerjaaan untuk sementara waktu.

Demikian keterangan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya dan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai KUHP. Dr.X

11

2. contoh visum et repertum korban meninggal

DEPARTEMEN KESEHATAN RI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. SARDJITO Jln. Kesehatan Sekip- Yogyakarta Telp. 587333 psw. 351-352 VISUM ET REPERTUM Nomor:.165.../Tahun..2005.............. Nama korban :.Orok............................................................ Tanggal pemeriksaan :.11 Februari 2005......................................... PEMERIKSAAN : L/D KODE: KLL/KN/KL/GEL/M LABORATORIUM : IDENTIFIKASI : OBDUKTOR I PROTOKOL I LABORAN WARTAWAN ()()()()

Disetujui diketik/ tidak Tgl..................................... Tgl................................ DOKTER KONSULTAN DOKTER

NIP. IDENTITAS JENAZAH Nama : Jenis kelamin : Umur : Warga negara : Agama :
12

Alamat : IDENTITAS PENYIDIK Nama : Pangkat : NRP : Jabatan : Asal : Surat nomor : Tanggal : Peristiwa kasus : TIM PEMERIKSA 1. Pemimpin : 2. Obduktor I : 3. Obduktor II : 4. Obduktor III : 5. Protokol I : 6. Protokol II : 7. Wartawan I : 8. Wartawan II : 9. Laboran I : 10. Laboran II : SAKSI 1. Penegak Hukum I : Penegak Hukum II : 2. Yang lain : TIM LABORAN: 1. 4. 2. 5. 3. 6.

13

DEPARTEMEN KESEHATAN RI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. SARDJITO Jln. Kesehatan Sekip- Yogyakarta Telp. 587333 psw. 351-352 Nomor:..165......./......Tahun 2005..... VISUM ET REPERTUM PROJUSTISIA: Berdasarkan, surat permintaan penyidik, nama: Bintang Satria...., NRP: 60030899.......,pangkat: IPDA.....,jabatan: Kepala kepolisian Sektor Denggung......, nomor surat: B/175/X/2005/sek.Denggung.....,tanggal surat: 11 Februari 2005...., maka Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan dokter: M. Spesialite, Sp.F....,dibantu dokter: Komuda...., dengan dokter konsultan: M. Forens, Sp.F.(K)...,beserta staf dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta/ Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito pada hari: Jumat...,tanggal:11 Februari 2005......mulai pukul 07.00......sampai pukul 10.00....melakukan pemeriksaan luar dan dalam serta identifikasi di ruang otopsi RSUP Dr. Sardjito, terhadap almarhum/almarhumah. Nama: X.......Umur: 9.....bln/tahun, Jenis kelamin: Lakilaki...Agama: Islam....Alamat: (-)..... akibat peristiwa: pembunuhan........... Hasil pemeriksaan itu ialah sebagai berikut: 1. PEMERIKSAAN LUAR DAN IDENTIFIKASI: 1. Keadaan jenazah: Jenazah berlabel/tidak berlabel kertas manila bernomor 456/I/SekDg Jenazah dibungkus kardus warna coklat bertuliskan mesrania 2T super, pertamina dengan ukuran 53x43x16 cm tertutup tanpa plester. Bungkus dibuka tanpa alas kardus berupa koran wawasan, terbit 30 April 2001, 4 lembar. Jenazah dibungkus plastik transparan, kedua ujungnya diikat tali rafia warna biru, jenazah diletakkan melintang. Plastik dibuka, jenazah dibungkus kain batik warna coklat tua dan coklat muda. Kain dibuka, jenazah dalam keadaan telanjang. Jenazah tampak kebiruan pada bagian kepala, bahu kiri, perut bagian bawah, di perut tampak tali pusat yang keluar darahnya. 2. Sikap jenazah di atas meja otopsi: Jenazah terlentang, muka menghadap ke kanan. Posisi tangan kanan, lengan atas 45 terhadap sumbu tubuh, lengan bawah 170 dari lengan atas, sendi pergelangan tangan 90 dari lengan bawah. Posisi tangan di samping tubuh. Tangan kiri lurus menempel tubuh, sudut lengan atas 0 terhadap sumbu tubuh, lengan bawah 180 terhadap lengan atas, sendi pergelangan tangan lurus terhadap lengan bawah. Jari-jari mencengkeram. Kaki kanan: posisi tungkai atas 90 terhadap sumbu tubuh. Tungkai bawah: 30 terhadap tungkai atas, jari-jari lurus. Kaki kiri: posisi tungkai atas 70 terhadap sumbu tubuh, tungkai bawah 20 terhadap tungkai atas, jarijari kaki lurus, kedua telapak kaki menghadap ke bawah 70 terhadap sumbu tubuh, tungkai bawah 20 terhadap tungkai atas, jari-jari kaki lurus, kedua telapak kaki menghadap ke bawah.

14

3. Kaku jenazah: tidak ada kaku jenazah 4. Bercak jenazah: Terdapat bercak merah keunguan di dada yang tidak hilang dengan penekanan, 9 x 3 cm, dan juga pada seluruh tangan kanan dan kiri, paha kanan, tungkai bawah dan kaki kiri dan kanan. 5. Pembusukan jenazah: Terdapat tanda-tanda pembusukan di bahu kiri bawah ukuran 5x5 cm, tengah dada ukuran 4x2 cm, dada kiri ukuran 4x5 cm. Perut bawah, punggung belakang atas, ketiak kanan, pangkal paha kanan dan kiri. 6. Ukuran jenazah/Jenazah orok: Berat jenazah : 2400 gram Panjang jenazah : 49 cm Ukuran Jenazah Orok Lingkar kepala : 32 cm Fronto Occipitale : 34,5 cm Mento Occipitale : 42 cm Lingkar dada : 32,4 cm 7. Kepala 1. Rambut: warna hitam, lurus, tidak beruban, panjang 2,9 cm. Sukar dicabut dalam keadaan basah 2. Bagian yang tertutup rambut: tidak tampak pengelupasan, ubun-ubun besar masih terbuka (tulang kengkorak belum menutup), tidak ada luka, tidak ada hematoma (memar). Pada perabaan teraba agak lunak, warna kebiruan 3. Dahi: nampak kebiruan sebagai awal pembusukan, tidak terdapat luka, tidak terdapat hematoma (memar), tidak ada derik tulang 4. Mata kanan: dalam keadaan tertutup, pada kedua sudut mata terdapat kulit warna biru, konjungtiva putih kemerahan, sklera putih kemerahan, kornea keruh, kelopak mata sukar dibuka, bulu mata ukuran 0,3cm keluar darah dari mata Mata kiri: dalam keadaan tertutup, kelopak mata warna pucat aagak kebiruan. Konjungtiva putih kemerahan, sklera putih kemerahan, kornea keruh. Kelopak mata sukar dibuka 5. Hidung: hidung warna biru, tidak ada cairan keluar dari hidung, luka tidak ada, hematoma (memar) tidak ada, derik tulang tidak ada 6. Mulut: mulut tertutup, bibir mulut berwarna biru kehitaman, gigi belum tumbuh, hematoma(memar) tidak ada, tidak keluar cairan 7. Dagu: tidak ada kelainan 8. Pipi: pipi kanan tampak biru kehijauan, luka tidak ada, memar tidak ada, derik tulang tidak
15

ada 9. Telinga: pada telinga tidak ada kelainan, tidak terdapat retak tulang 8. Leher: tidak ada bekas jeratan, tidak ada retak tulang, tidak ada memar, tidak ada kaku jenazah di leher, warna biru kehijauan 9. Dada: dinding dada lebih tinggi dari dinding perut, kuit dada berwarna putih pucat, luka dan memar tidak ada, bercak warna hijau di bawah bahu kiri ukuran 5x5cm, dada samping kiri ukuran 4x5cm, bercak warna merah keunguan di tengah ada ukuran 4x2 cm,di dada kanan sampai perut kanan atas ukuran 9x3 cm, tidak hilang dengan penekanan 10. Perut: dinding perut lebih rendah dari dinding dada, tampak tali pusat ukuran 8,5 cm dipotong rapi, perkusi timpani, luka dan memar tidak ada, terdapat bercak kehijauan pada 1/3 perut bagian bawah kanan dan kiri, retak tulang tidak ada 11. Alat kelamin: jenis kelamin laki-laki, rambut kelamin tidak ada. Rambut pada batang zakar tidak ada, lubang kelamin ada, ada kantong pelir, buah pelir ada dua buah 12. Anggota atas kanan Lengan atas: tidak terdapat luka, tidak terdapat memar, tidak terdapat retak tulang, terdapat lemak bayi di lengan atas luar Lengan bawah: tidak terdapat luka, memar dan retak tulang Tangan: tidak ada kelainan Anggota atas kiri Lengan atas: tidak ada kelainan Lengan bawah: tidak ada kelainan Tangan: kuku warna hijau kehitaman, lainnya tak ada kelainan 13. Anggota bawah kanan Paha: tidak ada kelainan Tungkai bawah: tidak ada kelainan Kaki: kuku warna hijau kehitaman, lainnya tidak ada kelainan Anggota bawah kiri Paha: tidak ada kelainan Tungkai bawah: tidak ada kelainan Kaki: kuku kotor warna biru kehitaman lainnya tidak ada kelainan 14. Punggung: terdapat pengelupasan kulit pada punggung belakang kiri 15. Pantat: tidak ada kelainan 16. Dubur: tidak ada kelainan 17. Bagian tubuh yang lain: tidak ada kelainan
16

2. PEMERIKSAAN DALAM: 18. Setelah kulit dada dibuka: Tidak terdapat hematoma(memar) dan retak tulang. Tinggi diafragma kanan pada setinggi antara ruang rusuk 7 dari kiri pada setinggi ruang antara rusuk 7. Tulang dada bagian dalam tidak ada kelainan. Setelah tulang dada diangkat bagian jantung tidak tertutup paru-paru bagian atas 3 jari bawah 3 jari paru-paru kanan/kiri tidak ada perlekatan dengan dinding bagian dalam,mudah dilepas 19. Jantung: Kantung jantung dibuka, di dalam kantung jantung tidak ada cairan, ukuran 5,3x4x1,5 cm, berat 25 gram, warna merah, konsistensi kenyal, tidak tertutup jaringan. Jantung dibuka: lubang antar bilik kiri dan serambi kiri dan lubang antara bilik kanan dan serambi kanan selebar 0,5 cm, katup jantung warna merah pada perabaan licin dan konsistensi kenyal. Otot papillaris tidak ada kelainan, konsistensi kenyal. Tebal otot bilik kiri 4mm dan serambi kiri 2mm, bilik kanan 0,2mm. Serambi kanan 0,2mm. Arteri koronaria dibuka: tidak ada sumbatan aorta, lingkaran 0,5 cm. Warna merah kecoklatan tidak ada kelainan. Arteri pulmonalis ukuran 0,6 cm, klep tidak ada kelainan 20. Paru-paru kanan: terdiri dari tiga bagian tiap bagian tidak ada perlekatan, warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin, ukuran 8x5x2,8 cm, berat 46 gram, pada pengirisan: warna jaringan merah kehitaman, dipijat keluar cairan merah kehitaman Paru-paru kiri: terdiri dari dua bagian, tiap-tiap bagian tidak ada perletakatan, warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin ukuran 8,5x5x2 cm, berat 39 gram pada pengirisan cairan berwarna merah kehitaman 21. Tes Apung paru I : (+) Tes Apung paru II : (+) Tes Apung paru III : (+) 22. Hati: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan tidak berbenjol-benjol, ukuran 13,5x10,5x2,5 cm, berat 147 gram. Pada pengirisan: warna jaringan merah kehitaman, pembuluh vena centralis tidak melebar dan pada pemijatan keluar cairan darah 23. Limpa: warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, permukaan halus tepi tajam, ukuran 6x3x0,9cm, berat 5 gram, pada pengirisan warna jaringan merah kecoklatan, pada pemijatan keluar cairan merah, pada pisau pengiris tidak melekat jaringan dan pada siraman air mudah lepas 24. Ginjal kanan: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, permukaan licin, tidak terdapat jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran 5,5x3,6x1cm, berat 20 gram pada pengirisan:
17

gambaran jaringan ginjal jelas tidak terdapat adanya batu/pasir Ginjal kiri: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, perubahan licin, tidak tertutup jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran 5x3,6x1cm, berat 25 gram. Pada pengirisan:gambaran ginjal jelas, tidak terdapat adanya batu maupun pasir 25. Lambung, usus halus, usus besar: tidak ada kelainan, pada usus besar terdapat mekonium (+) 26. Kepala: Kulit kepala dibuka, tampak hematoma (memar) pada seluruh permukaan tempurung kepala bagian atas kanan dengan ukuran 9x7cm, tempurung kepala bagian belakang kiri dengan ukuran 4x2cm. Tulang atap kepala dibuka, tidak ada darah di atas selaput otak. Selaput otak dibuka, otak membubur, putih kemerahan berbau, berat otak 350 gram, dasar tulang kepala tidak ada kelainan 27. Leher: tidak ada kelainan 28. Alat-alat dalam yang lain: tidak ada kelainan 3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM: 1. Golongan darah : A/B/AB/O 2. Alkohol dalam darah : Positif/Negatif 3. Parasitologi : Jenis: 4. Toksikologi : 5. Mikrobiologi : 6. Patologi Anatomi : 4. PEMERIKSAAN IDENTIFIKASI: 1. Odontologi : 2. Antropologi : 3. DNA : 5. KESIMPULAN: 1. Bayi lahir cukup bulan(I.6) 2. Golongan darah O (III.1) 3. Jenis kelamin laki-laki (I.11) 4. Bayi ada perawatan normatif (I.1) 5. Bayi lahir hidup (II.2.1) 6. Cacat bawaan: tidak ada 7. Jenazah dalam proses pembusukan (I.5) 8. Sebab kematian: Terdapat hematoma (memar) pada tempurung kepala bagian atas kanan,
18

ukuran 9x7 cm, pada tempurung kepala bagian belakang kiri dengan ukuran 4x2 cm akibat kekerasan benda tumpul (II.26). 6. PENUTUP Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan dan berdasarkan Lembaran Negara No. 350 tahun 1937 serta Undang-undang No. 8 tahun 1981. Tanda tangan,

NIP: KETERANGAN VISUM ET REPERTUM JENAZAH Keterangan Uraian Pendahuluan Visum et Repertum

1. Pada pendahuluan Visum et Repertum pada prinsipnya adalah obyektif administrasi. Jadi tergantung apa yang tertulis dalam surat permintaan Visum et Repertum, tidak perlu ditambah atau dirubah, pokoknya persis baik kata/kalimat dan angka

2. Secara umum isi pada pendahuluan Visum et Repertum adalah:

Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan, kepolisian mana

Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor/Resort atau Polda, cap dan kop surat

Identitas korban/barang bukti ialah nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal, agama, pendidikan, alamat tempat tinggal

Identitas macam peristiwa, misalnya KLL (kecelakaan lalu lintas), KN (kriminal), KL (kecelakaan lain), GEL (gelandangan), atau M (misteri), jika KLL antara apa dan apa, pakai helm/ tidak, kalau kriminal: pembunuhan, penganiayaan, tembakan, tusukan, dan lain-lain

Identitas tempat/saat peristiwa: dimana, kapan, hari, tanggal, jam, lokasi peristiwa

Macam pemeriksaan: pemeriksaan luar atau luar dalam, identifikasi.


19

Barang bukti lain terlampir: ada atau tidak.

Identitas pemeriksa ialah oleh Tim Kedokteran Forensik di bawah pimpinan dokter siapa, dibantu siapa saja.

Selanjutnya tempat dan saat periksa di ruang otopsi (misalnya di RSUP Dr. Sardjito), pada hari, tanggal, jam berapa. Dalam hal ini saat pemeriksaan ditulis dengan huruf untuk menghindari penggantian, perubahan atau penambahan.

Bila ada barang bukti lain terlampir supaya disebutkan dan mungkin perlu mendapat pemeriksaan apa, barang bukti/jenazah berlabel atau tidak, dan dengan sendirinya korban/barang bukti diantar oleh penyidik.

3. Jadi isi pendahuluan ini, formulirnya sudah jelas, supaya diisi selengkapnya sesuai yang tertulis dalam surat permintaan penyidik, sehingga pada awal membaca Visum et Repertum sudah jelas kasus, peristiwa, kapan, dimana, dalam keadaan ditemukan masih hidup atau sudah meninggal dan apakah sudah mendapat perawatan atau tidak sebelum meninggal. 4. Bila sudah ada perawatan/pengobatan di rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lain, maka perlu mencari/minta informasi data medik dari unit/RS tersebut.

Keterangan Uraian Pemberitaan Visum et Repertum

1. Laporan utama yang disebut Visum et Repertum adalah bagian isi/pemberitaan, karena isinya betul-betul obyektif medis, dari hasil pemeriksaan medis. Jadi apa yang dilihat dan diketemukan pada pemeriksaan kasus/korban/barang bukti itu yang dilaporkan tertulis. 2. Laporan ini dapat meliputi pemeriksaan medis dari:

1. Hasil pemeriksaan TKP

2. Hasil pemeriksaan luar bagian tubuh jenazah 3. Hasil pemeriksaan dalam bagian tubuh/alat-alat dalam jenazah
20

4. Hasil semua pemeriksaan laboratorium/penunjang

1. Pemeriksaan mikroskopi jaringan (Patologi Anatomi) 2. Toksikologi 3. Parasitologi 4. Mikrobiologi 5. Identifikasi anthropologi 6. Identifikasi odontologi 7. Kimia darah 8. Laboratorium lain (DNA)

3. Kasus tidak dikenal, laporan pemberitaan ditambah:

1. Pemeriksaan identifikasi-biologi manusia:

Odontologi

Anthropologi

Ciri khusus

Darah-ABO

DNA

2. Identifikasi administrasi-dalam bentuk surat-surat/barang tulisan yang terbawa korban 3. Identifikasi kebendaan-dalam bentuk benda/barang yang terbawa/terpakai korban 4. Kombinasi identifikasi biologi, administrasi dan kebendaan dapat mengarah kepada siapa kasus/korban tersebut

4. Kasus tinggal tulang-tulang: pemeriksaan anthropologi dan odontologi yang dapat menentukan, kecuali kematian karena racun pemeriksaan toksikologi dapat menentukan

5. Para praktisi hukum, bila membaca laporan ini mungkin ada yang tidak jelas (istilah atau
21

kalimat) yang kadang-kadang dari medis tak dapat dihindarkan atau untuk istilah yang tepat. Berbagai pemeriksaan yang sifatnya penting dan menunjukkan angka (misalnya darah) supaya ditulis dengan angka. Berbagai temuan ditulis dengan istilah medis biasanya ada penjelasan atau digambar, disampaikan dalam bentuk tambahan sendiri atau lampiran Visum et Repertum. Jadi jelas isi/pemberitaan bagian Visum et Repertum ini bersifat obyektif medis.

Keterangan Uraian Kesimpulan Visum et Repertum

1. Dari hasil berbagai pemeriksaan medis, dapat dilakukan inventarisasi masalah pokok sesuai dengan arah tujuan pemeriksaan kasus/korban/ barang bukti. Tujuannya memberi informasi kepada pihak penyidik atau praktisi hukum, sehingga mempermudah penerapannya. Informasi tersebut misalnya mengenai:

1. Identitas korban

2. Saat kematian 3. Kelainan-kelainan akibat peristiwa/penyakit sebelumnya 4. Mengapa terjadi kelainan tersebut, apakah akibat kekerasan tumpul, tajam, racun, kimia, senjata api, listrik, dan lain-lain (akibat penyebab) 5. Berbagai gejala sebab kematian 6. Sebab kematian-satu penyebab atau lebih yang sifatnya mandiri atau terkait mendukung 7. Bila memungkinkan cara kematian, yang pada prinsipnya harus mengikuti pemeriksaan TKP/Rekonstruksi 8. Untuk kasus orok, ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan seperti di bawah ini.

2. Jadi kesimpulan ini pada prinsipnya subyektif medis, karena tergantung penalaran dokter masing-masing pembaca/penanggung jawab. Dan apa yang disimpulkan adalah hasil analisa medis (subyektif medis)

3. Dasar membuat kesimpulan adalah:

1. Mempergunakan ilmu kedokteran

2. Hasil pemeriksaan medis


22

3. Dapat orientasi dengan ilmu hukum sepanjang dapat dipertanggungjawabkan 4. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah medis 5. Informasi di luar pemeriksaan medis, dapat menjadikan pertimbangan

4. Pada kesimpulan, mengingat sifatnya subyektif, maka tiap person dokter atau ahli lain termasuk para praktisi hukum dapat berbeda pendapat, sehingga disini dapat merupakan media diskusi yang baik. Biasanya media diskusi terjadi bila dokter sebagai saksi ahli dalam forum sidang pengadilan akan mendapat pertanyaan-pertanyaan dari para praktisi hukum ialah: hakim, jaksa, pembela atau penasihat hukum, penyidik atau bahkan dari terdakwa.

5. Maka dalam menyusun laporan dan kesimpulan harus hati-hati, selalu dikembalikan kepada dirinya sendiri sebagai pertanyaan dapatkah mempertanggungjawabkan? 6. Dokter yang dipanggil sebagai saksi ahli di pengadilan harus mengucapkan sumpah/janji lagi sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing dokter (Sanksi pasal 161 KUHAP).

Tatacara urutan kesimpulan:

1. Tiap baris kesimpulan di akhir kalimat diisi nomor penunjuk sebagai alasan, ditulis dalam kurung 2. Kelainan-kelainan yang bersifat fatal/berat disebut lebih dulu sebagai alasan penyebab kematian 3. Kelainan-kelainan yang sifatnya ringan dan tidak ada hubungan dengan penyebab kematian disebut sebelum akhir kesimpulan 4. Untuk jenazah tidak dikenal, identitas korban disebut pada awal (no.1) kesimpulan 5. Untuk jenazah dikenal, identitas dan saat kematian disebut pada akhir kesimpulan (kalau diperlukan) 6. Untuk kasus kematian mendadak, pada awal kesimpulan, tidak ada kelainan akibat kekerasan 7. Untuk kasus jenazah orok, ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan:

1. Umur dalam kandungan 2. Ada/ tidak ada cacat 3. Sudah/ belum ada perawatan normatif 4. Identitas orok-jenis kelamin, golongan darah dan DNA
23

5. Lahir hidup atau lahir mati (belum/ sudah bernafas) 6. Sebab kematian diluar kandungan 7. Cara kematian 8. Lain-lain yang perlu diinformasikan

8. Untuk kasus gelandangan tidak ada kelainan akibat kekerasan, sebab kematian akibat penyakit/kelemahan. Selanjutnya jenazah dikirim ke Fakultas Kedokteran UGM atas ijin penyidik dan Pemda setempat (tertulis) untuk kadaver (bila jenazah masih baik)

9. Untuk jenazah membusuk atau tinggal tulang-tulang perlu disebutkan dalam awal kesimpulan.

Keterangan Uraian Penutup Visum et Repertum

1. Semua maklum dan menyadari bahwa apa yang disampaikan dari hasil pemeriksaan medis selalu secara ilmiah medis dan mengingat sumpahnya sebagai dokter. Maka Visum et Repertum dalam penutupnya menyatakan dengan mengingat Sumpah Jabatan. 2. Disamping itu, pembuatan Visum et Repertum berdasarkan surat permintaan pihak Penyidik dengan landasan operasional UU No.8 Tahun 1981. 3. Selanjutnya pengertian Visum et Repertum tersirat dalam Lembaran Negara No.350 Tahun 1937 yang sampai saat ini Lembaran Negara masih berlaku. Maka dalam penutup Visum et Repertum ditambah dengan berdasarkan LN No.350 Tahun 1937. 4. Setelah penutup, terakhir kalimat/kata adalah tanda tangan dan nama dokter serta cap instansi dimana dokter tersebut bekerja/bertugas. Jadi tidak perlu pakai tanggal, karena tanggal sudah tertulis dalam pendahuluan ialah saat pemeriksaan kasus/korban/barang bukti

24

3. visum et repertum perlukaan

PRO JUSTICIA VISUM ET REPERTUM No. /TUM/VER/VIII/2011 Yang bertandatangan di bawah ini, Dedi Afiandi, dokter spesialis forensik pada RSUD Arifin Acmad, atas permintaan dari kepolisian sektor Teluk Belanga dengan suratnya nomor B/37/VeR/VIII/Reskrim tertanggal 24 Agustus 2011 maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggaldua puluh empat Agustus tahun dua ribu sepuluh pukul Sembilan lewat lima menit Waktu Indonesia Bagian Barat bertempat di RSUD Arifin Achmad, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 123456 yang menurut surat tersebut adalah: Nama Umur Jenis Kelamin : xxxx : 34 tahun : Laki-laki

Warna Negara : Indonesia Pekerjaan Agama Alamat : xxxx : xxxx : xxxx

HASIL PEMERIKSAAN: 1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah terjadi pemukulan pada kepala. 2. Pada korban ditemukan a. pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat sentimeter di atas batas dasar tulang, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, dinding luka kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga sentimeter kali satu sentimeter, disekitarnya dikelilingi benjolan berukuran empat sentimeter kali empat sentimeter

25

b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit, dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senimeter kali setengah sentimeter dasar otot c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta nyeri pada penekanan d. Korban dirujuk ke dokter saraf dan pada pemeriksaaan didapatkan adanya cedera kepala ringan. 3. Pada pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukan adanya patah tulang. Pemeriksaan foto Rontgen lengan atas kiri menunjukan adanya patah tulang lengan atas pada pertengahan. 4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan pengobatan. 5. Korban dipulangkan dengan anjuran kontrol seminggu lagi.

KESIMPULAN : Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan cidera kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta patah tulang tertutup pada lengan atas kiri akibat kerasan tumpul.Cedera tersebut telah mengakibatkan penyakit/ halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian untuk sementara waktu. Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Dokter tersebut di atas.

4. visum kejahatan susila Jakarta, 10 Oktober 2010

26

Nomor : 11/VER/I/2010 Hal : Hasil pemeriksaan atas korban bernama FS :-

Lampiran

PRO JUSTICIA VISUM ET REPERTUM

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Johny Bayu Fitantra, dokter spesialis forensik pada Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, menerangkan bahwa berdasarkan permintaan tertulis dari AIPTU BHD NRP 66200123 atas nama Kapolsek Tigakarsa Polres Kabupaten Tanggeran Polda Banten tertanggal sepuluh bulan Oktober tahun dua ribu sepuluh. No.SPV : 035/VER/10/2010/sek.TGRK, maka pada tanggal sepuluh bulan Oktober tahun dua ribu sepuluh, pukul empat belas waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di Pusat Krisis Terpadu Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, telah dilakukan pemeriksaan terhadap korban dengan nomor registrasi 123456789, yang menurut surat tersebut adalah: Nama Umur : FS : 20 tahun

Jenis Kelamin : perempuan Agama Pekerjaan Kebangsaan Alamat : : Karyawati : Indonesia :

HASIL PEMERIKSAAN a. Korban datang dalam keadaan sadar penuh dengan keadaan tampak sakit ringan b. Korban mengaku diperkosa oleh tiga orang sekitar sepuluh jam sebelum pemeriksaan c. Pada pemeriksaan fisik umum tidak ditemukan kelainan d. Luka-luka 1. Pada batang hidung tepat di garis pertengahan depan satu sentimeter dari sudut dalam mata terdapat luka lecet berukuran nol koma lima sentimeter kali nol koma lima sentimeter 2. Pada bibir bawah bagian dalam tepat di garis pertengahan depan terdapat beberapa memar kecil berwarna merah meliputi area seluas lima sentimeter kali dua sentimeter.
27

3. Pada rahang bawah sisi kiri lima sentimeter dari garis pertengahan depan terdapat luka lecet berbentuk sabit sepanjang satu sentimeter dikelilingi memar berukuran satu sentimeter kali satu setengah sentimeter. 4. Pada leher bagian depan, tepat di garis pertengahan depan empat sentimeter diatas tepi atas tulang dada terdapat beberapa luka lecet gores berbentuk garis dengan arah dari kiri bawah ke kanan atas dengan ukuran terbesar empat sentimeter kali nol koma dua sentimeter dan terkecil nol koma satu sentimeter kali nol koma satu sentimeter disertai luka lecet kecil-kecil meliputi area seluas delapan sentimeter kali lima sentimeter. 5. Pada dada kiri lima sentimeter dari garis pertengahan depan dan sepuluh sentimeter dari puncak bahu terdapat memar warna biru samar berukuran sepuluh sentimeter kali tiga sentimeter. 6. Pada punggung kanan lima centimeter dari garis pertengahan belakang dan tiga sentimeter kali dua sentimeter 7. Pada daerah antara bibir kecil kemaluan dengan selaput darah terdapat luka lecet yang tampak masih mengeluarkan sedikit darah pada arah jam enam dan jam sepuluh hingga jam sebelas yang sesuai dengan arah jarum jam. 8. Pada pemeriksaan selaput dara ditemukan robekan yang mencapai dasar dan tampak masih mengeluarkan sedikit darah sesuai dengan arah jam enam dan terdapat robekan yang mencapai dasar dikelilingi memar merah pada arah jam tiga dan Sembilan sesuai dengan arah jarum jam. e. Terhadap korban tidak dilakukan pengobatan f. Pada korban dilakukan pengambilan swab vagina pada forniks posterior dan pada vulva. Pada korban dilakukan pemeriksaan sel mani dan cairan mani serta penyakit menular. g. Korban dipulangkan dalam keadaan baik dengan anjuran berobat ke psikolog atau psikiater h. KESIMPULAN Pada korban perempuan berumur sekitar dua puluh tahun ini ditemukan robekan baru pada selaput dara dan luka lecet pada kemaluan yang dapat diakibatkan tindakan kekerasan tumpul yang melewati liang senggama yang dapat disebabkan tindakan seperti yang diakui korban. Selanjutnya ditemukan luka lecet dan memar di daerah bibir, dada, dan punggung akibat kekerasan tumpul.
28

Demikian keterangan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaiknya-baikna, mengingat sumpah sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

29

BAB III PENUTUP III.1 KESIMPULAN Visum et Repertum Adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik yang berwewenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan Pembuatan Visum et Repertum merupakan salah satu bagian dari bentuk pelayanan medikolegal di rumah sakit,namun demikian terkait dengan kedokteran forensik, pembuatan Visum et Repertum juga merupakan bagian dari pembuktian, bahan penuntutan serta pertimbangan bagi seorang hakim untuk memutus perkara dalam sebuah persidangan. Dalam kaitannya sebagai salah satu bagian dari alat bukti yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum harus diminta secara resmi dari pihak yang dapat mengajukan, kemudian di keluarkan oleh pihak yang berhak. Hal ini sangat penting untuk di lakukan mengingat keberadaan Visum et Repertum ini dapat membuat terang sebuah perkara pidana sekalipun dilaksanakan kepada mayat (korban). Walaupun demikian, pada kenyataan yang sering terjadi di lapangan terkait hal ini diantaranya adalah keterbatasan peralatan termasuk penyimpanan rekam medis, kurang baik nya koordinasi antara penyidik Kepolisian dengan dokter dimana kejadian yang paling sering terjadi adalah sudah rusaknya TKP tindak pidana khususnya yang memerlukan pemeriksaan kedokteran forensik ketika dokter yang akan memeriksa datang/sampai ke TKP tersebut.Hal ini lebih banyak di karenakan kurang cermatnya penyidik yang berada di TKP. Berbagai perbaikan yang dilakukan baik oleh institusi Kepolisian maupun lembaga Criminal Justice System termasuk pihak kedokteran forensik yang ada di Indonesia, diharapkan bisa membawa perubahan dalam hal penanganan tindak pidana yang terjadi khususnya yang memerlukan dilakukannya pemeriksaan pihak kedokteran guna kepentingan pengeluaran Visum et Repertum.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1997, Ilmu Kedokteran forensik Hal 5-16. 2. Soeparmono,2002. Kedokteran Forensik di Indonesia. 3. Juliana Lubis, 2008.Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana. 4. Budiyanto,1997.Ilmu Kedokteran Forensik. 5. Sri Ingeten,2008.Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. 6. Widy Hargus,2006.Peranan Visum et Repertum dalam Pembuktian Tindak Pidana Penghilangan nyawa orang dengan Racun. 7. Budi Sampurna,2009.Pengantar Mediko-Legal. 8. Dedi Afandi,2008.Visum et Repertum Pada Korban Hidup.

31

Anda mungkin juga menyukai