Anda di halaman 1dari 11

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis

dapat mengumpulkan tugas makalah ini tepat waktu. Kami juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ni Made Jaya Senastri, SH yang telah memberikan tugas makalah ini, karena tujuan dari pembuatan makalah ini ialah sebagai bahan presentasi kelompok yang dilaksanakan di depan kelas dan untuk dimasukkan sebagai nilai. Penulis tahu bahwa makalah ini tidaklah sempurna dan masih sangatlah kurang dari harapan, oleh karena itu kritik dan saran dari teman-teman sekalian sangat penulis perlukan agar penulis dapat mengoreksi jikalau kami melakukuan kesalahan, baik dari segi makalah maupun presentasi nanyinya. Terimakasih atas perhatian dan kerjasama penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesain tugas makalah ini.

Hormat Saya penulis

CORNELIS RAYNOLD ARDILOS MAHING

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .. i DAFTAR ISI . v Penyebaran Agama Khtholik di Indonesia dan di Kota Kupang I. PENDAHULUAN.. II. Latar Belakang............................. A. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup.... B. Pancasila Sebagai Dasar Nagara... C. Pembukaan Undang-Undang Dasar1945.. D. Pembukaan UUD 1945 sebagai Tertib Hukum Tertinggi. E. Pembukaan UUD 1945 Memenuhi Syarat Adanya Tertib Hukum Indonesia... F. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok Kaidah Nagara yang Fundamental.. G. Pembukaan UUD 1945 Tetap Terlekat Pada Kelangsungan Hidup Negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945 H. Pengertian Isi Pembukaan UUD 1945 I. Nilai-nilai Hukum Tuhan, Hukum Kodrat dan Hukum Etis Yang Terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.. J. Pokok-pokok Pikiran yang Terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945... K. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.. L. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila. M. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 agustus 1945 N. kesimpulan . O. Dafter Pustaka III. Nama Anggota Kelompok V.. 22 22 23 24 25 26 19 16 8 10 1 2 2 3 4 5 6 7

II. LATAR BELAKANG Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.

A. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Era Portugis Di Indonesia, orang pertama yang menjadi Katolik adalah orang Maluku pada tahun 1534. Ketika itu pelaut-pelaut Portugis baru menemukan pulau-pulau rempah itu dan bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pendatang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius, yang pada tahun 1546 sampai 1547 datang mengunjungi pulau Ambon, Saparua dan Ternate. Ia juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Era VOC Sejak kedatangan dan kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia tahun 1619 - 1799, akhirnya mengambil alih kekuasaan politik di Indonesia, Gereja Katolik dilarang secara mutlak dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu Flores dan Timor. Para penguasa VOC beragama Protestan, maka mereka mengusir imam-imam Katolik yang berkebangsaan Portugis dan menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta Protestan dari Belanda. Banyak umat Katolik yang kemudian menjadi Protestan saat itu, seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas Katolik di Amboina. Imam-imam Katolik diancam hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC. Pada 1924, Pastor Egidius d'Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, karena mengajar agama dan merayakan Misa Kudus di penjara. Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi

hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang gantungan, tempat dua orang pencuri baru saja digantung, lalu Pastor A. de Rhodes diusir (1646). Yoanes Kaspas Kratx, seorang Austria, terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Ia pindah ke Makau, masuk Serikat Jesus dan meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada 1737. Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat diliputi perang dahsyat antara Perancis dan Britania Raya bersama sekutunya masing-masing. Simpati orang Belanda terbagi, ada yang memihak Perancis dan sebagian lagi memihak Britania, sampai negeri Belanda kehilangan kedaulatannya. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Lodewijk atau Louis Napoleon, seorang Katolik, menjadi raja Belanda. Pada tahun 1799 VOC bangkrut dan dinyatakan bubar. Era Hindia-Belanda Perubahan politik di Belanda, khususnya kenaikan tahta Raja Lodewijk, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia. Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Yang diangkat menjadi Prefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen, Pr. Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa menggantikan VOC dengan pemerintah Hindia Belanda. Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun 1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi Katolik dilarang sampai tahun 1891. Van Lith Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, SJ yang datang ke Muntilan pada tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang

menjadi tempat ziarah Sendangsono. Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool di tahun 1900 dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun 1904. Pada tahun 1918 sekolahsekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat. Pada 1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928, yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan Alb. Soegijapranata, SJ. Era Perjuangan Kemerdekaan Albertus Soegijapranata menjadi Uskup Indonesia yang pertama ditahbiskan pada tahun 1940. Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda II. Romo Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia. Mgr. Soegijapranata bersama Uskup Willekens SJ menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus. Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama Katolik, seperti Adisucipto,_Agustinus (1947), Ignatius Slamet Riyadi (1945) dan Yos Sudarso (1961). Era Kemerdekaan Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Gereja Katolik Indonesia aktif dalam kehidupan Gereja Katolik dunia. Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965). Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada 1970. Kemudian tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan DIY), Maumere (Flores) dan Dili (Timor Timur).

Penyebaran Agama Khatolik di Daerah Kupang Kekuatan Katolik dan Protestan merupakan dua pilar yang membentuk konfigurasi kehidupan di Nusa Tenggara Timur. Khususnya di kupang dan sekitarnnya.

Portugis dan Belanda Terbentukmya segregasi wilayah berdasarkan agama tak bisa dilepaskan dari sejarah pendudukan bangsa Portugis dan Belanda di wilayah ini. Kehadiran Portugis pada abad ke-16 membawa serta pengaruh agama Katolik dan kedatangan bangsa Belanda membawa agama Protestan di wilayah yang dulu termasuk dalam gugusan Sunda Kecil ini. Keberhasilan Portugis merebut Malaka pada tahun 1511 berpengaruh pada wilayah-wilayah Nusantara bagian timur, termasuk NTT. Meski tidak diketahui kapan persisnya agama Katolik mulai berkembang, tetapi ketika tahun 1556 Portugis tiba pertama kali di Solor, Pater Antonio Tavera OP telah membaptis 5.000 orang di Timor, juga di Ende, Larantuka, dan Lewonama di Flores. Pengaruh Portugis dalam penyebaran agama Katolik mulai terlihat ketika misi Katolik mulai diatur dengan kehadiran Uskup Pertama Jorge de Santa Luzia OP di Malaka tahun 1561. Portugis mengirimkan tiga orang misionaris Dominikan pertama ke Solor. Tahun 1566 Pastor Antonio da Cruz membangun sebuah benteng di Solor dan sebuah Seminari di dekat kota Larantuka. Dari Solor dan Larantuka inilah kemudian agama Katolik berkembang di Flores dan Timor. Di akhir abad ke-16, agama Katolik telah meluas dan mempunyai sekitar 25.000 penganut. Terbesar berada di Solor, Adonara, Flores, dan Ende (Sejarah Gereja Katolik Indonesia, 1974). Sementara itu, perkembangan agama Protestan secara luas baru terjadi setelah Belanda berhasil menggeser kedudukan Portugis di Kupang. Pada tahun 1701, untuk pertama kali di Kupang didirikan sekolah dasar dan persatuan jemaat Kristen oleh pendeta keliling. Pusat agama Kristen mula-mula di Bau-bau kemudian pindah ke Kupang. Sejak itu wilayah NTT di bagian selatan banyak dikuasai oleh Zending gereja Protestan. Terlebih, kemudian Belanda dengan cerdik mengikat raja-raja di wilayah ini dengan kontrak.

Di samping dua kekuatan agama tersebut, Islam telah pula hadir. Ketika Portugis datang ke NTT, Solor, Alor, Ende, dan Manggarai telah dikuasai orang-orang Islam. Di Alor, pada abad ke-15, telah terdapat perintis Islam yang belajar dari Ngampel, Surabaya. Selain pengaruh Jawa, ada tiga kerajaan Islam yang memberikan warna pada persebaran Islam di NTT, yaitu Bima, Bugis, dan Ternate. Kesultanan Bima mempunyai hubungan erat dengan wilayah bagian barat Pulau Flores, yaitu Manggarai. Menurut JL Gordon (1972), mulai tahun 1600 Manggarai memberikan upeti kepada Sultan Bima. Kesultanan Bima bersaing dengan Kerajaan Gowa Makassar dalam memperebutkan pengaruh dan penguasaan ekonomi. Bagi Bugis/Makassar, kepentingan perdagangan menjadi alasan utama penguasaan wilayah ini. Sementara itu, bagi Kesultanan Ternate, NTT merupakan wilayah penting untuk menunjukkan kedaulatannya. Dikotomi etnis-agama Pertautan antara aspek-aspek primordialitas dan politik masih sangat kentara di NTT, terutama dalam memilih kepemimpinan. Biasanya, bentuk hubungan antara aspirasi politik dengan agama dan suku tergantung pada komposisi agama di masing-masing wilayah. "Di NTT, umumnya patronnya boleh dibilang cuma dua dikotomi saja. Kalau tidak suku, maka agama," ungkap ahli komunikasi antaretnis Universitas Nusa Cendana Kupang, Aloysius Liliweri. Ia menjelaskan bahwa di wilayah-wilayah di mana komposisi pemeluk agama hampir berimbang, pertarungan yang terjadi lebih bernuansa agama. Seperti di Kupang, karena perbedaan antara pemeluk agama Katolik dan Protestan nyaris seimbang, pertarungannya lebih terkait dengan adu kekuatan antara kedua pemeluk agama tersebut. ?Namun, di tempat di mana mayoritas dikuasai satu agama, seperti di Ende, misalnya, karena mayoritasnya Katolik, agama tidak memberi warna pada pertarungan politik. Yang mewarnai kontestasi adalah etnik, seperti Lio dan Ende. Kalau di Rote, karena mayoritas penduduknya Protestan, yang bertarung adalah nusak-nusak (wilayah yang mewakili kelompok-kelompok etnik). Di Timor Tengah Utara, karena mayoritas Katolik, tiga wilayah suku yang dulu dibagi Belanda itulah yang bertarung, yaitu Biboki, Insana, dan Miomafo. Kalau di Timor Tengah Selatan pertarungan yang terjadi biasanya antara bekas-bekas kefetoran, seperti Amanuban, Amanatun, dan Mollo. Sementara Protestan tidak memberi warna pada pertarungan wilayah

utara karena jumlahnya sedikit sekali. Kalau di utara umumnya yang berebut pengaruh adalah antara Katolik dan Muslim,? papar Liliweri. Dalam perebutan kepemimpinan di level provinsi, pada umumnya calon-calon menjaga keseimbangan agama pasangan kandidat. Kalau calon gubernurnya Katolik, wakilnya protestan dan kalau calon gubernurnya Protestan, wakilnya Katolik. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari dua kelompok agama tersebut. Politik aristokrasi NTT merupakan sebuah wilayah di mana aristokrasi lokal tumbuh subur dan memiliki peranan besar dalam pengaturan sikap politik masyarakat. Banyaknya kerajaan di sini menjadikan politik lokal memiliki dua sisi. Di satu sisi, banyaknya kerajaan membuat sulitnya terjalin kesatuan politik yang berskala besar karena masing-masing lebih mementingkan komunitas dan etnisitasnya. Di sini lain, kehadiran mereka dapat dimanfaatkan sebagai vote-getter oleh partai politik untuk menarik dukungan dari masyarakat di bawahnya. Banyaknya kerajaan di NTT dapat ditelusuri dari kontrak-kontrak (korte verklaring) antara raja-raja kecil di NTT dan pihak Belanda. Sejak datang ke NTT, Belanda sudah mulai menancapkan kekuasaan monopoli dagangnya lewat cara mengadakan kontrak dengan rajaraja setempat. Pada 2 Juli 1655, misalnya, Belanda telah mengadakan kontrak dengan Raja Amarasi, Sonbai Amabi, dan Kupang. Lalu pada 6 Juni 1755, Belanda meluaskan pengaruhnya lewat kontrak perjanjian dengan raja-raja di Timor, Solor, dan Sumba. Perjanjian yang dikenal sebagai ?Kontrak Paravicini? itu, selain memberikan hak monopoli kepada Belanda, juga untuk mengakui kedaulatan Belanda di wilayah ini. Kemudian, selama kurun 1900-1927 telah ditandatangani 73 kontrak oleh raja-raja setempat guna menjamin monopoli dagang Belanda. "Traktat Paravicini itu sebenarnya politik Belanda yang sangat cerdik untuk mempertahankan pembagian wilayah kekuasaan. Namun, dengan begitu, Belanda mengacaukan suku-suku di sini. Apabila ada raja yang tidak setuju, Belanda akan mengundang orang yang bukan raja dan melantiknya menjadi raja. Konspirasi etnisitas ini memang menaikkan derajat orang-orang kecil, tetapi itu justru salah karena menurunkan

otoritas raja. Di daerah ini, kalau tidak mengakui raja, akhirnya malah bisa menemui kesulitan," papar antropolog Pater Gregor Neonbasu SVD. Kerajaan-kerajaan di NTT pada dasarnya merupakan klen, kesatuan klen atau subetnis. Namun, dari sisi kultural, terutama bahasa dan hukum adat, keseluruhan masyarakatnya bisa dikelompokkan ke dalam beberapa suku bangsa. Van Vollenhoven membagi etnisitas dengan lingkaran hukum adatnya berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Pemerintah HindiaBelanda pada awal abad ke-20. Etnis-etnis itu adalah Orang Mamboro, Sumba, dan Waingapu yang tinggal di Pulau Sumba; Orang Manggarai, Ngada, Riung, Nagekeo, Lio, Ende, Sikka dan Larantuka, Solor dan Lomblen yang berada di Pulau Flores dan sekitarnya; Orang Alor dan Pantar; Orang Kupang, Atoni, Merae dan Belu yang tinggal di Pulau Timor; Orang Rote; dan Orang Sabu. Meski tetap punya pengaruh dalam mendorong sentimen etnis, dalam perebutan kekuasaan lokal sentimen subetnik dan agama lebih banyak bermain. (BAMBANG SETIAWAN/ Litbang)

Duapuluh lima tahun yang lalu, ketika Uskup Agung Kupang, Mgr Gregorius Monteiro, SVD menginjakkan kakinya di tanah bungtilu, pulau Semau. Pada saat itu pulau semau adalah pulau protestan, dan tak seorang pun yang boleh beragama lain yang tinggal di tempat ini. Kedatangan Bapa Uskup ke tempat itu adalah demi memenuhi undangan dari sebuah keluarga yang secara diam-diam telah bersimpati terhadap katolik dan akhirnya memilih untuk menjadi orang katolik. Tersebutlah, Bapak Melkianus Bela adalah seorang penatua dalam suatu jemaat di Akle Semau Selatan. Pada suatu ketika ia mengalami konflik dengan jemaatnya perihal keuangan jemaat. Bapak Melki ini saking jengkelnya terhadap jemaat, beliau tidak mau mengikuti kegiatan jemaat. Setiap hari Minggu ia hanya tinggal di kebun, sementara orang-orang lain pergi ke gereja untuk mengikuti ibadat. Satu-satunya teman penghibur Melki ini adalah radio mini yang disetel untuk menangkap siaran dari Kupang. Pada suatu hari iseng-iseng memutar gelombang radio, ia menemukan suara orang berdoa, menyebut-nyebut Tuhan Yesus namun menyinggung juga dengan ibunya Maria. Orang di gereja saya tidak biasa menyamakan Yesus dengan Ibunya, pikir Melki. Bagaimanapun

juga Yesus itu Tuhan, sedangkan Maria itu manusia biasa seperti orang kebanyakan di kampung. Hari demi hari ia semakin tertarik dengan doa Angelus yang selalu dikumandangkan dari Radio Verbum itu, setiap jam enam pagi jam duabelas siang hingga jam enam sore. Ia semakin tertarik. Mungkin ada kristen yang lebih menarik. Ia mengikuti doa-doa itu setiap hari., hingga suatu hari ia ingin mencari tahu apa katolik itu. Sepengetahuannya, di utara ada orang yang beragama katolik itu, seorang perantauan dari Solor yang menetap di Otan. Orang itu ditemuinya. Bapak Yoseph menerima Melki dengan penuh ragu walaupun cukup respek. Ia ragu benarkah orang ini tertarik dengan iman katolik atau semata karena kecewa dengan sikap jemaatnya? Melki dianjurkan untuk sendiri datang ke Kupang menemui orang-orang penting seperti Pastor paroki di Katedral atau Bapak Uskup Agung Kupang. Dengan modal nekad, Melki turun ke Kupang, dan menemui Bapa Uskup Gregorius Manteiro. Uskup menerimanya dengan sikap kebapaan. Melki, Melki, pulang dan kau belum bisa masuk katolik sekarang. Belajar banyak dulu untuk menjadi katolik, sambil memberikan oleh-oleh sebuah buku doa harian. Meskipun senang Melki pulang dengan kecewa. Ia pikir di Kupang ini ia akan diterima dengan resmi menjadi Katolik. Ternyata tidak. Ia kembali ke Semau dengan segala pergulatan batinnya. Namun sekali berlangkah ia tak mau mundur. Ia mengajak anak dan isterinya untuk tidak ke gereja namun setiap hari minggu mendoakan salam maria di kebunnya. Sikapnya yang menarik diri dari jemaat ini mengundang kecurigaan dari masyarakat. Mereka menganggap Melki telah menganut suatu ajaran sesat. Maka pada suatu hari Melki ditangkap dan diadili seturut pengadilan desa. Dia dipukuli dan dipaksa untuk mengaku bahwa dia telah melakukan ajaran sesat dan berusaha untuk membujuk banyak orang untuk meninggalkan agama kristen. Kembali ke rumah dengan babak belur, Melki bukannya jera. Ia malah mencari bantuan ke Kupang. Mendatangi orang-orang katolik yang dikenalnya sebagai pembesar-pembesar kota waktu itu. Dan ia mendapatkan dukungan. Pendeta yang mengadili dia tempo hari akhirnya dipindahkan dari Semau.

Tapi, bapa uskup belum juga menerima dia sebagai orang katolik. Hingga akhirnya pada suatu ketika di Oktober 1985 yang gersang, bapa uskup berkenan mengabarkan berita gembira ini, beliau akan turun ke semau selatan, mengunjungi Melki dan saudara-saudaranya yang telah memilih untuk menjadi katolik. Siang yang terik mendaratkan Uskup Agung di Akle, Semau Selatan. Kedatangan Bapa uskup lantas disongsong dengan hujan deras. Namun disambut dengan tangis kegembiraan. Bapa uskup diarak berjalan kaki dari pelabuhan menuju kampung Akle. Pada tempat Bapa uskup beristirahat dan minum, didirikan sebuah kapel sekarang menjadi Kapel Santu Thomas Rasul. Sekarang umat semakin bertambah banyak. kebanyakan dari mereka adalah pindahan dari kristen protestan. Perkembangan umat secara kuantitas dan kualitas di Semau ini tak terlepas dari peranan besar Romo Yustinus Phoa dan Romo Piet Olin. Kedua Romo ini pernah menjabat sebagai Kepala Paroki St. Gregorius Agung Oeleta Kupang, di mana wilayahnya meliputi bagian barat Kota Kupang dan pulau Semau.
Ketika kau datang ke Semau nanti, kau akan mendapati empat kapel besar di sana, di Uitao, Akle, Uitiuhtuan, dan Naok. Dua orang putera kelahiran Semau pun telah memilih untuk menjadi imam. Frater Yarid Kornelis Munah sekarang berada di jenjang terakhir pendidikan di Seminari Tinggi Santu Mikhael Kupang, dan insya Allah akan ditahbiskan menjadi imam pada tahun 2011. Sedangkan seorang lagi kini berada di Tingkat II Seminari Tinggi Yerusalem Baru Papua, sebagai calon imam untuk Keuskupan Agung Merauke. Selamat berpesta perak, wahai saudara-saudariku di Semau

Anda mungkin juga menyukai

  • Perlengkapan JOMC
    Perlengkapan JOMC
    Dokumen2 halaman
    Perlengkapan JOMC
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Jembatan Helix Singapura
    Jembatan Helix Singapura
    Dokumen16 halaman
    Jembatan Helix Singapura
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • BAB I Baru
    BAB I Baru
    Dokumen5 halaman
    BAB I Baru
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • BAB II Bru
    BAB II Bru
    Dokumen78 halaman
    BAB II Bru
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen2 halaman
    TUGAS
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Isi Laporan (Repaired)
    Isi Laporan (Repaired)
    Dokumen17 halaman
    Isi Laporan (Repaired)
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen17 halaman
    Bab Iii
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Data Jumlah Kendaraan
    Data Jumlah Kendaraan
    Dokumen5 halaman
    Data Jumlah Kendaraan
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Surat
    Surat
    Dokumen11 halaman
    Surat
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • 1.1 Peta Administrasi PDF
    1.1 Peta Administrasi PDF
    Dokumen1 halaman
    1.1 Peta Administrasi PDF
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • COBA RUN LAG Yang Di Pakai
    COBA RUN LAG Yang Di Pakai
    Dokumen171 halaman
    COBA RUN LAG Yang Di Pakai
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Cover - ALBUM PETA - LABAJO PDF
    Cover - ALBUM PETA - LABAJO PDF
    Dokumen2 halaman
    Cover - ALBUM PETA - LABAJO PDF
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen42 halaman
    Bab Iii
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Plasma
    Daftar Isi Plasma
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Plasma
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Pelelangan Umum Secara Pascakualifikasi Metode Dua
    Pelelangan Umum Secara Pascakualifikasi Metode Dua
    Dokumen16 halaman
    Pelelangan Umum Secara Pascakualifikasi Metode Dua
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • AKTIVITAS
    AKTIVITAS
    Dokumen1 halaman
    AKTIVITAS
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Tugas MK
    Tugas MK
    Dokumen11 halaman
    Tugas MK
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Tugas MK
    Tugas MK
    Dokumen9 halaman
    Tugas MK
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Perencanaan Proyek Bendung Wae Tawa Dengan Metode CPM (Critical Path Methode)
    Perencanaan Proyek Bendung Wae Tawa Dengan Metode CPM (Critical Path Methode)
    Dokumen1 halaman
    Perencanaan Proyek Bendung Wae Tawa Dengan Metode CPM (Critical Path Methode)
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Kliping Transportasi
    Kliping Transportasi
    Dokumen8 halaman
    Kliping Transportasi
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 3
    Kelompok 3
    Dokumen25 halaman
    Kelompok 3
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen8 halaman
    Book 1
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Bali UderPass
    Bali UderPass
    Dokumen9 halaman
    Bali UderPass
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Bali UderPass
    Bali UderPass
    Dokumen9 halaman
    Bali UderPass
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Uas Baja
    Uas Baja
    Dokumen8 halaman
    Uas Baja
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat
  • Presentation1 BAJA 1 Fix
    Presentation1 BAJA 1 Fix
    Dokumen31 halaman
    Presentation1 BAJA 1 Fix
    Ardilos Raynold Cornelis
    Belum ada peringkat