Anda di halaman 1dari 43

Senin, 12 April 2010

Askep Ca Cervix
MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS CA CERVIX Oleh : Heru Cahyadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ca cervix atau kanker leher /mulut rahim merupakan jenis penyakit kanker yang paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahun. Kanker leher /mulut rahim ini menduduki urutan nomor dua penyakit kanker didunia bahkan sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia di diagnosa menderita kanker mulut rahim dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahun (Depkes RI, 2008). Diperkirakan pada tahun 2010 kanker leher /mulut rahim menjadi penyebab utama mortalitas diseluruh dunia dan pada tahun 2030 diperkirakan terjadi kasus kanker baru sebanyak 20 hingga 26 juta jiwa dan 13 hingga 17 juta jiwa meninggal akibat kanker leher rahim. Peningkatan angka kejadian kanker diperkirakan sebesar 1% per tahun. Pada tahun 2008 disampaikan dalam world cancer report bahwa terjadi 12 juta jiwa pasien yang baru didiagnosis kanker mulut rahim (ca servix). Sekitar 80% kasus kanker mulut rahim terjadi pada wanita yang hidup berkembang. Di Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker mulut rahim per 100.000 penduduk. Kanker mulut rahim adalah kematian nomor satu yang sering terjadi pada wanita Indonesia. Setiap wanita tanpa memandang usia dan latar belakang beresiko terkena kanker mulut rahim. Sebagai kalangan mahasiswa kesehatan selayaknya mengetahui bahaya ca cervix bagi kehidupan manusia, yang bisa mengancam jiwa manusia itu sendiri. Sebagai mahasiswa kesehatan sepatutnya mampu mengidentifikasi tanda dan gejala dari ca servix serta dapat bertindak dalam memberikan pelayanan terbaik pada pasien yang menderita ca cervix khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan di rumah sakit. BAB 2 KONSEP CA CERVIX 2.1 Pengertian Kanker leher rahim atau carcinoma cervix adalah keganasan dari serviks yang ditandai dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir atau vagina, tetapi gejala tersebut tersebut tidak muncul sampai tingkat lanjut, dimana tanda dan diagnosa pasti bisa ditegakkan dengan menggunakan pap smear(Zhukmana, 2009). Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997). 2.2 Etiologi

Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui (idiopatik). 2.3 Faktor Predisposisi 1. Status perkawinan Insiden terjadi lebih tinggi pada wanita yang menikah, terutama gadis yang coitus pertama (coitarche) pada usia < 16 tahun. Insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jarak persalinan terlampau dekat. 2. Golongan sosial ekonomi rendah Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh. 3. Hygiene dan sirkumsisi Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma. 4. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks. 5. Infeksi virus Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dam virus papiloma atau virus kondiloma akuminta diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks 6. Sering berganti-ganti pasangan. Akan meningkatnya resiko terpapar HPV 7. Jumlah kehamilan dan partus Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks. 8. Insiden meningkat pada pasangan dengan laki-laki yang tidak bersunat 9. Kebiasaan merokok ataupun terpapar karsinogen. 10. Penyakit menular seksual. 11. Memiliki kebiasaan sex yang menyimpang. 12. Menggunakan pil KB lebih dari 4 tahun menaikkan resiko 1,5 2,5 kali. 13. Kekurangan vitamin C, asam folat, retinol dan vitamin E. 2.4 Tanda Dan Gejala Gejala kanker leher /mulut rahim pada stadium dini : Kadang-kadang terjadi pendarahan Pendarahan setelah berhubungan intim Munculnya keputihan : makin lama, makin berbau busuk, diakibatkan infeksi dan nekrosis jaringan Perdarahan setitik pasca senggama dan pengeluaran cairan encer dari vagina, atau perdarahan kontak yaitu perdarahan yang dialami setelah senggama, merupakan gejala Ca Serviks (75-80%) Gejala kanker leher /mulut rahim pada stadium lanjut : Hilangnya nafsu makan dan berat badan Nyeri perut bawah, panggul dan punggung : ditimbulkan oleh infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Perdarahan spontan : perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan makin

lama makin sering terjadi, terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pendarahan dari saluran kencing dan anus Keluarnya feaces menyertai urin melalui vagina Anemia : terjadi akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Pebengkakan pada kaki Gagal ginjal : infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi total. 2.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Sitologi/Pap Smear (Prostatic Acid Phosphate) Keuntungan : Murah dan dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat. Kelemahan : Tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi 2. Schillentest Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna. 3. Kolposkopi Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan : dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy. Kelemahan : hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat. 4. Kolpomikroskopi Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali. 5. Biopsi Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya 6. Konisasi Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput sendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan para serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas. 7. Pemeriksaan secara radiologis (CT Scan dan MRI) untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran lokal dari ca tersebut. 8. Servikografi 9. Gineskopi 10. Pap net/pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive 2.8 Penatalaksanaan Bagi pasien yang terdiagnosa mengalami perubahan abnormal sel sejak dini, maka dapat dilakukan beberapa hal seperti : 1. Pemanasan, diathermy atau dengan sinar laser. 2. Cone biopsi, yaitu dengan cara mengambil sedikit dari sel-sel servix termasuk sel yang mengalami perubahan. Tindakan ini memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti untuk memastikan adanya sel-sel yang mengalami perubahan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh ahli kandungan. Jika perjalanan penyakit telah sampai pada tahap pre-kanker dan kanker servix telah dapat diidentifikasi, Maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk penyembuhannya, antara lain : 1. Operasi atau hysterectomy yaitu dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta leher rahimnya.

2. Radioterapi yaitu dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi yang dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.

Penanganan CA Cervix
IKLAN1 Penanganan CA Cervix

Stadium dini dari CIN dapat dilakukan pengangkatan seluruhnya dengan biopsi kerucut, atau dibersihkan dengan laser, kauter atau dengan bedah beku, tindakan lanjut yang teratur dan sering dilakukan untuk memantau kekambuhan lesi perlu dilakukan setelah penanganan dengan cara-cara ini.

Pada tingkat klinis (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar lase, kecuali bila yang menangani adalah ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak.

Jika wanita tersebut merencanakan untuk tidak mempunyai anak lagi, maka dipilih penanganan dengan histerektomi yang dilanjutkan dengan tindak lanjut berupa pemeriksaan berkala dan pemeriksaan pap smear.

Penanganan karsinoma serviks infasif dapat berupa radioterapi atau histerektomi radikal dengan mengangkat uterus, tuba, ovarium, sepertiga ats dari vagina dan kelenjar limfe panggul, jika kelenjar limfe aorta juga terkena maka juga diperlukan kemoterapi. Prognosis setelah dilakukan pengobatan kanker serviks akan makin baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini, tingkat harapan kesembuhan dapat mencapai 85 % untuk stadium I, 50%-50% untuk stadium II, 30% untuk stadium III dan 5-10% untuk stadium IV.

Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan kontra indikasi, aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A (setinggi 2 cm dari oue dan sejauh 2 cm dari sumbu uterus)tanpa penambahan penyinaran luar dapat dilakukan.

Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif, bila kedalaman invasif kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas dan tidak melibatkan pembuluh darah atau limfe, penangananya dilakukan seperti pada KIS di atas.

Pada klinik Ib. Ib occ. Dan Iia dilakukan histerektomi tadikal dengan limfadenektomi panngul. Paska bedah biasanya dilanjutkan penyinaran, tergantung ada/tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.

Pada tingkat Iib,III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim ke pusat penaggulangan kanker.

Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemotherapi dapat dipertimbangakan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan lengkap dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas padan panggul, bilamana prosesnya sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakuakn, harus dipilih khemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi, untuk ini tak digunakan sitostastika tunggal tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polokhemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tidak memungkinkan atau proses penyebarannya sudah lanjut maka dipilih polikhemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi.

Kemoterapi

Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zatzat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.

Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.

Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.

Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :

1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.

2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.

3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.

4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.

Pola pemberian kemoterapi

Kemoterapi Induksi

Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.

Kemoterapi Adjuvan

Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).

Kemoterapi Primer

Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.

Kemoterapi Neo-Adjuvan

Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.

Cara pemberian obat kemoterapi.

Intra vena (IV)

Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.

Intra tekal (IT)

Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.

Radiosensitizer

yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.

Oral

Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran, Alkeran, Myleran, Natulan, Purinetol, hydrea, Tegafur, Xeloda, Gleevec.

Subkutan dan intramuskular

Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.

Topikal

Intra arterial

Intracavity

Intraperitoneal/Intrapleural

Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.

Tujuan pemberian kemoterapi.

Pengobatan.

Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.

Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.

Mengurangi komplikasi akibat metastase.

Persiapan dan Syarat kemoterapi.

Persiapan

Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi:

a) Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.

b) Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.

c) Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin meningkat.

d) Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)

e) EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).

Syarat

a) Keadaan umum cukup baik.

b) Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi, informed concent.

c) Faal ginjal dan hati baik.

d) Diagnosis patologik

e) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.

f) Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.

g) Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000 /mm, trombosit > 150 000/mm.

Efek samping kemoterapi.

Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :

1. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.

2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.

3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.

4. Effek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.

Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.

Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.

Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal.

Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.

Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena pump failure, fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :

1. Nyeri kronik berhubungan dengan pertumbuhan tumor.

2. Nyeri akut berhubungan dengan aktual atau potensual kerusakan jaringan akibat metastase tumor.

3. PK: Perdarahan

4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

5. Mual berhubungan dengan kemotherapi

Daftar Pustaka

Bulecheck, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, USA

Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan Classification, Philadelpia

Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Saifudin, A. dkk, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta.

Wiknjosastro, H. dkk, 2002, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta.

Wiknjosastro, H.dkk, 1999, Ilmu Kandungan, YBP-SP, Jakarta.

WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care, fifth Edition.

Makalah Komunikasi "Pemeriksaan Laboratorium untuk CA Serviks"


KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK CA SERVIKS Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirny penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Pontianak, 17 Juni 2011 Penulis DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karsinoma serviks, walaupun saat ini telah terjadi perbaikan bermakna dalam diagnosis dini dan terapi, masih merupakan salah satu penyebab tersering kematian terkait kanker pada perempuan, terutama di negara yang sedang berkembang. Melalui makalah ini, kami mencoba untuk memberikan pengetahuan tentang pemeriksaan laboratorium CA Serviks. B. Tinjauan Pustaka Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia baik di antara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker. Kejadiannya hampir 27% di antara penyakit kanker di Indonesia. Namun demikian lebih dari 70% penderita datang memeriksakan diri dalam stadium lanjut, sehingga banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan dan diobati. Serviks harus berfungsi sebagai sawar terhadap masuknya udara dan mikroflora saluran vagina normal, tetapi juga memungkinkan keluarnya darah haid dan menahan tumbukan ringan selama hubungan kelamin dan trauma persalinan. Tidak mengherankan bahwa serviks sering menjadi sarang penyakit. Untungnya sebagian besar lesi serviks merupakan peradangan yang relatif banal (servisitis), tetapi serviks juga merupakan tempat salah satu

kanker tersering pada perempuan: karsinoma sel gepeng. Karsinoma serviks dahulu merupakan bentuk kanker tersering pada perempuan diseluruh dunia. Baru 50tahun lalu karsinoma ini memiliki posisi yg sama di amerika serikat, tetapi penerapan yang luas pemeriksaan penapisan papanicolaou (sitologik) terhadap perempuan secara drastis telah menurunkan insidensi tumor invasif menjadi sekitar 12:900 kasus baru pertahun dengan angka kematian sekitar 4400 (perkiraan 2001). Sebaliknya insidensi neoplasia intraepitel serviks (cervical intraepithelial neoplasia, CIN) meningkat ke tingkatnya yg sekarang sebesar 50.000 kasus per tahun. Perlu ditekankan disini bahwa sebagian besar karsino sel gepeng serviks berasal dari kelainan epitel prekursor yang disebut sebagai CIN. Namun, tidak semua kasus CIN berkembang menjadi kanker invasif. Epidemiologi dan patogenesis. Insidensi CIN memuncak pada usia sekitar 30 tahun, sedangkan untuk karsinoma invasif adalah sekitar 45 tahun. Jelaslah bahwa lesi prakanker memerlukan waktu bertahun-tahun, untuk berkembang menjadi karsinoma yang nyata. Penelitian epidemiologi di seluruh dunia menegaskan bahwa infeksi HVP adalah faktor penting dalam perkembangan kanker servikal (Bosch et al, 1995). Lebih dari 20 tipe HVP yang berbeda mempunyai hubungan dengan kanker servikal. Penelitian memperlihatkan bahwa perempuan dengan HVP-16, 18, dan 31 mempunyai angka Neoplasia Intraepitelial Servikal (CIN) yang lebih tinggi (CancerNet, 2001) BAB II PEMBAHASAN A. Gejala dan Faktor Di mana Letak Leher Rahim? Leher rahim adalah bagian bawah rahim yang menonjol ke dalam kelamin wanita. Di tempat ini sering terjadi kanker yang disebut kanker serviks. Bagaimana Gejalanya? Kanker serviks pada stadium dini sering tidak menunjukkan gejala atau tanda-tandanya yang khas, bahkan tidak ada gejala sama sekali. Gejala yang sering timbul pada stadium lanjut antara lain adalah: Pendarahan sesudah melakukan hubungan intim. Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita. Pendarahan sesudah mati haid (menopause). Pada tahap lanjut dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau atau bercampur darah, nyeri panggul atau tidak dapat buang air kecil. Apakah penyebabnya? Lebih dari 95 % kanker serviks berkaitan erat dengan infeksi HPV (Human Papiloma Virus) yang dapat ditularkan melalui aktivitas seksual. Saat ini sudah terdapat vaksin untuk mencegah infeksi HPV khususnya tipe 16 dan tipe 18 yang diperkirakan menjadi penyebab 70% kasus kanker serviks di Asia. Apa saja yang menjadi faktor resikonya? Beberapa faktor risiko terkena kanker serviks antara lain: Mulai melakukan hubungan seksual pada usia muda. Sering berganti-ganti pasangan seksual. Sering menderita infeksi di daerah kelamin. Melahirkan banyak anak. Kebiasaan merokok

(risiko dua kali lebih besar). Defisiensi vitamin A, C, E. Faktor resiko penting terjadinya CIN dan karsinoma invasif adalah sebagai berikut: 1. Usia dini saat memulai berhubungan kelamin 2. Memiliki banyak pasangan seksual 3. Pasangan laki-laki memiliki riwayat banyak memiliki pasangan 4. Infeksi persisten oleh virus papiloma manusia "resiko tinggi" Banyak faktor risiko lain dapat dikaitkan dengan keempat faktor di atas, termasuk peningkatan insidensi pada kelompok sosioekonomi lemah, jarangnya timbul pada perawan, dan keterkaitan dengan perempuan yang sering hamil. Faktor ini menunjukkan secara kuat kemungkinan penularan seksual suatu agen penyebab, dalam hal ini HPV (Human Papiloma Virus) Meskipun banyak perempuan mengandung virus ini, hanya sebagian yang menderita kanker, yang mengisyaratkan bahwa faktor lain berpengaruh pada risiko kanker. Di antara berbagai faktor risiko yang sudah dipastikan adalah merokok dan imunodefisiensi eksogen atau endogen. Sebagai contoh, insidensi karsinoma in situ meningkat sekitar lima kali lipat pada perempuan yang terinfeksi oleh virus imunodefisiensi manusia jika dibandingkan dengan kontro Kanker servikal ini sebagian besar (90%) adalah karsinoma sel skuamosa dan sisanya (10%) adalah adenokarsinoma. tipe lain yang jarang adalah karsinoma sel adenoskuamosa, karsinoma sel terang, melanoma maligna, sarkoma, dan limfoma maligna Karsinoma serviks tersering adalah karsinoma sel gepeng (75%), diikuti oleh adenokarsinoma dan karsinoma adenoskuamosa (20%) serta karsinoma neuroendokrin sel kecil (kurang dari 5%). Dengan pengecualian tumor neuroendokrin, yang perilakunya selalu agresif, karsinoma serviks dibagi menjadi derajat 1 hingga 3 berdasarkan diferensiasi sel dan stadium 1 hingga 4 berdasarkan penyebaran klinis. Pada wanita lansia, suatu cairan yang berdarah biasanya dijumpai akibat karsinoma serviks. Dan pada tahap akhir dari penyakit ini, cairan tersebut berbau busuk. B. Diagnostik Sebagian besar kematian sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan tes atau pemeriksaan secara berkala. Pemeriksaan direkomendasikan dimulai pada usia 21 tahun atau dalam waktu tiga tahun setelah aktif secara seksual. Berikut adalah 2 jenis pemeriksaan untuk kanker

serviks: 1. Tes Pap Smear Dalam tes Pap smear, dokter akan mengambil sampel dari jaringan serviks untuk kemudian menganalisanya di laboratorium. Tes Pap smear dapat mendeteksi sel abnormal di serviks. Seseorang dianggap memiliki prakanker ketika sel-sel abnormal hanya berada di lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi jaringan yang lebih dalam. Jika tidak diobati, sel abnormal dapat berubah menjadi sel-sel kanker yang dapat menyebar ke dalam serviks, vagina bagian atas, dan bagian lain dari tubuh. Tahap prakanker umumnya tidak mengancam jiwa dan biasanya membutuhkan pengobatan rawat jalan saja. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Kapan melakukannya? Pemeriksaan PAP SMEAR dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid atau sesudah petunjuk dokter. Bagi perempuan yang sudah menikah atau sudah melakukan hubungan seksual, lakukanlah pemeriksaan PAP SMEAR setahun sekali. Segera mungkin melakukan pemeriksaan PAP SMEAR dan jangan menunggu sampai timbul gejala. Bagaimana pemeriksaan dilakukan? Pemeriksaan PAP SMEAR dilakukan di atas kursi periksa kandungan oleh dokter atau bidan yang sudah dilatih, dengan menggunakan alat untuk membantu membuka kelamin wanita. Ujung leher diusap dengan spatula untuk mengambil cairan yang mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini kemudian diperiksa jenis sel-selnya di bawah mikrosop. Apabila hasil pemeriksaan posirif (terdapat selsel yang tidak normal), harus segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli kandungan. 2. Tes DNA HPV Dokter juga dapat menggunakan tes laboratorium yang disebut tes DNA HPV untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi salah satu dari 13 jenis HPV (Human papillomavirus) yang bisa menyebabkan kanker serviks. Seperti tes Pap smear, tes DNA HPV melibatkan pengumpulan sel-sel dari serviks untuk pengujian laboratorium. Tes DNA HPV bukan merupakan engganti tes Pap smear. Tes ini umumnya juga tidak digunakan untuk perempuan berusia di bawah 30 tahun dengan hasil tes Pap smear normal. Kebanyakan infeksi HPV pada wanita kelompok usia ini dapat bersih dengan sendirinya dan tidak terkait dengan kanker serviks. Untuk mendeteksi ada tidaknya sel abnormal pada servik dapat juga di lakukan pemeriksaan dengan metode servikografi. Servikografi merupakan metode fotografik yang digunakan untuk merekam gambar servik. Uji ini dapat dilakukan bersama dengan pulasan Ppap, kolposkopi, dan atau pemeriksaan ginekologik rutin. Pemeriksaan pulasan Pap mendeteksi adanya perubahan selular; sedangkan servigram merupakan alat yang lebih sensitif untuk mendeteksi adanya kanker servikal. Uji ini dapat mengidentifikasi beberapa lesi kanker yang tidak terjangkau dengan pulasan Pap. Masalah Klinis Temuan Abnormal: Kanker serviks, kanker serviks invasif. Prosedur - Makanan dan cairan tidak dibatasi. - Klien diletakkan pada posisi litotomi. - Asam asetat (5%) diusapkan pada area servikal. - Patograf serviks dilakukan - Yodium cair diusapkan pada serviks; kemudian difoto. - Pulasan endoserviks dan dioleskan pada kaca objek Faktor yang memperngaruhi hasil

Diagnostik Mukus serviks yang tidak dibersihkan dari serviks sebelum pengolesan asam asetat dan fotografi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Kritik dan Saran DAFTAR PUSTAKA -Kumar cotran, robbins. 2007. Robbins basic pathology. Jakarta: Kedokteran EGC -Lefever Kee, Joyce. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Jakarta: Kedokteran EGC -McCarty wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Kedokteran EGC - Gibson, John. 1992. Diagnosa Gejala Penyakit. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica -http://oketips.com/4660/tips-sehat-2-pemeriksaan-untuk-mendiagnosa-kanker-serviks/ -http://deddyhendrawan07.wordpress.com/2008/09/05/makala/ -http://icmicmi.blogspot.com/2011/06/kata-pengantar-dengan-memanjatkan-puji.html

A. PENGERTIAN Carsinoma cervix adalah adanya pertumbuhan jaringan abnormal pada servix, dimana jaringan itu tumbuh meluas dan biasanya ganas.

B. ETIOLOGI 1. Endogen (berasal dari dalam tubuh) Hormone penunda kehamilan Factor genetic 2. Eksogen Berasal dari luar tubuh yang biasanya bersifat menahun, adanya rangsang dan pencetus ; Karsinoma kimiawi, contohnya adalah obat-obatan Fisika, contohnya adalah radiasi Makanan 3. Gaya hidup / adat / kebiasaan Kehidupan seksual (ganti-ganti pasangan, intercouce) Tidak sirkumcici, adanya hestone yang bersifat karsinogenik Kawin / senggama pada usia kurang dari 17 th / frekuensi sering Persalinan berulang-ulang / banyak anak 4. Penyakit Peradangan Ca. Cervix yang menahun dan higiene yang kurang baik. Contoh adanya peradangan yang disebabkan oleh; Streptococcus Stapilococcus / etrococcus Neisseria gonorhoe Clamida tracomatis Virus herpes simplex tipe2 Human papilona virus / HPV 5. Lingkungan / geografi / rasial Adanya pencemaran lingkungan yang mengandung karsinogen. Di Lebanon wanita muslim terhindar dari resti Ca. Cervix, wanita Yahudi angka kejadiannya rendah. Di AS menunjukkan angka kejadiannya tinggi terutama Negro dan lingkungan prostitusi. Hipotesis lain angka kejadian tinggi pada wanita muslim yang menikah pada pubertas awal. Di India biasanya kawin sangat muda angka Ca. Cervix tinggi (terjadi 5-10 tahun lebih awal). C. PATOLOGI 1. Tempat

85% dari kasus yang terjadidi daerah luar cevix dan 155 terjadi di daerah luar servix. Ca yang terjadi di daerah luar servix dimulai dari persimpangan dan perubahan epitel bersisik dan epital kolumnan (daerah / zona perpindahan). 2. Makroskopik Luka mungkin terjadi; Perlukaan dimulai dari plaque indurasi indurasi yang pecah Luka Eksofitik seperti pertumbuhan bunga. Luka berbentuk tong, hasil dari distensi kanaliscervikalis dalam tumor endo servikalis. 3. Mikroskopik Histologi awal perubahanmngkin dilihat dari 10 th sebelum invasive karsinoma menimbulkan gejala klinik. Pertumbuhan sel ini dimulai dari pertumbuhan sel basal, metosis yang abnormal, dan perubahan lapisan sel. Gradasi dari sel dan hubungan yang abnormal, dan perubahan lapisan sel. Gradasi dari sel dan hubungan yang abnormalantara orang adalah berbeda, status ini dinamakan diplasia. Proporsi dari karsinoma in-situ pertumbuhan progresif ke infasif adalah sel bersisik di dalam endoservix, 85% dari sel disebut adeno karsinoma.

D. TANDA DAN GEJALA 1. Simptoms Serous discharge Perdarahan antar menstruasi / post coitus / di luar siklus Keputihan Perdarahan sentuh Pada stadium lanjut maka disertai ; Perdarahan yang banyak, kerusakan pembuluh darah, anemia, BB turun Bila nekrosis dan terinfeksi, sekret encer dari vagina berbau busuk Nyeri pelvix Fistel retro vaginal yang terjadi incontinensia faecal Fistel vesico vaginal terjadi inkontinensia urin Massa tumor vbila mengisi panggul 2. Sign a Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dianjurkan oleh IFGO (International Federation of Obstetrics and Ginecology) Tingkat 0 : carcinoma in situ Selaput basal masih utuh : disebut juga carcinoma ekstra epitel

Tingkat 1 : carcinoma terbatas pada cervix. Tingkat 1a : carcinoma micro invasive Proses telah menembus selaput basal tapi tidak lebih dari 3mm. Dari selaput tersebut dan tidak banyak tempat (papil invasive tak banyak) dan tidak terdapat sel ganas di pembuluh darah / limfe Tingkat 1b : Proses masih terbatas pada portio tapi suhdah terjadi sel tumor ganas yang lebih jauh dari 1a. Tingkat 1b ,occ ganas. Tingkat 2 : Ca. Menyebar ke 2/3 bagian atas vagina dan pada uterus : proses tidak nyata secara klinis tapi secara histopalogic sudah terjadi invasi sel tumor

Tingkat 2a : Proses sedah menyebar ke vagina dalam batas 2/3 proximal sedangkan parametrium masih bebas dari proses. Tingkat 2b : Proses sudah meluas sampai parametrium tapi belum masuk dinding panggul. Tngkat 3 : Ca. telah menyebar ke dinding pervic1/3 bagian bawah vagina

Tingkat 3a : proses sudah meluas 1/3 distal vagina proses parametria tidak meluas mencapai dinding panggul Tingkat 3b : proses sudah mencapai dinding pada panggul dan tidak terdapat daerah terbebas antara portio dan proses pada dinding panggul tersebut. Tingkat 4 : Ca. telah menyebar ke organ lain.

Tingkat 4a : proses telah mencapai mukosa rectum dan atau vu / sudah keluar dari panggul kecil, metastasis juga belum terjadi Tingkat 4b : terjadi metastasis jauh. b Klisifikasi TNM T TIS TI T1a T1b T2 T2a T2b T3 : Tumor Primer : Karsinoma in situ (ca. Inpraivafive)

: Berbatas tegas pada portio :perluasan pada korpus uteri tidak menjadi persoalan. : Ca. Infasiv yang hanya bisa dipastikan dengan histology : Secara klinis sudah diketahui adanya keganasan. : Proses sudah keluar dari portio tapi tidak mencapai dinding panggul 1/3 distal vagina. : Parametrium sudah bebas dari proses : proses sudah meluas ke parametrium : Proses sudah meluas ke 1/3 distal vagina/dinding panggul dan tidak ada daerah bebas antara dinding panggul dan portio (adanya hidronefrosis/ginjal tidak berfungsi, oleh status diureter dinyatakan T3 walau proses local masih dalam batas-batas kurang dari T3)

T4

: Proses mencapai mukosa rectum / vu / proses sudah keluar dari panggul kecil (pembesaran uterus saja yang keluar dari panggul kecil tidak dapat dimasukkan ke T4.

T4a T4b N Nx

: Proses mencapai mukosa rectum &/ rectum (dinyatakan secara histologik) : Proses sudah keluar dari panggul kecil. : Kelenjar limfe dibawah arteri iliaka komunis : Tdak mungkin dinyatakan adanya kelainan pada kelenjar limfe ; Nx menjadi Nx (+) / Nx (-), jika secara histologi dapat dinyatakan adanya sel tumor ganas / tidak pada kelenjar.

No

: Tidak ditemukan kelainan pada kelenjar limfe dengan cara diagnostik yang ada, teraba masa kelenjar yang tidak dapat digerakkan pada dinding panggul dan terdapat daerah bebas antara masa tersebut dengan tumor pada portio.

M Mo M1 c Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4

: Metastasis jauh : Tidak terdapat metastasis jauh : Terdapat metastasis jauh termasuk kelenjar limfe diatas percabangan arteri iliaka komunis. Pembahian menurut Broders / Grading : Bila lebih dari 75% sel-selnya berdeferensiasi baik. : 50-75% sel-selnya berdeferensiasi baik. : 25-50% sel-selnya berdeferensiasi baik : 0-25% sel-selnya berdeferensiasi baik.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan cytology & cervical smears Grade 1 normal cell Grade 2 beberapa cell yang tidak khas yang menginflamasi yang asli Grade 3 cell yang tidak khas meragukan pada yang asli, displasia. Grade 4 cell yang tidak khas malignant. Grade 5 cell malignan yang sesungguhnya. Pap smears yang merupakan deteksi Ca. yang tradisional bila kurang meyakinkan bisa ditunjang dengan pemeriksaan lain (hendaknya dilakukan satu kali satu tahun / tiga tahun sekali) 2. Schliler Test Vagina dan cervix diolesi dengan solution dari lugals iodine, test ini dapat dilakukan untuk mengetahui apakah lapisan tersebut normal / tidak normal dan dapat menjadi acuan tempat untuk biopsy. Coloscopy

Coloscopy adalah suatu alat seperti microscope berpembesaran rendah dan terdapat sumber cahaya digunakan bila hasil pap smears (+), biasanya yang dinilai dalam coloscopy yaitu: Pola pembuluh darah Jarak antar kapiler Pola permukaan jarum Kegelapan ringan Batas-batas lesi 3. Radioaktive Phsporus Dengan menggunakan probe scintillometer untuk scan cervix. 4. Enzime Test Produksi dari Posphogluconate dehidrogonase dan enzyme lain termasuk dalam carcinoma in situ dan kondisi malignant yang lain 5. Biopsy pada Cervix Digunakan untuk menegakkan diagnosa, dilakukan bila : Ulangan periksaan sitologi papsmears grade 3,4,5. Ada lesi pada cervix Schilers test ditemukan epitelium abnormal Pada coloscopy ada anjuran untuk biopsy Ada enzime aktif dari cervix. F. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Iritasi kronis 2. Faktor lingkungan ; bahan kimia 3. Radiasi ionasi 4. Tembakau 5. pencemaran kimiawi 6. Nutrisi 7. Alcohol 8. perilaku sexual 9. Virus G. PENCEGAHAN 1. Personal Higiene yang baik, terutama daerah genitalia 2. Penggunaan obat yang terkontrol

3. Gaya hidup yang baik 4. Circumcici bagi pasangan 5. lingkungan yang baik 6. Pap smears atau cervical smears Untuk wanita yang aktiv sexualitasnya, satu tahun sekali. Untuk wanita yang biasa, mulai umur 18 tahun, tiap 2 tahun sekali.

Laporan Pendahuluan Kanker Cerviks (Ca Cervix, Definisi, Etiologi, Manifestasi Klinik, Patofisiologi, Asuhan Keperawatan)
Posted July 14, 2011 by jfikriamrullah in Uncategorized. 3 Comments

10 Votes

1. I.

Pengertian

Kanker serviks / kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim / serviks ( bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina ). Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasania menyerang wanita berusia 35 55 tahun. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada sluran servikal yang menuju ke dalam rahim.

1. II.

Etiologi

Kanker serviks terjadi jika sel sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali. Jika sel sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak / ganas. Jika tumor tersebut ganas, maka keadaannya disebut kanker serviks. Penyebab terjadinya kelainan pada sel sel serviks tidak diketahui secara pasti , tetapi terdapat beberapa factor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu : 1. HPV ( Human Papiloma Virus ) HPV adalah virus penyebab kutil genitalis ( kondiloma akuminata ) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56.

1. Merokok Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks. 1. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini 2. Berganti ganti pasangan seksual 3. Suami / pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di bawah 18 tahun, berganti ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks. 4. Pemakaian DES ( dietilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran. 5. Pemakaian pil KB 6. Infeksi herpes genitalis / infeksi klamiidia menahun. 7. Golongan ekonomi lemah ( kerna tidak mampu melakukan pap smear secara rutin ) XII.

Manifestasi Klinik Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan Pendarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80%) Pendarahan yang terjadi di luar senggama (Tingkat II dan III) Pendarahan spontan saat defekasi Pendarahan spontan pervaginaan Anemia akibat pendarahan berulang Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf. Stadium Karsinoma Serviks

1. III.

Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :

Tahapan Lokasi

Deskripsi

Lesi
Tahap 0 Karsinoma in situ Kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat bukti invasi. Ukuran bukan merupakan kriteria Tahap 1 Karsinoma yang hanya benar-benar berada dalam serviks

Makroinvasi Tahap 1A Secara klinis jelas merupakan tahap I Tahap 1B Tahap II Kanker vagina Lesi telah menyebar di luar serviks hingga mengenai vagina (bukan 1/3 bagian bawah) atau area paraservikal pada salah satu sisi atau kedua sisi. Hanya perluasan vagina Perluasan paraservikal dengan atau tanpa mengenai vagina. Tahap IIA Tahap IIB Penyakit nodus limfe yang teraba tidak merata pada dinding pelvis. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua ureter Kanker mengenai 1/3 bagian tersumbat oleh tumor. bawah vagina atau telah Meluas sampai 1/3 bagian bawah vagina meluas ke salah satu atau saja kedua dinding pelvis Metastase karsinoma terisolasi yang diraba pada dinding pelvis. Bukti bahwa karsinoma mengenai kandung kemih tampak pada pemeriksaan sitoskopi atau oleh adanya fistulasi vesiko vagina. Perluasan kandung kemih Tahap IIIB Karsinoma menyebar keluar pelvis sejati ke organ lainnya.

Tahap III

Tahap IIIA

Tahap IV

Perluasan rectal penyebaran jauh 1. IV. Patofisiologi / Pathways

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada waniya umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh : 1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lUmen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. 2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus. 3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desakmendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif.. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, prose keganasan akan berjalan terus. Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.

Pathways

1. V.

Pemeriksaan Diagnostik 1. Pap Smear

Pap smear dapat mendeteksi sampai 90 % kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker servikpun menurun sampai lebih dari 50 %. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual / atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali / tahun. Jika selam 3 kali berturut turut menunjukkan hasil yang normal, pap smear bias dilakukan 1 kali / 2 3 tahun. Hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks : displasia ringan ( perubahan dini yang belum bersifat ganas ) displasia berat ( perubahan lanjut yang belum bersifat ganas ) karsinoma insitu ( kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar )

kanker invasive ( kanker telah menyebar lapisan serviks yang lebih dalam / ke organ tubuh lainnya ) 1. Scan (MRI, CT, Gallium) dan ultrasound Dilakukan untuk tujuan diagnostik identifikasi metastatik dan evaluasi respon pada pengobatan. 1. Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi) Dilakukan untuk diagnosa banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dsb. 1. Penanda tumor Zat yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum (CEA, antigen spesifik prostat, HCG, dll.) 1. Tes kimia skrining 2. HDL dengan diferensial dan trombosit dapat menunjukkan anemia, perubahan pada SDM dan SDP, trombosit berkurang atau meningkat. 3. Sinar X dada

Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer. 1. VI. Penatalaksanaan 1. Pada lesi precursor (lesi intra-epitel squamosa) tingkat rendah atau tingkat tinggi ditemukan maka pengangkatan non bedah konservatif, kriterapi (pembekuan dengan oksida nitrat) atau terapi laser, konisasi (pengangkutan yang berbentuk kerucut dari serviks). 2. Pada kanker servikal invasif dilakukan radiasi atau histerektomi radikal. 3. Pada paisen dengan kekambuhan kanker servikal dipertimbangkan untuk menjalani ekstenterasi pelvis dimana bagian besar isi pelvis diangkat. 2. VII. Penyebaran Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah yaitu : 1. Ke arah fornises dan dinding vagina 2. Ke arah korpus uterus. 3. Ke arah paramerium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandungkemih. 4. VIII. Klasifikasi 1. Kanker Serviks Pre-Invasif Klasifikasi yang digunakan saat ini meliputi : 1. CIN I displasia ringan 2. CIN II displasia sedang 3. CIN III displasia berat dan karsinoma insitu Metode yang digunakan untuk mendeteksi CIN adalah papanikolaou (PAP) Test.

PAP test terdiri dari 5 kategori. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Stadium I : Tidak ada sel abnormal Stadium II : Sel epitel diidentifikasi, inflamasi harus diukur. Stadium III : Kecurigaan Sel Abnormal Stadium IV : Sel Malignan karsinoma insitu Stadium V : Sel malignan kanker invasif Kanker Serviks invasif

Terdapat 2 tipe yaitu mikro-invasif dan invasif 1. Karsinoma mikroinvasif Adalah satu atau lebih lesi yang membesar tidak lebih dari 3 mm di bawah membran basal tanpa adanya infasif limfatik atau vaskuler. 1. Karsinoma invasif

Adalah penyebaran karsinoma ke arah lain, kanker serviks invasif tidak menampakkan gejala tunggal yang spesifik, yang terjadi adalah pendarahan yang terjadi saat coitus atau latihan fisik, nyeri hematuria, dan gagal ginjal akibat penyebaran kanker ke kandung kemih dan obstruksi serta pendarahan rektal serta obstruksi bowel. Terapi pembedahan dan radioterapi. 1. Kanker Serviks Lanjut dan Berulang Sekitar 1 dari 3 wanita dengan kanker serviks invasif, mempunyai penyakit berulang atau persisten setelah terapi. 1. IX. Perencanaan Terapi Radiasi 1. Terapi Radiasi Eksternal 1. Perawatan sebelum pengobatan

Kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk prosedur. 1. Selama Terapi Pilihlah kulit yang baik dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik dan deodoran. Pertahankan keadekuatan nutrisi. 1. Perawatan Post Pengobatan Hindari infeksi Laporkan tanda-tanda infeksi Monitor intake cairan dan juga keadekuatan nutrisi. Beri tahu efek radiasi peresisten selama 10-14 hari sesudah pengobatan. Lakukan perawatan kulit dan mulut. 1. Terapi Radiasi Internal 1. Pertimbangan Perawatan Umum Teknik isolasi Membatasi aktivitas 1. Perawatan Pre Insersi Turunkan kebutuhan untuk enema atau BAB, selama beberapa hari. Pasang kateter sesuai indikasi Puasakan malam hari sebelum prosedur dilakukan

Latih nafas panjang, latih ROM Jelaskan tentang pembatasan pengunjung. 1. Selama Terapi Radiasi

Monitor TTV tiap 4 jam Latih ROM aktif dan nafas dalam setiap 2 jam Beri posisi semi fowler Beri makanan berserat dan cairan parenteral s/d 300 ml Kateter tetap terpasang Monitor intake dan output Monitor tanda-tanda pendarahan Beri support mental. 1. Perawatan Post pengobatan

Hindari komplikasi post pengobatan (tromboplebitis emboli pulmonal dan pneumonia)

Hindari komplikasi akibat pengobatan itu sendiri (pendarahan, reaksi kulit, diare, disuria dan distansia vagina) Monitor intake dan output cairan.

1. Teknik Kombinasi Radiasi Eksternal dan Intrakaviter Stadium I dan II : 5000 rad / 5 minggu. Stadium III Stadium IV XIII. Aplikasi radium 6500 rad dengan 2x aplikasi radiasi eksternal :

: Radiasi eksternal seluruh pelvis 2000-3000 rad kemudian 4500-5000 rad. : Hanya radiasi eksternal untuk pengobatan paliative.

Sitostatika dalam Ginekologi

Penggolongan obat sitostatika : 1. Golongan yang terdiri atas obat-obat yang mematikan semua sel pada siklus obatobat non spesifik 2. Golongan obat yang mematikan pada fase tertentu dari mana proliferasi obat fase spesifik.

3. Golongan obat yang merusak semua sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel lebih besar obat-obat siklus spesifik. Macam macam obat : 1. Obat dengan Komponen Alkil (Alkilating Agent) Obat ini melepas alkil dalam selnya, menyebabkan gangguan pembentukan RNA. Obat ini mempengaruhi proliferasi dan interface. Efek toksik adalah : depresi sumsum tulang dengan gejala neutropeni dan trombositopeni dan pengaruh terhadap traktus digestivus dan folikel rambut (alopesia). 1. Obat Anti Metabolit Obat ini mempunyai identitas kimiawi yang sama, akan tetapi menghalangi berfungsinya metabolit tersebut, sehingga akan mengganggu siklus dalam sel. 1. Obat Antibiotik Obat ini berkhasiat spesifik terhadap siklus sel. 1. Obat alkaloid Golongan ini menghentikan proses mitosis pada fase metastasis. 1. Obat Hormon Dasar terapi ini bahwa organ yang dalam keadaan normal, rentan terhadap hormon tertentu, dapat dipengaruhi oleh hormon dari luar. Cara Pemberian Obat 1. Pemberian Oral Obat yang diberikan sebaiknya obat yang larut dalam lemak. Perlu diperhatikan bahwa pemberian obat oral dapat menyebabkan kerusakan sel epitelium sehingga mengakibatkan ulkus yang disertai depresi sumsum tulang. dapat disertai pendarahan. 1. Pemberian Intramuskuler Kurang dianjurkan karena dapat menimbulkan nekrosis, pendarahan lokal yang sukar dihentikan. 1. Pemberian intravena Pemberian intravena dapat dilakukan dengan penyuntikan langsung secara bolus atau per infus. 1. Pemberian intrapleura

Pemberian obat ini bertujuan untuk mengurangi produksi cairan pleura dan membunuh sel kanker. 1. Pemberian intraperitoneal Pemberian ini bertujuan untuk mengurangi cairan asites, obat ini diberikan intraperineum. Syarat Pemberian Sitostatika 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Keadaan umum harus baik Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek samping yang terjadi. Faal ginjal dan hati baik. Diagnosis histopatologik diketahui. Jenis kanker diketahui sensitif terhadap kemoterapi. Hb > 10 gr%. Leukosit > 5000/ml. Trombosit > 100.000/ml.

Selain persyaratan di atas, ada syarat yang harus dipenuhi dalam pemberian pengobatan. 1. Mempunyai pengetahuan sitostatika dan manajemen kanker. 2. Dilengkapi secara sarana laboratorium yang lengkap. Efek toksik yang paling cepat tampak adalah efek pada traktus digestivus yaitu : 1. Gingivitis 2. Diare 3. Rasa mual 4. Muntah 5. Pendarahan usus 6. Anemia 7. Leukopenia 8. Trombositopenia 9. Kenaikan suhu 10. Hiperpigmentasi 11. Gatal gatal 12. Kenaikan kadar ureum dan kreatinin. XII. Pencegahan

Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks yaitu : 1. Mencegah terjadinya infeksi HPV 2. Melakukan pemeriksaan pap smear secara teratur Pap smear ( tes papanicolau ) adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap sel sel yang diperoleh dari apusan serviks. Pada pemeriksaan pap smear, contoh sel serviks diperoleh dengan bantuan sebuah spatula yang dibuat dari kayu / plastik ( yang dibedakan bagian luar serviks ) dan sebuah sikat kecil ( yang dimasukkan ke dalam saluran servikal ).

Sel sel serviks lalu dioleskan pada kaca objek lalu diberi pengawet dan dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksa. 24 jam sebelum menjalani pap smear, sebaiknya tidak melakukan pencucian / pembilasan vagina, tidak melakukan hubungan seksual, tidak berendam dan tidak menggunakan tampon. Pap smear sangat efektif dalam mendeetksi perubahan prekanker pada serviks. Jika hasil pap smear menunjukkan displasia/ serviks tampak abnormal, biasanya dilakukan kalposkopi dan biopsi. Anjuran untuk melakukan pap smear secara teratur : 1. setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun 2. setiap tahun untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual / pernah menderita infeksi HPV / kutil kelamin 3. setiap tahun untuk wanita yang memaaakai pil KB 4. setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia di atas 35 tahun jika 3 kali pap smear berturut turut menunjukkan hasil negatif / untuk wanita yang telah menjalani histerektomi bukan karena kanker 5. sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal 6. sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan pre kanker maupun kanker servik Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya : 1. anak perempuan yang berusia di bawah 18 tahun tidak melakukan hubungan seksual 2. jangan melakukan hubungan seksual pada penderita kutil kelamin/ gunakan kondom untuk mencegah penularan kutil kelamin 3. jangan berganti ganti pasangan seksual 4. berhenti merokok 5. pemeriksaan panggul ( pap smear ) harus dimulai ketika seorang wanita mulai aktif melakukan hubungan seksual / pada usia 20 tahun. Setiap hasil yang abnormal harus diikuti dengan pemeriksaan kolposkopi dan biopsi 6. Identitas Klien 7. Keluhan utama 8. Status kesehatan 1. Gejala yang dirasakan

XIII.

Asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1) 2) Gejala awal Timbulnya gejala faktor yang memperbaiki gejala

3) 4)

faktor yang memperburuk gejala Deskripsi gejala lokasi kualitas kuantitas Efek pada gaya hidup 1. Riwayat Ginekologi

Karakteristik menstruasi Menarche Periode menstruasi terakhir Pengalaman menstruasi Pendarahan tengah siklus Menopause Kontrasepsi Usia pada saat kehamilan pertama Penyakit menular seksual 1. Status Obstetrik P . A.. 2. Riwayat Medis Masa Lalu 1. Penyakit dan Pengobatan 2. Alergi 3. Penyakit masa kanak-kanak dan imunisasi. 4. Penyakit dan pembedahan sebelumnya 5. Kecelakaan atau cedera 6. Perilaku yang berisiko

gaya hidup konsumsi kafein mengonsumsi alcohol obat-obatan praktik seks yang tidak aman

1. Riwayat penganiayaan 2. Riwayat Kesehatan Keluarga 1. Penyakit keturunan 2. Penyakit saat ini dalam keluarga 3. Riwayat penyakit jiwa dalam keluarga 4. Genogram 5. Riwayat psikososial 1. Koping individu Kesadaran diri dan harga diri Penatalaksanaan stress Penyalahgunaan zat 1. Pola kesehatan

Sirkulasi Gejala palpitasi Perubahan tekanan darah

Aktifitas istirahat dan tidur Kelemahan Perubahan pola istirahat dan tidur

Adanya faktor faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur misalnya : nyeri, kecemasan, keringat malam dll

Integritas ego Factor stress ( perubahan peran, pekerjaan )

Cara mengatasi stress misalnya merokok, minum alcohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius dll Masalah tentang perubahan penampilan misalnya alopesia, luka cacat, pembedahan, menyangkal, menarik diri, marah dll

Nutrisi Keluhan mual Muntah Kebiasaan diet buruk : bahan pengawet, zat adiktif

Anoreksia Kekurangan masa otot Perubahan BB Kakeksia Eliminasi Perubahan pola defekasi Perubahan bising usus Distensi abdomen

Neurosensori Pusing Sinkop

Nyeri / kenyamanan Ketidaknyamanan ringan sampai dengan berat dihubungkan dengan proses penyakit

Keamanan Pemajanan terhadap kimia toksik, karsinogen, Ruam kulit Demam ulserasi

Interaksi social Masalah tentang fungsi dan tanggung jawab peran

seksualitas dampak pada hubungan, perubahan fungsi seksualitas

1. Spiritual Agama Praktik agama

1. Pemeriksaan Fisik 1. keadaan umum 2. head to toe 3. Pemeriksaan penunjang 4. Data pendukung lain 5. Kesimpulan 6. Kurangnya pengetahuan mengenai prognosis penyakit dan pengobatannya brehubungan dengan tidak mengenal sumber informasi Tujuan :

B. Diagnosa Keperawatan Intervensi


Klien tercukupi kebutuhan pengetahuan mengenai prognosis penyakit dan pengobatannya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Kriteria hasil : Klien mengungkapkan informasi akurat tentang diagnosa dan aturan pengobatan pada tingkat kesiapan diri sendiri Melakukan dengan benar prosedur yang dilakukan Mampu menjelaskan alasan tindakan

Intervensi : Tinjau ulang tingkat pengetahuan klien tentang prognosa penyakit dan pengobatan

Tanyakan persepsi klien tentang kanker dan pengobatan kanker serta pengalaman klien sendiri / orang lain yang pernah terkena kanker Beri informasi yang jelas dan akurat dengan cara yang nyata

Berikan pedoman antisipasi pada pasien / orang terdekat mengenai protocol pengobatan, terapi, hasil yang diharapkan, kemungkinan efek samping

1. Kecemasan b.d. ancaman kematian, ancaman perubahan status kesehatan, fungsi peran dan pola interaksi Tujuan : Kecemasan hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Kriteria hasil: Klien mengatakan perasaan cemasnya hilang / berkurang Tampak rileks

TTV dalam batas normal

Intervensi : Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya

Beri lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan / menolak untuk bicara Pertahankan bentuk sering bicara dengan pasien, bicara dengan menyentuh pasien Bantu pasien / orang terdekat dalam mengenali dan mengklarifikasi rasa takut

Beri informasi akurat, konsisten mengenai prognosis, pengobatan serta dukungan orang terdekat Jelaskan prosedur bahkan kesempatan untuk bertanya Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang Waspadai tanda depresi 1. Nyeri b.d. penekanan sel kanker pada saraf, kematian sel. Tujuan : Nyeri hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri hilang / berkurang dengan skala nyeri 0 3 Ekspresi wajah rileks TTV dalam batas normal

Intervensi : Tentukan riwayat nyeri : lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan tindakan penghilang yang digunakan Berikan tindakan kenyamanan dasar ( reposisi, gosok punggung, aktifitas hiburan, musik, tertawa dll ) Evaluasi penghilangan nyeri Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. metabolisme tubuh meningkat, nafsu makan turun.

Tujuan : Status nutrisi dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kriteria hasil : Konjungtiva tidak anemis Sclera tidak ikterik BB dalam batas normal Hasil laboratorium dalam batas normal : Hb

Intervensi :

Pantau masukan makanan setiap hari Ukur BB setiap hari / sesuai indikasi Dorong klien untuk makan makanan tinggi kalori, kaya nutrien Ciptakan suasana makan yang menyenangkan Dorong penggunaan tehnik relaksasi, visualisasi sebelum makan Identifikasi adanya mual, muntah, anoreksia Dorong makan sedikit tapi sering Kolaborasi : Pemberian obat obatan sesuai indikasi : fenotiazin, kortikosteroid, vitamin, antasid Pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi : Hb

1. Resiko tinggi infeksi b.d. ketidakadekuatan pertahanan sekunder adanya imunosupresi, supresi sumsum tulang ( efek dari pembatasan dosis baik kemoterpi maupun radiasi, malnutrisi Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kriteria hasil : Tidak ada tanda tanda infeksi TTV dalam batas normal

Hasil laboratorium dalam batas normal : lekosit

Intervensi : Tekankan pada pentingnya hygiene personal, hygiene oral Pantau TTV Berikan perawatan dengan prinsip aseptic Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi Kolaborasi pemeriksaan : kultur Kolaborasi pemberian antibiotik Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : lekosit 1. Resiko tinggi injury b.d. kelelahan, kelemahan fisik. Tujuan : Tidak terjadi injury setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Kriteria hasil : Klien berada pada kondisi yang jauh dari injury Klien atau keluarga dapat mendemonstrasikan tindakan pencegahan diri dari injury.

Intervensi : Kaji mental klien Pantau status neuromuskuler Kaji kemampuan AKS, latihan dan ambulansi Pertahankan lingkungan yang aman Orientasikan terhadap lingkungan sekitar Sediakan peralatan yang dibutuhkan dan tempatkan dalam jangkauan Pertahankan pagar tempat tidur Beri penerangan yang adekuat Bantu klien dalam AKS

1. Gangguan bodi image b.d. adanya bau tidak enak pada vagina. Tujuan : Tidak terjadi gangguan bodi image setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kriteria hasil : Klien mengatakan dapat menerima perubahan pada tubuhnya Klien dapat berinteraksi dengan baik terhadap semua orang Klien dapat menggunakan sistem pendukung keluarga dan masyarakat

Intervensi : Tentukan persepsi klien tentang perubahan citra tubuh Anjurkan mengungkapkan emosi seperti marah, takut, frustrasi, dan cemas Beri umpan balik yang realistik Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam pengobatan Beri reinforcement positif atas usaha-usahanya untuk meningkatkan citra tubuh Kaji respon adaptif Tunjukkan empati Kaji perilaku merusak diri Jaga kebersihan sekitar genitalia Berikan suport mental

1. Perubahan pola sexual b.d. adanya bau tidak enak pada vagina. Tujuan : Pola seksual tidak mengalami perubahan / gangguan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kriteria hasil : Klien/pasangan dapat mengungkapkan penerimaan akan perubahan pola seksual

Intervensi : Jelaskan efek penyakit, kesehatan terhadap fungsi seksual Diskusikan perasaan klien terhadap fungsi seksual Diskusikan masalah tersebut dengan pasangan Beri waktu tersendiri untuk klien membicarakan masalah pola seksual. 1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produksi energi, hipermetabolik Tujuan : Klien tidak mengalami intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kriteria hasil : Klien mampu melakukan aktifitas sesuai kemampuan klien TTV dalam batas normal

Intervensi : Rencanakan tindakan keperawatan yang memungkinkan periode istirahat Buat tujuan aktifitas realistis dengan klien

Dorong klien untuk melakukan aktifitas apa saja bila mungkin ( duduk, berjalan, bangun ) Tingkatkan aktifitas sesuai kemampuan Pantau respon fisiologis terhadap aktifitas Kaji respon TTV tiap 4 jam 1. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d. radiasi, kemoterapi, penurunan imunologis Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Kriteria hasil : Integritas kulit utuh

Intervensi : Kaji kulit dengan efek samping terapi kanker Gunakan air hangat dan sabun ringan waktu mandi Anjurkan klien untuk menghindari mengaruk Ubah posisi / alih baring sesering mungkin Hindari untuk memakai krim apapun kecuali dengan resep dokter Anjurkan klien untuk memakai pakaian lembut dan longgar Kaji efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi Kolaborasi untuk pemberian salep topikal. 1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui rute normal, abnormal, mual, muntah, perdarahan Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Kriteria hasil : Membran mukosa lembab Turgor baik TTV stabil Intake dan output seimbang

Intervensi : Pantau masukan dan haluaran, berat jenis Tinbang BB sesuai indikasi Pantau TTV Evaluasi nadi perifer dan pengisian kapiler Kaji turgor kulit dan kelembapan membran mukosa Dorong peningkatan masukan cairan sesuai toleransi klien

Observasi adanya mual, muntah, perdarahan Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai indikasi Kolaborasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai