Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung congenital merupakan kelainan struktur atau fungsi dari system kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir, walaupun dapat pula ditemukan di kemudian hari. Kelainan kardiovaskular congenital sulit ditentukan secara akurat karena ada beberapa hal yang tidak terdeteksi pada saat kelahiran, misalnya stenosis aorta bikuspidalis dan prolaps katup mitral, padahal keduanya merupakan kelainan yang paling sering ditemukan (Ghanie, 2006). Frekuensi relative kejadian malformasi jantung pada persalinan dapat diurut sebagai berikut: Defek septum ventrikel (VSD) 30,5% Defek septum atrium (ASD) 9,8% Duktus arteriosus persisten 9,7% Stenosis pulmonal 6,9% Koarktasio aorta 6,8% Stenosis aorta 6,1% Tetralogi Fallot 5,8% Transposisi pembuluh darah besar 4,2% Trunkus arteriosus persisten 2,2% Atresia tricuspid 1,3% Pada dasarnya, kelainan jantung kongenital dikelompokkan atas dua kelompok besar, yaitu kelompok dengan sianosis dan tanpa sianosis. Pada laporan kali ini, kasus yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Anamnesa Anak laki-laki 10 tahun Batuk pilek Lahir prematur Bila menangis bibir tidak biru, sering batuk pilek dan cepat lelah Napsu makan sedikit terganggu dan berat badan kurang Tumbuh kembang lambat Memiliki kelainan jantung bawaan Pemeriksaan fisik Inspeksi Dinding dada tampak normal Tidak terlihat jari-jari tabuh dan sianosis Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm lateral linea medioclavicularis sinistra

Tidak teraba thrill Perkusi Batas jantung di SIC V 2 cm lateral linea medioclavicularis sinistra Auskultasi Terdengar bising pansistolik (pansystolic murmur/PSM) Punctum maximum SIC IV V parasternal sinistra Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan hematologi rutin normal ECG menunjukkan LAD, LVH, LAH Foto thorax : CTR 0.60, apex bergeser ke lateral bawah

B. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui patofisiologi, pathogenesis, serta mekanisme keluhan pada penderita Prnyakit Jantung Bawaan (PJB). b. Mengetahui hubungan antara factor resiko dengan gangguan pada PJB. c. Menentukan diagnosis secara sistematis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. d. Mengetahui cara pencegahan, terapi, serta prognosis dari gangguan sistem kardiovaskular terutama yang berkaitan dengan kasus.

C. Manfaat Penulisan
a. Membentuk pola piker mahasiswa menjadi terarah dan sistematik b. Mahasiswa mampu menyusun laporan ilmiah dengan baik dan benar c. Mahasiswa dan pembaca mendapat pengetahuan mengenai mekanisme penyakit pada sistem kardiovaskular serta terapi dan pencegahannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Jantung terletak di mediastinum rongga dada. Dua lapisan pericardium yang meliputi jantung, yaitu pericardium visceralis dan pericardium parietalis. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium, myokardium, dan endokardium. Dasar jantung dibentuk oleh atrium jantung, arteri pulmonalis, dan aorta. Jantung memiliki empat ruang yang terdiri atas dua atrium dan 2 ventrikel. Atrium dipisahkan dengan ventrikel oleh annulus fibrosus. Atrium dexter(right atrium/RA) memiliki perbedaan dengan atrium sinister (left atrium/LA) dari ketebalan dinding serta fungsi spesifiknya. Atrium dexter memiliki dinding yang tipis dan berfungsi menampung darah dari vena cava yang selanjutnya dialirkan ke ventrikel dexter (right ventricle/RV) untuk dipompa menuju paru melalui arteri pulmonalis yang membawa darah kurang oksigen, sedangkan atrium sinister memiliki dinding yang lebih tebal dan berfungsi untuk menampung darah teroksigenasi dari vena pulmonalis untuk dialirkan ke ventrikel sinister (left ventricle/LV) yang selanjutnya dipompakan ke seluruh tubuh. Pada pembatas antar ruang atrium-ventrikel maupun ventrikel-arteri(atau aorta) terdapat katup untuk mencegah darah mengalir balik. Katup-katup tersebut antara lain katup tricuspidalis (antara RA-RV), bicuspidalis (antara LA-LV), valva trunci pulmonalis (antara arteri pulmonalisRV), dan valva aortae (antara aorta-LV). Selain katup sebagai pembatas (sekaligus pintu), terdapat pula sekat pembatas antar atrium yang disebut foramen ovale yang akan menutup seiring bertambahnya usia bayi diakibatkan adanya perbedaan tekanan antara atrium sinister dengan dexter, dan sekat antar ventrikel atau disebut juga septum interventricularis yang menutup sesaat setelah bayi lahir. Kelainan jantung terutama pada bayi dan anak-anak umumnya disebabkan oleh penyakit jantung kongenital (bawaan). Kelainan tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok dengan sianotik dan tanpa sianotik (non-sianotik). Penyakit jantung bawaan (PJB) dengan sianotik antara lain: Tetralogi Fallot Insidens : Lebih kurang 10% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Patologi : Merupakan kombinasi empat komponen, yaitu defek septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel dexter. Manifestasi klinis : Inspeksi : pada bayi, bentuk dada normal, namun ketika tumbuh besar, dada dapat tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel dexter. Palpasi : getaran bising jarang teraba, suara jantung I normal, sedangkan suara jantung II biasanya tunggal.

Auskultasi : terdengar bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal, bising ini adalah bising stenosis pulmonal, bukan bising defek ventrikel. Pem. Lab : adanya kenaikan jumlah ertrosit dan hematokrit yang sesuai derajat desaturasi dan stenosis. Bila kadar hemoglobin dan hematokrit normal atau rendah, ada kemungkinan menderita defisiensi besi. Atresia Trikuspid Insidens : 2% dari semua pasien penyakit jantung bawaan sianotik dan sering ditemukan setelah umur 1 tahun. Patologi : Tidak terdapat katup trikuspid sehingga RA tidak terhubung dengan RV. Kelangsungan hidup pasien bergantung pada foramen ovale Manifestasi klinis : Inspeksi : sianosis Auskultasi : terdapat bising sistolik (bila ada atresia pulmonal, bising masih terdengar di daerah parasternal sinistra). Pem. Lab : Pada radiologi; apeks tidak terangkat, batas jantung kiri agak persegi, bayangan jantung di bawah kanan paravertebra nampak kurang. Pada ECG; terdapat deviasi sumbu ke kiri dan hipertrofi ventrikel sinistra. Sedangkan, penyakit jantung bawaan non-sianotik antara lain: Defek Septum Ventrikel (VSD) Insidens : Sekitar 30% dari semua jenis penyakit jantung bawaan. Patologi : Terjadi defek pada septum interventricularis pada berbagai lokasi. Klasifikasi : Perimembranous, Muskular, Double committed subarterial ventricular septal defect. Manifestasi klinis : Inspeksi : Pada VSD besar, dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan sesak napas. Pada VSD kecil, tidak mengganggu pertumbuhan. Auskultasi : Pada VSD kecil, terdapat bising pansistolik. Pem. Fisis : Oksimetri, saturasi oksigen normal, kecuali bila ada kompleks Eisenmenger. Pem. Lab : Pada ECG, dapat ditemukan pelebaran gelombang P pada atrium atau gelombang Q dalam dan R tinggi pada daerah lateral. Adanya gelombang R tinggi di V1 dan perubahan aksis kekanan menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi pulmonal.

kanan

Pada echocardiography, dapat menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel dan pulmonal, gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau tricuspid serta kelainan

lain. Defek Septum Atrium (ASD) : Insidens : Lebih kurang 10% dari semua penyakit jantung bawaan. Patologi : Adanya defek pada sekat pemisah antara atrium kiri dengan kanan. Klasifikasi : ASD sekundum, ASD primum, ASD tipe sinus venosus, ASD tipe sinus koronarius. Manifestasi klinis : Inspeksi : Sesak napas dan capek, sianosis (jarang), infeksi saluran napas berulang. Palpasi : dapat ditemukan pulsasi ventrikel dextra pada daerah para sternal dexter. Auskultasi : Wide fixed splitting bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada, bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal kiri atas, bising mid sistolik pada daerah tricuspid, dapat menyebar ke apeks. Bunyi jantung kedua mengeras di daerah pulmonal. Pem. Lab : Pada ECG, menunjukkan aksis ke kanan, blok bundel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara ekstrim akibat defek ostium primum. Pada echocardiography, dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel dexter, keterlibatan katup mitral, pengukuran besar defek secara presisi. Ductus Arteriosus Persisten (PDA) : Insidens : 7% dari semua penyakit jantung bawaan. Patologi : Ductus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Klasifikasi : PDA kecil, PDA sedang, PDA besar, PDA besar dengan hipertensi pulmonal. Manifestasi klinis : PDA kecil : tidak memberi gejala, jantung tidak membesar, teraba getaran bising di SIC II kiri sternum. Terdengar bising kontinu, yang khas untuk PDA, di daerah subclavicula sinister. Gambaran radiologis dan ECG biasanya normal. PDA sedang : kesulitan makan, infeksi saluran napas, berat badan biasanya normal, lebih mudah lelah. Frekuensi napas sedikit lebih

cepat serta bising di daerah sekitarnya.

dibanding anak normal, tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Teraba getaran bising di SIC I-II parasternal kiri, SIC II-III garis parasternal kiri yang menjalar ke Bising middiastolik di apeks sering dapat didengar. Pada foto thorax, jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi paru meningkat, pembuluh darah hilus

membesar. ECG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri. Pada echocardiography, ditemukan atrium kiri dengan atau tanpa pelebaran ventrikel

pelebaran kiri.

BAB III PEMBAHASAN


Berdasarkan data pada bab I, diketahui bahwa pasien lahir prematur yang dapat diasumsikan bahwa organ serta sistem organ dari pasien pada saat itu belum dalam kondisi yang lengkap ataupun optimal. Pada anamnesis, pasien menderita batuk pilek dan sering batuk. Hal ini menunjukkan adanya infeksi berulang. Nafsu makan yang terganggu dapat menyebabkan kurangnya asupan nutrisi yang juga berdampak pada kurangnya supply untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk dapat tumbuh kembang serta menjaga imunitas tubuh. Berdasarkan data, pasien diduga memiliki penyakit jantung bawaan. Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tidak mengalami sianosis dan jari-jari tabuh yang menunjukkan tidak terjadinya hipoksia. Vital signs masih dalam batas normal. Pada inspeksi dinding dada, tidak ditemukan adanya kelainan terutama dari bentuk. Letak ictus cordis tidak mengalami perubahan posisi atau dapat diartikan, dalam posisi normal. Thrill yang tidak teraba menunjukkan jantung tidak mengalami atau mengalami bising jantung. Berdasarkan perkusi, didapatkan batas jantung mengalami hipertrofi, karena berdasarkan pemeriksaan didapatkan batas berada di SIC V 2 cm lateral linea mediaoclavicularis sinistra. Normalnya sekitar 1-2 cm medial dari line medioclavikularis kiri pada SIC V dan bergeser 1 cm ke medial pada SIC IV-III. Dugaan sementara adalah sisi kiri jantung mengalami dilatasi atau kerja jantung meningkat. Pada auskultasi jantung, terdengar bising pansistolik dengan punctum maximum SIC IVV parasternal kiri. Bising ini dapat disebabkan karena adanya regurgitasi atau aliran abnormal melalui defek pada septum interventricularis. Dari hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan, pasien tidak mengalami hipoksia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan hematologi rutin yang normal.Pada EKG didapatkan Left Axis Deviation (LAD), Left Ventricle Hypertrophy (LVH), serta Left Atrium Hypertrophy (LAH). LAD umumnya terdapat pada kasus hipertrofi ventrikel kiri maupun infark myokard inferior. Perbesaran myokard pada sisi kiri jantung dan atrium pada sisi kiri jantung ditunjukkan oleh LVH dan LAD. Meningkatnya beban kerja jantung dapat menyebabkan hal ini karena jantung menebalkan otot-ototnya agar dapat memompa darah dengan tekanan yang sesuai sementara terdapat penambahan volume. Hasil foto thorax dengan CTR bernilai 0.60 (normal: =<0,50) serta apeks jantung yang mengalami pergeseran ke arah lateral dan ke bawah memperkuat dugaan bahwa terjadi hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan echocardiography pun sebaiknya dilakukan

untuk menentukan letak serta ukuran defek, selain untuk menentukan ada tidaknya kelainan penyerta. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, diagnose yang mendekati adalah defek septum ventrikel atau ventriculair septal defect atau VSD yang berakibat terjadinya aliran pirau dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Aliran tersebut disimpulkan dari kondisi pasien yang tidak sianosis. Tatalaksana yang dapat diberikan, yaitu dapat berupa terapi medika mentosa, pembedahan, ataupun penutupan defek dengan kateter. Terapi medika mentosa untuk defek yang kecil tidak perlu dilakukan, kecuali pemberian profilaksis terhadap terjadinya endokarditis infektif. Untuk defek sedang atau besar, biasanya diatasi dengan pemberian digoksin. Infeksi saluran napas diatasi dengan pemberian antibiotik dini dan adekuat (Santoso et Hardiman, 1994) Dalam 2 tahun pertama usia anak, defek memiliki kemungkinan menutup spontan, sedangkan pada usia lebih dari 6 tahun, tidak ada kemungkinan penutupan spontan. Pada kasus, pasien telah berumur 10 tahun yang berarti tidak adanya kemungkinan untuk terjadi penutupan defek secara spontan sehingga terapi yang digunakan, selain antibiotik untuk infeksinya, adalah terapi bedah. Namun, tindakan pembedahan yang berisiko tinggi dapat dihindari dengan menggunakan teknik penutupan defek menggunakan kateter dengan syarat defek jauh dari struktur penting, misalnya katup aorta. Prognosis untuk defek kecil cukup besar, terutama pada tahun pertama kehidupan. Namun, kemungkinan penutupan spontan berkurang seiring bertambahnya usia pasien, dan tidak ada kemungkinan untuk usia di atas 6 tahun. Pada defek sedang maupun besar, dapat terjadi penutupan spontan seperti pada defek kecil, tetapi dapat juga terjadi stenosis infundibular oleh karena perubahan hemodinamik sehingga secara klinis menyerupai tetralogi Fallot. Sebagian dapat tetap stabil tanpa hipertensi pulmonal, dan sebagian lainnya akan mengalami hipertensi pulmonal dan pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga terjadi sianosis dan jari tabuh (Eisenmengers Syndrome) (Santosa et Hardiman, 1994).

BAB IV PENUTUP
SIMPULAN Pasien mengalami defek septum ventrikel (VSD). Pemberian antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi. Pemeriksaan untuk mendeteksi letak defek diperlukan untuk penentuan terapi Pilihan terapi untuk mengatasi defek adalah pembedahan ataupun teknik penutupan dengan kateter. Prognosis pasien baik SARAN Pemeriksaan dini terhadap anak sebaiknya dilakukan agar terapi kuratif lebih mudah dilakukan bila terdapat penyakit jantung bawaan. Pemilihan terapi harus dipertimbangkan berdasarkan kondisi pasien. Tindakan yang tepat perlu dilakukan untuk memperoleh prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Child, J. S. and Friedman, W. F. 2005. Congenital Heart Disease in the Adult. Harrison, T. R. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill, pp. 13811390. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : Binarupa Aksara. pp: 1-404. Putz, R. dan Pabst, R. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Ed. XXII jilid 2. Alih bahasa: Suyono et al. Jakarta: EGC. pp: 74-89.

Anda mungkin juga menyukai