Anda di halaman 1dari 107

Penerbit:

Bank Indonesia
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
Indonesia

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan
tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi ≈mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan
pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan∆.

KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk :


Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan
Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan
Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan
Merekomendasi kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil.

Informasi dan Order :


KSK ini terbit pada bulan Maret 2009 dan didasarkan pada data dan informasi per Desember 2008, kecuali dinyatakan lain.
Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia : http://www.bi.go.id
Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada :

Bank Indonesia
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Biro Stabilitas Sistem Keuangan
Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia
Telepon : (+62-21) 381 8902, 381 8075
Fax : (+62-21) 351 8629
Email : BSSK@bi.go.id
Kajian Stabilitas Keuangan
I - Maret
( No. 12, 2007 2009 )
ii
Daftar Isi

Kata Pengantar vi Boks 2.3. Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) 48
Boks 2.4. Structured Products dan Offshore Products :
Gambaran Umum 3 Dampaknya terhadap Stabilitas Sistem
Keuangan 50
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil 9 Boks 2.5. Dampak Utang Luar Negeri terhadap
Kondisi Makroekonomi 9 Stabilitas Sistem Keuangan 52
Kondisi Sektor Riil 12
Boks 1.1. Survei Neraca Rumah Tangga Indonesia Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan
2008 15 Mitigasi Risiko 55
Boks 1.2. Risiko Kredit Sektor Korporasi: Perkembangan Sistem Pembayaran 55
Credit Default Swaps (CDS) 17 Pengembangan Biro Informasi Kredit 59
Boks 1.3. Transition Matrices: Potensi Risiko Kredit Jaring Pengaman Sistem Keuangan 63
Korporasi pada 3 Sektor 18 Boks 3.1. Stabilitas Sistem Keuangan dan PERPPU
tentang Perubahan Undang Undang Bank
Bab 2 Sektor Keuangan 21 Indonesia 65
Struktur Sistem Keuangan Indonesia 21 Boks 3.2. Best Practices Analisis Dampak Sistemik
Indeks Stabilitas Keuangan 22 terhadap Sistem Keuangan 66
Perbankan 22
Pendanaan dan Risiko Likuiditas 22 Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia 69
Perkembangan dan Risiko Kredit 25 Prospek Ekonomi dan Persepsi Risiko 69
Risiko Pasar 31 Profil Risiko Perbankan: Tingkat dan Arah 70
Profitabilitas dan Permodalan 33 Prospek Sistem Keuangan Indonesia 72
Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Pasar Modal 36
Perusahaan Pembiayaan 36 Artikel
Pasar Modal 39 Artikel 1 Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal
Boks 2.1. Kronologis Gejolak Sektor Keuangan Indonesia 75
2008 dan Respon Kebijakan 46 Artikel 2 Corporate Balance Sheet Modelling:
Boks 2.2. Pengambilalihan Bank Century, Penutupan Determinants of Indonesian Corporate
Bank Indover dan Stabilitas Sistem Debt 85
Keuangan 47

iii
Daftar Tabel dan Grafik

Tabel Grafik

1.1 Indikator Ekonomi Dunia 10 1.1 Business Confidence Indicators 9


1.2 Indeks Harga Beberapa Komoditas 10
2.1 Laba/Rugi Perbankan 34 1.3 Pertumbuhan PDB Negara Industri 10
2.2 Perkembangan Pembiayaan Perusahaan 1.4 Pertumbuhan PDB Beberapa Negara Emerging
Pembiayaan 37 Market 11
2.3 Rasio-rasio Keuangan Perusahaan Pembiayaan 37 1.5 Indeks Harga Saham Global 11
2.4 Perkembangan NPL Perusahaan Pembiayaan 39 1.6 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah IDR/USD 11
2.5 Pertumbuhan Indeks Bursa Regional 41 1.7 Perkembangan Inflasi ASEAN-5 dan Vietnam 12
2.6 Pertumbuhan Indeks Sektoral 41 1.8 Tingkat Bunga Riil Indonesia, AS dan Singapura 12
1.9 Pertumbuhan ROA dan ROE Perusahaan Non
3.1 Perkembangan Data SID 2006-2008 60 Financial Go Public 13
3.2 Kerangka Kerja Jaring Pengaman Sistem 1.10 Perkembangan DER dan TL/TA Perusahaan Non
Keuangan 64 Financial Go Public 13
1.11 Probability of Default (PD) Perusahaan Non
4.1 Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi 69 Financial Go Public 13
4.2 Persepsi Risiko Indonesia 70 1.12 Tingkat Pengangguran Beberapa Negara ASEAN 14
1.13 Komposisi Sumber Pendapatan Rumah Tangga 14
Tabel Boks :
1.3.1 Migrasi Kolektibilitas Debitur 3 Sektor 18 2.1 Komposisi Aset Lembaga Keuangan 21
2.2 Indeks Stabilitas Keuangan
2.1.1 Kronologis Gejolak Sektor Keuangan Indonesia (Financial Stability Index) 22
2008 46 2.3 Perkembangan DPK 23
2.1.2 Respon Kebijakan 46 2.4 Perkembangan DPK Valas 23
2.3.1 Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB 2.5 Perkembangan DPK Valas vs Nilai Tukar Rupiah 23
Rupiah Januari s.d Desember 2008 48 2.6 Ekses Likuiditas Bank 23
2.3.2 Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB Valas 2.7 Volume Transaksi PUAB DN (rata-rata per hari) 24
DN Januari s.d Desember 2008 49 2.8 Pertumbuhan Kredit (yoy) 25
2.5.1 Utang Luar Negeri Swasta Jatuh Tempo 2009 52 2.9 Perkembangan Kredit 2007-2008 25
2.10 Pertumbuhan Kredit Kelompok Bank (ytd) 26
2.11 Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan (ytd) 26
2.12 Pertumbuhan Kredit Sektor Ekonomi 26
2.13 Pertumbuhan KPR, Kartu Kredit & Lainnya 27
2.14 Perkembangan Kredit Properti 27
2.15 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Valuta Asal 27
2.16 Pangsa Kredit Penggunaan 27

iv
2.17 Perkembangan Kredit MKM 28 2.54 Penyerapan SUN Lembaga Keuangan Domestik
2.18 Non Performing Loans 28 dan Asing 40
2.19 Kredit, NPL, dan PPAP (Rp Triliun) 28 2.55 Perkembangan IHSG & Indeks Global dan Regional
2.20 Rasio NPL Gross Kelompok Bank 29 (Diindekskan dengan Indeks 31 Desember 2005) 41
2.21 Rasio NPL Gross Sektor Ekonomi 29 2.56 Volatilitas (30 hari) beberapa Indeks Bursa Asia 41
2.22 Rasio NPL Gross Jenis Penggunaan 29 2.57 Nilai Transaksi Saham Investor Domestik dan
2.23 Rasio NPL Gross Kredit Konsumsi 29 Asing 42
2.24 Rasio NPL Gross Kredit Properti (%) 30 2.58 Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi 42
2.25 Rasio NPL Gross Kredit Rupiah dan Valas (%) 30 2.59 Perkembangan Harga Saham Beberapa Bank 42
2.26 Rasio NPL Gross MKM & Non MKM (%) 30 2.60 P/E Ratio Saham Bank 42
2.27 Rasio NPL Gross Kredit MKM (%) 31 2.61 Perkembangan Harga Beberapa Seri FR 43
2.28 Suku Bunga Rp & Nilai Tukar 32 2.62 Yield SUN 1 s.d. 30 tahun 43
2.29 Profil Maturitas Rupiah 32 2.63 SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor 43
2.30 Profil Maturitas Valas 32 2.64 Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi 43
2.31 Posisi Devisa Netto 32 2.65 Nilai Aktiva Bersih Reksadana 44
2.32 Pangsa Kepemilikan SUN Perbankan 33 2.66 Reksadana : Redemption-Subscription-NAB 44
2.33 Perkembangan SUN (Rp T) 33 2.67 Reksadana : NAB-Unit Penyertaan 44
2.34 Profitabilitas Bank-mtm 2008 34 2.68 Kinerja Penghimpunan Dana Reksadana 44
2.35 Pendapatan Bunga Bank 34
2.36 Perkembangan Rasio ROA per Kelompok Bank 34 3.1 Perkembangan Transaksi BI-RTGS 55
2.37 Perkembangan Rasio BOPO per Kelompok Bank 35 3.2 Perkembangan Transaksi SKN-BI 56
2.38 Modal, ATMR, dan CAR 35 3.3 Perkembangan Transaksi APMK 56
2.39 Integrated Stress Test terhadap CAR 15 3.4 Perkembangan Transaksi E-Money 56
Bank Besar 36 3.5 Peran Biro Informasi Kredit 59
2.40 Interbank Stress Test 36 3.6 Kebijakan Strategis BIK 60
2.41 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan 37
2.42 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan 37 4.1 Profil Risiko Perbankan dan Arah ke Depan 71
2.43 Komposisi Nominal Pembiayaan PP (Nov'08) 37
2.44 NPL Pembiayaan 38 Grafik Boks :
2.45 Perkembangan Nominal NPL 38 1.1.1 Komposisi Hutang Rumah Tangga
2.46 Arus Kas PP Swasta Nasional 38 (dalam % terhadap Total Hutang) 16
2.47 Arus Kas PP Patungan 38 1.1.2 Tujuan Pinjaman Rumah Tangga 16
2.48 Exposure Perbankan 39 1.2.1 Perkembangan Harga CDS Indonesia 17
2.49 Perkembangan Penurunan NPL PP Subsidiary 1.2.2 Perkembangan Spread CDS Indonesia 17
Bank 39
2.50 Perkembangan Kenaikan NPL PP subsidiary Bank 39
2.51 Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham 40
2.52 Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham 40
2.53 Kepemilikan SUN dan SBI Investor Asing 40

v
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami menyambut baik penerbitan Kajian Stabilitas
Keuangan (KSK) No.12 Maret 2009 ini. Edisi ini kami pandang sangat penting karena akhir-akhir ini banyak sekali
perkembangan yang terjadi yang perlu dikaji dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Hasil kajian menunjukkan bahwa secara umum ketahanan sektor keuangan Indonesia selama semester II tahun
2008 relatif cukup terjaga meskipun tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan meningkat tajam karena imbas krisis
global. Salah satu indikator peningkatan tekanan tersebut adalah Financial Stability Index (FSI) yang melampaui batas
maksimum indikatif angka 2 pada bulan November dan Desember 2008. Di pasar modal, peningkatan tekanan terlihat
pada merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sementara di pasar SUN terjadi penurunan harga yang signifikan.
Di perbankan, tekanan tersebut tercermin pada peningkatan risiko likuiditas terutama pada bulan Agustus-Septem-
ber 2008. Tekanan likuiditas itu muncul tidak saja karena imbas krisis global, namun juga karena tingginya pertumbuhan
kredit yang lebih banyak dibiayai dengan secondary reserves dibandingkan dengan pembiayaan yang berasal dari kenaikan
dana masyarakat. Pada saat yang sama, perbankan juga menghadapi peningkatan risiko nilai tukar karena menurunnya
nilai mata uang Rupiah. Setelah dikeluarkannya berbagai kebijakan, baik oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia,
menjelang akhir 2008 tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan mulai berkurang meskipun belum sepenuhnya pulih.
Salah satu bentuk permasalahan yang belum dapat diatasi secara sempurna adalah segmentasi di Pasar Uang Antar Bank
(PUAB).
Meskipun tekanan terhadap sektor keuangan meningkat, namun kinerja perbankan sebagai industri yang paling
dominan di sektor keuangan, relatif masih cukup baik. Pada akhir Desember 2008, rasio permodalan (CAR) perbankan
tercatat masih tinggi (16,2%) dengan kualitas aktiva yang masih tetap terjaga sebagaimana tercermin pada rasio NPL
yang relatif rendah, yaitu 3,8% (gross) dan 1,5% (netto).
Namun demikian, ke depan perlu terus diwaspadai berbagai sumber instabilitas, termasuk potensi peningkatan
risiko kredit dan kemungkinan berulangnya tekanan likuiditas. Masalah lainnya yang juga dapat menimbulkan tekanan
adalah semakin lambatnya penyaluran kredit (credit crunch) oleh perbankan yang pada gilirannya dapat mengganggu
kinerja sektor riil, baik pada level korporasi maupun pada level households. Terganggunya kinerja sektor riil berpotensi
meningkatkan risiko kredit di perbankan.

vi
Semakin banyaknya tantangan di sektor keuangan perlu diantisipasi dengan selalu berupaya untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas surveillance guna mendukung deteksi dini. Dengan mengetahui lebih awal potensi risiko,
langkah-langkah mitigasi risiko dapat direncanakan secara cermat sehingga kerugian dapat diminimalisir. Untuk itulah
kami memandang penting penerbitan KSK ini karena dapat digunakan sebagai media yang efektif untuk
mengkomunikasikan kepada para stakeholders hasil-hasil surveillance yang telah dilakukan. Semoga KSK berhasil
mengemban misinya itu dengan baik dan informasi yang disediakannya bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Maret 2009


DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA

Muliaman D. Hadad

vii
viii
Gambaran Umum

Gambaran Umum

1
Gambaran Umum

Halaman ini sengaja dikosongkan

2
Gambaran Umum

Gambaran Umum

Stabilitas sistem keuangan pada semester II 2008 masih tetap terjaga. Selama
periode tersebut, terimbas oleh krisis global, tekanan terhadap sektor keuangan
domestik menjadi semakin besar. Indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot
tajam, sementara harga Surat Utang Negara (SUN) mengalami penurunan yang
signifikan. Perbankan juga sempat mengalami tekanan likuiditas tidak saja
karena pengaruh krisis likuiditas global, namun juga karena tingginya
pertumbuhan kredit yang berlangsung s.d. Oktober 2008 yang sebagian besar
dibiayai dengan secondary reserves. Selain itu, menurunnya nilai tukar Rupiah
sejak awal Oktober 2008 juga meningkatkan risiko di sektor keuangan. Gejolak
di sektor keuangan ini telah mengakibatkan Indeks Stabilitas Keuangan selama
semester laporan meningkat tajam, bahkan melampaui batas maksimum
indikatif angka 2 pada bulan November dan Desember 2008. Untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan, Pemerintah menerbitkan beberapa Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU), sementara Bank Indonesia
mengeluarkan beberapa ketentuan baru, termasuk merubah Giro Wajib
Minimum (GWM). Dampak positifnya adalah kondisi likuiditas industri
perbankan semakin membaik dan nilai tukar Rupiah semakin berkurang
volatilitasnya meskipun belum kembali pada level seperti sebelum Oktober
2008. Namun, menjelang akhir 2008 dan awal 2009 terdapat tanda-tanda
bahwa pertumbuhan kredit perbankan menjadi semakin melambat. Apabila
hal ini terus berlangsung dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap
perekonomian mengingat perbankan selama ini merupakan sumber
pembiayaan yang paling utama. Ke depan, prospek stabilitas sistem keuangan
diperkirakan masih akan tetap positif meskipun tantangan yang dihadapi
semakin berat karena akan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi.

1. SUMBER-SUMBER INSTABILITAS itu, sumber dana dari luar negeri selama ini merupakan
1.1. Krisis Keuangan Global salah satu sumber dana yang penting, baik bagi
Krisis keuangan global merupakan sumber instabilitas perusahaan perbankan maupun perusahaan non-
yang terutama. Hal ini karena perekonomian Indonesia perbankan. Oleh karena itu, krisis keuangan yang dialami
semakin terintegrasi dengan perekonomian global. Selain sejumlah negara sejak beberapa waktu terakhir ini

3
Gambaran Umum

berpotensi menular ke Indonesia. Tidak saja sektor menunjukkan bahwa kinerja korporasi pada umumnya
keuangan domestik menjadi semakin rentan oleh gejolak mengalami penurunan terutama dari segi profitabilitas dan
keuangan, perusahaan-perusahaan Indonesia menjadi ketersediaan likuiditas. Selain itu, leverage juga cenderung
semakin sulit mendapatkan dana asing untuk membiayai meningkat sejalan dengan penurunan modal karena
kegiatan usahanya. Akibatnya, perusahaan-perusahaan di berkurangnya profitabilitas. Selanjutnya, meskipun hasil
sektor riil yang selama ini tergantung pada sumber survei tahun 2008 menunjukkan bahwa kondisi sektor
pembiayaan dari luar negeri dapat terganggu kinerjanya rumah tangga (household) masih relatif aman, namun
dan dapat menurunkan debt repayment capacity dari ancaman pemutusan hubungan kerja yang terjadi pada
perusahaan-perusahaan tersebut. Di perbankan, hal-hal beberapa perusahaan sangat berpotensi mengganggu
ini dapat mendorong terjadinya peningkatan kredit kinerja household ke depan. Sementara itu, kondisi
bermasalah (NPL), serta perlambatan pertumbuhan kredit infrastruktur, dalam enam bulan terakhir juga tidak
dan pembiayaan lainnya dalam valas yang dibutuhkan menunjukkan kemajuan yang berarti. Secara keseluruhan,
untuk mendukung kegiatan perekonomian. kondisi sektor riil dan infratsruktur yang masih belum
mendukung ini berpotensi menimbulkan tekanan terhadap
1.2. Kondisi Makroekonomi stabilitas sistem keuangan, terutama dalam bentuk
Stabilitas makroekonomi merupakan prasyarat peningkatan NPL dan melambatnya penyaluran kredit
utama untuk tercapainya stabilitas sistem keuangan. perbankan.
Berbagai pihak memperkirakan bahwa kondisi
makroekonomi domestik tahun 2009 tidak lebih baik 1.4. Inovasi Keuangan, Structured Products dan
dibandingkan dengan tahun 2008, terutama karena Offshore Products
pengaruh perlambatan ekonomi global. Memburuknya Dalam KSK edisi sebelumnya (No.11 September
kondisi makroekonomi berpotensi menekan stabilitas 2008) telah dikemukakan pentingnya perbankan
keuangan karena dapat mendorong peningkatan NPL. memperhatikan aspek manajemen risiko dan perlindungan
Disamping itu, perbankan kemungkinan menjadi semakin nasabah dalam melakukan inovasi terhadap produk-
selektif menyalurkan kredit. Untuk itu, perlu dilakukan produk keuangan yang ditawarkan kepada nasabah,
langkah-langkah antisipatif untuk mencegah termasuk structured products. Dalam kenyataannya sejak
meningkatnya risiko perbankan karena memburuknya beberapa waktu terakhir sejalan dengan pelemahan nilai
kondisi makroekonomi, termasuk dengan memperketat tukar mata uang domestik, beberapa negara mengalami
monitoring dan mempercepat pelaksanaan restrukturisasi kesulitan karena kerugian yang disebabkan oleh structured
kredit terhadap debitur-debitur yang terkena imbas krisis products sehingga menimbulkan dispute antara bank
global. dengan nasabahnya. Meskipun di Indonesia, potensi
kerugian yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan
1.3. Kondisi Sektor Riil dan Infrastruktur negara-negara lainnya, hal ini perlu mendapat perhatian
Potensi instabilitas juga dapat berasal dari kondisi karena dapat meningkatkan risiko kredit dan risiko nilai
sektor riil dan infrastruktur domestik yang masih belum tukar di perbankan. Di samping itu, risiko reputasi dan
menggembirakan. Terimbas krisis global, hasil pemantauan risiko hukum dari bank-bank yang terkait dengan

4
Gambaran Umum

structured products juga berpotensi meningkat, khususnya tahun 2009 juga akan terlaksana dengan aman dan
jika dispute dengan nasabah tidak berhasil diselesaikan terkendali. Keberhasilan melaksanakan Pemilu dengan
dengan baik. damai dan demokratis akan mendorong meningkatnya
Selain itu, perbankan juga perlu pula meningkatkan investasi di dalam negeri, baik yang berasal dari investor
kehati-hatian terkait dengan kegiatan keagenan offshore lokal maupun investor international.
products. Hal tersebut antara lain karena penanaman yang
berlebihan dalam produk tersebut dapat mendorong 2. MITIGASI RISIKO
terjadinya pelarian dana investor domestik ke luar negeri, 2.1. Memperkuat Manajemen Risiko dan Good
membuat bank lebih terekspose risiko reputasi dan risiko Governance
hukum, serta meningkatkan potensi terjadinya dispute Cara yang terbaik untuk menekan potensi instabilitas
dengan nasabah, terutama apabila transparansi dan di sektor keuangan adalah memperkuat manajemen risiko
perlindungan konsumen masih belum diprioritaskan. dan good governance di lembaga-lembaga keuangan, baik
bank maupun non-bank. Manajemen risiko yang lebih baik
1.5. Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) akan sangat membantu dalam pengambilan langkah-
Secara umum, tekanan likuiditas yang sempat dialami langkah yang diperlukan untuk memitigasi risiko untuk
pada semester kedua 2008 dewasa ini telah teratasi dan menghindarkan potensi kerugian. Sementara itu,
industri perbankan sudah semakin likuid. Namun demikian, penerapan good governance akan membuat lembaga-
masih ada persoalan yang tersisa yaitu masih terdapatnya lembaga keuangan semakin memperhatikan prinsip-
segmentasi PUAB dimana bank-bank besar cenderung prinsip transparansi, akuntabilitas dan fairness yang
hanya bertransaksi dengan bank-bank besar pula, memungkinkan berjalannya mekanisme disiplin pasar dan
sementara bank-bank kecil dan menengah relatif masih perlindungan nasabah yang memadai. Dibandingkan
mengalami kesulitan dalam mendapatkan dana antar dengan tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan
bank. Ke depan, segmentasi PUAB ini perlu segera diatasi manajemen risiko dan good governance di perbankan
karena dapat menimbulkan tekanan pada stabilitas sudah mengalami kemajuan. Namun, untuk
perbankan, khususnya dari sisi likuiditas. mengantisipasi dampak semakin memburuknya ekonomi
global, diperlukan upaya yang lebih keras lagi untuk terus
1.6. Perkembangan Politik dan Keamanan Dalam memperkuat manajemen risiko dan implementasi good
Negeri governance di perbankan.
Pelaksanaan Pemilu 2009 dapat berdampak terhadap
kondisi politik dan keamanan dalam negeri yang apabila 2.2. Memperkuat Surveillance
tidak terkendali dapat mengganggu stabilitas keuangan. Mitigasi risiko di sektor keuangan juga dapat
Namun, dengan mempertimbangkan bahwa rakyat selama dilakukan dengan memperkuat surveillance. Untuk itu,
ini sudah semakin terbiasa dengan pesta demokrasi seperti telah dikembangkan berbagai tools dan methodologies
halnya Pemilihan Gubernur dan Bupati yang berlangsung seperti stress tests, analisis probability of default, financial
terus menerus silih berganti sepanjang tahun di berbagai stability index serta survey households untuk mendukung
tempat di dalam negeri, dapat diperkirakan bahwa Pemilu surveillance pada tingkat macroprudential. Dari waktu

5
Gambaran Umum

ke waktu masing-masing pendekatan ini terus direview persetujuan. Kondisi terakhir, Pemerintah telah
dan dikembangkan agar dapat menjadi alat deteksi dini mempersiapkan Rancangan Undang-undang tentang JPSK
(early warning) yang andal. Sementara itu, pada level dan sudah mulai dibahas dengan DPR.
microprudential , fungsi pengawasan bank terus
diperkuat, antara lain dengan membenahi sumber daya 3. PROSPEK STABILITAS SISTEM KEUANGAN
manusia pengawasan bank, serta terus memperbaiki Prospek stabilitas sistem keuangan ke depan
berbagai pendekatan yang digunakan dalam rangka diperkirakan masih akan tetap positif meskipun tantangan
penerapan Risk-Based Supervision. Disamping itu, yang dihadapi akan semakin berat terutama karena belum
sejumlah ketentuan baru di bidang perbankan yang pulihnya kondisi perekonomian baik domestik maupun
ditujukan antara lain untuk menjaga stabilitas sistem global. Sebagaimana yang akan diuraikan lebih rinci pada
keuangan, juga telah dikeluarkan. Bab 4, hal-hal yang mendasari perkiraan ini sebagai berikut.
Pertama, gejolak keuangan yang terjadi akhir-akhir ini
2.3. Memperkuat Protokol Manajemen Krisis terjadi lebih banyak karena faktor eksternal, sementara
Untuk memitigasi risiko dalam konteks yang lebih perbankan domestik relatif tidak memiliki masalah seberat
luas di sektor keuangan telah disusun protokol manajemen perbankan di luar negeri. Kedua, dewasa ini perbankan
krisis yang merupakan bagian penting dalam kerangka dan otoritas pengawasan bank lebih siap menghadapi krisis
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Terkait dengan dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. Ketiga,
hal tersebut, untuk memitigasi risiko karena bergejolaknya infrastruktur sektor keuangan sudah semakin lengkap,
sektor keuangan pada bulan Oktober 2008, Pemerintah antara lain ditandai dengan adanya Lembaga Penjamin
telah menerbitkan 3 PERPPU, yaitu masing-masing tentang Simpanan (LPS) yang cukup dipercaya dan menimbulkan
(i) Peningkatan penjaminan oleh LPS dari semula maksimal ketentraman bagi nasabah penyimpan dana di perbankan.
Rp100 juta menjadi Rp2 milyar perorang pernasabah; (ii) Faktor penting berikutnya yang mendukung prospek positif
Perubahan Undang-undang tentang Bank Indonesia yang stabilitas keuangan ke depan adalah Jaring Pengaman
memungkinkan penggunaan kredit lancar sebagai agunan Sektor Keuangan (JPSK) yang saat ini rancangan Undang-
dalam mendapatkan fasilitas pendanaan jangka pendek undangnya sudah dipersiapkan dan telah mulai dibahas
(FPJP) dari Bank Indonesia; dan (iii) Jaring Pengaman Sistem di DPR.
Keuangan (JPSK). Ditengah-tengah optimisme tersebut di atas, kehati-
Penerbitan ketiga PERPPU tersebut terbukti hatian perlu terus lebih ditingkatkan karena krisis global
membantu meredam tekanan likuiditas perbankan, dewasa ini dinilai sebagai yang terberat paska Depresi Besar
sehingga perbankan tetap tenang meskipun pada saat ( Great Depression ) tahun 1929. Melambatnya
tekanan likuiditas terjadi terdapat 1 bank yang diserahkan pertumbuhan ekonomi global secara kolektif akan sulit
ke LPS untuk disehatkan. Dalam perkembangan dihindarkan dampaknya terhadap ekonomi domestik. Oleh
selanjutnya, PERPPU tentang perubahan cakupan karena itu sangat penting untuk membentengi sektor
penjaminan oleh LPS dan perubahan Undang-undang Bank keuangan domestik dengan membuat jaring pengaman
Indonesia sudah mendapatkan persetujuan dari DPR, yang memadai serta mengedepankan kehati-hatian dalam
sementara PERPPU tentang JPSK tidak mendapat menjalankan aktivitas usaha.

6
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Bab 1
Kondisi Makroekonomi
dan Sektor Riil

7
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Halaman ini sengaja dikosongkan

8
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Selama semester II 2008 stabilitas makroekonomi Indonesia masih tetap


terjaga meskipun mendapat tekanan dari krisis keuangan global. Penurunan
kepercayaan pasar menyebabkan krisis keuangan merambat ke sektor riil
sehingga mendorong terjadinya perlambatan ekonomi pada banyak negara
termasuk Indonesia. Sementara itu, penurunan daya beli yang diiringi dengan
penurunan harga menyebabkan profitabilitas sektor korporasi menurun.
Akibatnya, pelaku usaha melakukan efisiensi berupa pengurangan tenaga
kerja dan pembatasan kegiatan ekspansi yang pada gilirannya dapat
menyebabkan penurunan pendapatan rumah tangga. Jika terus berlanjut,
hal ini berpotensi menimbulkan gangguan terhadap stabilitas sistem
keuangan domestik.

1. KONDISI MAKROEKONOMI 3,4%, melambat dibandingkan pertumbuhan tahun 2007


Perkembangan ekonomi internasional selama yang sebesar 5,2%. Perlambatan ini diperkirakan akan
semester II 2008 diwarnai oleh meluasnya krisis keuangan berlanjut pada tahun 2009 yaitu menjadi hanya sekitar
global hingga merambat ke sektor riil. Kelangkaan 0,5%. Pada tahun 2010, keadaan diperkirakan akan sedikit
likuiditas dan peningkatan volatilitas di pasar uang membaik dengan pertumbuhan sebesar 3,0%.
memicu penurunan kepercayaan sektor korporasi
Grafik 1.1
(produsen) maupun sektor rumah tangga (konsumen) Business Confidence Indicators
terhadap kondisi perekonomian. Hal ini tergambar pada
Manufacturing PMls
65
penurunan Business Confidence Indicator yang (values greater than 50 indicate expansion)
60
dikeluarkan oleh IMF. Euro Area

55
Kondisi ini menyebabkan produsen dan konsumen
50
melakukan langkah antisipasi dengan menahan diri untuk
45
melakukan investasi dan konsumsi. Hal tersebut Emerging
Economies
40 United
berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi States
35
terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2008 Okt
1985 1990 1995 2000 2005 2008
perekonomian dunia diperkirakan hanya tumbuh sekitar Sumber: World Economic Outlook-IMF November, 2008

9
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Tabel 1.1 Grafik 1.2


Indikator Ekonomi Dunia Indeks Harga Beberapa Komoditas
(%)
Proyeksi 1990 = 100
Kategori 2007 2008 600 600
2009 2010 Minyak
Timah
Tembaga
Emas
500 Minyak Sawit Kopi 500
World Output: 5,2 3,4 0,5 3,0 Beras
Aluminium
Karet

Advanced Economies 2,7 1,0 (2,0) 1,1 400 400


United States 2,0 1,1 (1,6) 1,6
300 300
Euro area 2,6 1,0 (2,0) 0,2
Emerging & Developing Countries 8,3 6,3 3,3 5,0 200 200
Consumer Price:
100 100
Advanced Economies 2,1 3,5 0,3 0,8
Emerging & Developing Countries1) 6,4 9,2 5,8 5,0 0 0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
LIBOR2)
Sumber: Bank Indonesia
US Dollar Deposit 5,3 3,0 1,3 2,9
Euro Deposit 4,3 4,6 2,2 2,7
Yen Deposit 0,9 1,0 1,0 0,4
Eropa yang selama ini menjadi pasar ekspor utama negara-
Oil Price (USD) - rata-rata3) 10,7 36,4 (48,5) 20,0
Sumber: World Economic Outlook - IMF Januari 2009 negara emerging market, yang disertai dengan penurunan
harga komoditas di pasar global menyebabkan turunnya
Penurunan kegiatan ekonomi di negara-negara maju kinerja ekspor negara-negara emerging market termasuk
berdampak pada penurunan permintaan terhadap Indonesia. Karena pendapatan negara-negara emerging
komoditas yang menyebabkan turunnya harga komoditas market umumnya tergantung pada hasil ekspor, maka
di pasar global. Semula, pada semester I 2008, pelemahan penurunan kinerja ekspor tersebut menyebabkan
nilai tukar dollar AS dan gejolak yang terjadi di pasar uang penurunan pertumbuhan ekonomi di masing-masing
mendorong beralihnya arus dana investasi ke pasar negara.
komoditi yang memicu terjadinya lonjakan harga Akan tetapi penting dicatat bahwa meskipun
komoditas. Harga minyak mentah dunia sempat mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat signifikan
level tertinggi mendekati USD150 per barrel yang diikuti pada triwulan IV 2008, namun secara keseluruhan selama
pula dengan kenaikan harga komoditas lainnya. Namun, tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih
memasuki semester II 2008, seiring dengan menurunnya tumbuh cukup kuat, yaitu sebesar 6,1%, atau lebih tinggi
jumlah permintaan akibat penurunan kegiatan ekonomi dibandingkan pertumbuhan ekonomi beberapa negara
dan berkurangnya transaksi yang bersifat spekulatif di
Grafik 1.3
pasar komoditas, harga minyak mentah dan harga Pertumbuhan PDB Negara Industri
%
komoditas utama dunia lainnya menurun tajam. 6,00
5,00
Dibandingkan akhir semester I 2008, harga minyak dunia
4,00
mengalami penurunan lebih dari 50% hingga menjadi 3,00
2,00
USD44,6 per barrel pada akhir semester II 2008. Penurunan
1,00
tersebut juga diikuti oleh penurunan harga-harga -
(1,00) Amerika Serikat Jepang
komoditas utama dunia lainnya. (2,00) Jerman Inggris
Canada
Penurunan permintaan terhadap barang dan jasa, (3,00)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
khususnya dari negara-negara maju seperti AS dan Uni
Sumber: Bloomberg

10
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Grafik 1.4 tukar rupiah melemah sekitar 20,5% hingga mencapai


Pertumbuhan PDB Beberapa Negara Emerging Market
Rp11.120 per dollar AS pada akhir semester II 2008.
%
Pelemahan ini masih terlihat meskipun volatitasnya sudah
12,00 semakin berkurang.
9,00

6,00
Grafik 1.5
3,00
Indeks Harga Saham Global
-

(3,00) 35000 35000


Indonesia Singapura Singapore Dow Jones
(6,00) Thailand Korea Selatan 30000 NYA Indonesia 30000
China India New York Nikkei
(9,00) 25000 25000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4 Q1 Q2 Q3Q4
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
20000 20000
Sumber: Bloomberg
15000 15000

10000 10000
ASEAN lainnya seperti Singapura, Korea Selatan dan
5000 5000
Thailand. Kondisi tersebut ditopang oleh masih cukup 0 0
2006 2007 2008
tingginya pertumbuhan konsumsi swasta, khususnya dari
Sumber: Bloomberg

sektor-sektor non tradable seperti sektor pengangkutan


dan komunikasi, sehingga mengimbangi penurunan di Grafik 1.6
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
sektor-sektor yang berorientasi ekspor. IDR/USD
Sementara itu, di sisi keuangan, peningkatan 14.000 14.000
Rata-rata bulanan
intensitas krisis keuangan global memicu para investor 12.000 Rata-rata semesteran 12.000

menarik investasi portfolionya dari negara-negara 10.000 9.258 9.352 10.000


9.039 9.210
8.000 8.000
emerging market, baik untuk memenuhi kebutuhan
6.000 6.000
likuiditas (flight to liquidity) maupun mencari tempat
4.000 4.000

penanaman yang dianggap lebih aman (flight to quality). 2.000 2.000


11.803
11.314
9.075
9.077
9.172
9.095
8.842
8.981
9.067
9.358
9.105
9.102
9.267
9.356
9.406
9.180
9.178
9.203
9.281
9.288
9.159
9.151
9.354
9.990

Kondisi ini juga dialami Indonesia. Dibandingkan akhir 0 0


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2007 2008
semester I 2008, indeks harga saham gabungan di Bursa
Sumber: Bloomberg
Efek Indonesia turun tajam sekitar 42,3% dari 2.349,11
menjadi 1.355,41 pada akhir semester II 2008. Aksi Pada sisi lain, penurunan permintaan dan penurunan
pelepasan investasi asing tersebut antara lain harga komoditas di pasar internasional menyebabkan
menyebabkan neraca modal dan finansial Indonesia pada tekanan inflasi yang terjadi cukup kuat pada pertengahan
triwulan IV 2008 mengalami defisit. Selama tahun 2008 tahun 2008 mulai mereda. Momentum penurunan inflasi
neraca pembayaran Indonesia diperkirakan defisit sebesar ini mendorong bank sentral di beberapa negara melakukan
USD2.302 juta. pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan suku
Gejolak keuangan yang meningkat khususnya sejak bunga guna mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi.
awal semester II 2008 juga berdampak kepada Pada bulan Desember 2008 Fed Fund Rate mencapai titik
terdepresiasinya nilai tukar rupiah dengan volatilitas yang terendahnya 0,25%, sementara suku bunga European
juga meningkat. Dibandingkan akhir semester I 2008, nilai Central Bank turun menjadi 2,50%. BI rate juga mengalami

11
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

penurunan menjadi 9,25% pada Desember 2008 yang diharapkan dapat mengimbangi tekanan dari sektor
berlanjut hingga menjadi 7,75% pada Maret 2009. eksternal. Stimulus dari sisi moneter adalah penurunan
Meskipun BI rate mengalami penurunan tetapi iklim suku bunga, sementara stimulus dari sisi fiskal antara lain
investasi di Indonesia diperkirakan masih cukup menarik, adalah pelaksanaan program peningkatan daya beli
karena secara riil tingkat bunga di Indonesia masih lebih masyarakat oleh pemerintah melalui Program Nasional
tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya. Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, penurunan harga
bahan bakar minyak dan tarif angkutan, kenaikan Upah
Grafik 1.7
Minimum Regional (UMR) yang diperkirakan melebihi
Perkembangan Inflasi ASEAN-5 dan Vietnam
11%, dan kenaikan gaji pegawai negeri sipil. Tidak kalah
y.o.y %
pentingnya adalah kegiatan Pemilu maupun Pilkada yang
diperkirakan juga akan mendorong pertumbuhan
10
konsumsi swasta yang sangat diperlukan untuk
5
mengimbangi tekanan dari sektor eksternal.

0
Filipina Singapura Thailand 2. KONDISI SEKTOR RIIL
Malaysia Indonesia Vietnam
(5)
Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Perlambatan ekspor karena imbas krisis keuangan
2007 2008
Sumber: CEIC
global berdampak pula kepada kinerja sektor rill dalam
negeri, baik korporasi maupun rumah tangga. Hal ini
Grafik 1.8
Tingkat Bunga Riil Indonesia, AS dan Singapura antara lain tercermin pada penurunan kinerja keuangan
% perusahaan-perusahaan non financial go public yang
menyebabkan terjadinya pembatasan kegiatan ekspansi
4,0

2,0 maupun pemutusan hubungan kerja. Kondisi ini pada


0,0 gilirannya dapat berdampak pada penurunan daya beli
(2,0)
rumah tangga.
(4,0)
Indonesia Penurunan harga, berkurangnya permintaan ekspor
(6,0) AS
Singapura
dan melemahnya daya beli masyarakat karena krisis global
(8,0)
Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des
2003 2004 2005 2006 2007 2008 menyebabkan sektor korporasi khususnya perusahaan non
Sumber: Bloomberg dan CEIC
financial go public mengalami penurunan margin. Hal ini
Ke depan, tekanan krisis ekonomi global terhadap terlihat dari menurunnya pertumbuhan profitabilitas usaha
ekonomi dan keuangan domestik diperkirakan masih (ROA dan ROE) perusahaan-perusahaan tersebut pada
berlanjut. Penurunan permintaan barang ekspor akibat triwulan III 2008 dibandingkan dengan periode yang sama
perlambatan kegiatan ekonomi global kemungkinan akan tahun sebelumnya.
semakin menekan pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara dari sisi pembiayaan, sektor korporasi
Namun, beberapa stimulus dari dalam negeri baik dari sisi terlihat mulai mengalami keterbatasan modal. Untuk
moneter maupun dari sisi fiskal diperkirakan cukup mampu memenuhi kebutuhan operasionalnya, perusahaan mulai
mendorong pertumbuhan konsumsi swasta dan banyak mengandalkan dana dari pihak ketiga, baik

12
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

perbankan maupun melalui penerbitan obligasi dan surat Grafik 1.11


Probability of Default (PD)
berharga lainnya. Hal ini dapat diamati dari meningkatnya Perusahaan Non Financial Go Public
Jumlah
debt to equity ratio (DER) dan rasio total liabilities terhadap 250
215
total assets (TL/TA) pada triwulan III 2008 dibandingkan
200
dengan triwulan III 2007.
150

Grafik 1.9 100

Pertumbuhan ROA dan ROE


50
Perusahaan Non Financial Go Public 19
5 4 3 2 0 1 1 0
0
700 350 0,0-0,1 0,1-0,2 0,2-0,3 0,3-0,4 0,4-0,5 0,5-0,6 0,6-0,7 0,7-0,8 0,8-0,9 0,9-0,10
ROA (kiri)
600 300 Probability of Default - September 2008
ROE (kanan)
500 250
Jumlah
200 180
400 171
150
300 160
100
200 140
50
100 120
0
0 100
-50
-100 -100 80

-200 -150 60
Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3
40
2003 2004 2005 2006 2007 2008 23
21
20 14
Sumber: Bursa Efek Indonesia 6 9
0 4 1 1
0
0,0-0,1 0,1-0,2 0,2-0,3 0,3-0,4 0,4-0,5 0,5-0,6 0,6-0,7 0,7-0,8 0,8-0,9 0,9-0,10
Probability of Default - September 2009
Grafik 1.10
Perkembangan DER dan TL/TA
Perusahaan Non Financial Go Public Selain menghadapi potensi peningkatan risiko kredit,

1,80
perusahaan-perusahaan di sektor riil khususnya
DER
1,60
Debt/TA konglomerasi besar Indonesia juga berpotensi mendapat
1,40
1,20 tekanan risiko nilai tukar. Berdasarkan data per September
1,00
2008, konglomerasi besar Indonesia tampaknya perlu
0,80
0,60 memperhatikan potensi risiko karena fluktuasi nilai tukar.
0,40
Namun demikian, hasil stress test terhadap 46
0,20
0,00 konglomerasi besar yang rutin dipantau menunjukkan
Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Tw4Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3
2003 2004 2005 2006 2007 2008
bahwa secara umum permodalan masih dapat
Sumber: Bursa Efek Indonesia

dipertahankan dan baru akan tertekan sampai 100%


Sejalan dengan menurunnya kinerja perusahaan apabila nilai tukar rupiah melebihi Rp16.100 per USD.
non financial go public tersebut, hasil estimasi probability Penurunan profitabilitas akibat penurunan daya beli
of default (PD) juga menunjukkan adanya kenaikan. Jumlah yang diiringi dengan penurunan harga, mendorong pelaku
perusahaan dengan PD lebih besar dari 0,5 meningkat dari usaha khususnya di sektor yang berorientasi ekspor untuk
21 perusahaan pada September 2008 menjadi 29 melakukan efisiensi berupa pengurangan tenaga kerja dan
perusahaan pada September 2009. Bagi perbankan, hal pembatasan kegiatan ekspansi. Hal ini berpotensi
ini merupakan salah satu indikasi dini tentang peningkatan menambah jumlah pengangguran nasional. Berdasarkan
risiko kredit ke depan. data terakhir pada tahun 2008, meskipun cenderung

13
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

bergerak turun tetapi tingkat pengangguran Indonesia tangga. Apabila kondisi ini terus berlanjut, dapat
sebesar 8,4% masih menjadi yang tertinggi di bandingkan menurunkan kemampuan membayar (repayment capacity)
beberapa negara ASEAN lainnya. rumah tangga.
Sementara itu, dilihat dari komposisi asetnya, rumah
Grafik 1.12
Tingkat Pengangguran Beberapa Negara ASEAN
tangga Indonesia tampaknya masih memiliki eksposur yang
kecil terhadap aset keuangan. Aset rumah tangga
%
Indonesia didominasi oleh non financial asset berupa
2006 2007 2008*)

10,0 rumah, bangunan dan tanah dengan porsi 76,81% dari


8,0 total aset. Seiring kecilnya eksposur aset rumah tangga
6,0
pada sistem keuangan, diperkirakan dampak langsung
4,0
volatilitas pasar keuangan terhadap kondisi aset rumah
2,0
tangga relatif kecil. Namun, tetap diperlukan kehati-hatian
0,0
Indonesia Thailand Malaysia Singapura mengingat kenaikan nilai aset tersebut diperkirakan lebih
Sumber: CEIC
Keterangan: dipengaruhi oleh kenaikan indeks harga properti yang
*) : Data untuk Indonesia (Agustus 2008), Thailand (November 2008), Malaysia dan Singapura (September 2008).

terjadi secara persisten sejak tahun 2004. Dalam kondisi


Hasil survey Neraca Rumah Tangga (Household) ekonomi yang melambat seperti sekarang ini, besar
menunjukkan bahwa pada tahun 2008 secara keseluruhan kemungkinan permintaan terhadap properti akan
rumah tangga Indonesia masih mempunyai kemampuan menurun sehingga harga properti juga berpotensi turun.
membayar hutang yang cukup baik. Hal ini tergambar dari Jika harga properti turun tentunya nilai aset rumah tangga
masih kecilnya rasio hutang terhadap total pendapatan juga akan turun. Penurunan nilai aset dan penurunan
maupun terhadap disposable income, yaitu hanya berada pendapatan rumah tangga akan semakin menekan
pada kisaran 6,31% s.d. 28,62%. Namun, mengingat kemampuan membayar rumah tangga.
56% dari total pendapatan rumah tangga bersumber dari Ke depan, tantangan di sektor rill diperkirakan masih
gaji dan tunjangan, maka pemutusan hubungan kerja oleh akan tetap tinggi sejalan dengan masih terbatasnya
perusahaan berpotensi menurunkan pendapatan rumah pembangunan infrastruktur di dalam negeri.
Perekonomian diperkirakan juga akan masih dipengaruhi
Grafik 1.13
Komposisi Sumber Pendapatan Rumah Tangga imbas krisis keuangan global. Sebagai antisipasi terhadap
tekanan ekspor yang cukup besar, diperlukan langkah-
langkah untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor
Penerimaan
Pensiun
3% usaha yang non tradable. Dalam jangka pendek, beberapa
Lainnya
10%
Gaji dan Tunjangan
stimulus yang telah dikeluarkan baik dari sisi moneter
Pendapatan usaha
netto 31% 56%
maupun fiskal diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
konsumsi dan ketahanan sektor riil. Jika berhasil
diwujudkan maka stabilitas sistem keuangan ke depan
diperkirakan akan tetap terpelihara dengan baik.
Sumber: Survey Neraca Rumah Tangga 2008

14
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Boks 1.1 Survei Neraca Rumah Tangga Indonesia 2008

Neraca rumah tangga (household) merupakan (0,39%). Relatif tingginya networth rumah tangga
indikator penting untuk menganalisis potensi risiko didukung kemampuan menabung. Hal itu tercermin
kredit dari sektor rumah tangga. Pada bulan Juni 2008, pada rasio total pengeluaran terhadap total pendapatan
Bank Indonesia bekerjasama dengan Biro Pusat Statistik rumah tangga dan rasio pengeluaran konsumsi
(BPS) melakukan survei guna menyusun neraca rumah terhadap disposable income yang di bawah 100%, yaitu
tangga Indonesia. Survei dilakukan pada 10 propinsi masing-masing sebesar 91,29% dan 90,59%.
(Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Namun demikian, kemampuan menabung rumah
Barat, DI Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Kalimantan tangga yang tidak memiliki hutang cenderung lebih
Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo) dengan total besar, terlihat pada rasio total pengeluaran terhadap
responden 3.553 rumah tangga. total pendapatan rumah tangga dan rasio pengeluaran
konsumsi terhadap disposable income yang lebih
Gambaran Umum Neraca Rumah Tangga rendah, yaitu masing-masing sebesar 83,64% dan
83,39%. Sementara itu, kemampuan menabung
Indonesia
kelompok rumah tangga yang berhutang cenderung
Aset Rumah Tangga
kurang memadai sehingga berhutang untuk
Seperti lazimnya di negara sedang berkembang,
membiayai kebutuhan dan pembelian asetnya. Hal ini
aset rumah tangga Indonesia didominasi aset non
tercermin dari rasio total pengeluaran terhadap total
keuangan (non financial asset) berupa properti seperti
pendapatannya dan rasio pengeluaran konsumsi
rumah, bangunan dan tanah dengan pangsa sebesar
terhadap disposable income yang di atas 100%, yaitu
76,81% dari total aset, diikuti oleh aset non keuangan
masing-masing sebesar 102,61%, dan 103,12%.
lainnya (15,57%), dan asset keuangan (7,62%).
Dibandingkan hasil survei 2007, komposisi aset
Hutang Rumah Tangga
non keuangan lainnya (emas, ternak dan lainnya)
Sebagian besar (sekitar 65%) responden
sedikit meningkat. Hal ini dipicu kenaikan harga emas
menyatakan bahwa mereka memiliki uang tunai yang
pada pertengahan 2008 yang mendorong rumah
disisihkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tak
tangga mengalihkan sebagian aset keuangannya ke
terduga. Namun, apabila kebutuhan tak terduga
dalam bentuk emas. Sementara itu, aset keuangan
tersebut sudah melebihi dana cadangan maka rumah
rumah tangga didominasi oleh penanaman pada bank
tangga mengatasinya dengan berhutang.
(73%), diikuti oleh penanaman pada lembaga
Berdasarkan nominalnya, hutang rumah tangga
keuangan non bank (13%).
Indonesia didominasi oleh hutang bank (78%), diikuti
oleh hutang kepada lembaga keuangan non bank (12%)
Sumber Dana Rumah Tangga dan sumber lain diluar lembaga keuangan (10%).
Sumber dana utama rumah tangga adalah dari Tujuan pinjaman atau berhutang adalah 24% untuk
penghasilan sendiri (networth), mencapai 96,13% dari modal usaha, 16% untuk membeli alat transportasi, 14%
total aset. Pembiayaan dari hutang bank hanya 3,01% untuk membangun atau renovasi rumah, dan 13% untuk
dari total aset, diikuti oleh pembiayaan dari lembaga konsumsi makanan. Sementara rata-rata jangka waktu
keuangan non bank (0,47%) dan sumber dana lainnya pengembalian hutang adalah sekitar 20 bulan.

15
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Grafik Boks 1.1.1 hutang rumah tangga terhadap total pendapatan


Komposisi Hutang Rumah Tangga maupun disposable income kurang dari 100%, yaitu
(dalam % terhadap Total Hutang)
sebesar 10,38% dan 11,22%. Debt servicing ratio
(cicilan pokok pinjaman dan biaya bunga terhadap
Hutang
Lainnya disposable income) rumah tangga juga kurang dari
10%
Hutang LKBB
12%
100% yaitu hanya sebesar 6,31%. Kecil angka rasio-
rasio ini mengindikasikan bahwa rumah tangga mampu

Hutang bank
mengelola pengeluarannya sedemikian rupa sehingga
78%
pendapatan yang dihasilkan dapat digunakan untuk
membayar kewajibannya yang jatuh tempo.
Selanjutnya, meskipun rasio hutang terhadap
disposable income maupun debt servicing ratio dari
kelompok rumah tangga yang berhutang kepada bank
Grafik Boks 1.1.2 dan LKBB adalah yang tertinggi (72,11% dan 33,08%),
Tujuan Pinjaman Rumah Tangga
namun kedua rasio tersebut juga masih di bawah 100%.
Dengan demikian, kelompok rumah tangga tersebut
Lainnya
Elektronik 16% diperkirakan masih memiliki kemampuan membayar
Modal usaha
2% 24%
Membeli Alat yang baik apabila terdapat kewajiban yang jatuh tempo.
transportasi
16% Konsumsi
makanan
13%
Membeli
Tanah/Rumah
Solvency Ratio
tidak ditempati
2% Rasio ini menggambarkan kemampuan aset
Membeli Rumah
ditempati sendiri
Pendidikan
8%
rumah tangga untuk meng-cover hutangnya apabila
2% Membangun/Reno Kesehatan
vasi Rumah 3% terjadi default . Hasil survei menunjukkan bahwa
14%
kemampuan aset rumah tangga Indonesia cukup baik
tercermin dari household gearing ratio (rasio total
hutang terhadap total aset) maupun rasio total hutang
Potensi Risiko
terhadap networth yang sangat rendah, yaitu masing-
Potensi risiko terhadap sistem keuangan terutama
masing hanya 3,87% dan 4,03%. Nilai household
ditransmisikan melalui volatilitas harga properti
gearing ratio yang kecil ini juga merupakan salah satu
mengingat mayoritas aset rumah tangga berupa
indikasi bahwa rumah tangga masih mempunyai
housing asset (aset properti seperti rumah, bangunan, kemampuan yang cukup besar untuk mendapatkan
dan tanah). Sementara itu, risiko rumah tangga yang
tambahan pembiayaan dari bank.
berhutang terhadap sektor keuangan relatif rendah
Dari pengelompokkan rumah tangga
mengingat kemampuan membayar kewajibannya yang
berdasarkan sumber hutangnya, diketahui bahwa
jatuh tempo cukup baik. Berikut dikemukakan hasil
kelompok rumah tangga yang berhutang kepada bank
analisis menggunakan beberapa rasio keuangan:
dan LKBB mempunyai household gearing ratio tertinggi
dibandingkan lainnya. Namun, nilai rasio tersebut juga
Liquidity Mismatch Ratio masih di bawah 100%. Hal tersebut mencerminkan
Rasio ini menggambarkan kemampuan bahwa kelompok rumah tangga yang berhutang
pendapatan rumah tangga untuk membayar cenderung juga masih mempunyai kemampuan
kewajibannya. Hasil survei menunjukkan bahwa rasio membayar yang baik.

16
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Boks 1.2 Risiko Kredit Sektor Korporasi: Credit Default Swaps (CDS)

Sektor riil mencakup 2 komponen yaitu rumah Persepsi tersebut cenderung kurang
tangga (household) dan korporasi. Perkembangan menggambarkan kondisi yang sebenarnya mengingat
terakhir sektor rumah tangga telah diungkapkan pada harga dan spread CDS yang tinggi tersebut juga dipicu
Boks 1.1. Pada Boks 1.2 ini dikemukakan salah satu oleh tipisnya pasar.
pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai Namun demikian, untuk tujuan surveillance
perkembangan risiko kredit sektor korporasi, yaitu ketahanan sistem keuangan, data tentang harga dan
dengan menganalisis perkembangan Credit Default spread CDS ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat
Swaps (CDS). deteksi dini (early warning).
CDS dikenal luas sebagai salah satu instrument
credit derivative . Secara konseptual, CDS dapat Grafik Boks 1.2.1
dipandang sebagai asuransi atau perlindungan atas Perkembangan Harga CDS Indonesia

default-nya kredit atau bonds (Duffie dan Singleton, 1200 Indonesia Korea
2003; Lando, 2004). Secara teknis, risiko kredit 1000
Philipin Thailand

tercermin pada spread CDS. Namun demikian, harga 800


(price) CDS juga tetap perlu diperhatikan karena juga
600
dapat menggambarkan perkembangan tekanan pasar.
400
Akhir-akhir ini, sejalan dengan semakin
200
memburuknya pasar keuangan global, perkembangan
0
harga dan spread CDS semakin menjadi pusat perhatian. 3
Jul
2
Ags
1
Sep
1
Okt
31
Okt
30
Nov
30
Des
29
Jan
2008 2009
Bahkan, CDS tidak saja sebagai cerminan risiko kredit Sumber : Bloomberg

korporasi, namun telah berkembang menjadi salah satu


Grafik Boks 1.2.2
indikator sovereign risk. Perkembangan Spread CDS Indonesia
Gejolak pasar keuangan yang sempat terjadi pada 370
Indonesia Korea
semester II 2008 telah menyebabkan harga dan spread 320
Philipin Thailand
270
CDS Indonesia menjadi melonjak tinggi. Puncaknya
220
adalah sekitar tanggal 28 Oktober 2008 pada saat 170

Bursa Efek Indonesia terpaksa ditutup sementara 120


70
karena IHSG merosot tajam, mencapai 1111,4 yaitu
20
terendah sejak Desember 2005. Namun, setelah -30
Pemerintah dan Bank Indonesia mengambil sejumlah -80
3 2 1 1 31 30 30 29
Jul Ags Sep Okt Okt Nov Des Jan
kebijakan penting, harga dan spread CDS sudah mulai 2008 2009
Sumber : Bloomberg
menurun, meskipun tetap lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi sebelum Oktober 2008. Daftar Pustaka:
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan Lando, D. (2004), Credit Risk Modeling, Princeton
negara-negara tetangga, harga dan spread CDS University Press, Princeton, New Jersey.
Indonesia juga masih menjadi yang tertinggi. Hal ini Duffie, D. dan Singleton, K.J. (2003), Credit Risk:
mengindikasikan kentalnya persepsi pasar bahwa risiko Pricing, Measurement, and Management, Princeton
kredit korporasi Indonesia masih tergolong tinggi. University Press, Princeton, New Jersey.

17
Bab 1 Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil

Transition Matrices: Potensi Risiko Kredit Korporasi


Boks 1.3
pada 3 Sektor

Transition matrices (matriks transisi) merupakan probabilitas migrasi ke rating yang memiliki jarak
salah satu alat atau pendekatan yang dapat digunakan cukup jauh (rating default).
untuk mendeteksi risiko kredit pada korporasi, yaitu Melanjutkan penelitian Hadad et al. (2007),
dengan menghitung probabilitas terjadinya migrasi dilakukan penelitian baru untuk mempelajari migrasi
rating atau perubahan kualitas kredit terakhir suatu kolektibilitas kredit pada 3 sektor (properti, transportasi
perusahaan. Matriks transisi merupakan salah satu input dan tekstil) selama tahun 2008 dengan menggunakan
penting dalam berbagai aplikasi manajemen risiko. data triwulanan SID yang mencakup 448.183 debitur.
Bahkan, perhitungan kecukupan modal ( capital Adapun pendekatan yang digunakan adalah metode
requirements) sesuai rekomendasi New Basel Accord Continuous Time dengan pertimbangan lebih unggul
(BIS, 2001) antara lain harus memperhatikan migrasi dibandingkan metode Cohort.
rating. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari ketiga
Penelitian sebelumnya (Credit Risk Modelling: sektor tersebut, debitur-debitur pada sektor properti
Rating Transition Matrices oleh Hadad et al., 2007 cenderung lebih baik dibandingkan 2 sektor lainnya.
dalam KSK No.9 September 2007) menggunakan rating Hal ini tercermin pada:
yang dikeluarkan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia Peluang migrasi debitur dengan kolektibilitas 1 dan
(Pefindo) sejak Februari 2001 s.d. Juni 2006. Penelitian 2 (Performing Loans atau PL) ke kolektibilitas 3, 4
tersebut menggunakan dua pendekatan, yaitu metode dan 5 (Non Performing Loans atau NPL) pada sektor
Continuous Time dan metode Cohort , serta properti lebih kecil dibandingkan 2 sektor lainnya.
mengasumsikan bahwa proses rating kredit mengikuti Peluang migrasi debitur NPL ke PL pada sektor
Markov chain . Kesimpulannya adalah metode properti lebih besar dibandingkan 2 sektor lainnya.
Continuous Time memberikan hasil yang lebih efisien Peluang migrasi debitur kolektibilitas 3 ke
dibandingkan metode Cohort. Selain itu, metode kolektibilitas 5 pada sektor properti lebih kecil
Continuous Time juga memungkinkan adanya dibandingkan 2 sektor lainnya.

Tabel Boks 1.3.1


Migrasi Kolektibilitas Debitur 3 Sektor
Properti
Kolek 1 2 3 4 5
1 89,7% 9,3% 0,3% 0,3% 0,4%
2 64,4% 28,0% 1,7% 1,5% 4,4%
3 37,7% 19,6% 5,8% 3,8% 33,1%
4 23,4% 10,8% 1,5% 4,7% 59,5%
5 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 100,0%
Transportasi
Kolek 1 2 3 4 5
1 89,5% 8,0% 0,5% 0,4% 1,7%
2 53,5% 28,7% 1,7% 2,0% 14,0%
3 7,5% 3,5% 3,3% 1,7% 84,1%
4 2,9% 1,1% 0,3% 3,0% 92,6%
5 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 100,0%
Tekstil
Kolek 1 2 3 4 5
1 94,0% 3,8% 0,6% 0,3% 1,4%
2 77,9% 4,6% 1,0% 1,1% 15,3%
3 27,0% 2,3% 0,7% 1,5% 68,6%
4 0,0% 0,0% 0,0% 0,6% 99,4%
5 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 100,0%

18
Bab 2 Sektor Keuangan

Bab 2
Sektor Keuangan

19
Bab 2 Sektor Keuangan

Halaman ini sengaja dikosongkan

20
Bab 2 Sektor Keuangan

Bab 2 Sektor Keuangan

Selama semester II 2008, sektor keuangan Indonesia terus bertumbuh


ditengah semakin beratnya tekanan yang berasal dari krisis keuangan global.
Secara umum, ketahanan sistem keuangan dapat tetap terjaga. Perbankan
sebagai industri yang paling dominan di sektor keuangan masih tetap
menunjukkan kinerja yang positif. Namun, krisis global telah sempat menekan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga Surat Utang Negara (SUN).

2.1. STRUKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA 1.355,41 (Desember 2008) atau turun 42,3%. Sementara,
Dibandingkan dengan kondisi pada semester harga SUN juga sempat turun yaitu sekitar 2,3% selama
sebelumnya, pada semester II 2008 struktur sistem periode 30 Juni s.d. 25 September 2008, meskipun kembali
keuangan Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. rebound sebesar 8,6% selama periode 25 September 2008
Industri perbankan yang terdiri dari bank umum dan bank s.d. 31 Desember 2008. Akan tetapi, sejak akhir Desember
perkreditan rakyat (BPR) masih tetap mendominasi dengan 2008 s.d. pertengahan Maret 2009, harga SUN kembali
pangsa sekitar 74% dari total asset sektor keuangan. mengalami tekanan dan turun sekitar 5,62%.
Sementara itu, pangsa industri keuangan lainnya, yaitu
asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, sekuritas Grafik 2.1
dan pegadaian relatif masih tetap rendah. Komposisi Aset Lembaga Keuangan

Pada industri perbankan, 15 bank besar menguasai


sebagian besar (70%) total aset industri. Selama semester 0,3% Bank Umum
5,8% 2,7%
3,2%
II 2008, total asset bank umum bertumbuh Rp269,7 triliun 8,0% BPR
1,1%
Perusahaan Asuransi
(13,2%) menjadi Rp2.310,6 triliun. Pertumbuhan ini
Dana Pensiun
merupakan salah satu pertanda bahwa krisis global yang
79,0% Perusahaan Pembiayaan
tengah terjadi tidak berdampak signifikan terhadap Perusahaan Sekuritas

industri perbankan. Namun, krisis global telah memicu Pegadaian

merosotnya IHSG dari 2.349,11 (Juni 2008) menjadi

21
Bab 2 Sektor Keuangan

2.2. INDEKS STABILITAS KEUANGAN Grafik 2.2


Indeks Stabilitas Keuangan (Financial Stability Index)
Perkembangan stabilitas keuangan dari waktu ke
3
waktu tercermin pada Indeks Stabilitas Keuangan atau Proyeksi FSI
FSI 2,10
2,5
Financial Stability Index (FSI).1 Terpengaruh oleh krisis
2,13
2 1,95
keuangan global, sektor keuangan dalam negeri bergejolak 1,77
1,5
sehingga stabilitas keuangan selama semester II 2008
1
mengalami tekanan (lihat Boks 2.1). Akibatnya, FSI
0,5
meningkat tajam dari 1,60 pada akhir Juni 2008 menjadi
0
2,10 pada akhir Desember 2008, dengan posisi tertinggi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

pada bulan November 2008 sebesar 2,43. Bersamaan


dengan itu, sejak Oktober 2008, nilai tukar rupiah juga 2.3. PERBANKAN
mengalami tekanan. 2.3.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas
Dengan demikian, angka FSI dalam dua bulan Perkembangan Dana Pihak Ketiga
terakhir 2008 telah melampaui batas indikatif maksimum Dana Pihak Ketiga (DPK), sebagai sumber dana
2. Tingginya angka FSI tersebut lebih banyak karena utama perbankan, pada awal semester II 2008 tumbuh
merosotnya IHSG dan harga SUN sebagai imbas krisis negatif, dan baru tumbuh positif sejak pertengahan
global. semester. Kenaikan signifikan DPK sejak bulan September
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa 2008 menyebabkan selama periode laporan, DPK tumbuh
tekanan krisis keuangan global mulai sedikit menurun yang positif sekitar 12,87% mencapai Rp1.753,3 triliun.
ditandai dengan mulai membaiknya IHSG dan harga SUN. Peningkatan tersebut terjadi pada semua komponen, baik
Respon kebijakan yang ditempuh Pemerintah dan Bank giro, tabungan, maupun deposito.
Indonesia juga berhasil meredam gejolak keuangan yang Peningkatan DPK sejak pertengahan semester II 2008
sempat terjadi. Sejalan dengan itu, FSI semakin menurun, tampaknya terkait dengan tingginya suku bunga pada
mencapai 2,06 per Januari 2009. waktu itu sebelum akhirnya diturunkan di penghujung
Penurunan FSI tersebut mencerminkan bahwa tahun 2008. Tingginya suku bunga merupakan salah satu
stabilitas keuangan secara umum masih relatif terjaga. faktor yang mempengaruhi naiknya minat masyarakat
Bahkan, ke depan pada akhir Juni 2009, FSI diperkirakan untuk kembali menanamkan dananya di perbankan.
akan mencapai sekitar 1,77 √ 2,13, dengan skenario Terlebih di tengah kondisi perekonomian yang belum
moderat sebesar 1,95 atau relatif lebih rendah sepenuhnya stabil, investasi pada lembaga non perbankan
dibandingkan posisi akhir Desember 2008. Oleh karena dinilai oleh sebagian pemilik dana sebagai berisiko tinggi
itu, prospek stabilitas keuangan diperkirakan masih tetap dan imbal hasil yang diperoleh cenderung tidak pasti
positif dan stabilitas sistem keuangan ke depan akan relatif dibandingkan dengan menyimpan dana di perbankan.
tetap terpelihara. Faktor penting lain yang turut mendorong kenaikan DPK
adalah kebijakan Pemerintah melalui PERPPU pada

1 Uraian detail tentang metodologi dan pendekatan yang digunakan untuk menghitung pertengahan Oktober 2008 untuk meningkatkan besarnya
Indeks Stabilitas Keuangan dapat dilihat pada KSK No.8 Maret 2007 dan No.9 September
2007. cakupan penjaminan simpanan oleh LPS dari sebesar

22
Bab 2 Sektor Keuangan

Rp100 juta menjadi Rp2 miliar per nasabah per bank. Grafik 2.5
Perkembangan DPK Valas vs Nilai Tukar Rupiah
Kebijakan tersebut dinilai cukup efektif untuk
USD miliar Rupiah
mempertahankan dan bahkan mendorong peningkatan 30 12.500

dana masyarakat di perbankan. 11.700


27
dalam USD
(skala kiri) 10.900
Grafik 2.3 24
Perkembangan DPK 10.100
nilai tukar
Rp triliun rupiah thd USD
21 (skala kanan)
550 900 9.300

Deposito (ka)
750
18 8.500
500 Des Apr Ags Des Apr Ags Des
600 2006 2007 2008
Tabungan (ki)

450 450
Kecukupan Likuiditas
Giro (ki) 300
400 Lambatnya pertumbuhan DPK pada awal semester
150
II 2008 yang terjadi bersamaan dengan keringnya
350 0
Des Feb Aprl Jun Ags Okt Des
2007 2008
likuiditas global menyebabkan kondisi likuiditas
perbankan domestik ikut tertekan. Selain itu,
Berdasarkan jenis valuta, pertumbuhan DPK dalam pertumbuhan kredit yang cukup tinggi s.d. bulan Oktober
valuta asing tercatat sebesar 18,94% atau sedikit lebih 2008, ternyata sebagian besar dibiayai dengan pencairan
tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK rupiah sebesar secondary reserves sehingga menekan likuiditas
18,85%. Namun, karena faktor depresiasi nilai tukar rupiah perbankan. Akibatnya, kecukupan likuiditas semakin
terhadap USD yang cukup besar selama periode laporan, berkurang dengan puncaknya pada bulan Agustus 2008,
maka apabila dihitung dalam denominasi valas, pada saat ekses likuiditas mencapai titik terendah. 2
pertumbuhan DPK valas selama periode laporan justru Sampai dengan bulan tersebut, ekses likuiditas turun
turun sebesar USD1,36 miliar, terutama pada komponen sekitar 30,18% (ytd) dengan penurunan terbesar pada
deposito dan giro yang masing-masing turun sebesar Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
USD0,98 miliar dan USD0,58 miliar.
Grafik 2.6
Ekses Likuiditas Bank
Grafik 2.4
Perkembangan DPK Valas
250 290

USD miliar Rp triliun


200
30 320 285

DPK va dlm USD


150 SBI (ki)
(skala kiri)
27 290 SUN (kn) 280
100

24 260 275
50 Fasbi/FTK (ki)
DPK va dlm Rp
(skala kanan)
21 230 0 270
Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
2007 2008
18 200
Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
2007 2008
2 Ekses likuiditas terdiri dari SBI, penempatan lainnya pada Bank Indonesia selain Giro
pada BI (Fasbi/FTK), dan Surat-surat Berharga.

23
Bab 2 Sektor Keuangan

Selain tercermin pada penurunan jumlah ekses cenderung menurun, baik dalam rupiah maupun valuta
likuiditas, berkurangnya kecukupan likuiditas bank juga asing (valas).
ditunjukkan oleh rasio alat likuid terhadap Non Core
Grafik 2.7
Deposits (NCD)3 yang terus menurun dan mencapai angka
Volume Transaksi PUAB DN (rata-rata per hari)
terendah pada bulan Agustus 2008, yaitu 84,9%. Rasio
Rp triliun USD juta
ini menunjukkan kemampuan bank untuk dapat 14 500

memenuhi penarikan DPK sewaktu-waktu. Dengan 12


400
10
angka rasio yang kurang dari 100%, maka ketahanan
8 300
likuiditas perbankan pada waktu itu cenderung kurang
6
200
memadai. 4
100
Namun, seiring dengan kenaikan signifikan DPK sejak 2
PUAB Rupiah PUAB valas
awal September 2008, tekanan likuiditas mulai berkurang. 0 0
Jan Mar Mei Jul Sep Nov
2008
Kenaikan DPK tersebut, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, antara lain karena kebijakan Pemerintah Untuk meminimalkan dampak segmentasi di PUAB,
meningkatkan besarnya cakupan penjaminan simpanan Bank Indonesia telah melakukan enhancement Operasi
oleh LPS. Disamping itu, Bank Indonesia juga telah Pasar Terbuka (OPT) sejak Februari 2008. Setelah
mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengurangi mengaktifkan fasilitas Fine Tune Operation (FTO), baik yang
tekanan likuiditas, termasuk pelonggaran kewajiban GWM bersifat ekspansi (FTE) untuk memberi kelonggaran bagi
rupiah dan valas. Akibatnya, kondisi likuiditas industri bank yang kesulitan likuiditas, maupun yang bersifat
perbankan semakin membaik sehingga mendorong kontraksi (FTK) sebagai fasilitas penempatan dana bagi
meningkatnya ketahanan likuiditas. Perkembangan positif bank dengan kelebihan likuiditas, Bank Indonesia
tersebut juga tercermin dari angka rasio alat likuid terhadap kemudian melakukan penyempurnaan pada fitur FTO. Hal
NCD yang terus membaik, sehingga pada akhir Desember ini dilakukan dengan memperpanjang tenor FTE dari
2008 berhasil mencapai 109,1%. Hal ini mengindikasikan maksimum 14 hari menjadi maksimum 3 bulan agar bank
bahwa kondisi likuiditas perbankan sudah semakin dapat memperoleh akses lebih besar terhadap likuiditas
terkendali. dari bank sentral. Sementara itu, Bank Indonesia juga
mengadakan transaksi repo dengan tenor lebih panjang
Pasar Uang Antar Bank (2-14 hari) untuk membantu bank yang mengalami
Sejalan dengan meningkatnya tekanan likuiditas kesulitan likuiditas. Langkah-langkah ini terbukti cukup
global, terdapat kecenderungan bank-bank domestik berhasil mengatasi tekanan likuiditas pada industri
untuk menahan likuiditasnya dan membatasi transaksi perbankan.
antar bank sehingga menimbulkan segmentasi Pasar Uang Selanjutnya, dalam rangka mengetahui ketahanan
Antar Bank (PUAB). Bersamaan dengan itu, rata-rata per likuiditas perbankan, khususnya terhadap kemungkinan
hari volume transaksi bank pada PUAB Dalam Negeri (DN) penarikan DPK secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar
telah dilakukan suatu simulasi dengan mengasumsikan
3 Alat likuid terdiri dari kas dan penempatan pada BI (Giro BI, SBI, dan penempatan lainnya).
Sedangkan NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro + 30% tabungan + 10% deposito bahwa penurunan/penarikan DPK akan dibiayai dari ekses
jangka waktu s.d 3 bulan.

24
Bab 2 Sektor Keuangan

likuiditas bank. Hasil simulasi berdasarkan data akhir dari krisis global. Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi
Desember 2008 menunjukkan bahwa ekses likuiditas yang tampaknya juga bagian dari strategi bank untuk
dimiliki bank masih mencukupi untuk mengcover mempertahankan tingkat laba karena spread antara biaya
penurunan DPK hingga 29,27%. Selain itu, juga telah bunga DPK dengan pendapatan bunga dari penanaman
dilakukan stress test risiko likuiditas untuk mengetahui pada PUAB dan SBI cenderung semakin menipis.
ketahanan permodalan dalam menyerap biaya Pertumbuhan kredit yang tinggi tersebut dapat pula
mendapatkan likuiditas dari PUAB apabila bank dipandang sebagai hasil dari berbagai kebijakan Bank
menghadapi kesulitan pendanaan. Hasil stress test Indonesia pada waktu-waktu sebelumnya dalam rangka
menunjukkan bahwa secara umum permodalan bank mendorong fungsi intermediasi perbankan.
masih cukup kuat menghadapi tekanan risiko likuiditas
dimaksud. Grafik 2.8
Pertumbuhan Kredit (yoy)
%
50
Kredit Valas dlm USD
2.3.2. Perkembangan dan Risiko Kredit 45 Total Kredit
Total Kredit (NT Tetap)
40 Kredit Rupiah
Perkembangan Kredit 35 Kredit Valas dlm Rp

30
Pertumbuhan kredit yang tinggi menjadi hal yang
25
menonjol pada tahun 2008. Gejala pertumbuhan kredit 20
15
yang pesat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 10
5
2007. Waktu itu pertumbuhan kredit mencapai 25% atau 0
Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
lebih tinggi dari target sebesar 22%. Pada tahun 2008, 2007 2008
Data Des'08 menggunakan data LHBU
sesuai Rencana Bisnis, perbankan menargetkan
pertumbuhan kredit sekitar 24%. Namun, sebelum tahun
Grafik 2.9
2008 berakhir, target kredit tersebut sudah terlampaui Perkembangan Kredit 2007-2008
hingga mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2008
2008
Kredit Valas (USD T) 2007
dengan pertumbuhan 37% yoy.
Sejalan dengan meningkatnya tekanan karena Kredit Valas (Rp T)

memburuknya perekonomian, sejak bulan November 2008


Kredit Rupiah (Rp T)
pertumbuhan kredit mulai melambat sehingga mencapai
29,5% pada akhir tahun. Mengingat selama periode Total Kredit (Rp T)

laporan telah terjadi depresiasi nilai tukar rupiah yang (15) 0 25 65 105 145 185 225 265

signifikan, maka dengan menghilangkan faktor nilai tukar,


pertumbuhan kredit tahun 2008 sebenarnya lebih rendah, Sebelumnya telah dikemukakan bahwa selama
yaitu sebesar 25,7%. periode laporan dana pihak ketiga (DPK) bertumbuh sekitar
Tingginya pertumbuhan kredit antara lain didorong 12,87%. Pertumbuhan DPK yang lebih rendah
oleh tingginya permintaan pengusaha domestik untuk dibandingkan pertumbuhan kredit mendorong
modal kerja dan investasi sejalan dengan semakin sulitnya peningkatan loan to deposit ratio (LDR) dari 76,6% pada
mendapat pendanaan dari luar negeri sebagai dampak Juni 2008 menjadi 77,2% pada Desember 2008. Bahkan

25
Bab 2 Sektor Keuangan

angka LDR sempat mencapai titik tertinggi setelah krisis Komunikasi; sektor Konstruksi; sektor Jasa Dunia Usaha;
1997/1998 yaitu sebesar 81,6% pada Agustus 2008. dan sektor Industri Pengolahan.
Dari segi kelompok bank, penyaluran kredit oleh
Grafik 2.11
bank Persero dan bank Swasta masih mendominasi. Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan (ytd)
Selama periode laporan, kredit kelompok bank Persero
2008
meningkat signifikan, terutama untuk sektor Industri Konsumsi
29% 2007

Pengolahan, Lain-Lain (Konsumsi) serta Perdagangan.


37%
Sementara itu, walaupun masih tumbuh tinggi, Investasi

peningkatan kredit bank Swasta cenderung lebih rendah


Modal Kerja 32%
dibandingkan semester sebelumnya. Perlambatan
pertumbuhan kredit pada kelompok bank Swasta terutama 0 10 20 30 40
%
untuk sektor Perdagangan dan Lain-Lain (Konsumsi),
sedangkan sektor Industri Pengolahan masih naik cukup Grafik 2.12
Pertumbuhan Kredit Sektor Ekonomi
besar.
Listrik 133,8%
25,9%
Pertambangan
Grafik 2.10 Jasa Sosial
11,1%

Pertumbuhan Kredit Kelompok Bank (ytd) Jasa Dunia Usaha 39,6%


19,1%
Pertanian
Konstruksi 42,8%
32%
Industri 70,2%
Pengangkutan
46% Industri Pengolahan 37,9%
Asing
Lain-lain 29,1% 2008
50% 20,7% 2007
Campuran Perdagangan
36% 0 20 40 60 80 100 120 140
BPD
%
27%
Swasta

32%
2008
2007
Meskipun tidak sebesar pertumbuhan kredit lainnya,
BUMN

0 10 20 30 40 50 Kredit Konsumsi tetap meningkat sebesar Rp39 triliun


%
selama semester II 2008. Kenaikan kredit konsumsi
Suatu hal yang menggembirakan dari penyaluran terutama berasal dari peningkatan kredit Lainnya
kredit selama semester II 2008 adalah cukup tingginya (mencakup kredit kendaraan bermotor, kredit tanpa
penyaluran kredit untuk sektor produktif. Hal ini tercermin agunan, dan lain-lain) sebesar Rp25,6 triliun dan diikuti
pada Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi yang kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp10,1 triliun.
mendominasi penyaluran kredit dengan menyumbang Dengan demikian, selama tahun 2008, pertumbuhan
masing-masing sebesar 49% dan 27% dari total kenaikan kredit Lainnya dan KPR menjadi lebih tinggi dibandingkan
kredit. Dengan demikian, secara keseluruhan pertumbuhan Kartu Kredit. Sementara itu, dari 3 jenis
pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi kredit yang termasuk dalam kelompok Kredit Properti (KPR,
selama tahun 2008 bertumbuh cukup tinggi masing- Kredit Real Estate dan Kredit Konstruksi), KPR
masing 32% dan 37%. Sementara itu, secara sektoral, menyumbang 54,6% dari total kenaikan kredit Properti
pertumbuhan kredit yang cukup tinggi terdapat pada selama semester laporan yang mencapai Rp18,5 triliun.
sektor Listrik, Air dan Gas; sektor Pengangkutan dan Dengan total kredit mencapai Rp198,9 triliun, pangsa

26
Bab 2 Sektor Keuangan

kredit Properti mengalami sedikit penurunan dari 15,7% Grafik 2.15


Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Valuta Asal
pada akhir Juni 2008 menjadi 15,2% pada akhir Desember
% Rp
2008. 60 14.000

40
12.000
Grafik 2.13 20
Pertumbuhan KPR, Kartu Kredit & Lainnya
- 10.000

(20)
29%
Lainnya 8.000
2008 (40)
2007 yoy Rp (%) yoy Va USD (%) kurs
26%
(60) 6.000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kartu Kredit

Konsumsi lebih merata, tercermin pada pangsa untuk


29%
KPR
pulau Jawa berkisar antara 50%-60%. Sementara itu,
0 5 10 15 20 25 30 kredit di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi lebih
%
kepada kredit investasi.
Grafik 2.14
Perkembangan Kredit Properti
Grafik 2.16
Pangsa Kredit Penggunaan
KPR

Maluku + Papua KK
Pertumbuhan 2007 (%) Pertumbuhan 2008 (% ytd)
Bali + NusTra KI
Delta Kredit 2007 (Rp M) Delta Kredit 2008 (Rp M)
Real Estate KMK
Sulawesi
Kalimantan
Sumatra
Konstruksi Jawa Timur
JaTeng + DIY
0 9 18 27 36 45 DKI Jakarta
JaBar + Banten

0 5 10 15 20 25 30 35
Kredit rupiah masih mendominasi penyaluran kredit %

perbankan pada semester laporan, dengan pangsa


mencapai 80% dari total kenaikan kredit. Sementara itu, Pada semester II 2008, kredit MKM (Mikro, Kecil dan
kenaikan kredit valas sebesar Rp32,4 triliun lebih Menengah) mengalami peningkatan sebesar Rp58,6 triliun
dipengaruhi oleh faktor depresiasi nilai tukar rupiah. atau tumbuh 26,1% yoy, atau di bawah angka
Dengan menggunakan denominasi USD, kredit valas pertumbuhan total kredit perbankan. Akibatnya,
sebenarnya turun sebesar USD0,8 miliar menjadi USD23,1 pangsanya terhadap total kredit mengalami sedikit
miliar. Penurunan kredit valas terjadi sejalan dengan penurunan dari 50,1% pada akhir Juni 2008 menjadi
meningkatnya risiko akibat berfluktuasinya nilai tukar dan 48,5% pada akhir Desember 2008. Secara umum, kredit
kondisi perekonomian dunia yang masih belum MKM masih didominasi oleh Kredit Konsumsi dengan
menggembirakan. peningkatan mencapai 61,5% dari total peningkatan
Dari sisi lokasi proyek, penyaluran kredit masih kredit MKM. Kredit produktif pada kredit MKM lebih
terpusat di pulau Jawa, terutama untuk kredit modal kerja cenderung dalam bentuk Kredit Modal Kerja untuk
(pangsa 72,9%). Perkembangan Kredit investasi dan Kredit kebutuhan operasional sehari-hari yang peningkatannya

27
Bab 2 Sektor Keuangan

selama selama semester laporan mencapai Rp19 triliun yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan nominal NPL
(32,4% dari total peningkatan kredit). Sementara itu, mengindikasikan bahwa perbankan sudah mulai
sumbangan kredit Investasi relatif kecil yaitu sekitar 6,1% mengantisipasi kemungkinan kenaikan risiko kredit ke
dari total kenaikan kredit MKM. Secara sektoral, sektor depan.
yang mengalami kenaikan kredit terbesar adalah sektor
Grafik 2.18
Lain-Lain dan Perdagangan. Non Performing Loans
(%) (Triliun)
10 75
Grafik 2.17 NPL Gross (kr)
9 70
Perkembangan Kredit MKM 8
% 65
1400 54 7
60
6
NPL Nominal (kn) 55
1200 5
52
50
Total Kredit Rp T (kiri) 4
1000 45
MKM Rp T (kiri) 3
50 NPL Net (kr)
% MKM/Kredit 40
800 2
48 1 35
600 - 30
2006 Jun 2007 Jun 2008 Jun Des
46
400

200 44 Grafik 2.19


2006 2007 2008 Des
Kredit, NPL, dan PPAP (Rp Triliun)

75 1600
Risiko Kredit 70
Nominal NPL (kiri)
1400
65 Kredit (kanan)
Selama semester II 2008, kenaikan nominal NPL 1200
60
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya 55 1000

50 800
tekanan perlambatan perekonomian. Meskipun selama
45
600
periode laporan nominal NPL hanya naik Rp2,3 triliun 40
400
35
menjadi Rp50,9 triliun, namun mengingat rendahnya 30 200
2006 2007 2008 Des
peningkatan nominal NPL tersebut adalah karena
penghapusbukuan kredit yang cukup signifikan pada satu Dari segi kelompok bank, selama semester laporan,
bank besar, maka kenaikan nominal NPL perlu diwaspadai kenaikan nominal NPL terjadi pada kelompok bank Swasta,
apalagi kondisi ekonomi tengah kurang menggembirakan. kantor cabang bank Asing dan bank Campuran,
Dari sisi rasio NPL, dibandingkan dengan posisi akhir sedangkan nominal NPL bank Persero justru turun Rp3,1
semester I 2008, rasio NPL gross menurun menjadi 3,76%. triliun karena penghapusbukuan kredit. Naiknya nominal
Rendahnya rasio NPL dipengaruhi oleh tingginya NPL pada kelompok bank Swasta dan Campuran disertai
peningkatan kredit yang jauh melebihi peningkatan pula dengan peningkatan rasio NPL gross yang terjadi sejak
nominal NPL. Sementara itu, kenaikan nominal NPL juga pertengahan semester II 2008, sementara kenaikan rasio
diiringi dengan kenaikan Penyisihan Penghapusan Aktiva NPL kelompok kantor cabang bank Asing baru terjadi pada
Produktif (PPAP) dalam jumlah yang lebih tinggi yaitu akhir semester. Kenaikan kredit bermasalah pada kelompok
sebesar Rp4,4 triliun menjadi Rp47,5 triliun selama bank Swasta dan Campuran terutama pada kredit untuk
semester laporan. Hal ini menyebabkan rasio NPL net sektor Industri Pengolahan serta sektor Jasa Dunia Usaha,
menurun sebesar 0,2% menjadi 1,47%. Peningkatan PPAP sementara untuk kelompok kantor cabang bank Asing

28
Bab 2 Sektor Keuangan

diikuti pula oleh kredit sektor Lain-Lain (konsumsi), pada Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi mengalami
terutama yang berasal dari kartu kredit. penurunan. Meskipun jumlah nominalnya mengalami
peningkatan, secara rasio, NPL gross Kredit Modal Kerja
Grafik 2.20
sedikit menurun dibandingkan periode sebelumnya
Rasio NPL Gross Kelompok Bank
sehingga menjadi 3,4%. Selanjutnya, walaupun secara
7
Des-07 rasio, NPL tertinggi masih terdapat pada Kredit Investasi,
6 Jun-08
Des-08
5
telah terjadi penurunan kredit non-lancar yang cukup
4 signifikan karena adanya hapus buku sehingga rasio NPL
3 gross Kredit Investasi turun dari 4,6% pada akhir Juni 2008
2
menjadi 3,8% pada akhir Desember 2008. Sementara itu,
1
sejalan dengan penurunan nominal NPL Kredit Konsumsi,
0
BUMN Swasta BPD Campuran Asing
rasio NPL grossnya juga mengalami penurunan dari 2,9%
Peningkatan nominal NPL sektor Jasa Dunia Usaha menjadi 2,5%.
dan Industri Pengolahan membuat kedua sektor ekonomi
tersebut mendominasi kenaikan nominal NPL sektoral Grafik 2.22
Rasio NPL Gross Jenis Penggunaan
industri perbankan, masing-masing sebesar Rp1 triliun dan
7
Rp0,7 triliun. Kedua sektor tercatat memiliki rasio NPL gross Des-07
6 Jun-08
masing-masing sebesar 2,12% dan 5,41%. Dengan 5
Des-08

demikian, Industri Pengolahan tampaknya masih menjadi 4

3
sektor dengan tingkat risiko kredit yang cukup tinggi,
2
meskipun sedikit membaik pada akhir periode laporan
1
sejalan dengan hapus buku yang dilakukan oleh salah satu 0
Modal Kerja Investasi Konsumsi
bank besar.

Grafik 2.23
Grafik 2.21
Rasio NPL Gross Kredit Konsumsi
Rasio NPL Gross Sektor Ekonomi
%
12
Lain-lain Des-07 Des-07
Jun-08 10 Jun-08
Jasa Dunia Usaha Des-08 Des-08

Pengangkutan 8

Perdagangan
6
Konstruksi
4
Ind. Pengolahan

Pertambangan 2
Pertanian
0
0,0 1,5 3,0 4,5 6,0 7,5 KPR Kartu Kredit Lainnya

Dari segi jenis penggunaan kredit, peningkatan Penurunan nominal NPL Kredit Konsumsi terutama
nominal NPL selama semester II 2008 hanya terjadi pada karena penurunan nominal kredit KPR yang menyebabkan
Kredit Modal Kerja, yaitu sebesar Rp1,7 triliun, sementara rasio NPL gross KPR turun menjadi 2,26%. Sementara itu,

29
Bab 2 Sektor Keuangan

rasio NPL gross Kartu Kredit masih cukup tinggi, yaitu 10,8% penghapusbukuan kredit. Ke depan, perlu semakin
pada akhir Desember 2008, meskipun sedikit menurun diwaspadai turunnya ekspor dan pelemahan nilai tukar
dibandingkan posisi akhir Juni 2008 sebesar 11,6%. rupiah karena berpotensi mempengaruhi kemampuan
Sebagian besar (78,2%) nominal NPL Kartu Kredit terdapat debitur membayar kewajibannya, terutama kewajiban
pada kelompok Kantor Cabang Bank Asing. Sementara itu, dalam valas.
walaupun nominal NPL KPR sudah mengalami penurunan,
secara total, nominal NPL Kredit Properti masih mengalami Grafik 2.25
Rasio NPL Gross Kredit Rupiah dan Valas (%)
peningkatan sebesar Rp0,3 triliun. Hal tersebut karena
nominal NPL Kredit Real Estate mengalami peningkatan 5
Des-07
dengan rasio NPL menjadi sebesar 4,51%. Des-08
Jun-08
4

Grafik 2.24 3

Rasio NPL Gross Kredit Properti (%)


2

6
Des-07
1
5 Jun-08
Des-08
0
4 Rupiah Valas

Pada periode laporan, nominal NPL Kredit MKM


2

1
turun Rp1 triliun menjadi Rp18,8 triliun. Sejalan dengan

-
itu, rasio NPL gross Kredit MKM juga turun menjadi 2,97%.
Konstruksi Real Estate KPR
Berdasarkan jenis penggunaan, nominal NPL dari semua
Kredit valas menjadi sumber utama peningkatan jenis Kredit MKM turun, terutama pada Kredit Modal Kerja
nominal NPL perbankan. Selama semester II 2008, nominal sebesar Rp0,5 triliun. Dari sisi sektoral, penurunan nominal
NPL kredit valas naik Rp1,9 triliun menjadi Rp10,5 triliun NPL terjadi pada hampir semua sektor, kecuali sektor
antara lain karena pelemahan nilai tukar rupiah. Apabila Industri Pengolahan, dengan penurunan terbesar pada
dinyatakan dalam USD, nominal NPL kredit valas hanya sektor Perdagangan sebesar Rp1 triliun. Nominal NPL kredit
naik USD29,7 juta. Sejalan dengan itu, rasio NPL gross MKM sektor Industri Pengolahan naik Rp0,6 triliun,
kredit valas juga meningkat menjadi 4,14%. Kenaikan sehingga rasio NPL gross-nya naik menjadi 7,5%. Hal ini
nominal NPL kredit valas terbesar pada kelompok bank
Grafik 2.26
Persero sebesar Rp0,8 triliun, diikuti Kantor Cabang Bank Rasio NPL Gross MKM & Non MKM (%)
Asing sebesar Rp0,7 triliun. 5
Des-07
Di lain pihak, rasio NPL gross kredit rupiah turun Juni-08
4 Nov-08

menjadi 2,98% sejalan dengan penurunan nominal NPL


3
kredit rupiah sebesar Rp0,7 triliun. Penurunan nominal NPL
2
kredit rupiah terutama karena menurunnya nominal NPL
1
pada kelompok bank Persero dalam jumlah yang signifikan,
yaitu sebesar Rp3,9 triliun yang disebabkab oleh 0
MKM Non MKM

30
Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.27 masih tinggi pada saat itu juga berpotensi meningkatkan
Rasio NPL Gross Kredit MKM (%)
tekanan inflasi ke depan. Sebagai respon atas kondisi

4,0 Des-07 Jun-08 tersebut, Bank Indonesia menaikkan suku bunga


Des-08
kebijakannya (BI rate) sebagai upaya untuk meredam
3,0
tekanan inflasi. Sejak Juli sampai dengan Oktober, secara
2,0 berturut-turut BI rate terus dinaikkan sebesar 25 bps,
sehingga mencapai 9,5% pada Oktober.
1,0
Namun, pada perkembangan lebih lanjut,
0,0
Mikro Kecil Menengah
memburuknya kondisi pasar keuangan dunia mulai
mempengaruhi kondisi ekonomi domestik, terutama di
menunjukkan bahwa risiko kredit di sektor Industri pasar keuangan yang menyebabkan menurunnya kinerja
Pengolahan tidak hanya berasal dari korporasi besar (Non pasar saham, dan harga SUN, serta pelemahan nilai tukar
MKM) tetapi juga dari usaha skala kecil dan menengah Rupiah yang signifikan. Selain itu, perlambatan ekonomi
(MKM). dunia menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia turun
Sebagaimana dikemukakan pada Bab 1, potensi signifikan, sehingga ekonomi domestik mulai tumbuh
peningkatan risiko kredit tercermin pula pada hasil analisis melambat. Memperhatikan kondisi tersebut, Bank
Probability of Default (PD) yang mengindikasikan bahwa Indonesia mempertahankan level BI rate pada 9,5% pada
ke depan risiko kredit yang berasal dari sektor riil bulan November. Pada penghujung 2008, Bank Indonesia
(korporasi) akan cenderung meningkat. Berdasarkan mulai menurunkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 9,25%
analisis Probability of Default ( PD ) dan model untuk mendorong kegiatan ekonomi mengingat prospek
ekonometrik, diproyeksikan bahwa pada akhir tahun pertumbuhan ekonomi domestik ke depan diperkirakan
2009 rasio NPL gross perbankan akan meningkat menjadi melambat cukup dalam.
sekitar 4,9%-5,6%. Namun demikian, hasil stress test Penurunan BI rate pada akhir 2008 tidak langsung
terhadap 15 bank besar dengan menggunakan skenario direspon dengan penurunan suku bunga perbankan. Suku
pesimis (rasio NPL gross akan meningkat menjadi 5,6% bunga perbankan masih meningkat meskipun sudah
yaitu sebesar proyeksi tertinggi untuk tahun 2009) cenderung melambat. Selama periode laporan, suku bunga
menunjukkan bahwa secara umum perbankan masih deposito 1 bulan naik 356 bps menjadi 10,75%,
mampu mengatasi kemungkinan kerugian yang akan sedangkan suku bunga kredit naik dalam level yang lebih
terjadi sehingga tidak terdapat bank yang CAR-nya turun rendah. Masih tingginya suku bunga perbankan,
menjadi di bawah 8%. khususnya suku bunga deposito, terjadi karena perang
suku bunga untuk menarik dana masyarakat sebesar-
2.3.3. Risiko Pasar besarnya guna meningkatkan likuiditas perbankan.
Perkembangan ekonomi domestik pada awal Sementara itu, suku bunga kredit Kredit Modal Kerja,
semester II 2008 ditandai dengan tingginya inflasi sebagai Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi masing-masing naik
dampak dari kenaikan harga BBM dan tingginya harga 222 bps, 139 bps, dan 27 bps, sehingga spread suku bunga
komoditas pokok dunia. Pertumbuhan ekonomi yang cenderung menyempit.

31
Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.28 pendapatan bunga bersih perbankan lebih tinggi


Suku Bunga Rp & Nilai Tukar
dibandingkan semester I 2008 sebagai akibat dari
% Rp
20 12500
KK (ki)
penyaluran kredit yang masih tinggi, namun ke depan hal
18 KMK (ki) 11500 ini berpotensi mengurangi profitabilitas. Hasil stress test
16
10500 menunjukkan bahwa apabila suku bunga meningkat 1%,
14
KI (ki)
12 9500
tidak terdapat bank yang mengalami penurunan CAR
10 menjadi di bawah 8%.
Deposito 1 8500
8 bln (ki)
Kurs (kn)
6 7500
2006 2007 2008 Des Grafik 2.30
Profil Maturitas Valas
M USD
10
Grafik 2.29
Profil Maturitas Rupiah
5
Rp triliun
500
400 0

300
200 (5)

100
0 (10)
Des07 Mrt08 Jun08
(100) Sep08 Des08

(200) (15)
sd 1 bln 1 - 3 bln 3 - 6 bulan 6 - 12 bln > 12 bln
(300)
Des07 Mrt08 Jun08
(400) Sep08 Des08
(500)
sd 1 bln 1 - 3 bln 3 - 6 bulan 6 - 12 bln > 12 bln Grafik 2.31
Posisi Devisa Netto
%
Dengan profil maturitas perbankan, baik rupiah 9
8
maupun valas, yang secara umum cenderung short dalam 7
6
jangka pendek dan long dalam jangka panjang, kenaikan
5
suku bunga perbankan berpotensi merugikan karena akan 4
3
mengurangi keuntungan atau meningkatkan kerugian.
2
Pada periode laporan, posisi short aset/kewajiban dalam 1
0
rupiah untuk jangka waktu sangat pendek (s.d. 1 bulan) Des07 Mrt08 Jun08 Sep08 Des08
BUSN Campuran BPD Persero Asing SELURUH
cenderung semakin meningkat seiring dengan gencarnya
perbankan dalam menarik dana masyarakat untuk Gejolak pasar keuangan global juga menimbulkan
meningkatkan likuiditas. Sebaliknya, untuk aset/kewajiban tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Bahkan rupiah sempat
dalam valas, posisi shortnya cenderung menurun sejalan mencapai Rp12.150 per USD pada November 2008,
dengan meningkatnya risiko akibat depresiasi rupiah yang sehingga rata-rata nilai tukar rupiah selama semester II
cukup tajam. 2008 mencapai Rp10.138 per USD dibandingkan semester
Meningkatnya posisi short jangka pendek ini I 2008 sebesar Rp9.235 per dolar AS. Namun demikian,
berpotensi meningkatkan risiko pasar perbankan akibat rasio PDN perbankan yang relatif rendah (6,2%)
kenaikan suku bunga, terlebih dengan spread yang menyebabkan eksposur perbankan terhadap risiko nilai
semakin menyempit. Meskipun selama semester II 2008 tukar relatif terbatas. Hasil stress test menunjukkan bahwa

32
Bab 2 Sektor Keuangan

apabila nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sampai Grafik 2.33


Perkembangan SUN (Rp T)
dengan Rp5.000 per USD, rasio kecukupan modal (CAR)
perbankan masih berada di atas 8%. Namun demikian, 300 AFS Trading HTM

250
perlu diwaspadai pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap

101,4
130,6
200
perbankan melalui penurunan kemampuan membayar

16,9
150

28,2
debitur.
100
Tekanan terhadap pasar saham dan pasar utang

156,4
126,8
50
domestik selama semester II 2008 semakin tinggi akibat
0
krisis pasar keuangan global yang semakin buruk. Salah Des Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 2008
satu dampaknya adalah harga surat utang negara yang
sempat turun signifikan pada Oktober, meski pada akhir pada laporan laba rugi yang menurun pada Desember
2008 sudah mulai meningkat. Perkembangan ini sangat 2008, setelah sempat meningkat tinggi pada Oktober
mempengaruhi neraca dan laba rugi perbankan, karena 2008.
sebagian besar bank memiliki SUN sebagai salah satu Harga SUN yang turun tajam juga mendorong
portofolio dalam aktiva produktif. perbankan untuk mengalihkan tujuan kepemilikan SUN dari
Untuk mengurangi kerugian yang lebih besar, pada AFS menjadi HTM untuk mengurangi kerugian. Akibatnya,
tanggal 9 Oktober 2008, Bank Indonesia, Pemerintah selama semester II 2008, pangsa kepemilikan SUN untuk
(Bapepam-LK), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) AFS turun 10,8% menjadi 36,9%, sedangkan pangsa HTM
menerbitkan keputusan bersama yang memungkinkan naik 11,3% menjadi 56,9%. Pangsa kepemilikan SUN
perbankan untuk menunda penerapan marking to market trading yang cukup rendah dan penundaan berlakunya
dalam penetapan nilai wajar untuk SUN. Selain itu, marking to market menjadikan perbankan tidak terlalu
perbankan juga dimungkinkan untuk mengalihkan tujuan terekspos dengan risiko penurunan harga SUN. Hasil stress
kepemilikan SUN dari kategori Trading dan Available for test menunjukkan bahwa apabila harga SUN turun sampai
Sale (AFS) menjadi kategori Hold to Maturity (HTM). 20%, tidak terdapat bank yang mengalami penurunan CAR
Kebijakan tersebut memberikan dampak positif terhadap menjadi di bawah batas minimum 8%.
neraca dan laba rugi perbankan. Hal ini tercermin pada
net unrealized loss di neraca dan nilai kerugian bersih 2.3.4. Profitabilitas dan Permodalan
Profitabilitas
Grafik 2.32
Pangsa Kepemilikan SUN Perbankan Di tengah peningkatan tekanan terhadap
% perekonomian, industri perbankan masih mampu
60
Des07
Jun08
mempertahankan profitabilitasnya, meskipun menurun bila
50
Des08

40
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Net Interest

30
Income (NII), sebagai salah satu indikator profitabilitas,

20
menunjukkan peningkatan yaitu dari Rp53,2 triliun (Juni

10
2008) menjadi Rp59,9 triliun (Desember 2008).

0 Peningkatan tersebut antara lain karena pertumbuhan


HTM AFS Trading

33
Bab 2 Sektor Keuangan

kredit yang tinggi sejak awal tahun dan baru mulai terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi ke depan
melambat sejak bulan November 2008. Dengan demikian, dengan meningkatkan beban Penyisihan Penghapusan
peningkatan NII lebih ditopang oleh pendapatan bunga Aktiva Produktif (PPAP). Akibatnya, terjadi penurunan laba
kredit. operasional sekitar 30,6%, yaitu dari Rp17,6 triliun (Juni
2008) menjadi Rp12,2 triliun (Desember 2008). Setelah
Grafik 2.34
memperhitungkan pajak, perolehan laba selama semester
Profitabilitas Bank-mtm 2008
Rp triliun
II 2008 turun 33,9%, yaitu dari Rp18,4 triliun menjadi
25
Pend. Bunga
Beban Bunga
Rp12,2 triliun.
20 NII
Penting dicatat bahwa penurunan laba yang terjadi
15
pada paruh kedua tahun 2008 ini, merupakan
10 kecenderungan tahunan yang juga terjadi pada tahun

5 2007 yang lalu. Hanya saja, meningkatnya tekanan

0
terhadap kondisi perbankan pada tahun 2008,
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 2008 menyebabkan perolehan laba berjalan menjadi lebih
menurun, yaitu dari sebesar Rp35,0 triliun pada akhir 2007
Grafik 2.35
Pendapatan Bunga Bank menjadi Rp30,6 triliun pada akhir 2008. Sementara itu,
250 pada periode yang sama total aset perbankan juga
Lainnya SSB

200
Kredit BI mengalami peningkatan. Hal ini kemudian menyebabkan
ROA perbankan juga menjadi menurun.
150

100 Grafik 2.36


Perkembangan Rasio ROA per Kelompok Bank
50
%

0 ROA Des'07 ROA Des'08


Nov Des Nov Des 4
2007 2008

Akan tetapi, profitabilitas yang dihasilkan dari


2
pendapatan bunga tersebut tidak seluruhnya dapat
1
langsung menjadi laba bersih bank. Hal tersebut karena
perbankan mengantisipasi memburuknya kualitas kredit -
15 BB S. Menengah S. Kecil BPD Campuran Asing Industri

Tabel 2.1
Laba/Rugi Perbankan
Rp triliun

2007 2008
Semester I Semester II Total Semester I Semester II Total

L/R Operasional 18,07 16,97 35,04 17,63 12,23 29,86


L/R Non Operasional 7,10 7,72 14,82 7,23 11,01 18,24
L/R sebelum Pajak 25,17 24,69 49,86 24,86 23,24 48,10
L/R setelah Pajak 18,38 16,63 35,02 18,39 12,16 30,55

34
Bab 2 Sektor Keuangan

Penurunan laba operasional sepanjang tahun 2008 Sementara itu, rasio modal inti (Tier 1) terhadap
tampaknya juga dipicu oleh tingkat efisiensi yang ikut Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) juga masih
berkurang. Penurunan efisiensi ini tercermin pada rasio cukup tinggi, yaitu sebesar 14,4%. Dengan demikian,
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional permodalan perbankan diperkirakan masih cukup kuat
(BOPO) yang meningkat. Oleh karena itu, salah satu untuk menyerap berbagai risiko, serta masih memiliki
agenda penting perbankan ke depan adalah upaya untuk ruang gerak yang mencukupi untuk terus bertumbuh dan
meningkatkan efisiensi. melakukan ekspansi kredit.
Sementara itu, data yang ada menunjukkan bahwa
Grafik 2.38
inefisiensi ternyata lebih banyak terlihat pada kelompok Modal, ATMR, dan CAR
Rp triliun %
bank kecil dibandingkan kelompok bank lainnya. Dengan 2.000 25
Modal
ATMR
demikian, salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi CAR (kanan)
20
1.600

adalah dengan memperbesar size atau skala usaha bank.


1.200 15
Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui merger dan
800 10
akuisisi dalam rangka konsolidasi perbankan.
400 5

Grafik 2.37 - 0
Perkembangan Rasio BOPO per Kelompok Bank Des Feb Apr Jun Ags Okt Des
2007 2008

%
120
BOPO Des'07 BOPO Des'08
Ketahanan perbankan terhadap tekanan berbagai
100
risiko tersebut tercermin pada hasil integrated stress test,
80
yang mencakup risiko kredit, risiko suku bunga, risiko nilai
60
tukar, risiko harga SUN dan risiko likuiditas. Stress test ini
40
dilakukan terhadap 15 bank besar yang mencakup sekitar
20
70% dari total aset industri perbankan. Skenario yang
-
15 BB S. Menengah S. Kecil BPD Campuran Asing Industri digunakan adalah rasio NPL gross meningkat menjadi
sebesar 5,6% (proyeksi pesimis rasio NPL tahun 2009),
Permodalan harga SUN turun 20%, suku bunga turun 1% dan rupiah
Secara umum, rasio permodalan (CAR) industri terdepresiasi sampai dengan Rp5.000 per USD. Selain itu,
perbankan pada akhir semester II 2008 masih cukup tinggi,
Grafik 2.39
yaitu 16,2%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan Integrated Stress Test terhadap CAR 15 Bank Besar
posisi akhir semester sebelumnya sebesar 16,4%, terdapat 30%
CAR AWAL
sedikit penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya 25% CAR BARU

pertumbuhan kredit yang dibarengi dengan lambannya 20%

peningkatan laba bank. Apabila kredit perbankan ke depan 15%

terus bertumbuh pada kisaran 15%-18%, maka CAR 10%

industri perbankan pada akhir tahun 2009 diperkirakan 5%

akan turun menjadi sekitar 14,3%. 0%


A B C D E F G H I J K L M N O

35
Bab 2 Sektor Keuangan

kekurangan likuiditas diasumsikan dipenuhi dari dana dampak lanjutannya (second round effects) berpotensi
PUAB. Hasil stress test menunjukkan bahwa tidak terdapat membuat 24 bank lainnya ( multiple failure ) juga
bank yang CARnya turun menjadi di bawah 8%. menghadapi tekanan permodalan.
Selanjutnya, mengingat beberapa bank dewasa ini Sementara itu, apabila dilihat secara individual,
sedang menghadapi potensi kerugian terkait structured beberapa bank masih memiliki modal inti minimum kurang
products , telah dilakukan pula stress test untuk dari Rp100 miliar. Meskipun ketentuan modal inti minimum
mengetahui ketahanan permodalan dari bank-bank sebesar Rp100 miliar baru akan berlaku pada akhir tahun
tersebut. Hasil stress test ini menunjukkan bahwa secara 2010, bank-bank yang dewasa ini masih belum memiliki
umum permodalan bank cukup kuat, meskipun beberapa modal inti Rp100 miliar perlu segera menyiapkan langkah-
Kantor Cabang Bank Asing tertentu yang aktif melakukan langkah untuk pemenuhannya. Salah satu langkah yang
transaksi structured products harus siap-siap segera mungkin dapat dilakukan adalah dengan melakukan
meningkatkan modal apabila potensi kerugian menjadi merger dan akuisisi sehingga dapat mempercepat proses
semakin meningkat. konsolidasi perbankan.
Untuk mendapatkan gambaran tentang ketahanan
perbankan dalam menghadapi gejolak faktor-faktor 2.4. LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK DAN
makroekonomi, telah dilakukan macroeconomic stress test, PASAR MODAL
khususnya terhadap 15 bank besar. Hasil stress test ini 2.4.1. Perusahaan Pembiayaan
memperlihatkan bahwa pada akhir 2009, sejalan dengan Perusahaan Pembiayaan (PP) merupakan salah satu
proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi, maka secara jenis lembaga keuangan bukan bank yang berfungsi
rata-rata rasio NPL 15 bank besar akan meningkat, namun melakukan pembiayaan melalui berbagai jenis pembiayaan
masih pada kisaran 5%. antara lain pembiayaan konsumen, sewa guna usaha,
Selain itu, telah dilakukan pula interbank stress test, anjak piutang dan kartu kredit. Selama semester II 2008
yaitu untuk mengetahui dampak contagion kegagalan (s.d November), kinerja PP meningkat cukup signifikan,
suatu bank terhadap bank lainnya dalam sistem perbankan tercermin pada peningkatan total asset dan modal masing-
(contagion risk). Hasil stress test ini menunjukkan bahwa masing sebesar 23,80% dan 2,01%, sementara kegiatan
apabila 11 bank pemicu gagal (single failure) terdapat 14 pembiayaan meningkat sebesar 16,58%.
bank yang berpotensi permodalannya tertekan, sementara Pesatnya kegiatan usaha PP ditopang oleh kenaikan
pendanaan, terutama yang bersumber dari kredit
Grafik 2.40
Interbank Stress Test perbankan yang meningkat cukup pesat yaitu sekitar
24,42% sehingga pangsanya menjadi 42% dari total
Bank Kena Dampak
F M N O P Q R S T U V J W K pendanaan. Krisis keuangan global yang memperketat
Bank Pemicu

A
B
C
likuiditas menyebabkan tingginya biaya emisi saham dan
D
E obligasi. Akibatnya, PP semakin tergantung pada sumber
F
G
H
dana kredit perbankan.
I
J Dari segi jenis pembiayaan yang diberikan, pangsa
K
L
pembiayaan konsumen semakin berkurang dan cenderung

36
Bab 2 Sektor Keuangan

Grafik 2.41 Tabel 2.2


Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Perkembangan Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan

200,00
180,00 23,80% Jun 07 Jun»08 Total Swasta Nasional Patungan
Des'07
160,00
16,58% Jun'08 Sewa Guna Usaha 33,34% 11,31% 44,85%
140,00 28,19% Nov'08 Anjak Piutang 1,82% 3,10% 1,05%
120,00 Kartu Kredit 1,07% 0,01% 1,69%
100,00 Pembiayaan Konsumen 63,76% 85,59% 52,40%
80,00
60,00 Nov»08 Total Swasta Nasional Patungan
40,00
2,01% Sewa Guna Usaha 37,88% 12,45% 49,72%
20,00
Anjak Piutang 1,57% 2,56% 1,07%
0,00
Aset Pembiayaan Pendanaan Modal Kartu Kredit 0,83% 0,01% 1,25%
Pembiayaan Konsumen 59,71% 84,99% 47,96%

Grafik 2.42
Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan
Sementara itu, keuntungan PP meningkat cukup
Rp miliar
140.000 signifikan, yaitu sebesar Rp2,85 triliun menjadi Rp5,96
28,19%
Jun'07 Jun'08
120.000 triliun. Kenaikan laba tersebut mendorong meningkatnya
Des'07 Nov'08
100.000
ROA dan ROE. Efisiensi usaha juga berhasil dipertahankan
80.000
24,42% dengan rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi
60.000

40.000
(BOPO) sebesar 77%.
-7,33%
20.000

0
Tabel 2.3
Pinjaman Bank Surat Berharga yang Total Sumber Dana* Rasio-rasio Keuangan Perusahaan Pembiayaan
Domestik Diterbitkan

*Total Sumber Dana: SSB, Pinjaman Subordinasi dan Total Pinjaman Dalam dan Luar Negeri
Des-06 Mei-07 Des-07 Mei-07
Asset 116.000.000.000 127.000.000.000 140.649.000.000 174.124.731.707
Grafik 2.43
Debt (Pinjaman/
Komposisi Nominal Pembiayaan PP (Nov'08)
Obligasi) 81.524.052.728 90.319.642.214 100.183.895.911 128.423.157.567
Kewajiban 95.241.046.752 102.466.196.738 113.722.737.895 143.568.726.785
Pembiayaan (dalam Rp miliar)
160.000 Equity 20.758.953.248 24.533.803.262 26.926.262.105 30.556.004.922
140.000 Profit Before Tax 2.978.914.227 5.763.866.446 4.134.560.328 8.078.856.892
Profit After Tax 2.244.670.921 4.379.780.690 3.114.695.467 5.961.654.328
120.000
ROA 0,03 0,05 0,03 0,05
100.000 ROE 0,14 0,23 0,15 0,26
80.000 BOPO 0,81 0,83 0,77 0,77
60.000 Debt/Equity 3,93 3,68 3,72 4,2
Kewajiban/Equity 4,59 4,18 4,22 4,7
40.000

20.000

0
Total Swasta Nasional Patungan
Tetap baiknya kinerja PP pada semester laporan
Piutang pembiayaan 141.179 46.257 93.795
53.480 5.759 46.634
Sewa Guna Usaha
didukung oleh perkembangan pasar kendaraan bermotor
Anjak Piutang 2.222 1.182 1.001
Kartu Kredit 1.178 2 1.175
yang masih tetap menggembirakan. Berdasarkan data
Pembiayaan Konsumen 84.299 39.314 44.985

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia


didiversifikasi melalui peningkatan pembiayaan sewa guna (Gaikindo), sepanjang periode 2008, penjualan mobil di
usaha. Penurunan konsentrasi kegiatan pembiayaan Indonesia meningkat sekitar 40% menyentuh rekor
konsumen terutama terjadi pada PP Patungan yaitu dari tertinggi mencapai 607,15 unit, meskipun terdapat trend
52,40% (Juni 2008) menjadi 47,96% (November 2008). penurunan penjualan pada November dan Desember.

37
Bab 2 Sektor Keuangan

Sementara itu, berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Selain itu, risiko likuiditas juga berpotensi meningkat.
Motor Indonesia (AISI), penjualan sepeda motor selama Hal tersebut terutama karena membesarnya mismatch
tahun 2008 juga meningkat mencapai 6,22 juta, atau jauh liquidity. Arus masuk likuiditas yang bersumber dari
lebih banyak dibandingkan penjualan pada tahun 2007 pendanaan sebenarnya cukup tinggi, namun tetap tidak
sebesar 4,69 juta unit. mampu mengimbangi tingginya arus kas keluar karena
Suku bunga kredit yang cukup tinggi pada semester aktivitas operasi yang meningkat pesat.
laporan meningkatkan potensi risiko pembiayaan oleh PP.
Grafik 2.46
Di samping itu, menurunnya pendapatan nasabah sebagai
Arus Kas PP Swasta Nasional
dampak krisis global juga berpotensi meningkatkan NPL. Rp miliar
4.000
Pada tahun 2008 rasio NPL pembiayaan PP tetap menurun,
3.000
namun secara nominal terindikasi adanya peningkatan 2.000

NPL, khususnya pada pembiayaan konsumen dan sewa 1.000

guna usaha. 0

-1.000

-2.000
Grafik 2.44
-3.000 - -
NPL Pembiayaan Jun 07 Des 07 Jun 08 Nov 08
Arus kas neto dari
aktivitas operasi 792 1.184 1.312 1.772
NPL (%)
16,00 Arus kas neto dari
aktivitas investasi -45 -162 -177 -322
14,00
Arus kas neto dari
aktivitas pendanaan -903 -811 1.721 3.109
12,00

10,00

8,00 Grafik 2.47


6,00 Arus Kas PP Patungan
4,00
Rp miliar
2,00 15.000

0,00
Sewa Guna Anjak Piutang Kartu Kredit Pembiayaan 10.000
Usaha Konsumen
Jun'07 2,67% 14,14% 4,28% 1,55% 5.000
Des'07 2,28% 11,59% 3,66% 1,68%
Jun'07 1,90% 11,32% 2,79% 1,70% 0
Nov'08 1,67% 9,04% 3,09% 1,66%
-5.000

-10.000

Grafik 2.45 -15.000


Jun-07 Des-07 Jun-08 Nov-08
Perkembangan Nominal NPL
Arus kas neto dari
aktivitas operasi 3.528 7.133 5.221 9.786
Rp miliar Arus kas neto dari
3.000.000.000 aktivitas investasi 174 494 944 724
Arus kas neto dari
aktivitas pendanaan 4.790 7.513 4.480 11.222
2.500.000.000

2.000.000.000
SGU PK
AP Total Meningkatnya risiko pembiayaan dan risiko likuiditas
1.500.000.000 KK

tersebut pada gilirannya dapat mengganggu kinerja atau


1.000.000.000

500.000.000
meningkatkan risiko bagi bank yang menjadi sumber dana

0
bagi PP. Dengan demikian, potensi risiko yang lebih besar
Jun Des Jun Nov
2007 2008 akan dihadapi oleh bank-bank yang memiliki anak

38
Bab 2 Sektor Keuangan

perusahaan PP. Sementara itu, meningkatnya kegiatan Grafik 2.49


Perkembangan Penurunan NPL PP Subsidiary Bank
channeling dan joint financing antara bank dengan PP
berpotensi meningkatkan tekanan risiko bagi bank. Selama 12000000 12000000

10000000 10000000
semester II 2008, channeling meningkat 23,74% menjadi
8000000 80000000
Rp9,33 triliun, sedangkan joint financing meningkat 9,8%
6000000 60000000
menjadi Rp49,61 triliun.
4000000 40000000

Grafik 2.48 2000000 20000000


Exposure Perbankan 1 8 4 5
0 0
Rp Miliar Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
50.000 2008
Channelling
45.000
Joint Financing
40.000
Grafik 2.50
35.000
30.000
Perkembangan Kenaikan NPL PP Subsidiary Bank
25.000
20.000 30000000 4500000
2 7
15.000 3 9 4000000
25000000 6 10
10.000 3500000
5.000 20000000 3000000
0
Jun Des Jun Nov 2500000
15000000
2007 2008 2000000
10000000 1500000
Terkait dengan perkembangan tersebut, berdasarkan 1000000
50000000
500000
pemantauan terhadap 21 PP yang terafiliasi dengan bank
0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
diketahui adanya 10 PP yang memiliki NPL dan 6 2008

diantaranya cenderung mengalami peningkatan. Kenaikan


nominal NPL yang signifikan terutama terjadi pada PP yang 2.4.2. Pasar Modal
memiliki porsi pembiayaan sewa guna usaha yang tinggi. Portofolio Investasi Asing
Sementara, NPL nominal pembiayaan konsumen Pada semester II 2008, investor asing cenderung
cenderung mengalami penurunan. melakukan realisasi gain. Akibatnya, terjadi outflows
investasi asing pada aset keuangan rupiah sebesar Rp20,4
Tabel 2.4
triliun, padahal pada semester sebelumnya terjadi inflows
Perkembangan NPL Perusahaan Pembiayaan
sebesar Rp18,5 triliun. Outflows tersebut tercermin pada
Perubahan % NPL ∆ Perubahan Nominal NPL
turunnya kepemilikan asing pada SBI dan SUN masing-
PP Jun»08 Nov»08 Jun»08 - Nov»08 SGU Ajk.Ptng KK Pmb.Kons
masing Rp25,2 triliun dan Rp6,7 triliun.
1 0,54% 0,37% - - - -3.558.416
2 32,63% 53,28% 93.069.554 413.988 - 42.591.752 Sementara itu, sentimen negatif paska kejatuhan
3 0,37% 0,37% - - - - -990.623 institusi keuangan internasional seperti Lehman Brothers
4 1,03% 0,00% - - - -26.578.328
5 1,20% 1,07% - - - -5.406.096
di AS dan beberapa bank investasi di Eropa serta
6 0,00% 0,06% 799.020 - - - kegagalan Asuransi AIG menyebabkan semakin
7 0,20% 0,44% - - - 1.370.608
berfluktuasinya harga saham, sehingga meningkatkan
8 0,79% 0,58% 142.127 - - -
9 0,00% 0,66% -540.907 - - - peluang profit taking bagi investor asing. Di pasar saham
10 0,02% 0,03% - - - 279.805 domestik, perilaku profit taking investor asing

39
Bab 2 Sektor Keuangan

mengakibatkan terjadinya net beli saham sebesar Rp11,5 pelepasan SUN oleh investor domestik (khususnya lembaga
triliun. keuangan) sekitar Rp10,1 triliun. Akibatnya, pelemahan
pasar SUN sangat mendalam dan recovery pasar menjadi
Grafik 2.51
Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham sangat lambat. Pada sisi lain, tetap tingginya portofolio

Rp triliun SUN yang dimiliki oleh lembaga keuangan domestik,


35
SBI SUN Saham
seperti perbankan (sebesar Rp253,9 triliun), asuransi
25

15 (Rp53,3 triliun), dana pensiun (Rp32,2 triliun) dan


5 reksadana (Rp31,9 triliun), menyebabkan pelemahan pasar
-5
SUN akan berdampak negatif terhadap kinerja lembaga
-15
keuangan domestik tersebut sehingga perlu diwaspadai.
-25

-35
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Grafik 2.53
2007 2008
Kepemilikan SUN dan SBI Investor Asing
Rp triliun
Grafik 2.52 120
Penanaman Investor Asing: SBI-SUN-Saham SBI SUN

100
Rp triliun
35
80
25
60
15
40
5

-5 20

-15 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
-25 2008

-35
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Grafik 2.54
2007 2008
Penyerapan SUN Lembaga Keuangan Domestik dan Asing
Rp triliun
Perilaku profit taking oleh investor asing berpotensi 20

menekan stabilitas sistem keuangan karena berpotensi 10

0
memicu pembalikan arus dana secara tiba-tiba dan
-10
serentak ( sudden reversal ). Kerawanan terutama
-20
bersumber pada portofolio SUN yang dimiliki investor asing -30

sejumlah Rp87,4 triliun per akhir Desember 2008 yang -40


LK Domestik LK Asing
sebagian besar merupakan portofolio manajer investasi -50
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2008
asing. Selain berpotensi memicu sudden reversal ,
pelepasan SUN oleh investor asing juga akan berpotensi Pasar Saham
menekan nilai tukar rupiah dan harga SUN. Pada semester laporan, bursa saham global terkoreksi
Potensi kerawanan semakin besar karena perilaku turun terimbas sentimen negatif kejatuhan perusahaan-
investor utama SUN cenderung searah. Hal ini tampak pada perusahaan investasi peringkat atas serta meningkatnya
perkembangan selama semester laporan yaitu pelepasan laporan kerugian lembaga keuangan internasional. Bursa
SUN oleh investor asing sebesar Rp4,7 triliun diikuti dengan Dow Jones turun pesat sekitar 23% dan sempat

40
Bab 2 Sektor Keuangan

menyentuh level terendah 7.552,2 (pertengahan pertambangan yang masing-masing turun sekitar 70% dan
November 2008). Prospek memburuknya kondisi 74%. Pelemahan cukup besar juga dialami indeks sektoral
perekonomian global dan adanya ekspektasi resesi di AS yang rentan terhadap pelemahan nilai tukar yaitu indeks
dan beberapa negara di Eropa berdampak pada turunnya sektor perdagangan dan indeks sektor aneka industri yang
kinerja bursa regional Asia. Dalam hal ini, IHSG tercatat masing-masing turun sekitar 58% dan 40%.
turun sekitar 42,3% menjadi 1.355,41 (Desember 2008)
Tabel 2.6
dan sempat mencapai level terendah sebesar 1.111,39 Pertumbuhan Indeks Sektoral
pada tanggal 28 Oktober 2008. Dengan perkembangan
Pertumbuhan (%)
tersebut, rata-rata IHSG selama semester II 2008 sekitar Jun 07 Des 07 Jun 08 Sep 08 Des 08
Sem II 07 Sem II 08 Jun-Sep 08
1.723,06, atau jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata IHSG 2.139,28 2.745,83 2.349,11 1.832,51 1.355,41 28,35 (42,30) (21,99)
Indeks Sektor Keuangan 223,14 260,57 203,74 203,37 176,33 16,78 (13,45) (0,18)
selama semester sebelumnya sebesar 2.485,47. Indeks Sektor Pertanian 1.680,12 2.754,76 3.061,06 1.489,57 918,77 63,96 (69,99) (51,34)
Indeks Sektor Industri Dasar 196,10 238,05 200,05 162,93 134,99 21,39 (32,52) (18,55)
Tabel 2.5 Indeks Sektor Konsumsi 437,01 436,04 398,29 381,36 326,84 (0,22) (17,94) (4,25)
Indeks Sektor Properti 211,72 251,82 168,53 142,42 103,49 18,94 (38,59) (15,49)
Pertumbuhan Indeks Bursa Regional
Indeks Sektor Pertambangan 1.647,04 3.270,09 3.415,96 1.833,24 877,68 98,54 (74,31) (46,33)
Indeks Sektor Infrastruktur 750,43 874,07 652,81 570,91 490,35 16,47 (24,89) (12,55)
Pertumbuhan (%) Indeks Sektor Perdagangan 387,38 392,24 356,76 261,33 148,33 1,26 (58,42) (26,75)
Jun 07 Des 07 Jun 08 Sep 08 Des 08
Sem II 07 Sem II 08 Jun-Sep 08 Indeks Sektor Aneka Industri 324,96 477,35 360,65 326,15 214,94 46,89 (40,40) (9,57)

IHSG 2.139,28 2.745,83 2.349,11 1.832,51 1.355,41 28,35 (42,30) (21,99)


STI 3.475,89 3.465,63 2.947,54 2358,91 1.761,56 (0,30) (40,24) (19,97)
SET 776,79 858,10 768,59 596,54 449,96 10,47 (41,46) (22,39) Sementara itu, berkurangnya tekanan inflasi dan
KLCI 1.354,38 1.445,03 1.186,57 1.018,68 876,75 6,69 (26,11) (14,15)
terdapatnya sinyal penurunan suku bunga pada menjelang
PCOMP 3.660,86 3.621,60 2.459,98 2.569,65 1.872,85 (1,07) (23,87) 4,46
NIKKEI 18.138,36 15.307,78 13.484,38 11.259,86 8.859,56 (15,61) (34.28) (16,48) akhir tahun 2008 berhasil menahan pelemahan indeks
HSCI 21.772,73 27.812,65 22.102,01 18.016,21 14.387,48 27,74 (34,90) (18,49)
KOSPI 1.743,60 1.897,13 1.674,92 1.448,06 1.124,47 8,81 (32,86) (13,54) sektor keuangan yang hanya turun sekitar 0,18%. Gejolak
FTSE 9.873,02 9.740,32 8.660,48 7.532,80 5.757,05 (1,34) (33,53) (13,02)
UKX 6.607,90 6.456,90 5.625,90 4.902,45 4.434,17 (2,29) (21,18) (12,86) krisis pasar global sempat membuat volatilitas pasar saham
DJIA 13408,62 13264,82 11350,01 10850,66 8776,39 (1,07) (22,68) (4,40)
domestik melonjak tinggi pada periode September-
November 2008. Namun, karena secara rata-rata volatilitas
Grafik 2.55
pasar saham domestik cukup moderat, maka minat
Perkembangan IHSG & Indeks Global dan Regional
(Diindekskan dengan Indeks 31 Desember 2005) investor untuk profit taking jangka pendek masih tetap
bertahan.
2,20

Grafik 2.56
1,70 Volatilitas (30 hari) beberapa Indeks Bursa Asia

1,20 %
120
Indonesia Jepang
0,70 Thailand Malaysia
100 Singapore Hongkong

0,20 80
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 2008 60
IHSG FSSTI SET KLCI
PCOMP NKY Hang Seng KOSPI 40
FTSE NYA DJIA

20
Seluruh indeks sektoral mengalami pelemahan,
0
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
terutama indeks sektor pertanian dan indeks sektor 2007 2008

41
Bab 2 Sektor Keuangan

Turun tajamnya indeks saham diiringi pula dengan Selama semester laporan, harga sebagian besar
berkurangnya aktivitas transaksi. Hal tersebut antara lain saham perbankan melemah signifikan meskipun
karena adanya libur panjang menjelang akhir tahun 2008. menjelang akhir semester terindikasi rebound. Sementara
Selama semester II 2008, transaksi saham turun sekitar itu, dari sisi Price/Earning Ratio (PER), sebagian besar saham
64% menjadi Rp34,88 triliun. Transaksi saham investor bank mengalami penurunan.
asing menurun, namun tetap tingginya minat investor
mengakibatkan terdapatnya net beli sebesar Rp7,77 triliun. Grafik 2.59
Penurunan harga yang disertai turunnya transaksi Perkembangan Harga Saham Beberapa Bank

perdagangan menyebabkan turunnya kapitalisasi pasar 9.000,00 1.200,00


8.000,00
sebesar 45,86% menjadi hanya Rp1,076 triliun. Sementara 1.000,00
7.000,00
itu, likuiditas pasar tetap rendah, tercermin pada emisi 6.000,00 800,00
5.000,00
saham yang hanya meningkat 6,94% menjadi Rp407,46 600,00
4.000,00
triliun dengan jumlah emiten yang hanya bertambah 17 3.000,00 400,00
2.000,00
perusahaan menjadi 485 perusahaan. 200,00
1.000,00
- -
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2007 2008
Grafik 2.57 BCA (LHS) BRI (LHS) Mandiri (LHS)
Nilai Transaksi Saham Investor Domestik dan Asing Danamon (LHS) BNI (LHS) BII (RHS)
CIMB Niaga (RHS)
Rp triliun
160
Total Indonesia Asing
140
Grafik 2.60
120 P/E Ratio Saham Bank
100
%
80 90
Jun 07 Des 07
60 80 Jun 08 Des 08

40 70
60
20
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 40
2008
30
20
10
Grafik 2.58 0
Danamon BCA BRI Mandiri BNI BII CIMB
Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi Niaga

Rp triliun
3500 450
400
3000
N Kap (BEI)
2500 N Kap (BEJ)
350 Pasar Surat Utang
N Kap (BES) 300
2000
IHSG (RHS)
N Emisi 250 Tingginya suku bunga sejak awal sampai
200
1500 pertengahan semester II 2008 menyebabkan kinerja pasar
150
1000
100 surat utang menjadi tertekan. Harga SUN mengalami
500
50
penurunan, tercermin pada turunnya indeks IDMA sekitar
0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2008 11% menjadi 88,21. Bahkan, indeks IDMA sempat

42
Bab 2 Sektor Keuangan

mencapai level terendah 67,11 pada tanggal 29 Oktober berkembangnya transaksi SUN untuk tenor jangka
2008. Untuk mengurangi potensi kerugian investor karena panjang. Tidak adanya acuan yield yang wajar untuk
turun pesatnya harga SUN, telah ditempuh kebijakan untuk penanaman rupiah berjangka panjang (berjangka waktu
melonggarkan aturan marking to market bagi investor lebih dari 10 tahun) juga menghambat perkembangan
SUN. Sejalan dengan penurunan BI rate sejak awal transaksi SUN berjangka panjang.
November 2008, pasar mulai rebound, terindikasi pada
Grafik 2.63
turunnya yield penanaman rupiah berbagai tenor. SUN: Likuiditas Pasar Berbagai Tenor
Rp triliun
45
Grafik 2.61 FR VR ORI Zero Coupon SPN
40
Perkembangan Harga Beberapa Seri FR
35
140 30
25
120
20
100 15
10
80
5
60 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2037 2038

40
FR02 FR49 FR27
FR48 FR47 FR45
20 Tertekannya pasar surat utang mengurangi minat
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2008 emiten untuk menghimpun dana melalui penerbitan
obligasi. Pada tahun 2008, pembiayaan melalui emisi
Grafik 2.62
obligasi korporasi tercatat rendah, yaitu nilai emisi hanya
Yield SUN 1 s.d. 30 tahun
% naik sekitar 9% menjadi Rp145,9 triliun dengan tambahan
20
emiten hanya 3 perusahaan sehingga menjadi 178
18

16 perusahaan. Emisi obligasi korporasi tersebut tidak


14 berdampak nyata terhadap likuiditas pasar obligasi
12
korporasi karena sebagian besar emisi merupakan
10

8 refinancing. Secara keseluruhan, posisi obligasi korporasi


1 tahun 3 tahun 5 tahun
6
10 tahun 15 tahun 30 tahun
4
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Grafik 2.64
2007 2008
Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi

(Emisi & Posisi Trl Rp) (Emiten)


160 179
Dari segi likuiditas, tidak adanya lelang SUN pada Emisi Posisi Emiten
140 178
Kuartal IV (sejak 14 Oktober 2008) telah menyeimbangkan 177
120
176
likuiditas pasar yang diwarnai aksi jual. Sejalan dengan 100
175
80
itu, posisi SUN pada semester laporan turun dari Rp515,0 174
60
173
triliun menjadi Rp511,0 triliun. Dari segi tenor, likuiditas 40 172

pasar SUN tetap terkonsentrasi pada SUN berjangka 20 171


0 170
pendek dan menengah yang menyebabkan kurang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2008

43
Bab 2 Sektor Keuangan

pada akhir Desember 2008 tercatat sebesar Rp73 triliun, sejalan dengan melemahnya pasar surat utang, NAB
atau turun sebesar 13,7% dibandingkan posisi pada akhir reksadana pendapatan tetap turun 15% menjadi Rp14,0
Desember 2007. triliun.
Sementara itu, pemberlakuan ketentuan Bapepam-
Reksadana LK yang melarang redemption reksadana terproteksi yang
Semakin melemahnya pasar keuangan menyebabkan belum selesai masa pengelolaannya, menyebabkan NAB
memburuknya kinerja reksadana. Hal tersebut terlihat pada reksadana terproteksi tetap meningkat, yaitu naik 21%
perkembangan Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada semester menjadi Rp24,9 triliun. Sejalan dengan itu, pangsa
laporan (s.d Oktober 2008) yang turun 25% menjadi reksadana terproteksi pada akhir Desember 2008 menjadi
Rp68,9 triliun. Dengan perkembangan tersebut, selama yang terbesar yaitu sekitar 36%, padahal pada akhir
tahun 2008 NAB reksadana turun sekitar 27%. Desember 2007 pangsanya masih sekitar 17%. Tetap
Perkembangan bursa saham yang kurang meningkatnya NAB reksadana terproteksi berhasil
menggembirakan yang disertai meningkatnya volatilitas mengurangi tekanan redemption. Bahkan, selama tahun
IHSG mengakibatkan NAB reksadana saham turun sebesar 2008 redemption tetap lebih kecil dibandingkan dengan
53% menjadi Rp16,6 triliun, sementara NAB reksadana subscription, yaitu Rp81,6 triliun berbanding Rp83,8
campuran turun 38% menjadi Rp8,7 triliun. Selanjutnya, triliun.

Grafik 2.65 Grafik 2.67


Nilai Aktiva Bersih Reksadana Reksadana : NAB-Unit Penyertaan
Rp triliun
40 120 2000
NAB, trl Rp,kr Unit Penyertaan, NAB/Unit,knn
35 mil unit,kr 1800
100 1600
30
1400
80
25 1200
20 60 1000

15 800
40
600
10
400
20
5 200
0 0 0
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
2007 2008 2007 2008
Pend Tetap Saham Camp Ps Uang Terproteksi

Grafik 2.66 Grafik 2.68


Reksadana : Redemption-Subscription-NAB Kinerja Penghimpunan Dana Reksadana

14 120 160 560


Rdmp, trl Rp,kr Subscr, trl Rp,kr NAB, trl Rp,knn Juml Unit Penyertaan,kr Juml Dana,Trl Rp,kr Juml Reksadana, knn

12 140 540
100
120
10 520
80
100
8 500
60 80
6 480
60
40
4 460
40
2 20 440
20

0 0 0 420
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2007 2008 2007 2008

44
Bab 2 Sektor Keuangan

Namun demikian, terdapat tanda-tanda bahwa minat menjadi sekitar 62,5 miliar unit. Selain itu, peningkatan
investor terhadap reksadana semakin menurun. Hal tersebut penghimpunan dana melalui reksadana pada tahun 2008
antara lain terlihat pada unit penyertaan. Meskipun (s.d September) tergolong kecil yaitu hanya sebesar 2%
sepanjang tahun 2008 terdapat peningkatan unit penyertaan menjadi Rp135,5 triliun, sementara jumlah reksadana
sebesar 17%, namun sejak September 2008 menurun meningkat cukup besar yaitu sekitar 16% menjadi 549.

45
Bab 2 Sektor Keuangan

Kronologis Gejolak Sektor Keuangan 2008 dan Respon


Boks 2.1
Kebijakan

Kondisi sektor keuangan pada tahun 2008, Berikut ini disampaikan ringkasan kronologis
khususnya selama semester II, penuh gejolak. gejolak keuangan di Indonesia selama semester II 2008
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, gejolak tersebut dan respon kebijakan yang telah diambil untuk
telah membuat Indeks Stabilitas Keuangan (Financial menjaga stabilitas sistem keuangan.
Stability Index - FSI) meningkat tajam selama semester
laporan, bahkan pernah melampaui batas indikatif Tabel Boks 2.1.1
Kronologis Gejolak Sektor Keuangan Indonesia 2008
maksimum angka 2 pada bulan November dan
Desember 2008. Sementara itu, nilai tukar rupiah juga Tanggal Kejadian
mengalami tekanan. Dalam perkembangan terakhir, 8-10 Oktober 2008 Bursa Efek Indonesia ditutup sementara.
28 Oktober 2008 IHSG: 1.111,39, terendah sejak Desember 2005.
FSI mulai sedikit menurun sejalan dengan
29 Oktober 2008 Indeks Harga SUN (IDMA): 67,11, terendah sejak
membaiknya IHSG dan harga SUN, namun nilai tukar penerbitan SUN pertama kali pada Januari 2005.
rupiah masih belum kembali kepada level sebelum 20 Nopember 2008 LPS mengambilalih 1 bank yang dinilai berdampak
sistemik (Bank Century).
Oktober 2008, meskipun volatilitasnya sudah semakin 24 Nopember 2008 Nilai tukar Rp/USD: 12.650, terendah sejak krisis 1997/
berkurang. 1998.

Tabel Boks 2.1.2


Respon Kebijakan

Tanggal Kejadian

16 September 2008 BI menurunkan O/N repo rate dari BI rate plus 300 bps menjadi BI rate plus 100 bps.
BI menyesuaikan FASBI rate dari BI rate minus 200 bps menjadi BI rate minus 100 bps.
23 September 2008 BI memperpanjang jangka waktu Fine Tune Operation (FTO) dari 1 hari s.d 14 hari menjadi 1 hari s.d 3 bulan
(PBI No.10/14/PBI/2008).
13 Oktober 2008 BI merubah ketentuan tentang GWM rupiah dan GWM valas bagi Bank Umum (PBI No.10/19/PBI2008).
BI meniadakan pembatasan posisi saldo harian Pinjaman Luar Negeri (PLN) jangka pendek (PBI No.10/20/PBI/2008).
Penerbitan PERPPU No.2 Tahun 2008 tentang perubahan Undang-Undang Bank Indonesia yang memungkinkan kredit
berkolektibilitas lancar dijadikan agunan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).
Penerbitan PERPPU No.3 Tahun 2008 yang mengatur kenaikan nilai simpanan nasabah yang dijamin LPS dari Rp100 juta
menjadi Rp 2 milyar.
15 Oktober 2008 BI memperpanjang tenor FX Swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan (PBI No.10/21/PBI/2008).
BI berkomitmen menyediakan valas bagi korporasi domestik melalui perbankan (PBI No.10/22/PBI/2008).
Penerbitan PERPPU No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
24 Oktober 2008 BI mengeluarkan perubahan atas PBI No.10/19/PBI2008 untuk menyempurnakan perhitungan GWM Rupiah menjadi
GWM utama sebesar 5% dari DPK Rupiah, dan GWM sekunder sebesar 2.5% dari DPK Rupiah (PBI No.10/25/PBI/2008).
29 Oktober 2008 BI mengeluarkan peraturan tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum (FPJP)
(PBI No.10/26/PBI/2008).
13 Nopember 2008 BI mengeluarkan peraturan yang membatasi transaksi spekulatif valas terhadap rupiah dengan mewajibkan adanya
underlying transaksi untuk setiap pembelian valas yang melebihi USD100.000 (PBI No.10/28/PBI/2008).
14 Nopember 2008 BI mengeluarkan perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) bagi Bank
Umum (PBI No. 10/30/PBI/2008).
18 Nopember 2008 BI mengeluarkan aturan mengenai Fasilitas Pinjaman Darurat (FPD) (PBI No.10/31/PBI/2008).
16 Desember 2008 BI melarang transaksi derivatif structured product yang terkait transaksi valas (PBI No.10/38/PBI/2008).

46
Bab 2 Sektor Keuangan

Pengambilalihan Bank Century, Penutupan Bank Indover dan


Boks 2.2
Stabilitas Sistem Keuangan

Pada semester II 2008 terdapat 2 permasalahan Sementara itu, De Indonesische Overzeese Bank
di perbankan yang banyak mendapat perhatian. Yang atau lebih dikenal dengan Bank Indover adalah anak
pertama adalah pengambilalihan Bank Century oleh perusahaan Bank Indonesia yang berkedudukan di
LPS dan yang kedua adalah penutupan Bank Indover. Amsterdam, Belanda. Bank Indover sempat memiliki
Pertanyaannya adalah apakah kedua permasalahan kinerja yang cukup bagus sebelum mengalami
tersebut mengganggu stabilitas sistem keuangan kesulitan likuiditas akibat penurunan secara drastis
Indonesia? money market line sebagai dampak dari gejolak pasar
Bank Century adalah hasil merger Bank CIC, keuangan global, khususnya yang terjadi di Eropa.
Bank Pikko dan Bank Danpac pada bulan Desember Bank ini akhirnya dibekukan oleh pengadilan Belanda
2004. Bersamaan dengan terjadinya kekeringan pada tanggal 6 Oktober 2008.
likuiditas global yang berimbas ke dalam negeri, pada Salah satu potensi tekanan terhadap stabilitas
bulan Juli 2008 Bank Century mengalami kesulitan keuangan adalah penanaman yang dilakukan oleh
likuiditas yang ditandai dengan pelanggaran GWM bank-bank domestik pada Bank Indover. Data yang
beberapa kali. Setelah itu, kinerja bank terus menurun ada menunjukkan terdapat sekitar 14 bank domestik
sehingga masuk dalam pengawasan khusus (Special yang melakukan penanaman pada Bank Indover
Surveillance ) Bank Indonesia. Namun demikian, sebelum ditutup. Mengingat jumlah eksposur ke14
kondisi bank terus memburuk sehingga dinyatakan bank domestik pada Bank Indover tersebut hanya
sebagai bank gagal pada tanggal 20 November 2008. sekitar Rp1,6 triliun atau 0,07% dari total asset industri
Selanjutnya, mengingat bank tersebut dinilai perbankan per Oktober 2008, maka penutupan Bank
berdampak sistemik maka Bank Century kemudian Indover tidak menimbulkan dampak yang signifikan
diambilalih oleh LPS untuk disehatkan. terhadap ketahanan sistem keuangan Indonesia.
Dalam kenyataannya pengambilalihan Bank Selain itu, dampaknya terhadap rasio
Century oleh LPS tidak menimbulkan gejolak atau permodalan (CAR) industri perbankan juga tidak besar.
shock yang signifikan di perbankan. Baik nasabah Penutupan Bank Indover hanya mengakibatkan
maupun lembaga perbankan relatif tenang sehingga penurunan CAR dari 16,18% menjadi 16,09%. Hasil
tidak menimbulkan tekanan terhadap stabilitas sistem interbank stress test juga menunjukkan bahwa bank-
keuangan. Pengambilalihan bank yang tidak bank yang mengalami penurunan CAR karena
menimbulkan gejolak ini sekaligus juga merupakan penutupan Bank Indover bukanlah bank-bank yang
cerminan semakin kuatnya koordinasi antara dapat menimbulkan dampak sistemik. Dari sisi
lembaga-lembaga terkait dalam sistem keuangan di likuiditas, juga tidak berdampak signifikan karena
Indonesia dan berjalannya mekanisme protokol hanya mengakibatkan penurunan likuiditas dalam
manajemen krisis (crisis management protocol) yang kisaran antara 0,01% s.d 7,28% dari secondary
telah disepakati bersama. reserves perbankan.

47
Bab 2 Sektor Keuangan

Boks 2.3 Segmentasi Pasar Uang Antar Bank (PUAB)

Segmentasi PUAB adalah suatu kondisi dimana Negeri (DN) penurunan rata-rata per hari volume
transaksi antar bank cenderung terbatas dan hanya transaksi baru terjadi satu bulan kemudian, yaitu sejak
terjadi antara sesama kelompok bank tertentu saja. bulan Oktober 2008.
Dengan tersegmentasinya PUAB, bank yang memiliki Pada Tabel di bawah ini tahun 2008 dipecah
likuiditas menjadi semakin berhati-hati dalam menjadi dua periode. Periode I adalah sebelum
menempatkan atau mengelola likuiditasnya. terjadinya tekanan likuiditas (Januari s.d. Agustus
Sementara, bank yang memerlukan likuiditas menjadi untuk PUAB Rupiah atau Januari s.d. September untuk
semakin berhati-hati dalam meminjam dana di PUAB, PUAB Valas DN), sedangkan periode II adalah setelah
bukan hanya karena keterbatasan supply, namun juga terjadi tekanan likuiditas (September s.d. Desember
untuk menjaga reputasi. untuk PUAB Rupiah atau Oktober s.d. Desember untuk
Segmentasi PUAB dapat ditelusuri dari PUAB Valas DN). Dengan memperbandingkan kedua
perkembangan penurunan rata-rata perhari volume periode tersebut, terlihat bahwa pada periode II hampir
transaksi PUAB. Pada PUAB Rupiah, penurunan rata- semua kelompok bank membatasi transaksi, baik
rata per hari volume transaksi terjadi sejak bulan dalam hal menempatkan dana (placing) maupun
September 2008, sementara pada PUAB Valas Dalam dalam hal meminjam (taking). Selain itu, kalaupun ada

Tabel Boks 2.3.1


Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB Rupiah Januari s.d Desember 2008
Rp juta
BANK PEMBERI

Kelompok Bank Bank Total


4 Bank Bank Besar Bank Swasta Bank Swasta
BPD Campuran &
Persero Non Persero Menengah Kecil
KCBA
Periode I 266.184 260.786 99.627 8.628 706.069 143.799 1.485.093
4 Bank Persero Periode II 17.690 30.547 4.762 0 112.154 3.962 169.115
Perubahan -93,4% -88,3% -95,2% -100,0% -84,1% -97,2% -88,6%
Periode I 456.839 239.003 119.152 69.866 592.022 188.310 1.665.192
Bank Besar
Periode II 121.980 372.240 173.638 20.184 367.196 143.939 1.199.177
Non Persero
Perubahan -73,3% 55,7% 45,7% -71,1% -38,0% -23,6% -28,0%
Periode I 49.585 62.317 36.332 50.926 81.815 17.459 298.434
Bank Swasta
Periode II 51.991 100.921 126.384 31.345 90.521 33.659 434.819
Menengah
BANK PEMINJAM

Perubahan 4,9% 61,9% 247,9% -38,5% 10,6% 92,8% 45,7%


Periode I 9.382 53.515 63.656 36.223 7.424 22.954 193.155
Bank Swasta
Periode II 4.963 37.090 45.772 15.076 1.594 12.730 117.226
Kecil
Perubahan -47,1% -30,7% -28,1% -58,4% -78,5% -44,5% -39,3%
Periode I 10.229 4.897 2.377 1.411 252.279 0 271.193
BPD Periode II 2.500 11.701 2.778 0 318.728 0 335.707
Perubahan -75,6% 139,0% 16,9% -100,0% 26,3% - 23,8%
Bank Periode I 873.565 695.964 197.388 71.858 97.870 917.118 2.853.763
Campuran & Periode II 225.304 614.915 355.914 15.469 51.586 1.090.923 2.354.112
KCBA Perubahan -74,2% -11,6% 80,3% -78,5% -47,3% 19,0% -17,5%
Periode I 1.665.783 1.316.482 518.532 238.913 1.737.480 1.289.640 6.766.829
TOTAL Periode II 424.429 1.167.415 709.247 82.074 941.778 1.285.213 4.610.157
Perubahan -74,5% -11,3% 36,8% -65,6% -45,8% -0,3% -31,9%

48
Bab 2 Sektor Keuangan

transaksi, hal itu cenderung hanya terjadi terbatas serangkaian kebijakan yang diambil Bank Indonesia
pada kelompok bank-bank tertentu saja. Bank-bank dan Pemerintah, maka mulai penghujung tahun 2008,
besar terlihat hanya mau bertransaksi dengan sesama baik PUAB rupiah maupun valas DN, sama-sama
bank besar pula, sementara bank-bank kecil dan menunjukkan peningkatan rata-rata per hari volume
menengah relatif kesulitan dalam mendapatkan dana transaksinya. Dengan demikian, ke depan diharapkan
antar bank. permasalahan segmentasi PUAB ini segera
Perkembangan terakhir, seiring mulai terselesaikan secara menyeluruh sehingga tidak
membaiknya kondisi likuiditas domestik paska menimbulkan tekanan terhadap stabilitas keuangan.

Tabel Boks 2.3.2


Rata-rata per Hari Volume Transaksi PUAB Valas DN Januari s.d Desember 2008
USD ribu
BANK PEMBERI

Kelompok Bank Bank Total


4 Bank Bank Besar Bank Swasta Bank Swasta
BPD Campuran &
Persero Non Persero Menengah Kecil
KCBA
Periode I 8.623 14.935 5.980 759 1.337 2.873 34.508
4 Bank Persero Periode II 4.455 16.072 4.481 894 174 4.418 30.494
Perubahan -48,3% 7,6% -25,1% 17,6% -87,0% 53,8% -11,6%
Periode I 10.481 9.057 6.014 1.109 52 6.561 33.274
Bank Besar
Periode II 2.209 7.193 4.530 1.065 50 2.121 17.168
Non Persero
Perubahan -78,9% -20,6% -24,7% -4,0% -4,5% -67,7% -48,4%
Periode I 2.504 2.837 670 1.525 24 330 7.889
Bank Swasta
Periode II 1.170 1.568 648 1.212 8 376 4.982
Menengah
BANK PEMINJAM

Perubahan -53,3% -44,7% -3,3% -20,5% -65,0% 14,1% -36,8%


Periode I 0 3 78 53 0 45 179
Bank Swasta
Periode II 0 0 0 18 0 25 43
Kecil
Perubahan - -100,0% -100,0% -66,9% - -44,7% -76,2%
Periode I 32 14 0 0 0 94 139
BPD Periode II 0 700 19 19 0 0 737
Perubahan -100,0% 5037,9% - -100,0% 429,7%
Bank Periode I 45.668 60.364 24.368 5.943 144 81.611 218.098
Campuran & Periode II 2.585 41.127 13.445 6.093 0 71.763 135.014
KCBA Perubahan -94,3% -31,9% -44,8% 2,5% -100,0% -12,1% -38,1%
Periode I 67.307 87.209 37.110 9.390 1.558 91.513 294.087
TOTAL Periode II 10.419 66.660 23.122 9.300 232 78.703 188.437
Perubahan -84,5% -23,6% -37,7% -1,0% -85,1% -14,0% -35,9%

49
Bab 2 Sektor Keuangan

Structured Products dan Offshore Products: Dampaknya


Boks 2.4
terhadap Stabilitas Sistem Keuangan

Structured Products menyediakan dana untuk memelihara nilai simpanan.


Beberapa bank, terutama kantor cabang bank Bahkan nasabah structured products tertentu, seperti
asing dan bank swasta nasional yang dimiliki asing, eksportir, dewasa ini ada yang menghadapi persoalan
akhir-akhir ini aktif melakukan penawaran produk- pembatalan sepihak oleh importir di luar negeri terkait
produk investasi yang dikenal di Indonesia sebagai dengan memburuknya perekonomian global.
structured products . Secara umum, structured Akibatnya, nasabah ini tidak memiliki dana cukup
products dapat dipandang sebagai derivatif produk untuk memelihara nilai simpanan, padahal mereka
keuangan konvensional dengan struktur aset yang juga kesulitan untuk membatalkan transaksi
diharapkan menghasilkan return yang paling optimal structured products karena tingginya biaya
atau memberikan yield enhancement bagi nasabah, pembatalan transaksi (unwinding cost). Sementara itu,
berdasarkan asumsi-asumsi tertentu dari indikator karena bank masih memiliki kewajiban terhadap bank
pasar keuangan yang umum, misalnya suku bunga, lain terkait transaksi structured products nasabah,
nilai tukar dan indeks saham. maka bank seringkali menutup kewajiban nasabah
Structured products yang berkembang di yang jatuh waktu terlebih dahulu. Namun, praktek
Indonesia umumnya merupakan derivatif dari deposito tersebut akan meningkatkan eksposur risiko kredit
dengan option atau hedging (umumnya forward) bank, dan dapat menjadi sumber dispute dengan
dengan option. Data menunjukkan bahwa nasabah. Dengan demikian, transaksi structured
perkembangan transaksi option sangat pesat, yaitu products telah menimbulkan suatu kesulitan baru
pada tahun 2007 meningkat 251% dan pada tahun diperbankan dan apabila tidak diselesaikan secara
2008 meningkat 134%. Sementara itu, transaksi cermat, berpotensi menekan stabilitas keuangan.
forward juga meningkat yaitu pada tahun 2007 dan Pelajaran berharga yang dapat dipetik dari
2008 masing-masing naik 24% dan 46%. permasalahan structured products yang saat ini ramai
Sementara itu, memburuknya perekonomian dibicarakan adalah pentingnya perbankan
global menekan kinerja neraca pembayaran Indonesia. menerapkan kehati-hatian dan keterbukaan dalam
Hal ini kemudian menjadi sentimen negatif yang memasarkan produk tersebut, termasuk dalam
membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi. Pada tahun menjelaskan aspek mitigasi risiko dan perlindungan
2008, nilai tukar Rp/USD melemah sekitar 18,5% konsumen. Apabila masalah structured products tidak
sehingga nilai tukar pada akhir Desember mencapai tuntas diselesaikan, hal ini akan meningkatkan risiko
sekitar Rp11.120/USD. Pelemahan nilai tukar rupiah reputasi dan risiko hukum dari masing-masing bank
ini kemudian mempengaruhi kinerja structured yang terkait.
products yang pada umumnya tidak pernah
memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah akan Offshore Products
terdepresiasi secara signifikan. Sementara itu, maraknya transaksi reksadana
Dalam perkembangan lebih lanjut, menurunnya telah mendorong perbankan untuk melakukan
kinerja structured products menimbulkan kerugian kegiatan keagenan reksadana. Akibatnya, keagenan
bagi investor, sementara investor tetap harus reksadana oleh perbankan tidak lagi hanya terbatas

50
Bab 2 Sektor Keuangan

pada reksadana onshore , yaitu reksadana yang negeri pada semester II 2008 turun 14% menjadi
diterbitkan oleh manajer investasi (MI) domestik, sekitar Rp32 triliun. Penurunan tersebut terkait dengan
namun juga mencakup penawaran produk keuangan melemahnya pasar keuangan global sehingga
offshore, baik yang bersifat structured funds maupun mengurangi minat investor terhadap produk-produk
structured notes. Pada dasarnya, structured funds investasi terstruktur. Namun demikian, jumlah bank
merupakan reksadana yang diterbitkan oleh MI luar penyelenggara semakin meningkat. Hal tersebut
negeri, sementara structured notes merupakan jenis antara lain karena bertambahnya bank domestik yang
produk keuangan terstruktur yang yang diterbitkan telah diambil alih pihak asing.
oleh investment banks di luar negeri. Di samping perbankan, penawaran produk
Beberapa alasan utama dilakukannya kegiatan keuangan offshore juga dilakukan oleh MI domestik.
penawaran produk keuangan offshore oleh Berdasarkan data sementara s.d November 2008,
perbankan adalah: (i) adanya permintaan dari penawaran produk keuangan offshore oleh MI
nasabah utama (prime customers); (ii) dalam rangka domestik jauh lebih rendah, yaitu hanya berkisar Rp2,5
memelihara hubungan dengan nasabah atau triliun. Bahkan, selama semester II 2008 (data s.d
menjaga agar nasabah tidak pindah ke bank lain; dan November) jumlahny menurun sekitar 6% sehingga
(iii) untuk menghadapi persaingan dengan semakin menjadi sekitar Rp2 triliun. Namun demikian, secara
maraknya penawaran produk-produk keuangan luar keseluruhan, posisi produk keuangan offshore yang
negeri oleh bank dan MI luar negeri yang dilakukan ditawarkan oleh bank dan MI domestik relatif kecil,
dengan cara mengunjungi calon investor langsung yaitu pangsanya secara rata-rata hanya sekitar 29%
ke Indonesia. dari reksadana onshore.
Dengan latar belakang tersebut, kantor cabang Penawaran produk keuangan offshore yang
bank Asing (KCBA) adalah kelompok bank yang paling dilakukan oleh perbankan tampaknya masih
aktif dalam melakukan keagenan produk keuangan cenderung terbatas, yaitu hanya ditujukan bagi calon
offshore, khususnya melalui unit private banking atau investor yang telah memiliki pemahaman yang cukup
unit wealth management. Pada sebagian bank, unit tentang risiko penanaman pada produk keuangan
wealth management di Indonesia berhubungan offshore. Meskipun masih cenderung terbatas, kehati-
langsung dan merupakan bagian dari unit wealth hatian perlu ditingkatkan mengingat kegiatan
management pada global office bank yang keagenan produk keuangan offshore berpotensi
bersangkutan di luar negeri. Hal lain yang membuat bank lebih terekspose terhadap risiko
menyebabkan KCBA menjadi cukup aktif dalam reputasi dan risiko hukum, disamping memperbesar
melakukan penawaran produk keuangan offshore peluang meningkatnya kesalahpahaman dengan
adalah karena kegiatan serupa telah sering dilakukan investor, khususnya apabila masalah tranparansi dan
di kantor-kantor cabang bank tersebut di negara- perlindungan nasabah kurang diperhatikan. Dampak
negara lain. penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah
Berdasarkan laporan dari beberapa bank penanaman yang berlebihan dalam offshore products
penyelenggara keagenan produk keuangan offshore berpotensi mendorong terjadinya pelarian dana
diketahui bahwa penawaran produk keuangan luar investor domestik ke luar negeri.

51
Bab 2 Sektor Keuangan

Dampak Utang Luar Negeri terhadap Stabilitas Sistem


Boks 2.5
Keuangan

Pengalaman krisis 1997/1998 menunjukkan yang mencakup kewajiban pembayaran ULN


bahwa utang luar negeri (ULN) perbankan dan korporasi Pemerintah dan Swasta.
dapat menjadi pemicu krisis, khususnya apabila nilai Jumlah pokok dan bunga ULN swasta perbankan
tukar domestik mengalami penurunan yang signifikan. yang jatuh tempo pada tahun 2009 hanya sebesar
Belajar dari pengalaman tersebut, bank dewasa ini USD3,1 miliar, sedangkan jumlah ULN swasta non
cukup berhati-hati dalam menjaga Posisi Devisa Netto bank adalah sekitar USD14,2 miliar (tidak termasuk
(PDN), tercermin dari rata-rata PDN industri perbankan jumlah ULN yang standstill ). Bagi perbankan,
yang cukup rendah (6,2%) padahal batas maksimal kewajiban pembayaran ULN diperkirakan akan cukup
adalah 20% dari modal. Namun demikian, mengingat terkendali, mengingat sekitar 60% dari total ULN yang
profil maturitas valas perbankan menunjukkan cukup akan jatuh tempo pada tahun 2009 merupakan
tingginya posisi short jangka pendek (tenor s.d. 1 bulan), banker»s acceptance. Sementara itu, jumlah ULN
maka kehati-hatian perlu lebih ditingkatkan. swasta non bank juga masih relatif kecil dibandingkan
Secara umum diperkirakan kewajiban dengan cadangan devisa. Dengan demikian, tekanan
pembayaran utang luar negeri 2009 masih terhadap nilai tukar yang berasal dari ULN swasta
manageable . Selama 2009 diperkirakan akan termasuk perbankan pada tahun 2009 diperkirakan
dilakukan pembayaran ULN sebesar USD27,5 miliar tidak akan signifikan.

Tabel Boks 2.5.1


Utang Luar Negeri Swasta Jatuh Tempo 2009

LOAN_TYPE Tw I-09 Tw II-09 Tw III-09 Tw IV-09 USD Juta


Loan Agreement 4.208,97 2.191,40 1.919,57 3.190,13 11.510,06
Securities 1.614,73 750,35 223,03 93,36 2.681,46
Trade Credits 755,45 154,43 87,03 87,55 1.084,47
Other Loan 32,94 10,76 3,23 57,55 104,46
Jumlah 6.612,08 3.106,94 2.232,86 3.428,58 15.380,46
BUNGA
LOAN_TYPE Tw I-09 Tw II-09 Tw III-09 Tw IV-09 USD Juta
Loan Agreement 271,47 555,55 238,14 699,22 1.764,38
Securities 54,60 66,11 49,06 62,66 232,44
Jumlah 326,07 621,67 287,21 761,88 1.996,82
Grand Total 6.938,14 3.728,61 2.520,06 4.190,46 17.377,28
Bank 3.140,50
Non Bank 14.236,70
ULN Swasta* 17.377,20
* Tidak termasuk surat-surat berharga domestik yang dimiliki asing sebesar USD1.308 juta.

52
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Bab 3
Infrastruktur Keuangan
dan Mitigasi Risiko

53
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Halaman ini sengaja dikosongkan

54
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Kehandalan infrastruktur keuangan selama semester II 2008 tetap terpelihara


dengan baik sehingga dapat mendukung aktivitas di sistem keuangan dan
perekonomian. Sistem pembayaran terus menunjukkan kemajuan, sementara
informasi yang disediakan oleh Biro Informasi Kredit semakin banyak
dimanfaatkan. Keberadaan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang
saat ini sedang dipersiapkan undang-undangnya akan semakin memperkuat
stabilitas sistem keuangan ke depan.

3.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.1


Secara umum, peranan Sistem BI-RTGS dalam sistem Perkembangan Transaksi BI-RTGS

pembayaran semakin penting karena dari sisi nilai transaksi, 12,0 50.000
Volume (jutaan)
sekitar 93% pembayaran menggunakan sistem ini. 10,0 Nominal (trilyun)
40.000

Namun, dari sisi volume transaksi, pembayaran dengan 8,0


30.000
menggunakan kartu (Kartu kredit, kartu debit dan kartu 6,0
20.000
ATM) lebih mendominasi, yaitu sebesar 97% dari total 4,0

10.000
pembayaran. 2,0

- -
Nilai transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS 2004 2005 2006 2007 2008

mengalami peningkatan sebesar Rp3,1 ribu triliun atau


tumbuh 14,68% (yoy) mencapai nilai Rp23,9 ribu triliun Sementara itu, setelmen melalui SKN-BI
(yoy). Seiring dengan peningkatan nilai transaksi, volume menunjukkan pola yang agak berbeda dengan yang
transaksi pembayaran melalui Sistem BI-RTGS bertambah melalui BI-RTGS. Selama 2 tahun terakhir sampai dengan
710 ribu transaksi atau tumbuh 14,9% mencapai 5,45 akhir semester II 2008, nilai dan volume transaksi
juta transaksi dibandingkan periode sebelumnya. pembayaran melalui SKN-BI mengalami tren kenaikan,
Peningkatan volume transaksi tersebut terutama karena namun pada semester II 2008 cenderung menurun. Secara
semakin banyaknya transaksi antar nasabah dan transaksi lebih khusus, jika dibandingkan dengan semester II 2007,
pemerintah yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. transfer dana ritel melalui SKN-BI mengalami penurunan

55
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Rp105,35 triliun (14,31%) menjadi Rp631 triliun. Dari sisi Grafik 3.4
Perkembangan Transaksi E-Money
volume transaksi juga terdapat penurunan yaitu 19,35 juta
500,00 20,00
Volume (ribu)
transaksi (47,96%) menjadi 21 juta transaksi. Nominal (milyar)
400,00
15,00

Grafik 3.2 300,00


Perkembangan Transaksi SKN-BI 10,00
200,00
Volume Nilai (Rp Juta)
6 120 5,00
Volume (Juta) 100,00
Nilai (Rp Triliun)
5 100
0,00 0,00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
4 80

3 60 meningkat sebesar 1,15 juta transaksi (163,75%).


2 40
Peningkatan ini karena semakin banyaknya penerbit baru
1 20
e-money, sehingga sampai dengan akhir tahun 2008 sudah
- -
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 terdapat 8 penerbit e-money.
2007 2008

Penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu 3.1.1. Risk Assessment dan Mitigasi Risiko
(APMK) juga cukup tinggi dengan jumlah transaksi melalui Dalam rangka mitigasi risiko kredit dalam sistem
kartu ATM/Debit masih mendominasi hingga mencapai pembayaran dan dalam upaya mengantisipasi dampak
89%, sedangkan penggunaan kartu kredit hanya sebesar krisis global yang berpotensi membahayakan kebutuhan
11%. Dari sisi nilai transaksi, penggunaan kartu ATM/Debit likuiditas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia telah
juga tetap tertinggi yaitu sebesar 95%, sedangkan kartu menyempurnakan ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari
kredit hanya 5%. (FLI) dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), serta
Transaksi electronic money ( e-money ) dalam mengeluarkan ketentuan baru mengenai Fasilitas
semester II 2008 mengalami pertumbuhan secara Pembiayaan Darurat (FPD).
signifikan dibandingkan dengan semester I 2008. Dari sisi Selain itu, dalam rangka mitigasi risiko setelmen
nilai transaksi, penggunaan e-money meningkat sebesar dalam penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional, Bank
Rp0,05 triliun (398,44%). Sementara, dari sisi volume Indonesia telah menetapkan prefund sebagai salah satu

Grafik 3.3
Perkembangan Transaksi APMK

5% 11%

95% 89%
Kartu Berbasis (ATM dan ATM + Debit) Kartu Kredit Kartu Berbasis (ATM dan ATM + Debit) Kartu Kredit

56
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

mekanisme failure to settle (FtS) sebagaimana diatur dalam tanggal 24 Desember 2008 perihal Perizinan KUPU, yang
Peraturan Bank Indonesia No.7/18/PBI/2005 tentang mencabut ketentuan pelaksanaan sebelumnya (Surat
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI). Edaran Bank Indonesia No.8/32/DASP tanggal 20
Mekanisme prefund merupakan kewajiban bank peserta Desember 2006 perihal Pendaftaran KUPU). Dengan
SKN-BI untuk penyediaan dana awal baik berupa dana berlakunya SE baru tersebut, masa transisi selama 2 tahun
tunai ( cash prefund ) atau surat berharga ( collateral yang diberikan kepada penyelenggara KUPU untuk
prefund ) dalam rekening giro dan agunan di Bank melakukan pendaftaran kegiatan usaha KUPU telah
Indonesia untuk dapat mengikuti kegiatan kliring debet. berakhir dan setiap penyelenggara KUPU diwajibkan untuk
Dengan adanya kewajiban prefund ini diharapkan dapat memperoleh izin dari Bank Indonesia. Dengan adanya
meminimalkan risiko terjadinya bank yang tidak memiliki ketentuan baru ini diharapkan penyelenggaraan KUPU
likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajibannya dapat termonitor dengan lebih baik dan memiliki standar
dalam setelmen kliring debet. Kegagalan pemenuhan kegiatan sesuai international best practices.
prefund pada waktu yang ditetapkan dapat Bank Indonesia juga terus berupaya untuk
mengakibatkan bank peserta tidak dapat mengikuti kliring menyempurnakan ketentuan dan pengawasan APMK
debet pada hari tersebut. guna memastikan bahwa penyelenggara APMK dapat
Dalam rangka mitigasi risiko gagal bayar dalam mengelola potensi risiko. Dalam rangka meningkatkan
penyelesaian hasil kliring transaksi pembayaran debet keamanan dan mitigasi potensi risiko penyalahgunaan dan/
antar-bank, pada akhir tahun 2008 Bank Indonesia telah atau pemalsuan kartu kredit termasuk keamanan
mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan pula prinsip perangkat Electronic Data Capture, Bank Indonesia telah
no money no game untuk kliring debet.Ω Melalui penerapan mengeluarkan kebijakan bahwa penggunaan chip pada
kebijakan penyempurnaan penyelesaian hasil kliring kartu kredit harus dilakukan selambat-lambatnya 31
transaksi pembayaran debet antar-bank tersebut, risiko Desember 2009.
gagal bayar dalam penyelesaian hasil kliring debet dapat Sementara itu, sebagai tindak lanjut hasil security
dimitigasi, dan Bank Indonesia sebagai Penyelenggara assessment dan progress implementasi chip kartu kredit
Kliring tidak akan menanggung risiko gagal bayar dari bank yang telah dilakukan pada semester I tahun 2008 dapat
peserta kliring debet (mitigasi credit risk yang berpotensi diinformasikan bahwa 46 temuan atau 58% dari 80 total
dihadapi oleh Bank Indonesia). Penerapan kebijakan no temuan telah diselesaikan pada akhir semester II tahun
money no game dengan instrumen pre-fund tersebut akan 2008. Selanjutnya, Penerbit dan Acquirer diminta
membuat seluruh transaksi pembayaran debet dari suatu menyampaikan laporan progres implementasi chip dan
bank dapat dibatalkan oleh Penyelenggara Kliring apabila tindak lanjut security assessment secara berkala
pre-fund untuk meng-cover kewajiban dari hasil kliring (triwulanan).
debet-nya tidak mencukupi. Sebagai upaya untuk terus memitigasi potensi risiko
Terkait dengan upaya mengurangi risiko dalam dalam sistem pembayaran antar-bank di Indonesia, pada
penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Sistem BI-RTGS direncanakan akan dikembangkan
(KUPU), Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mekanisme Payment-Versus-Payment (PVP) Settlement. Hal
pelaksana Surat Edaran Bank Indonesia No.10/49/DASP ini dimaksudkan untuk memitigasi risiko kegagalan

57
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

pembayaran dalam penyelesaian transaksi perdagangan Untuk menjaga kelangsungan sistem BI-RTGS pada
valuta asing (valas) antar-bank di Indonesia (mitigasi FX penyelenggara, Bank Indonesia melaksanakan ujicoba sistem
settlement risk). Dengan PVP settlement, pembayaran mata backup secara berkala dengan menggunakan berbagai
uang domestik dan mata uang asing dari transaksi skenario. Sementara untuk memastikan keberfungsian
perdagangan valas antar-bank di Indonesia akan dilakukan sistem backup pada peserta, Bank Indonesia memberikan
secara bersamaan (simultaneous settlement), sehingga dua kesempatan untuk melakukan ujicoba koneksi ke
pihak dalam perdagangan valas antar-bank tidak akan penyelenggara. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan
mengalami kondisi telah melakukan serah mata uang yang alternatif mekanisme penyelesaian transaksi yang dapat
dijualnya namun belum menerima mata uang yang digunakan oleh peserta dalam kondisi gangguan dan/atau
dibelinya (FX settlement risk). keadaan darurat berupa fasilitas Guest Bank (penggunaan
Mekanisme PVP settlement yang akan dikembangkan fasilitas hardware dan software di Bank Indonesia) dan
pada Sistem BI-RTGS terutama untuk penyelesaian penggunaan instrumen Cek dan Bilyet Giro Bank Indonesia.
perdagangan Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/ Dalam rangka menjaga kehandalan infrastruktur
IDR). Hal ini karena perdagangan USD/IDR merupakan porsi Sistem BI-RTGS dalam kondisi gangguan atau keadaan
terbesar dalam perdagangan valas antar-bank di Indonesia. darurat, Bank Indonesia terus melakukan ujicoba dan
Mekanisme PVP yang dinamai USD/IDR PVP tersebut akan analisa untuk meminimalkan recovery time objective (RTO).
dikembangkan dengan membangun USD/IDR PVP Link yang RTO adalah target waktu yang ditetapkan dalam proses
akan menghubungkan Sistem BI-RTGS (untuk setelmen pemulihan kegiatan operasional dan sistem untuk
pembayaran IDR) dengan Sistem USD-CHATS4 di HongKong memastikan kesinambungan kegiatan operasional apabila
(untuk setelmen pembayaran USD). Untuk itu, Bank terjadi gangguan (disaster). Penetapan RTO merupakan
Indonesia dan Hong Kong Monetary Authority telah iterative process dan negotiation process yang dilakukan
menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of dengan mempertimbangkan antara biaya dan risiko yang
Understanding) pada tanggal 24 Oktober 2008. akan ditanggung. Mengingat BI-RTGS merupakan sistem
penyelesaian transaksi nilai besar dan merupakan
3.1.2. Business Continuity Plan (BCP) Sistem BI- systemically important payment system (SIPS), maka RTO
RTGS diupayakan seminimal mungkin. Dalam kaitan ini, upaya-
Kegagalan sistem pembayaran dapat menimbulkan upaya peningkatan percepatan proses recovery terus
gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan. Oleh dilakukan melalui kajian teknis dan penyelenggaran uji
karena itu, sistem pembayaran harus memiliki kinerja baik, coba disaster recovery plan (DRP) secara berkala.
handal, serta termitigasi risikonya. Untuk itu, diperlukan
kesiapan sumber daya manusia dan kehandalan 3.1.3. Upaya Pemenuhan CP-SIPS
infrastruktur (aplikasi, hardware dan jaringan) baik pada Bank Indonesia terus berupaya untuk memenuhi
penyelenggara maupun peserta dalam menghadapi standar internasional dalam penyelenggaraan sistem
kondisi darurat. pembayaran yang bersifat sistemik seperti pemenuhan core
principle systemically important payment system (CP-SIPS)
4 CHATS singkatan dari Clearing House Automated Transfer System, yang merupakan
salah satu sistem RTGS di HongKong. yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlements

58
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Grafik 3.5
Peran Biro Informasi Kredit

PERTUMBUHAN
EKONOMI
PERTUMBUHAN SEKTOR RIIL
SEKTOR BIRO INFORMASI KREDIT
MASYARAKAT
KEUANGAN MEMPERLANCAR

BADAN USAHA
FUNGSI

PERORANGAN
BANK

BANK
NON
INTERMEDIASI
MEMINIMALKAN
INFOR- GAP INFORMASI INFOR-
SEKTOR MASI DAN RISIKO MASI
NON KEUANGAN MEMPERCEPAT
PENGAMBILAN
PERUSH. KEPUTUSAN
UTILITAS PUBLIK
MENURUNKAN
BIAYA

PENGHIMUPUNAN DAN PENYEDIAAN DANA


TRANSPARANSI DISIPLIN PASAR
PEMERINTAH / REGULATOR

(BIS) untuk penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. Upaya yang 3.2. PENGEMBANGAN BIRO INFORMASI KREDIT
dilakukan antara lain mencakup peningkatan good Pembentukan Biro Informasi Kredit (BIK), yang
corporate governance melalui reorganisasi satuan kerja diresmikan pada bulan Juni 2006, merupakan salah satu
penyelenggara Sistem BI-RTGS. upaya Bank Indonesia untuk memperkuat infrastruktur
Pada akhir tahun 2008, Bank Indonesia telah sistem perbankan dan sistem keuangan di Indonesia. Hal
menerbitkan ketentuan internal No.10/86/Intern tanggal ini merupakan wujud pelaksanaan Arsitektur Perbankan
23 Desember 2008 mengenai Reorganisasi Direktorat Indonesia (API) khususnya Pilar V yaitu penguatan
Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) sebagai salah infrastruktur untuk menciptakan perbankan yang sehat,
satu langkah agar penyelenggaraan sistem pembayaran kuat dan efisien.
dilakukan secara efektif, dapat dipertanggungjawabkan Tugas utama BIK adalah menghimpun dan
dan transparan. Reorganisasi DASP merupakan menyimpan data perkreditan, mempertukarkan dan pada
perwujudan dari kewajiban penyelenggara SIPS untuk akhirnya mendistribusikannya sebagai informasi debitur
menerapkan prinsip tata kelola yang baik antara lain dalam rangka mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi
melalui adanya pemisahan tanggung jawab pelaporan lembaga keuangan. Keberadaan BIK diharapkan dapat
(reporting line) unit kerja yang menangani pengawasan membantu meminimalkan permasalahan asymmetric
( payment system oversight) dengan unit kerja yang information antara penyedia dana dan penerima dana.
melaksanakan operasional Sistem BI-RTGS. Guna mendukung pencapaian tugas tersebut, BIK
Selain itu, Bank Indonesia bekerjasama dengan mengoperasikan dan mengelola sebuah sistem dengan
beberapa peserta Sistem BI-RTGS membentuk suatu nama Sistem Informasi Debitur (SID). Sistem ini telah
working group sebagai bagian dari upaya meningkatkan mengalami penyempurnaan secara berkesinambungan
transparansi antara penyelenggara dan peserta dengan dan sejak tahun 2005, telah berbasis web . Dengan
melibatkan para peserta dalam pengembangan Sistem BI- demikian pelaporan data disampaikan secara on-line dan
RTGS. Pendekatan ini diharapkan akan meningkatkan permintaan informasi debitur dapat dilakukan secara on-
efisiensi dan kehandalan sistem yang ada. line dan real-time. Data perkreditan sebagai input SID,

59
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Tabel 3.1
Perkembangan Data SID 2006-2008

Desember Desember Desember


2006 2007 2008
Jumlah Pelapor (Lembaga) 486 751 777
Bank Umum 130 130 127
BPR 355 618 646
PP 1 3 4
Jumlah Pelapor (Kantor Cabang) 3.374 3.788 4.054
Bank Umum 2.548 2.788 2.790
BPR 825 2.633 1.260
PP 1 3 4
Jumlah Debitur (berdasarkan Debtor Identification Number) 20.359.850 28.187.986 35.900.857
Bank Umum 19.535.979 26.312.078 33.070.536
BPR 822.849 1.780.534 2.521.748
PP 1.022 95.374 308.573
Jumlah Fasilitas Kredit (rekening)*) 21.689.062 29.479.139 57.782.495
Bank Umum 20.863.200 27.640.264 53.573.464
BPR 824.839 1.697.186 3.813.657
PP 1.023 141.689 395.374
Jumlah Permintaan Informasi Debitur**) 782.626 1.178.957 2.050.957
Bank Umum 751.769 1.147.096 1.833.158
BPR 30.857 30.192 206.255
PP 0 1.669 10.915
Catatan:
*) Desember 2006, data jumlah fasilitas kredit yang tersedia hanya untuk rekening yang aktif. Sedangkan Desember 2007 dan 2008, jumlah fasilitas
kredit mencakup rekening yang aktif dan pasif.
**) Jumlah permintaan pada bulan tersebut.

dihimpun dari semua lembaga penyedia dana yang ke atas selama 6 bulan berturut-turut, dan PKKSB.
meliputi Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Sedangkan pelapor sukarela adalah BPR yang total asetnya
Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) termasuk belum sesuai dengan persyaratan menjadi pelapor wajib,
Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank (PKKSB). LKNB, dan Koperasi Simpan Pinjam.
Dari angka statistik, penyelenggaraan BIK telah
Grafik 3.6 menunjukan hasil yang cukup menggembirakan. Selama
Kebijakan Strategis BIK
2 tahun pasca beroperasi, telah terjadi peningkatan yang
cukup signifikan pada jumlah pelapor, debitur, fasilitas
KETENTUAN &
PENGATURAN
PELAPOR &
kredit maupun akses terhadap informasi debitur. Namun
SISTEM & PENGGUNA
APLIKASI demikian, dapat dicatat bahwa pelapor SID dari LNKB,
BIK
khususnya Perusahaan Pembiayaan (PP) masih tergolong
minim. Hal tersebut terutama karena kepesertaannya
PRODUK & EDUKASI
KUALITAS LAYANAN MASYARAKAT
DATA bersifat sukarela, serta adanya gap yang cukup besar antara
struktur data yang dimiliki LKNB dengan struktur data yang
dipersyaratkan dalam SID.
Saat ini terdapat 2 jenis kepesertaan dalam SID yaitu Sementara itu, dari sisi pemanfaatan output SID, rata-
kepesertaan yang bersifat wajib dan sukarela. Pelapor wajib rata permintaan informasi debitur selama tahun 2008
terdiri dari Bank Umum, BPR dengan total aset Rp10 miliar mengalami peningkatan sebesar 55% dibandingkan tahun

60
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

2007. Share terbesar dari pemanfaatan informasi debitur Dalam kajian rencana pengembangan BIK, telah
dilakukan oleh Bank Umum, sementara pemanfaatan dirumuskan rencana pengembangan SID dalam jangka
output SID oleh BPR masih sangat rendah. pendek, menengah dan panjang. Pada tahap awal,
Untuk lebih mengembangkan BIK sekaligus pengembangan SID akan lebih difokuskan pada
mengatasi kendala-kendala yang masih ada, Bank peningkatan akurasi data dan performance sistem.
Indonesia menjalankan beberapa kebijakan strategis yang Sedangkan untuk tahap selanjutnya, akan dilakukan
mencakup aspek peningkatan kualitas data, perubahan terhadap mekanisme penyampaian laporan
penyempurnaan sistem dan aplikasi, perluasan cakupan debitur agar lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan dari
pelapor dan pengguna, penyempurnaan ketentuan dan kajian ini dimulai tahun 2009 dan akan berlangsung sampai
pengaturan, pengembangan produk dan layanan, serta dengan 2 tahun ke depan.
edukasi kepada masyarakat.
3.2.3. Perluasan Cakupan Pelapor dan Pengguna
3.2.1. Peningkatan Kualitas Data Keandalan informasi debitur yang dihasilkan oleh BIK
Untuk meningkatkan kualitas data dan informasi ditentukan pula oleh luasnya cakupan sumber data. Masih
yang dihasilkan SID, upaya yang dilakukan Bank Indonesia minimnya jumlah LKNB yang melaporkan SID saat ini
meliputi absensi secara periodik untuk memastikan menunjukan bahwa masih terdapat potensi data yang
ketepatan waktu pelaporan, pembersihan data duplikat belum dimanfaatkan. Untuk itu, Bank Indonesia bekerja
dan pemberian teguran atas kesalahan pelaporan, dan sama dengan Departemen Keuangan (Bapepam LK) telah
pemeriksaan terhadap pelapor untuk meningkatkan berupaya mendorong keikutsertaan LKNB dalam SID
kesadaran pelapor terhadap ketentuan yang berlaku dan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman pada bulan
pentingnya pelaporan secara benar. Disamping itu, telah September 2007. Sebagai tindak lanjutnya, telah disusun
dilakukan pula pelatihan kepada petugas pelapor untuk rencana kegiatan sosialisasi kepada pegawai Bapepam LK,
meningkatkan pengetahuan serta kualitas pelaporan. workshop secara bertahap untuk Asosiasi Perusahaan
Upaya lainnya adalah peningkatan layanan help-desk SID. Pembiayaan Indonesia (APPI) dan LKNB calon pelapor SID,
serta penyusunan standard operating procedure (SOP)
3.2.2. Penyempurnaan Sistem dan Aplikasi untuk joint procedure pengecekan kepada LKNB pelapor
Penyempurnaan sistem dan aplikasi SID dilakukan SID mulai tahun 2009.
secara berkesinambungan. Kegiatan ini dimulai dengan Selain itu, mengikuti standar credit bureau
melakukan evaluasi terhadap existing sistem dan aplikasi, internasional, sumber data SID direncanakan akan
yang dilakukan oleh internal Bank Indonesia maupun diperluas sehingga mencakup data pelanggan perusahaan
dengan melibatkan para pelapor. Evaluasi tersebut tidak utilitas publik, seperti Telkom, PLN dan PDAM. Hal ini telah
hanya sebatas pada aplikasi SID, namun terhadap aplikasi tertuang dalam Paket Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK)
lainnya yang terkait. Hasil evaluasi selanjutnya tahun 2008, dengan target keluaran ≈tercakupnya data
dipergunakan sebagai dasar penyempurnaan, serta perusahaan utilitas publik pada SID∆. Terkait dengan hal
masukan dalam pembuatan kajian rencana tersebut, telah dilakukan kajian terhadap
pengembangan BIK ke depan. integrasi∆ database dari perusahaan utilitas publik.

61
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Berdasarkan kajian tersebut masih terdapat beberapa Checking. Informasi debitur yang dihasilkan mencakup
kendala, termasuk kendala legal. Untuk itu, akan dilakukan informasi positif (yaitu informasi kredit yang tidak
harmonisasi ketentuan yang terkait dengan pemberian mengalami kegagalan dalam penyelesaiannya) dan
data dari perusahaan utilitas publik ke dalam SID. informasi negatif (yaitu informasi kredit yang mengalami
Sementara itu, untuk meningkatkan jumlah penggunaan kegagalan dalam penyelesaiannya) untuk seluruh
informasi debitur oleh BPR telah dilakukan sosialisasi serta penyediaan dana mulai dari Rp1 ke atas, serta mencakup
pelatihan SID kepada pejabat dan petugas BPR. pula informasi tentang historis pembayaran yang dilakukan
oleh debitur dalam kurun waktu 24 bulan terakhir. Dengan
3.2.4. Penyempurnaan Ketentuan demikian, informasi debitur yang dihasilkan dapat
Untuk menjamin kelancaran operasional BIK, pada memberikan gambaran mengenai exposure kredit, serta
tahun 2007-2008 telah dilakukan penyempurnaan performance dan kualitas kredit dari debitur yang
Peraturan Bank Indonesia tentang SID beserta Surat bersangkutan.
Edaran Bank Indonesia sebagai aturan pelaksanaannya. Produk lain yang telah dikembangkan adalah
Secara garis besar, ketentuan SID tersebut mengatur penyediaan consumer report atau informasi debitur yang
mengenai pihak yang dapat menjadi pelapor; kewajiban dapat diminta oleh debitur atas nama dirinya sendiri di
pelapor; cakupan dan prosedur penyampaian laporan Gerai Info - Bank Indonesia atau di lembaga keuangan
debitur; pihak yang dapat meminta informasi debitur pelapor SID yang memberikan penyediaan dana kepada
beserta batasan penggunaannya; pengawasan Bank debitur tersebut. Penyediaan consumer report ini
Indonesia kepada pelapor; serta pengenaan sanksi atas merupakan salah satu bentuk pelaksanaan transparansi
pelanggaran yang dilakukan. Dengan adanya ketentuan pelapor kepada debitur, serta sebagai sarana cross check
ini, seluruh hak dan kewajiban dari pelapor dan debitur debitur atas pelaporan yang telah dilakukan. Lokasi layanan
dapat lebih diperjelas. penyediaan consumer report juga diperluas pada Kantor
Proses penyusunan ketentuan tersebut telah Bank Indonesia di daerah dan counter informasi kredit yang
mengakomodir kebutuhan industri perkreditan melalui disediakan pada beberapa event khusus seperti Bazar
keterlibatan perwakilan pelapor SID, yang terdiri dari UMKM dan Festival Ekonomi Syariah.
perwakilan Bank Pemerintah, Bank Asing, BPR dan LKNB Pada credit bureau berstandar internasional, produk
yang tergabung dalam Working Group SID. Kontribusi aktif yang dihasilkan tidak hanya berupa basic report tetapi
dari Working Group tersebut telah memperkaya materi mencakup pula value added services yang merupakan
pengaturan SID serta sebagai masukan untuk penyusunan olahan dan pengembangan data yang dihimpun dan
rencana penyempurnaan aplikasi serta pengembangan BIK. teknologi yang dimiliki oleh credit bureau tersebut. Value
added services ini dapat berupa credit scoring, fraud alert/
3.2.5. Pengembangan Produk dan Layanan detection, pengelolaan risiko kredit, jasa konsultasi, dan
Pengembangan produk dan layanan BIK terus sebagainya. Dari sisi sumber data, data yang dihimpun
diarahkan untuk dapat memenuhi standar credit oleh credit bureau internasional mencakup pula data dari
bureauinternasional. Produk BIK saat ini adalah informasi perusahaan utilitas publik, koperasi dan keputusan
debitur atau dikalangan perbankan dikenal dengan namaBI pengadilan. Sebagai bagian dari upaya menjadikan BIK

62
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

berstandar internasional, maka penyediaan value added mengalami tekanan. Secara lebih rinci, manfaat yang dapat
services, khususnya credit scoring dan perluasan sumber diperoleh dari JPSK adalah:
data dari perusahaan utilitas publik, merupakan target terdapat landasan hukum yang kuat dalam melakukan
pengembangan produk BIK berikutnya. tindakan pencegahan dan penanganan krisis;
adanya transparansi dan akuntabilitas dalam
3.2.6. Edukasi Kepada Masyarakat mekanisme pengambilan keputusan dalam rangka
Pencapaian sistem perkreditan yang sehat dan pencegahan dan penanganan krisis;
efisien, tidak hanya tergantung pada kesadaran dari para terdapat mekanisme koordinasi diantara lembaga
penyedia dana dalam melakukan pelaporan, namun juga terkait dalam menghadapi gangguan yang berpotensi
memerlukan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya mengancam stabilitas sistem keuangan nasional,
menjaga reputasi kreditnya. Dengan mengetahui bahwa tanpa mengurangi independensi masing-masing
riwayat kreditnya terdata di BIK dan dapat diakses oleh otoritas;
seluruh lembaga penyedia dana yang menjadi pelapor SID, penanganan permasalahan lembaga keuangan yang
diharapkan awareness debitur untuk menjaga nama berdampak sistemik dapat dilakukan secara tuntas;
baiknya akan meningkat. terdapat sumber pendanaan yang jelas untuk
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan tindakan pencegahan dan penanganan krisis dengan
kesadaran masyarakat akan keberadaan BIK, antara lain memperhatikan tatacara dan mekanisme hak budget
melalui sosialisasi berupa seminar di beberapa daerah, serta Dewan Perwakilan Rakyat.
edukasi masyarakat melalui advertorial di media massa Sementara itu, di Indonesia, pada semester II 2008
nasional. Dampaknya adalah semakin meningkatnya terdapat beberapa bulan yang penuh tekanan di sektor
jumlah permintaan consumer report melalui Gerai Info keuangan, antara lain ditandai dengan keringnya likuiditas
Bank Indonesia oleh masyarakat. Hal tersebut sesuatu yang rupiah dan valas yang dibarengi dengan penurunan nilai
positif bagi pengembangan BIK ke depan, karena dengan tukar rupiah yang cukup signifikan. Untuk itu, pada
semakin seringnya output SID diakses oleh masyarakat, pertengahan Oktober 2008, Pemerintah telah menerbitkan
semakin tinggi pula tuntutan untuk meningkatkan kualitas beberapa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
data dan informasi debitur. undang (PERPPU) yang salah satunya adalah mengenai
JPSK (PERPPU No.4 Tahun 2008 tanggal 15 Oktober 2008).
3.3. JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN Berdasarkan PERPPU tersebut, JPSK merupakan suatu
Infrastruktur keuangan lainnya yang dinilai sangat mekanisme pengamanan sistem keuangan dari ancaman
penting bagi stabilitas sistem keuangan suatu negara krisis yang mencakup pencegahan dan penanganan krisis.
adalah Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Secara Adapun tindakan pencegahan dan penanganan krisis
konseptual, adanya JPSK akan sangat membantu dalam meliputi: (i) penanganan kesulitan likuiditas dan/atau
memitigasi risiko sistemik. Lazimnya dalam JPSK diatur masalah solvabilitas bank yang berdampak sistemik, dan
protokol manajemen krisis (crisis management protocol) (ii) penanganan kesulitan likuiditas dan/atau masalah
sebagai bagian dari mekanisme koordinasi diantara solvabilitas lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang
lembaga-lembaga pada saat sektor keuangan sedang berdampak sistemik. Untuk mencapai tujuan dari JPSK,

63
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

dibentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang mengatasi permasalahan: (i) Bank yang mengalami
beranggotakan Menteri Keuangan (sebagai Ketua) dan permasalahan likuiditas yang berdampak Sistemik; (ii) Bank
Gubernur Bank Indonesia. KSSK berwenang menetapkan yang mengalami permasalahan solvabilitas atau kegagalan
kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka pencegahan pelunasan Fasilitas Pinjaman Darurat (FPD) yang berdampak
dan penanganan krisis di sektor keuangan dan melakukan sistemik; dan (iii) LKBB yang mengalami permasalahan
koordinasi dengan berbagai otoritas dalam likuiditas dan/atau permasalahan solvabilitas yang
pelaksanaannya. berdampak sistemik. Sementara itu, penanganan krisis
Dalam perjalanannya PERPPU No.4 Tahun 2008 meliputi tindakan mengatasi permasalahan (i) beberapa
tentang JPSK tidak mendapat persetujuan DPR sehingga bank yang mengalami permasalahan likuiditas dan/atau
harus disusun ulang dan diajukan kembali ke DPR. Pada solvabilitas yang secara individu berdampak sistemik; (ii)
saat ini Rancangan Undang-undang (RUU) JPSK sudah Bank yang secara individu dalam keadaan normal tidak
berhasil disusun dan telah mulai dibahas di DPR. berdampak sistemik tetapi dalam kondisi krisis berdampak
Adapun ruang lingkup yang diatur dalam RUU JPSK sistemik dan berpotensi krisis; dan (iii) Beberapa LKBB yang
adalah pencegahan dan penanganan krisis yang meliputi mengalami permasalahan likuiditas dan/atau solvabilitas
tindakan mengatasi permasalahan likuiditas dan yang berdampak sistemik. Sementara itu, kerangka kerja
permasalahan solvabilitas pada bank dan LKBB yang yang diusulkan adalah sebagaimana yang tercantum pada
berdampak sistemik. Pencegahan krisis meliputi tindakan Tabel 3.2

Tabel 3.2
Kerangka Kerja Jaring Pengaman Sistem Keuangan

Tujuan/ Pengambilan Tool Kits/ Sumber


Keputusan
Ruang Lingkup Keputusan Mekanisme Pendanaan
Pencegahan Krisis
1. Likuiditas Bank KSSK melakukan: 1. Pemberian bantuan FPD oleh BI, dijamin Sumber pendanaan
a. Evaluasi masalah likuiditas Pemerintah Pemerintah untuk
2. Solvabilitas Bank/ b. Penetapan masalah 2.a. Penyertaan Modal 2.a. PMS oleh LPS pencegahan dan
Bank Gagal c. Penetapan langkah Sementara (PMS) 2.b. Penutupan Bank dan penanganan Krisis
penanganan masalah untuk Bank Sistemik. Pembayaran jaminan berasal dari APBN
2. b. Penyelesaian Bank oleh LPS melalui penerbitan
Non-sistemik SBN (Surat Berharga
3. Likuiditas dan/atau 3. Pemberian pinjaman 3. Pinjaman atau Negara) atau tunai.
solvabilitas atau penyertaan modal penyertaan modal oleh BI dapat membeli
untuk LKBB Pemerintah SBN dimaksud di
pasar primer.
Penanganan Krisis
Penggunaan dana
1. Likuiditas dan/atau KSSK melakukan: 1.a. Pemberian bantuan 1.a. FPD oleh BI APBN untuk
solvabilitas Bank a. Evaluasi masalah likuiditas 1.b. PMS oleh LPS atau pencegahan dan
b. Penetapan masalah 1.b. Penyertaan Modal Pemerintah atau penanganan krisis
c. Penetapan langkah Sementara Badan Khusus harus terlebih
2. Likuiditas dan/atau penanganan masalah 2. Pemberian bantuan 2. Pinjaman/PMS oleh dahulu mendapat
solvabilitas LKBB likuiditas/Penyertaan Pemerintah atau Badan persetujuan dari DPR
Modal Sementara Khusus

64
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Stabilitas Sistem Keuangan dan PERPPU tentang Perubahan


Boks 3.1
Undang Undang Bank Indonesia

Salah satu kebijakan penting yang diambil berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang
Pemerintah pada pertengahan Oktober 2008 adalah kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat
penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
Undang (PERPPU) Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Perubahan yang diatur PERPPU menyebutkan
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang bahwa yang dimaksud dengan agunan berkualitas
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. PERPPU tinggi dan mudah dicarikan, tidak saja meliputi surat
ini penting artinya bagi stabilitas sistem keuangan berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh
karena memberikan dasar hukum bagi Bank Indonesia Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai
dalam memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga
(FPJP) secara lebih luas bagi bank yang memerlukan. pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu
Perluasan akses bagi bank tersebut didasarkan atas dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan
perubahan terhadap Pasal 11 Undang-Undang Bank uang tunai, namun juga termasuk aset kredit
Indonesia. kolektibilitas lancar. Dengan demikian, obyek yang
Sebelum dilakukan perubahan, Pasal 11 pada dapat dijadikan sebagai agunan oleh bank untuk
intinya mengatur bahwa Bank Indonesia dapat mendapatkan FPJP menjadi lebih banyak jenisnya,
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan sehingga memperluas akses bagi bank untuk
prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari menggunakan FPJP.
kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan Dalam pencegahan maupun penanganan krisis,
jangka pendek bank. Pelaksanaan pemberian kredit diperlukan dasar hukum yang kuat serta mekanisme
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut kerja yang jelas untuk mendukung pengambilan
wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang keputusan-keputusan yang penting untuk mencegah
berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah terjadinya krisis ataupun menyelamatkan perekonomian
kredit atau pembiyaan yang diterimanya. Sedangkan dari krisis. Perubahan Undang-Undang Bank Indonesia
yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi yang dilakukan melalui PERPPU tersebut di atas
dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan/atau merupakan contoh langkah antisipatif Pemerintah dari
tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan sisi dasar hukum guna menjaga stabilitas sistem
hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi keuangan dalam menghadapi krisis global.

65
Bab 3 Infrastruktur Keuangan dan Mitigasi Risiko

Best Practices Analisis Dampak Sistemik terhadap


Boks 3.2
Sistem Keuangan

Secara konseptual, dampak sistemik terhadap dampak sistemik sulit untuk ditetapkan diawal. Suatu
sistem keuangan terjadi apabila permasalahan dari lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak
suatu lembaga keuangan, baik secara individu maupun sistemik pada situasi tertentu, namun tidak berdampak
bersama-sama yang karena ukuran (size) dari lembaga sistemik pada situasi yang lain. Dengan demikian,
keuangan tersebut dan potensi penyebaran masalah penetapan dampak sistemik memerlukan professional
(contagion effect) yang ditimbulkannya, menyebabkan judgement.
kegagalan pada sistem keuangan secara keseluruhan. Salah satu sumber referensi dalam penilaian
Berdasarkan best practices atau praktek yang dampak sistemik adalah dokumen Memorandum of
berlaku umum di dunia internasional, maka kriteria Understanding on Cooperation between the Financial
dampak sistemik tidak ditetapkan secara eksplisit Supervisory Authorities, Central Banks and Finance
dimuka (ex ante) dalam suatu ketentuan perundang- Ministries of the European Union on Cross Border
undangan, dengan dua alasan pokok sebagai berikut. Financial Stability (Annex 2 Template for Systemic
Pertama, penetapan secara ex ante berpotensi Assessment Framework). Dokumen ini antara lain
menimbulkan moral hazard. Adanya kriteria yang merekomendasikan bahwa penilaian dampak sistemik
eksplisit, akan mendorong lembaga keuangan untuk perlu memperhatikan dampak kegagalan atau
melakukan pengambilan risiko yang tidak terkendali permasalahan yang dihadapi lembaga keuangan
( excessive risk taking ) karena yakin akan tetap terhadap: (i) institusi keuangan lainnya secara
diselamatkan oleh Pemerintah. keseluruhan, (ii) pasar keuangan, (iii) sistem
Kedua, penetapan dampak sistemik cenderung pembayaran, dan (iv) psikologi pasar. Selain itu,
bersifat situasional. Hal itu karena pemicu krisis sistemik penilaian juga harus mencakup perkiraan
dapat berbeda-beda tergantung situasi, baik yang kemungkinan akan terganggunya sektor riil dengan
bersifat internal lembaga keuangan, maupun yang memperhatikan peranan atau kontribusi lembaga
bersifat eksternal seperti krisis keuangan global, keuangan yang bersangkutan terhadap sektor
serangan teroris, dan bencana alam. Oleh karena itu, tersebut.

66
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Bab 4
Prospek Sistem
Keuangan Indonesia

67
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Halaman ini sengaja dikosongkan

68
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Secara umum, prospek sistem keuangan Indonesia diperkirakan masih akan


tetap positif, meskipun tekanan karena belum pulihnya kondisi perekonomian
global dan domestik tampaknya masih akan terus menjadi tantangan. Di
perbankan, prospek positif tersebut antara lain didukung oleh permodalan
yang masih cukup tinggi. Sementara itu, koordinasi antara otoritas perbankan
dengan otoritas pasar modal dan lembaga keuangan non-bank diperkirakan
akan semakin erat dan menjadi bagian penting dari jaring pengaman sistem
keuangan yang mendukung ketahanan sektor keuangan.

4.1. PROSPEK EKONOMI DAN PERSEPSI RISIKO Tabel 4.1


Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi
Perekonomian Indonesia diperkirakan akan
mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4- 2008 2009*

5% di tahun 2009 seiring dengan perlambatan ekonomi Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4

dunia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi akan PDB (% yoy) 6,3 6,4 6,4 5,2 4,5 4,3 4,4 4,7

Inflasi (% yoy) 7,6 11,0 12,0 11,1 10,2 8,0 5,8 5,8
mengurangi tekanan dari sisi permintaan sehingga inflasi
Neraca Perdagangan (US$ miliar) 7,5 5,3 5,8 8* 6,7 7,1 6,8 7,7
relatif terkendali. Hal-hal lainnya yang diperkirakan akan
* Prediksi dari Asia Pacific Concensus Forecast
turut berkontribusi terhadap penurunan inflasi adalah
penurunan harga komoditas di pasar global yang Sementara itu, krisis keuangan global yang berimbas
mendorong penurunan harga komoditas domestik, pada sektor keuangan domestik telah semakin
penurunan harga BBM pada awal tahun 2009, meningkatkan persepsi risiko tentang Indonesia. Hal itu
swasembada dan surplus beras yang diperkirakan akan tercermin pada yield spread yang cenderung meningkat.
terus berlanjut pada tahun 2009. Oleh karena itu, pada Tingginya persepsi risiko tersebut berpotensi menghambat
kuartal II 2009 diperkirakan inflasi berada di bawah satu aliran investasi masuk, apalagi di negara asalnya para
digit, yaitu 8%, turun dari 11.1% pada akhir 2008. Namun, investor umumnya sedang kesulitan likuiditas karena krisis
perlambatan ekonomi dunia dan penurunan harga global. Bagi perbankan, tingginya persepsi risiko akan
komoditas di pasar global menyebabkan nilai ekspor membuat penyaluran kredit menjadi semakin selektif.
menurun sehingga kinerja Neraca Perdagangan 2009 Aliran investasi masuk yang rendah cenderung
diperkirakan akan mengalami penurunan. menekan pertumbuhan ekonomi sehingga sektor riil, baik

69
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

korporasi maupun rumah tangga (household), dapat 16,2%. Berdasarkan hasil stress test, permodalan tersebut
terganggu kinerjanya. Pada gilirannya hal ini dapat masih mampu menyerap berbagai jenis risiko, seperti risiko
mendorong peningkatan risiko kredit di perbankan. pasar (mencakup risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan
Disamping itu, rendahnya aliran investasi yang masuk juga risiko penurunan harga SUN), risiko likuiditas dan risiko
berpotensi menimbulkan tekanan pada nilai tukar. kredit, termasuk pula risiko yang berasal dari kerugian
Akibatnya, bank-bank yang mengalami posisi short dalam karena structured products.
valas berpotensi mengalami kerugian karena risiko nilai Risiko pasar berada pada level moderat meskipun
tukar. Hal-hal ini perlu diwaspadai agar stabilitas sistem pada paruh kedua tahun 2008 sempat mengalami
perbankan dan sistem keuangan tetap terjaga. peningkatan yang signifikan terutama karena penurunan
harga SUN dan nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi,
Tabel 4.2
disamping karena trend kenaikan suku bunga pada waktu
Persepsi Risiko Indonesia
itu. Namun menjelang akhir 2008, risiko penurunan harga
Yield Spread (bp)
Obligasi Rating Ytm (%) September Desember
SUN berkurang dengan terbitnya Surat Edaran Bank
2008 2008 Indonesia yang membolehkan bank untuk menangguhkan
Indo 49 Ba3 (Moody's) 11,70 997,47 1015,41
kewajiban marking to market. Sementara, risiko nilai tukar
Indo 48 Ba3 (Moody's) 11,86 932,46 965,17
cukup terkendali mengingat Posisi Devisa Netto (PDN) yang
Indo 45 Ba3 (Moody's) 11,95 918,30 925,92
dipegang industri perbankan tergolong rendah (sekitar
6,2%) dan kebanyakan bank memiliki posisi long dalam
4.2. PROFIL RISIKO PERBANKAN: TINGKAT DAN valas. Selanjutnya, risiko suku bunga juga berkurang
ARAH sejalan dengan penurunan BI rate yang dilakukan
Tantangan terhadap stabilitas sistem keuangan yang berulang-ulang sejak bulan Desember 2008 hingga
dialami pada semester I 2008 terus berlanjut pada semester menjadi sebesar 8,25% pada bulan Februari 2009.
II 2008 dan bahkan semakin besar. Seperti telah diuraikan Namun demikian, ke depan perbankan tampaknya
dalam bab-bab sebelumnya, gejolak pasar keuangan global masih tetap memiliki potensi risiko pasar yang cukup besar
dan perlambatan ekonomi dunia yang berimbas pada mengingat gejolak krisis keuangan global masih belum
kondisi pasar keuangan dan perekonomian domestik telah sepenuhnya mereda. Di samping itu, sejalan dengan
menimbulkan tekanan pada sektor keuangan Indonesia. pelemahan nilai tukar rupiah, beberapa bank diketahui
Hal tersebut antara lain ditandai dengan merosotnya Indeks memiliki potensi kerugian yang terkait dengan structured
Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia dan products. Meskipun berdasarkan hasil stress test potensi
menurunnya harga Surat Utang Negara (SUN). Namun kerugian tersebut masih dapat diserap oleh permodalan
demikian, secara keseluruhan kondisi sektor keuangan bank. Ke depan perbankan tampaknya perlu lebih
tetap terkendali. meningkatkan kehati-hatian terhadap produk serupa dan
Sementara itu, perbankan yang merupakan industri transaksi derivatif pada umumnya, termasuk offshore
yang paling dominan dalam sektor keuangan domestik, products.
secara umum masih memiliki ketahanan yang relatif baik Risiko likuiditas pada awal semester II 2008, terutama
yang tercermin dari CAR yang masih cukup tinggi di level pada bulan Agustus, cenderung meningkat sejalan dengan

70
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Grafik 4.1
Profil Risiko Perbankan dan Arah ke Depan

Risiko Pasar Risiko Likuiditas Risiko Kredit

Sem II-2008 Sem II-2008 Sem II-2008


High

Outlook Outlook Outlook


Inherent Risk

Moderate

Harga
Nilai SUN
Tukar
Suku
Bunga
Low

Weak Acceptable Strong Weak Acceptable Strong Weak Acceptable Strong

Risk Control System (RCS)

berkurangnya ekses likuiditas perbankan akibat ke depan juga tercermin pada hasil estimasi Probability of
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang masih tetap Default (PD) menggunakan data keuangan dari
lambat sementara kredit yang disalurkan cenderung sangat perusahaan non-financial go public yang listed di Bursa
ekspansif. Pada saat itu, terimbas krisis keuangan global, Efek Indonesia. Selain itu, potensi kenaikan risiko kredit
kondisi pasar uang antar bank (PUAB) cenderung ketat juga dapat berasal dari debitur yang mengalami kerugian
dan terjadi segmentasi yang membatasi akses bank-bank karena pelemahan nilai tukar rupiah yang kemudian
khususnya dari kelompok menengah dan kecil untuk mempengaruhi kemampuan mereka dalam menyelesaikan
masuk ke PUAB. Namun, dengan pelonggaran ketentuan semua jenis kewajiban kepada perbankan.
GWM yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Risiko lain yang juga cukup penting diperhatikan
peningkatan jumlah simpanan yang dijamin LPS, kondisi adalah risiko operasional. Secara umum masih banyak
likuiditas industri perbankan terus membaik. Bahkan sejak tantangan yang harus dihadapi perbankan terkait dengan
November 2008 sejalan dengan peningkatan DPK dan risiko operasional ini, terutama yang berkaitan dengan
berkurangnya penyaluran kredit, penanaman bank dalam kapasitas dan integritas sumber daya manusia untuk
alat likuid seperti SBI kembali mengalami peningkatan yang meminimalisir human error maupun kemungkinan fraud,
signifikan. Ke depan, walaupun risiko likuiditas serta infrastruktur pendukung seperti teknologi informasi
diperkirakan akan relatif stabil, tetap perlu diwaspadai yang memadai dan good governance. Sementara itu,
potensi tekanan yang berasal dari belum pulihnya kondisi tekanan yang berasal dari krisis global juga perlu
likuiditas global serta masih adanya segmentasi di PUAB. diperhitungkan dampaknya terhadap kemampuan
Sementara itu, risiko kredit perbankan relatif stabil perbankan dalam melakukan penilaian terhadap risiko
pada tingkat moderat dengan rasio kredit bermasalah (NPL) operasional. Untuk meningkatkan kesiapan perbankan di
yang terus menurun. Namun, ke depan perlu diwaspadai tengah krisis global tersebut, rencana implementasi Basel
potensi kenaikan risiko kredit karena proyeksi akan II yang ditandai dengan kewajiban membentuk capital
memburuknya kondisi ekonomi. Sebagaimana charges untuk risiko operasional yang rencananya dimulai
dikemukakan pada Bab 1, potensi peningkatan risiko kredit pada tahun 2009 ditunda sampai dengan 2010.

71
Bab 4 Prospek Sistem Keuangan Indonesia

Penundaan tersebut diharapkan tetap membuat Saat itu, pengawasan bank masih berorientasi pada
perbankan memperhatikan aspek-aspek yang terkait compliance-based, tidak risk-based seperti yang sekarang
dengan risiko operasional, termasuk memperkuat ini dijalankan. Para pengawas bank dewasa ini diharuskan
pelaksanaan fungsi pengendalian intern pada masing- mengikuti program sertifikasi dan diberi kesempatan yang
masing bank. lebih luas untuk mengikuti training dalam rangka capacity
building . Ke depan, untuk meningkatkan kualitas
4.3. PROSPEK SISTEM KEUANGAN INDONESIA pengawasan, hasil pengawasan dan pemeriksaan juga
Prospek sistem keuangan Indonesia ke depan akan dibahas dengan panel ahli (expert panel).
diperkirakan masih tetap positif di tengah-tengah Prospek positif stabilitas keuangan juga diperkuat
perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan domestik. oleh telah semakin dipercayanya Lembaga Penjamin
Beberapa hal yang mendasari perkiraan ini sebagai berikut. Simpanan (LPS) oleh masyarakat luas. Keberadaan LPS juga
Pertama, gejolak keuangan yang terjadi akhir-akhir ini sudah semakin teruji dengan penutupan sejumlah Bank
terjadi lebih banyak karena faktor eksternal, sementara Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah serta pengambilalihan
perbankan domestik relatif tidak memiliki masalah seberat 1 bank umum yang dinilai berdampak sistemik pada bulan
perbankan di luar negeri. Hal ini sangat berbeda November 2008. Dalam kenyataannya penutupan BPR
dibandingkan dengan situasi krisis 1997/1998 yang lebih maupun pengambilalihan bank umum tersebut sama sekali
banyak dipicu oleh berbagai kelemahan pada perbankan tidak menimbulkan gejolak di perbankan. Ke depan, upaya
dalam negeri seperti tingginya NPL serta pelanggaran Batas memperkuat infrastruktur keuangan tersebut akan
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa semakin mantap apabila rancangan Undang-undang
Netto (PDN). Dengan demikian, diperkirakan dampak dari tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) dapat
krisis global terhadap sektor keuangan dalam negeri akan disetujui DPR.
sangat terbatas. Secara keseluruhan, prospek positif stabilitas
Kedua, dewasa ini perbankan lebih siap menghadapi keuangan tercermin pada Indeks Stabilitas Keuangan
krisis dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. Kesiapan (Financial Stability Index - FSI) yang setelah meningkat tajam
itu antara lain tercermin pada membaiknya pelaksanaan selama semester II 2008, kemudian mulai menunjukkan
manajemen risiko dan good governance di perbankan. penurunan sejak beberapa bulan terakhir. Sebagaimana
Dibandingkan satu dawarsa yang lalu, sekarang ini tidak dikemukakan pada Bab 2, ke depan pada akhir Juni 2009,
mudah untuk menjadi pengurus dan pemegang saham FSI diperkirakan mencapai sekitar 1,77-2,13, dengan
pengendali bank karena harus lulus Fit and Proper Test. skenario moderat sebesar 1,95 atau relatif lebih rendah
Dengan governance perbankan yang semakin baik, dibandingkan posisi akhir Desember 2008 sebesar 2,10.
perbankan semakin tahan terhadap gejolak keuangan. Perkiraan FSI yang relatif akan lebih rendah tersebut
Ketiga, otoritas pengawasan bank juga semakin siap memberikan harapan bahwa ketahanan sektor keuangan
menghadapi krisis dibandingkan kondisi tahun 1997/1998. ke depan masih akan tetap terjaga.

72
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Artikel

73
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Halaman ini sengaja dikosongkan

74
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Artikel I

Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Wimboh Santoso1, Bagus Santoso2, Ita Rulina3, Elis Deriantino4

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat contagion risk pada pasar modal Indonesia.
Pendekatan yang dipakai adalah Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional Correlations (DCC) dan Markov Regime
Switching. Adapun data yang digunakan dalam studi ini adalah data harian indeks saham dari 15 negara yaitu
Indonesia, Australia, Amerika Serikat (Dow Jones dan Nasdaq), Inggris, Jerman, Jepang, Korea, Hong Kong,
Cina, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia, data T-Bill 3 bulan, nilai tukar Rp/USD, suku
bunga PUAB dan harga minyak dunia, dengan periode 2 Januari 1995 sampai 13 November 2008. Dengan
menggunakan Indonesia sebagai titik referensi, data harian ini dibagi menjadi 4 periode. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa terdapat contagion antara Indonesia dengan negara-negara lainnya dalam penelitian ini
dan Indonesia lebih merupakan shock absorber dan bukan merupakan shock transmitter, terutama untuk negara-
negara maju (Jepang, Australia, Jerman, Inggris, dan AS).

Key words: Financial Aspect of Economic Integration, International Financial Market, Time Series Model
JEL classification: F36, G15, C22

LATAR BELAKANG di suatu negara akan berdampak pada negara lainnya.


Globalisasi keuangan yang menyebabkan Sebagai contoh, krisis 1997 yang berawal di Thailand akibat
terintegrasinya sektor keuangan suatu negara terhadap devaluasi baht yang diikuti kebijakan pengambangan nilai
pasar keuangan global, membuat negara-negara tersebut tukar baht, dengan cepat menyebar ke Indonesia, Malaysia,
mengalami eksposur risiko contagion, yaitu krisis yang Korea, Filipina, menyebabkan rata-rata nilai tukar negara-
terjadi di suatu negara dapat menyebar ke negara lain. negara tersebut terdepresiasi sekitar 75%. Pada 1998,
Devaluasi nilai tukar, default terhadap sovereign obligation bangkrutnya pasar obligasi domestik Rusia dan jatuhnya
LTCM berimbas pada Hongkong, Brazil dan Mexico dan

1 Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan,
emerging market lainnya. Yang terakhir adalah krisis
Bank Indonesia; alamat email: wimboh@bi.go.id
2 Peneliti, Universitas Gadjah Mada, email: bagussantoso@ugm.ac.id subprime mortgage 2007 di AS yang berdampak terutama
3 Peneliti Senior Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan, Bank Indonesia, email: rulina@bi.go.id pada pasar saham di negara-negara Eropa dan mulai
4 Peneliti Yunior Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan, Bank Indonesia, email: elis_deriantino@bi.go.id menyebar ke negara-negara lain di dunia.

75
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Kondisi Indonesia saat ini ditandai dengan semakin Dimana


derasnya aliran hot money. Kondisi ekonomi AS yang rt = (r1,t, r2,t,..., rn,t), ai = (a1,i, a2,i,..., an,i), et = (e1,t, e2,t,...,
berada diambang resesi sehingga memaksa The Fed en,t), dan et l Σt-1 ~ N(0, Ht)
menurunkan suku bunganya membuat spread suku bunga rt adalah return index saham masing-masing negara
antar kedua negara semakin lebar, aset-aset Indonesia dengan n=16 (Indonesia, Singapura, Thailand,
menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan Malaysia, Filipina, India, Hongkong, Taiwan, Korea,
AS, sehingga semakin mendorong kuatnya aliran hot Jepang, Cina, UK, Jerman, Australia, Dow Jones, dan
money. Nasdaq).
Sentimen global negatif berpotensi mendorong Tbill3m adalah Treasury bill √ 3 bulan Amerika Serikat.
terjadinya sudden reversal dalam jumlah yang signifikan Multivariate conditional variance dirumuskan sebagai
yang akan memberikan tekanan ke bawah pada harga berikut.
aset-aset Indonesia sehingga menurunkan return aset H t = Dt Rt D t
tersebut. Hal ini akan menimbulkan kepanikan bagi Dt merupakan matriks diagonal nxn yang elemennya
investor dalam negeri sehingga ikut melepas saham yang merupakan time varying standard deviation dari
dimilikinya mengikuti investor asing. Akibatnya kejatuhan model univariat dengan diagonal ke-i dan Rt matriks
harga aset yang terjadi semakin dalam. Hal ini juga akan time varying correlation nxn.
membawa implikasi lain seperti pelemahan nilai tukar Dalam model DCC, matriks time varying covariance
rupiah. Oleh karena itu deteksi contagion perlu dilakukan dituliskan sebagai berikut.
termasuk identifikasi asal contagion tersebut. Adapun Qt = (1-a-β)Q = aut-1u»t-1 + βQt-1
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Qt=(q ij,t) matriks time varying covariance dari u t
terdapat contagion risk pada pasar modal Indonesia berukuran nxn, Q = E[ut ut»] matriks unconditional
sebagaimana digambarkan pada analytical framework variance ut berukuran nxn, dan a, β skalar nonnegatif.
berikut: Matriks korelasi kemudian dapat dirumuskan dengan:
Rt = (diag(Qt ))1/2 Qt (diag(Qt ))1/2
METODOLOGI PENELITIAN dimana (diag(Qt ))1/2 = diag(1/ q1,t,...1/ qn,t).
Untuk menguji apakah terdapat contagion pada Model DCC tersebut kemudian diestimasi dengan
pasar modal Indonesia, penelitian ini menggunakan menggunakan fungsi log likelihood sebagai berikut:
beberapa metode yaitu: lt (Σ,f ) = - 1 Σ» (nlog(2p) + log l Dt l2 + e»tDt2et) +
2 t-1
1. Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional 1
- Σ» (log l Rt l + u»tRt ut - u»tut)
-1

Correlations (DCC) 2 t-1

Model GARCH multivariate yang dikemukakan oleh 2. Markov Regime Switching


Engle (2002) dapat digunakan untuk mengestimasi Namun, metode Multivariate GARCH tersebut
dynamic conditional correlation (DCC). Penelitian ini memiliki kelemahan dalam mendeteksi contagion.
menggunakan model multivariate GARCH (1,1) Salah satunya dikemukakan oleh Bekaert et al. (2005)
dengan persamaan mean konstanta AR(1) dan tbill3m yang menyatakan bahwa model GARCH tidak dapat
sebagai world common factor: menangkap adanya volatilitas yang tidak simetris dan
rt = a0 + ai rt-1 + a2 tbill3m + et hal ini dapat mempengaruhi korelasi yang diestimasi

76
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

selama periode krisis. Oleh karena itu digunakan Dalam keadaan S t tidak dapat diamati secara
metode regime-switching untuk melakukan deteksi langsung, diperlukan informasi mengenai sifat
contagion. stokastik St. Estimasi parameter dilakukan dengan
Markov-switching merupakan metode untuk menggunakan metode maximum likelihood.
menangkap adanya perubahan sifat stokhastik data
time series dengan memodelkan data dalam beberapa DATA
persamaan. Keunggulan metode switching regime Data yang digunakan dalam studi ini adalah data
dibandingkan dengan model GARCH dalam harian (berdasarkan 5 hari kerja) indeks saham dari 15
melakukan estimasi adalah kemampuannya dalam negara: Indonesia, Australia, Amerika Serikat (Dow Jones
mengestimasi data yang memiliki nilai ekstrim yang dan Nasdaq), Inggris, Jerman, Jepang, Korea, Hong Kong,
merupakan indikasi adanya peristiwa yang ekstrim. Cina, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Singapura, dan
Metode ini mampu memberikan periode krisis yang Malaysia, data T-Bill 3 bulan, nilai tukar Rp/USD, suku
secara endogen didefinisikan dalam sistem bunga PUAB dan harga minyak dunia,
persamaan. Oleh karena itu, metode switching regime Data harian dimulai dari 2 Januari 1995 sampai 13
ini dianggap mampu menyelesaikan masalah generasi November 2008. Dengan menggunakan Indonesia
pertama pengujian contagion yang mensyaratkan sebagai titik referensi, data harian ini dibagi menjadi 4
bahwa periode krisis dan tranquil didefinisikan periode. Adapun periode-periode tersebut adalah sebagai
terlebih dahulu sebelum pengujian dilakukan. berikut:
Misalkan return saham dalam suatu pasar memiliki 1. Periode Pertama disebut dengan periode sebelum Pra-
dua keadaan atau state, yaitu tranquil state (St=1) Krisis
Krisis. Periode ini dimulai dari 2 Januari 1995 sampai
dan volatile state (St=2), untuk menggambarkan 15 Juli 1997.
perpindahan dari St=1 ke St=2 digunakan prinsip 2. Periode Kedua disebut periode Krisis II. Periode ini
rantai Markov yaitu : dimulai dari 16 Juli 1997 sampai 29 Desember 2000.
Pr (St = j l St-1 = i, St-2 = k,..., yt-1, yt-2,...) = Pr (St = j l 3. Periode Ketiga adalah periode Setelah Krisis
Krisis. Periode
St-1 = i ) = pij ini dimulai dari 1 Januari 2001 sampai 14 Agustus
Dengan first order Markov-switching, probabilitas 2007.
transisi (transition probabilities) dapat diformulasikan 4. Periode Keempat adalah periode Krisis IIII. Periode ini
sebagai berikut. dimulai dari 15 Agustus 2007 sampai 13 November
2008.
P11 P12
P= Salah satu permasalahan dalam studi ini adalah
P21 P22
menentukan break pada data harian dan bulanan. Dalam
dimana p11+p12=p21+p22=1 dan menentukan break, Indonesia merupakan titik referensi

P11 - Pr [St - 1lSt -1- 1] atau pusat hubungan dengan negara-negara amatan

P12 - Pr [St - 2lSt -1- 1] dalam studi ini, kecuali penentuan break pada estimasi

P21 - Pr [St - 1lSt -1- 2] Markov-Switching. Metode estimasi yang digunakan

P22 - Pr [St - 2lSt -1- 2] dalam menentukan adanya break pada data harian adalah
sebagai berikut:

77
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Penentuan Periode Kedua sebagai periode Krisis I Grafik A1.2 menunjukkan korelasi antara Indonesia
(16 Juli 1997-29 Desember 2000) dipilih berdasarkan krisis dengan negara-negara di Asia (kecuali negara-negara di
di Indonesia. Break pada periode tersebut dipilih karena kawasan Asia Tenggara). Terlihat bahwa Indonesia memiliki
return saham Indonesia menunjukkan volatilitas yang korelasi yang relatif rendah untuk negara-negara dalam
tinggi. grafik sampai dengan sebelum Periode Krisis II, kecuali
Penentuan break pada Krisis II (15 Agustus 2007-13 Hong Kong. Indonesia mengalami peningkatan korelasi
November 2008) berdasarkan krisis global. Pada periode pada periode Krisis I dengan Hong Kong, yang
itu menunjukkan bahwa indeks harga saham Dow Jones mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia
dan Nasdaq mengalami penurunan yang signifikan. dengan Hong Kong. Periode Krisis II menunjukkan
peningkatan korelasi yang cukup signifikan antara
HASIL ESTIMASI DETEKSI CONTAGION Indonesia dengan semua negara dalam grafik, kecuali
1. Multivariate GARCH/ Dynamic Conditional Cina, dengan korelasi yang cukup tinggi antara Indonesia
Correlations (DCC) dengan Hong Kong.
Grafik A1.1 menunjukkan korelasi antara Indonesia
Grafik A1.2
dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Terlihat
Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia
bahwa korelasi antara Indonesia dengan Thailand lebih dengan Negara-Negara di Asia (kecuali Asia Tenggara)

rendah dibandingkan dengan korelasi dengan negara lain 0,8


R_IND_HK R_IND_CHN R_IND_JPN
0,7
di kawasan ini pada pertengahan 1997. Namun korelasi R_IND_TWN R_IND_INA R_IND_KOR
0,6
ini kemudian meningkat secara signifikan dan mencapai 0,5
0,4
puncaknya pada saat krisis Asia 1998. Hal ini menunjukkan
0,3

bahwa pada krisis Asia, terdapat contagion antara 0,2


0,1
Indonesia dengan Thailand. Sedangkan pada periode 0

2007-2008, terdapat peningkatan korelasi yang cukup -0,1


1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

signifikan antara Indonesia dengan Singapura dan


Indonesia dengan Malaysia. Hal ini mengindikasikan bahwa Grafik A1.3 menggambarkan korelasi antara
terdapat contagion antara Indonesia dengan kedua negara Indonesia dengan negara-negara maju. Terlihat bahwa
ini pada Periode Krisis II. Indonesia tidak memiliki korelasi yang tinggi dengan
negara-negara dalam grafik. Bahkan pada periode Krisis
Grafik A1.1
Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia I, Indonesia memiliki korelasi yang negatif dengan Amerika
dengan Negara-Negara di Asia Tenggara Serikat (baik untuk Dow Jones Index maupun Nasdaq).
0,8 Namun pada periode Krisis II, korelasi antara Indonesia
Idn-sin Idn-mly
0,7
Idn-thai Idn-phl dan Australia meningkat secara signifikan. Hal ini
0,6

0,5
mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia
0,4 dengan Australia.
0,3
Untuk melihat apakah kenaikan korelasi yang
0,2

0,1 diperoleh signifikan, DCC yang diperoleh dari Model 4


0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
dipecah menjadi empat periode, yaitu Periode Sebelum

78
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Grafik A1.3 hipotesis alternatif dalam uji ini adalah korelasi pada
Dynamic Conditional Correlations (DCC) Indonesia
dengan Negara-Negara Maju periode volatilitas tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan

0,7
korelasi pada periode volatilitas rendah (∑i < ∑h).
R_IND_UK R_IND_DOW R_IND_AUS
0,6
R_IND_GER R_IND_NASDAQ
Hasil yang diperoleh berdasarkan Uji Fisher pada tabel
0,5
0,4 A1.1 menunjukkan tidak adanya peningkatan korelasi yang
0,3
signifikan pada Periode 2 antara return saham Indonesia
0,2
0,1 dengan return saham negara lain. Hal ini berarti pada
0
periode Krisis Asia, tidak ada contagion antara Indonesia
-0,1
-0,2 dengan negara-negara dalam penelitian ini.
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Untuk Periode 3, hasil estimasi dengan DCC
Krisis, Krisis I, Setelah Krisis, dan Krisis II. Dari seri korelasi menunjukkan adanya peningkatan korelasi yang signifikan
yang diperoleh tersebut kemudian diperoleh nilai rata-rata antara Indonesia dengan Jepang dan India pada tingkat
korelasi untuk keempat periode. Nilai korelasi yang signifikansi 5 persen, serta antara Indonesia dengan Korea
diperoleh ini kemudian diuji dengan menggunakan Uji dan Taiwan pada tingkat signifikansi 1 persen. Hal ini
Fisher. Adanya peningkatan korelasi pada pengujian ini berarti terdapat contagion di Indonesia yang berasal dari
mengindikasikan adanya contagion antara Indonesia negara-negara tersebut. Sedangkan untuk Periode 4,
dengan negara lain. Null hypothesis dalam uji ini adalah peningkatan korelasi yang signifikan terjadi di hampir di
tidak ada perbedaan korelasi antara periode volatilitas semua negara, kecuali korelasi antara Indonesia dengan
rendah dengan periode volatilitas tinggi (∑i = ∑h). Sedangkan Filipina, Jerman, Dow Jones, dan Nasdaq.

Tabel A1.1
Deteksi Contagion dengan Dynamic Conditional Correlation (DCC)-Return Saham harian

P1 P2 P3 P4 Z-Stat P2 Z-Stat P3 Z-Stat P4

IDN - CHN 0,02885 0,01949 0,06040 0,21785 0,18315 -0,69170 -2,77582 ***
IDN - HK 0,38930 0,36340 0,35565 0,62349 0,59024 0,85513 -4,60957 ***
IDN - JPN 0,20369 0,21825 0,27484 0,44552 -0,29805 -1,65232 ** -3,92898 ***
IDN - KOR 0,14951 0,16979 0,29427 0,47997 -0,40707 -3,33905 *** -5,36774 ***
IDN - TWN 0,13661 0,16031 0,26543 0,44685 -0,47405 -2,94255 *** -4,94937 ***
IDN - PHIL 0,35927 0,32417 0,25437 0,37696 0,77732 2,53743 -0,29511
IDN - SIN 0,42429 0,40541 0,37972 0,54769 0,44598 1,16358 -2,33810 ***
IDN - MLY 0,33618 0,26867 0,27986 0,52233 1,45414 1,36211 -3,31258 ***
IDN - THAI 0,32858 0,33702 0,30109 0,44945 -0,18549 0,66773 -2,05835 **
IDN - AUS 0,28818 0,27669 0,30222 0,55227 0,24430 -0,33648 -4,68655 ***
IDN - UK 0,17723 0,15270 0,16984 0,31572 0,49313 0,16669 -2,13033 **
IDN - GER 0,18563 0,18358 0,15692 0,26901 0,04146 0,64712 -1,26861
IDN - INA 0,17594 0,13356 0,27282 0,47507 0,84920 -2,23446 ** -4,88472 ***
IDN - DOW 0,07272 0,03421 0,05611 0,12253 0,75542 0,36499 -0,72521
IDN - NASDAQ 0,05999 0,00406 0,04681 0,11701 1,09522 0,28916 -0,82877

Keterangan: P1: Korelasi Periode 1 (Januari 1995 - Juli 1997)


P2: Korelasi Periode 2 (Agustus 1997 - Desember 2000)
P3: Korelasi Periode 3 (1 Januari 2001 - 14 Agustus 2007)
P4: Korelasi Periode 4 (15 Agustus - 13 November 2008)
***: Signifikan untuk a=1%
**: Signifikan untuk a=5%
*: Signifikan untuk a=10%

79
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

2. Markov√Switching Regime Estimation Method Persamaan Markov-switching di atas,


Pada penelitian ini, metode switching regime mengasumsikan bahwa arah contagion terjadi dari negara-
diestimasi dengan menggunakan persamaan GARCH (1,1) negara yang diestimasi ke Indonesia. Variabel independen
dengan persamaan mean dan variansi sebagai berikut: dalam persamaan mean di atas diperoleh berdasarkan hasil
ridn,t = ac,St + a1,St ridn,t-1 + a2,St idn_exe_dlog + a3,St idn_int + estimasi dengan menggunakan metode Autoregressive
a4,St tbill3m + a5,St oil_dlog + a6,St rm,t + eSt,t Distributed Lag (ADL) untuk melihat variabel-variabel
2
eSt,t ~ N(0, s )
St,t
keuangan dan ekonomi apakah yang berpengaruh
s2St,t = VASt + VBSt e2St,t-1 + VCSt s2St,t-1 terhadap return saham Indonesia.
Dalam penelitian ini dilakukan estimasi dengan
Keterangan: membagi state menjadi dua regime, yaitu Regime Krisis
ridn,t: return saham Indonesia dan Non-Krisis berdasarkan persistensi dan unconditional
rm,t: return saham negara lain variance yang diperoleh dari conditional variance .
idn_exe_dlog: rate of depreciation nilai tukar Indonesia Persistensi yang lebih rendah antara kedua state
idn_int: interest rate Indonesia (PUAB) dikategorikan sebagai Regime 1 (non krisis), sedangkan
tbill3m: T-Bill 3 bulan persistensi yang lebih tinggi dikategorikan sebagai Regime
oil_dlog: perubahan harga minyak 2 (krisis). Contagion dikatakan terjadi antara Indonesia
e : error dengan negara lain apabila terjadi peningkatan signifikan
s2 : variansi koefisien return negara lain (a6) dari Regime 1 ke Regime
St: regime 1 (non krisis) dan regime 2 (krisis) 2. Tabel A1.2 memperlihatkan bahwa nilai koefisien a6

Tabel A1.2
Markov Switching Mean Equation

a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6

IDN - CHN regime 1 0,004 *** 0,010 -0,142 *** -0,014 *** -0,019 0,005 0,011
regime 2 -0,006 *** 0,714 *** -0,696 *** 0,035 *** 0,017 0,054 * 0,152 ***
IDN - HK regime 1 0,003 *** 0,053 ** -0,068 *** -0,009 *** -0,027 ** 0,001 0,174 ***
regime 2 -0,001 0,159 *** -0,518 *** 0,005 0,035 0,055 ** 0,616 ***
IDN - JPN regime 1 0,003 *** 0,002 -0,132 *** -0,010 *** 0,015 0,003 0,137 ***
regime 2 -0,002 0,658 *** -0,622 *** -0,002 0,036 0,046 0,393 ***
IDN - KOR regime 1 0,003 *** -0,004 -0,120 *** 0,014 *** -0,015 -0,001 0,090 ***
regime 2 -0,004 ** 0,484 *** -0,614 *** 0,026 *** 0,016 0,050 * 0,334 ***
IDN - TWN regime 1 0,003 *** 0,006 -0,128 *** -0,014 *** -0,013 0,006 0,059 ***
regime 2 -0,004 ** 0,538 *** -0,640 *** 0,029 *** -0,001 0,046 0,451 ***
IDN - PHIL regime 1 0,004 *** -0,010 -0,116 *** -0,013 *** -0,020 0,003 0,119 ***
regime 2 -0,005 *** 0,442 *** -0,562 *** 0,021 *** 0,033 0,021 0,549 ***
IDN - SIN regime 1 0,003 *** -0,002 -0,040 ** -0,012 *** -0,015 -0,006 0,194 ***
regime 2 -0,001 0,243 *** -0,415 *** 0,008 0,007 0,045 *** 0,686 ***
IDN - MLY regime 1 0,003 *** -0,015 -0,104 *** -0,014 *** -0,018 -0,008 0,112 ***
regime 2 -0,002 * 0,297 *** -0,500 *** 0,015 ** 0,020 0,051 ** 0,672 ***
IDN - THAI regime 1 0,003 *** 0,009 -0,127 *** -0,011 *** -0,019 -0,002 0,085 ***
regime 2 -0,004 ** 0,357 *** -0,474 *** 0,008 0,065 * 0,047 * 0,603 ***
IDN - AUS regime 1 0,003 *** 0,009 -0,127 *** -0,011 *** -0,019 -0,002 0,085 ***
regime 2 -0,004 ** 0,357 *** -0,474 *** 0,008 0,065 * 0,047 * 0,603 ***
IDN - UK regime 1 0,003 *** 0,014 -0,135 *** -0,016 *** -0,004 0,015 0,050 ***
regime 2 -0,002 0,522 *** -0,608 *** 0,045 *** -0,080 ** -0,018 0,754 ***

80
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Tabel A1.2
Markov Switching Mean Equation (lanjutan)

a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6
IDN - GER regime 1 0,003 *** 0,014 -0,135 *** -0,016 *** -0,004 0,015 0,050 ***
regime 2 -0,002 0,522 *** -0,608 *** 0,045 *** -0,080 ** -0,018 0,754 ***
IDN - INA regime 1 0,003 *** 0,004 -0,122 *** -0,015 *** -0,015 0,001 0,056 ***
regime 2 -0,004 ** 0,387 *** -0,582 *** 0,029 *** 0,008 0,053 ** 0,437 ***
IDN - DOW regime 1 0,003 *** 0,000 -0,142 *** -0,012 *** -0,020 * 0,006 0,042 **
regime 2 -0,004 ** 0,796 *** -0,650 *** 0,007 0,042 0,042 0,051
IDN - NASDAQ regime 1 0,003 *** 0,000 -0,141 *** -0,012 *** -0,020 0,006 0,034 ***
regime 2 -0,004 ** 0,800 *** -0,651 *** 0,007 0,043 0,043 0,020

signifikan dan mengalami peningkatan pada Regime 2 Conditional Correlation-Multivariate GARCH) dan Markov-
untuk semua negara, kecuali Amerika Serikat (baik untuk Switching. Kedua uji ini merupakan pengujian contagion
Dow Jones maupun Nasdaq). tanpa memperhitungkan negara yang menjadi awal krisis.
Berdasarkan analisis dengan metode Markov- Markov-Switching melakukan pengujian adanya contagion
Switching diperoleh kesimpulan bahwa contagion terjadi tanpa memberikan terlebih dahulu periodisasi krisis.
antara Indonesia dengan hampir semua negara yang Metode ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
diteliti, kecuali dengan Amerika Serikat (Dow Jones dan permasalahan dalam pengujian contagion yang
Nasdaq). mensyaratkan adanya titik krisis dan non-krisis yang
ditetapkan secara arbitrary.
KESIMPULAN Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat
Tabel A1.3 merupakan rangkuman hasil estimasi contagion antara Indonesia dengan negara-negara lainnya
dengan menggunakan metode DCC-MG (Dynamic dalam penelitian ini. Contagion terutama terjadi antara
Indonesia dengan negara-negara Asia Timur, seperti
Tabel A1.3
Kesimpulan Hasil Pengujian Deteksi Contagion (1)
Jepang, Taiwan, dan Korea. Terdapat pula contagion antara
Indonesia dengan India. Selain itu, perilaku pasar saham
DCC/Multivariate GARCH
Markov-Regime Switching di Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan pasar saham
P2 P3 P4
India. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya
IDN-MLY √*** √***
IDN-SIN √*** √*** investor asing yang berinvestasi baik di India dan Indonesia.
IDN-THA √*** √***
IDN-PHI √*** Indonesia dan India memiliki kondisi fundamental dan
IDN-JPN √*** √*** √*** kondisi sosial yang mirip, sehingga investor menggunakan
IDN-TWN √*** √*** √***
IDN-HK √*** √*** India sebagai sinyal bagi kondisi pasar di Indonesia, dan
IDN-CHN √*** √***
IDN-KOR √*** √*** √***
sebaliknya menggunakan Indonesia sebagai sinyal bagi
IDN-INA √*** √*** √*** kondisi pasar di India. Hal ini menunjukkan adanya wake-
IDN-AUS √*** √***
IDN-GER √*** up call hypothesis.
IDN-UK √*** √***
Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa tidak ada
IDN-US(DJ)
IDN-US(NQ) contagion antara Indonesia dan Amerika Serikat, baik
Keterangan: ***: Signifikan untuk α=1% (critical value: -2,32)
**: Signifikan untuk α=5% (critical value: -1,64) untuk estimasi dengan menggunakan indeks Dow Jones
*: Signifikan untuk α=10% (critical value: -1,28)
Tanda √ menunjukkan bahwa terdapat contagion antara kedua negara. maupun dengan indeks Nasdaq. Oleh karena itu, apabila

81
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Indonesia terpengaruh krisis global yang terjadi saat ini, Asia, seperti Jepang, Taiwan, Korea, Hongkong, dan
yang berawal dari krisis sub-prime mortgage di Amerika India. Hubungan contagion ini merupakan hubungan
Serikat, pengaruh ini bukan merupakan pengaruh dua arah, dalam artian Indonesia mempengaruhi negara
langsung dari pasar Amerika Serikat, melainkan lain dan negara lain pun memiliki pengaruh terhadap
merupakan pengaruh terusan dari pasar-pasar modal di Indonesia. Namun berdasarkan uji deteksi error, dapat
Asia yang memiliki hubungan langsung dengan pasar dilihat bahwa Indonesia lebih merupakan shock absorber
modal Amerika Serikat. dan bukan merupakan shock transmitter terutama untuk
Tabel A1.4 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki negara-negara maju (Jepang, Australia, Jerman, Inggris,
hubungan contagion dengan negara-negara di kawasan dan AS).

Tabel A1.4
Kesimpulan Hasil Pengujian Deteksi Contagion (2)

Data Data Data Harian Data Bulanan


Negara
Harian Bulanan P2 P3 P4 P2 P3*

IDN-MLY √ ^^^ √ ^ √ ^
IDN-SIN √ ^^^ √ ^
IDN-THA √ ^^^ √ ^ √ ^ √ ^ √ ^
IDN-PHI √ ^^^ √ ^
IDN-JPN √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-TWN √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-HK √ ^^^ √ ^^^
IDN-CHN √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-KOR √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-INA √ ^^^ √ ^ √ ^^^ √ ^^^ √ ^^^
IDN-AUS √ ^ √ ^
IDN-GER √ ^ √ ^ √ ^^
IDN-UK √ ^ √ ^
IDN-US(DJ) √ ^ √ ^
IDN-US-(NQ) √ ^
Keterangan: P2 : Periode 2 (data harian: 16 Juli 1997 - 29 Desember 2000; data bulanan Agustus 1997-Desember 2000)
P3 : Periode 3 (data harian: 1 Januari 2001 - 14 Agustus 2007; data bulanan Januari 2000-September 2008)
P4 : Periode 4 (15 Agustus - 13 November 2008)
^^^ : Hubungan contagion dua arah
^^ : Hubungan contagion dengan Indonesia sebagai asal shock
^ : Hubungan contagion dengan negara lain sebagai asal shock
Tanda √ menunjukkan bahwa terdapat contagion antara kedua negara
Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5% dan 1%

82
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Daftar Pustaka

Agenor, Aizenman, dan Hoffmaister. 2008. ≈External Collins dan Gavron, 2004. ≈Channels of Financial Market
Shocks, Bank Lending Spreads, External Shocks,Bank Contagion∆, Applied Economics, 36:21, 2461- 2469.
Lending Spreads, and Output Fluctuations∆, Review Collins dan Gavron. 2005. ≈Measuring Equity Market
of International Economics,16:1, 1-20. Contagion in Multiple Financial Events∆, Applied
Arestis, et al. 2005. ≈Testing for Financial Contagion Financial Economics, 15:8, 531-538.
between Developed and Emerging Markets during Dornbusch, Park, dan Claessens. 2000. ≈Contagion: How
the 1997 East Asian Crisis∆, International Journal of It Spreads and How It Can be Stopped∆, Forthcoming
Finance and Economics, 10, 359-367. World Bank Research Observer.
Caporale, Cipollini, dan Spagnolo. 2005. ≈Testing for Duggar dan Mitra. 2007. ≈External Linkages and
Contagion: a Conditional Correlation Analysis∆, Contagion Risk in Irish Bank∆, IMF Working Paper.
Journal of Empirical Finance, 12, 476-489. Engle, G. 2000. ≈Dynamic Conditional Correlation √ A
Caramazza, Ricci, dan Salgado. 2004. ≈International Simple Class of Multivariate GARCH Models∆, UCSD
Financial Contagion in Currency Crisis∆, Journal of Economics Discussion Paper, 2000-9.
International Money and Finance, 23, 51-70. Essaadi, Jouini, dan Khallouli. 2007. ≈The Asian Crisis
Cartapanis, Dropsy, dan Mametz. 2002. ≈The Asian Contagion: A Dynamic Correlation Approach
Currency Crises: Vulnerability, Contagion, or Analysis∆, Documents De Travail-Working Papers, 07-
Unsustainability∆, Review∆of International Economics, 25.
10(1), 79-91. Forbes dan Rigobon. 2000. ≈Contagion in Latin America:
Castiglionesi. 2007. ≈Financial Contagion and the Role of Definition, Measurement and Policy Implication∆,
the Central Bank∆, Journal of Banking and Finance, NBER Working Paper Series, 7885.
31, 81-101. Hatemi-J dan Hacker. 2005. ternative Method to Test for
Chiang, Bang Nam Jeon, dan Huimin Li. 2007. ≈Dynamic Contagion with an Application to the Asian Financial
Correlation Analysis Of Financial Contagion: Evidence Crisis∆, Applied Financial Economics Letters, 1:6, 343-
From Asian Markets∆, Journal of International Money 347.
and Finance, 26, 1206-1228. Horta, Mendes, dan Vieira. 2008. Contagion Effects of
Chu-Sheng Tai. 2004. ≈Contagion: Evidence from the U.S Subprime Crisis on Developed Countries∆,
International Banking Industry∆, Journal of CEFAGE-UE Working Paper, 08.
Multinational Financial Management, 14, 353-368. Luo dan Tang. 2007. ≈Capital Openness and Financial
Cifuentes, Ferrucci, dan Shin. 2005. ≈Liquidity Risk and Crises: A Financial Contagion Model with Multiple
Contagion∆, Journal of the European Economic Equilibria∆, Journal of Economic Policy Reform, 10:4,
Association, 3(2-3), 556-566. 283-296.

83
Artikel I - Dampak Contagion Risk pada Pasar Modal Indonesia

Marais dan Bates. 2006. ≈An Empirical Study to Identify Suliman. 2005. ≈Interest Rate Volatility, Exchange Rates,
Shift Contagion during the Asian Crisis∆, International and External Contagion∆, Applied Financial
Financial Markets Institutions and Money, 16, 468- Economics, 15:12, 883-894.
479. Van Horen, Jager, dan Klaassen. 2006. ≈Foreign Exchange
Marongiu. 2005. ≈Towards a New Set of Leading Indicators Market Contagion in the Asian Crisis: A Regression-
of Currency Crisis for Developing Countries: an Based Approach∆.
Application to Argentina∆. Walti. 2003. ≈Contagion and Interdependence among
Rodriguez. 2007. ≈Measuring Financial Contagion: A Central European Economies: the Impact
Copula Approach∆, Journal of Empirical Finance,14, of≈Common External Shocks∆, HEI Working Paper,
401-423. 02.
Sojli. 2007. ≈Contagion in Emerging Markets: the Russian Yang dan Lim. 2004. ≈Crisis, Contagion, and East Asian
Crisis∆, Applied Financial Economics, 17:3, 197-213. Stock Markets∆, Review of Pacific Basin Financial
Sriananthakumar dan Silvapulle. 2008. ≈Multivariate Markets and Policies, 7:1, 119-151.
Conditional Heteroscedasticity Models with Dynamic Yoon. 2005. ≈Correlation Coefficients, Heteroskedasticity
Correlations for Testing Contagion∆, Applied Financial and Contagion of Financial Crises∆, The Manchester
Economics, 18:4, 267-273. School, 73:1, 92-100.

84
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Artikel II

Corporate Balance Sheet Modelling:


Determinants of Indonesian Corporate Debt

Wimboh Santoso1, Viverita2, Ardiansyah3, Reska Prasetya4, Heny Sulistyaningsih5

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi hutang perusahaan Indonesia
yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan pembiayaan dan investasi perusahaan tersebut. Model
yang digunakan merupakan pengembangan dari model Gibbard dan Stevens (2006) yang dikombinasikan
dengan pendekatan tradisional struktur modal trade-off theory dan pecking order theory. Penelitian ini akan
memodelkan corporate leverage dengan mengkombinasikan hutang, equity issuance serta model investasi dan
mengaplikasikan Generalized Moment of Method (GMM) dengan panel data dari 218 perusahaan yag sudah go
public. Hasil estimasi menunjukkan bahwa penentuan level hutang korporasi di Indonesia dipengaruhi oleh
default probability effect, sehingga membutuhkan penilaian yang hati-hati dalam penentuan sumber pendanaan.
Diketahui pula bahwa aktivitas Investasi, akuisisi serta ketersediaan kas akan mempengaruhi tingkat hutang
korporasi. Selanjutnya, hasil estimasi juga menggambarkan bahwa teori pecking order berkontribusi signifikan
terhadap model neraca korporasi.

Keywords : Corporate debt; balance sheet; capital structure; speed of adjustment


JEL Classification: C51;C33;N65

1. PENDAHULUAN pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini secara tidak


Meningkatnya volatilitas di pasar komoditas dan langsung berpotensi menurunkan kinerja keuangan sektor
pasar uang internasional serta melambatnya pertumbuhan korporasi. Melemahnya daya beli konsumen menyebabkan
ekonomi dunia berimbas kepada perlambatan tingkat penjualan korporasi menurun sehingga pendapatan
korporasi juga menurun. Penurunan pendapatan yang
1 Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan,
Bank Indonesia; alamat email: wimboh@bi.go.id tidak diiringi dengan penurunan biaya operasional maupun
2 Peneliti Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, e-mail address: viverita@gmail.com
3 Peneliti Eksekutif, Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan biaya produksi menyebabkan korporasi membutuhkan
Perbankan; alamat email: ardian@bi.go.id
4 Peneliti Yunior, Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan pinjaman dari pihak ketiga, baik berupa hutang kepada
Perbankan; alamat email: reska@bi.go.id
5 Peneliti Yunior, Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan; alamat email: heny_s@bi.go.id
perbankan atau pembiayaan non bank lainnya. Semakin

85
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

besar hutang korporasi semakin besar eksposur korporasi mempengaruhi optimal level of debt dari suatu perusahaan
terhadap sistem keuangan. Peningkatan jumlah hutang dengan menggunakan teori pecking order dan teori trade-
yang diiringi penurunan pendapatan lebih lanjut berpotensi off.
menurunkan kemampuan membayar korporasi. Disisi lain,
penurunan pendapatan berpotensi menurunkan 2. TINJAUAN PUSTAKA
kemampuan membayar korporasi terhadap kewajibannya Menurut Modigliani dan Miller (1963), korporasi
kepada pihak ketiga sehingga dapat menjadi sumber cenderung akan menjaga kapasitas cadangan hutang
instabilitas sistem keuangan. dalam kondisi pasar yang sempurna. Oleh karena itu,
Terdapat beberapa alasan suatu perusahaan fasilitas pinjaman yang akan diterima perusahaan akan
menerbitkan hutang sebagai sumber pembiayaan usahanya. berkurang seiring dengan meningkatnya pinjaman yang
Menurut Jensen (1986), hutang merupakan cara yang efisien telah diterima oleh perusahaan tersebut. Sementara itu,
untuk mengurangi biaya-biaya yang terkait dengan Farrar dan Selwyn (1967) yang berpendapat sama dengan
penerbitan saham sedangkan Klaus dan Litzenberger Stiglitz (1972) menyatakan bahwa perbedaan dari pajak
berpendapat bahwa hutang dapat mengoptimalkan struktur personal income yang dikenakan pada penambahan modal
permodalan korporasi melalui keuntungan pajak. Ross dan pendapatan tetap mengurangi keyakinan pada teori
(2008) dan Leldan & Pyle (1977) berpendapat bahwa hutang yang menyatakan bahwa keuntungan pajak dari fasilitas
merupakan poin yang penting dari nilai suatu perusahaan. pinjaman akan berdampak pada penolakan penggunaan
Raviv (1991) menemukan bahwa peningkatan leverage fasilitas pinjaman sebagai modal. Di sisi lain, literatur
sejalan dengan peningkatan hutang, non-debt tax shield, mengenai credit rationing menjelaskan sudut pandang
kesempatan investasi. Sebaliknya, penurunan leverage kreditur dan perbankan tentang alasan korporasi
sejalan dengan peningkatan volatilitas, advertising membatasi jumlah pinjamannya. Jaffe (1971)
expenditure, default probability dan keunikan dari suatu menggambarkan bahwa ketidakinginan seorang manajer
produk. Oleh karena itu, optimal debt ratio ditentukan untuk mendapatkan pinjaman disebabkan mereka ingin
dengan mempertimbangkan keuntungan dan biaya yang menjaga posisi dan kesejahteraan mereka. Faktor lain yang
dikeluarkan untuk menerbitkan hutang (Frydenberg, 2004). dianggap mempengaruhi penggunaan pinjaman adalah
Sampai dengan Juni 2008, perbankan berkontribusi besarnya biaya yang dicadangkan apabila terjadi
memberikan pembiayaan ke perusahaan berupa kredit kebangkrutan atau apabila kondisi keuangan sedang buruk
modal kerja dan kredit investasi sebesar 71% dari total (Warner, 1976 dan Robichek dan Myers, 1966).
kredit perbankan. Hal ini mengindikasikan bahwa eksposur Menurut teori, sebuah perusahaan akan melakukan
terbesar dari perbankan dan institusi keuangan lainnya investasi apabila mempunyai cash. Oleh karena itu,
adalah korporasi Indonesia. Oleh karena itu, sangatlah keputusan untuk menggunakan sumber pembiayaan dari
penting untuk membuat suatu model yang dapat internal maupun eksternal tidak hanya bergantung pada
menentukan neraca korporasi Indonesia dengan meneliti waktu berinvestasi, namun juga pada ketersediaan
peran dari optimal debt dalam mengambil keputusan kesempatan investasi. Keputusan untuk tidak menerbitkan
pembiayaan dan investasi. Penelitian ini bertujuan untuk saham dan tidak menggunakan kesempatan berinvestasi
membangun model neraca korporasi dengan meneliti akan berakibat pada ketidaktepatan pengalokasian dana
struktur hutang dan juga faktor-faktor yang yang nantinya akan menurunkan nilai perusahaan tersebut

86
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

atau dikenal dengan financing trap (Myers dan Majluf, perusahaan dalam memilih sumber internal sebagai
1984). Berdasarkan perkembangan ini, perusahaan sumber pembiayaan daripada menggunakan hutang.
cenderung akan menggunakan hutang sebagai sumber Namun, apabila sumber eksternal sangat dibutuhkan,
eksternal saat pemegang saham yang ada tergolong hutang lebih baik dibandingkan dengan equity (Myers dan
sebagai passive investors. Dampaknya, perusahaan yang Majluf, 1984). Teori ini lebih fokus pada bagaimana cara
mempunyai kelonggaran pembiayaan yang cukup besar mengatur perusahaan agar mencapai keseimbangan
cenderung akan mengambil kesempatan investasi yang antara ekonomi dengan stabilitas keuangan. Teori ini dapat
ada. Jensen (1986) berpendapat bahwa sebuah dijelaskan sebagai berikut (1) pembiayaan dari internal
perusahaan yang lebih memilih untuk menerbitkan dan (modal yang ditahan) digunakan karena dinilai lebih aman
mempergunakan hutang sebagai sumber pembiayaan dibandingkan dengan hutang yang memiliki default risk,
akan menguntungkan tidak hanya bagi manajer dalam (2) menerbitkan surat hutang sebagai sumber pembiayaan
kaitannya dengan hak untuk menunda pemberian future paling aman apabila pembiayaan dari eksternal tidak dapat
dividends, namun juga memberikan hak bagi pemilik dihindari lagi. Dalam teori ini pula, menerbitkan saham
perusahaan untuk mengambil legal action saat terjadi sebagai sumber pembiayaan merupakan pilihan
default. Adanya kenaikan penggunaan hutang akan pembiayaan yang kurang tepat mengingat nantinya tetap
meningkatkan leverage dari suatu perusahaan maupun akan dibutukan pembiayaan dari sumber lain. Oleh karena
agency dan bankruptcy cost. itu, kondisi tersebut dapat menciptakan gap antara
Terdapat 2 (dua) teori yang umum digunakan untuk corporate expenses dan free cash flow yang membutuhkan
menjelaskan struktur hutang korporasi yaitu teori trade pembiayaan dari hutang (financing gap). Berdasarkan teori
off dan teori pecking order. Teori trade off mengenai ini, perubahan dari hutang harus sama dengan financing
struktur permodalan menjelaskan bahwa tingkat hutang gap. Studi lain yang dilakukan oleh Shyam-sunder dan
korporasi bisa dijelaskan dengan keseimbangan antara Myers (1999) mempergunakan debt ratio sebagai proxy
biaya dan keuntungan dari penggunaan hutang sebagai untuk optimal level of debt dengan asumsi target level of
sumber pembiayaan, dengan biaya kebangkrutan sebagai debt konstan.
biaya hutang dan pengurangan pajak sebagai keuntungan Gibbard dan Stevens (2006) meneliti faktor-faktor
dari penggunaan hutang. Hal ini menjelaskan adanya trade penentu hutang korporasi di UK, US, Perancis, dan Jerman.
off antara keuntungan pajak dan biaya karena adanya Studi ini menjelaskan peran hutang korporasi dengan
tekanan keuangan. Teori ini fokus pada keseimbangan menghitung investasi dan penerbitan equity. Dengan
antara keuntungan dari hutang dan tingginya biaya menggunakan persamaan, ditemukan bahwa variabel
penggunaannya serta kesempatan dari tekanan keuangan. pecking order terutama cash flow dan akuisisi mempunyai
Selain itu, teori ini juga menjelaskan keterkaitan antara pengaruh yang signifikan terhadap corporate debt level.
hutang dan risiko gagal bayar maupun hutang dan Studi ini juga menemukan bahwa hutang memiliki korelasi
kesempatan pertumbuhan. yang positif dengan kebutuhan pembiayaan perusahaan,
The pecking order theory menyatakan mengenai sementara level optimal hutang korporasi berkorelasi
strategi pembiayaan jangka panjang dari perusahaan dan negatif dengan market to book ratio. Selanjutnya,
penggunaan sumber internal sebagai suatu pilihan procyclicality hutang merupakan efek dari procyclicality
pembiayaan. Secara umum, teori ini menjelaskan prioritas gap pembiayaan. Temuan lain menggambarkan bahwa

87
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

pertumbuhan hutang korporasi pada saat ekonomi Wanzenried (2002) meneliti pengaruh dari faktor-faktor
membaik tidak dapat dijelaskan oleh kenaikan hutang tertentu di perusahaan dan faktor makroekonomi
optimal namun dijelaskan oleh gap pembiayaan. terhadap speed of adjustment untuk target leverage 90
Sementara itu, Welch (2002) menyarankan bahwa struktur perusahaan di Swiss. Penelitian ini menemukan bahwa
modal korporasi ditentukan dari return saham (misalnya, makin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan dan
nilai equity, perkiraan nilai equity saat ini dan debt equity makin jauh dari tingkat optimal debt akan makin cepat
ratio). Oleh sebab itu, faktor penentu utama dari struktur mencapai target leverage. Selain itu, ditemukan juga
permodalan adalah pengaruh eksternal daripada struktur bahwa tangibility dan besar kecilnya perusahaan tidak
internal. Di satu sisi, Welch (2004) menemukan bahwa mempunyai hubungan yang positif dengan leverage.
40% perubahan di struktur hutang korporasi Sebaliknya, profitability mempunyai hubungan yang
kemungkinan besar karena pendapatan dari saham. negatif terhadap leverage. Tingginya pertumbuhan
Sementara itu, penerbitan hutang jangka panjang perusahaan (market to book ratio) mempunyai leverage
mempengaruhi 30% dari perubahan debt level. yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
Fama dan French (2002) memperkenalkan two-step memiliki market to book ratio yang rendah. Historis dari
regression untuk menentukan level optimal dari hutang market to book value digunakan oleh Hovakimian (2003)
dengan menggabungkan Teori Trade off dan Teori pecking untuk meneliti pengaruh dari faktor ini terhadap
order dan menemukan 4 (empat) faktor penentu yaitu (1) keputusan investasi dan pembiayaan. Hasilnya ditemukan
profitability, (2) investment opportunity, (3) ukuran bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
perusahaan (dilihat dari total aset) dan (4) target dividend keputusan investasi dan pembiayaan. Hal ini menunjukkan
payout . Hasil penelitian ini menunjukkan adanya bahwa current market to book value terhadap hutang
perbedaan dan hasil yang bertolak belakang dari aplikasi gagal menggambarkan kesempatan pertumbuhan suatu
ke-2 teori tersebut. Contohnya, saat mengaplikasikan teori perusahaan.
trade off, ditemukan bahwa perusahaan dengan investasi
yang besar memiliki hutang yang kecil. Sebaliknya, teori 3. METODOLOGI PENELITIAN
pecking order menunjukkan bahwa terdapat hubungan Penelitian ini menggabungkan teori trade off dan
yang negatif antara expected investment dan book teori pecking order untuk membangun neraca korporasi
leverage. Selain itu, terdapat hubungan yang positif antara di Indonesia. Teori pecking order menyatakan bahwa
leverage dan besarnya perusahaan maupun antara dividen penggunaan sumber internal merupakan sumber
payout dengan besarnya perusahaan. Hal ini pembiayaan yang lebih utama dibandingkan dengan
mengindikasikan bahwa perusahaan dengan pendapatan penerbitan saham. Teori ini berpendapat bahwa penerbitan
yang cukup besar memiliki pengaruh yang signifikan saham akan dianggap sebagai sentimen negatif oleh
terhadap struktur permodalan. investor. Sementara itu, teori trade off mengajukan konsep
Tsiplakov (2007) menggunakan model dinamis dari proxy tingkat optimal hutang dengan membandingkan
optimal capital structure dan menemukan adanya keuntungan marginal dengan biaya marginal dari
hubungan yang kuat antara pendapatan dari saham penggunaan hutang. Berdasarkan tujuan penelitian ini,
perusahaan dan perubahan debt level. Penemuan ini selanjutnya akan disusun neraca korporasi Indonesia
mendukung Welch (2004). Sementara itu, Drobetz dan dengan menggunakan model penelitian empiris mengenai

88
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

struktur permodalan, seperti yang pernah dilakukan oleh (2) rata-rata rasio hutang selama periode penelitian (Sunder
Gibbard dan Stevens (2006). dan Myers 1999); dan (3) penentuan tingkat optimum debt
Terdapat perbedaan sudut pandang dalam melihat dengan meregressi variabel yang mungkin mempengaruhi
perubahan posisi hutang apabila didasarkan pada 2 (dua) target debt ratio perusahaan (Fama dan French, 1999).
teori tersebut. Teori pecking order berpendapat bahwa Nilai yang sesuai dari hasil regresi akan menggambarkan
perubahan posisi hutang bergantung pada financing gap optimal debt dari korporasi.
yaitu gap antara pengeluaran korporasi (investasi & akuisisi) Beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk
dengan sumber pembiayaan yang berupa cash. Untuk memodelkan struktur permodalan korporasi dengan
mengatasi keterbatasan cash , perusahaan akan menggunakan beberapa model seperti debt model, equity
menggunakan hutang sebagai sumber utama dari issuance model, dan investment model seperti yang
pembiayaan eksternal. Di satu sisi, teori trade off dijelaskan dibawah ini:
berpendapat bahwa perubahan posisi hutang adalah
perbedaan antara tingkat optimal hutang dengan hutang 3.1. Debt Model
aktual. Gambar A2.1 menunjukkan kerangka konsep Model ini menjelaskan faktor-faktor yang
model hutang dari neraca korporasi Indonesia. mempengaruhi tingkat hutang korporasi. Menurut teori
pecking order, variabel investasi (I) dan akuisisi (A) memiliki
Gambar A2.1 hubungan yang positif dengan tingkat hutang korporasi,
Kerangka Konsep dari Model Neraca Korporasi
sementara cash (C) mempunyai hubungan yang negatif
dengan tingkat hutang. Selain itu, tingkat optimal dari
DEBT
INVESTMENT
EQUITY Use to finance hutang (M) diharapkan memiliki hubungan negatif dengan
ACQUISITION
CASH
tingkat aktual hutang korporasi. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Welch (2002) memberikan kesimpulan yang
Penelitian yang dilakukan Gibbard dan Stevens berbeda, dimana market to book value of debt mempunyai
(2006) menggabungkan 2 (dua) teori mengenai struktur hubungan yang negatif dengan tingkat hutang korporasi.
permodalan. Penelitian ini memberikan kemungkinan Namun, secara statistik hubungan ini tidak signifikan. Hasil
untuk melihat siklus pergerakan dari hutang korporasi dan yang ambigu ini dapat dijelaskan melalui dua pendekatan
menghitung seberapa jauh pergerakan hutang memicu yaitu efek pertumbuhan kesempatan (Myers, 1977) dan
kebutuhan pembiayaan dan kecepatan penyesuaian dari efek kemungkinan untuk default (Welch, 2002) seperti
tingkat hutang, seperti yang digambarkan dalam dalam persamaan dibawah ini:
persamaan dibawah ini: Dit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ii,t-1 + α4Ait + α5Ai,t-1 + α6Cit +
*
Dit = αGit + βDit + (1-β) Di,t-1 (1) α7Ci,t-1 + α8Mit + α9Mi,t-1 + η1 + εit (2)
Dimana, Dit adalah hutang korporasi pada suatu waktu t; η 1 di persamaan (2) menggambarkan efek khusus
Git = financing gap; dimana variabel utama yang digunakan perusahaan, yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan
adalah arus kas, pengeluaran investasi dan akuisisi. Dit* dalam koefisien regresi, namun bisa diselesaikan
adalah optimal debt (dinyatakan oleh teori trade off) dan menggunakan teknik differencing. Namun, dengan
bisa ditentukan dari salah satu model berikut ini: (1) market mendifferensialkan variabel endogen dapat menyebabkan
to book value (Gibbard dan Stevens 2006, Welch 2002); korelasi antara differenced of error term dan differenced

89
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

lag of endogenous term. Masalah ini bisa diatasi dengan 3.4. Spesifikasi Model
menggunakan lebih dari satu lag untuk tingkat variabel. Berdasarkan model-model sebelumnya, model yang
Misalnya, Arellano dan Bond (1991) menggunakan disusun untuk penelitian ini terutama menggunakan model
Generalized Methods of Moment (GMM) yang akan dari Gibbard dan Stevens (2006). Penelitian Welch (2002)
menghasilkan estimasi yang efisien. memasukkan pendapatan saham (R) sebagai salah satu
variabel yang mempengaruhi tingkat hutang perusahaan
3.2. Equity Issuance Model Indonesia. Penggunaan pendapatan saham bertujuan
Persamaan (3) menggambarkan model dari untuk menguji inertia dari penggunaan hutang di dalam
penerbitan equity yang dipengaruhi oleh financing gap struktur permodalan. Pendekatan perilaku ini secara tidak
maupun tingkat optimal hutang korporasi, berdasarkan langsung akan menjelaskan bahwa pendapatan saham
model empiris yang dibangun oleh Benito dan Young yang negatif akan memberikan sinyal yang negatif
(2002). Model ini mendukung debt model dalam sehingga akan meningkatkan tingkat hutang korporasi.
persamaan (2) dan digunakan untuk menentukan tingkat Model dapat digambarkan sebagai berikut :
hutang korporasi Indonesia. Model ini mengharapkan Dit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ii,t-1 + α4Ait + α5Ai,t-1 + α6Cit +
pengeluaran modal (A & I) memiliki hubungan yang positif α7Ci,t-1 + α8Mit + α9Mi,t-1 + α10Ri,t,t-1 + η1 + εit (5)
dengan kenaikan jumlah saham yang diterbitkan, dimana, Di,t-1 adalah hutang pada waktu t-1; I adalah
sementara cash (C) diharapkan memiliki hubungan yang investasi pada waktu t; Ait menunjukkan akuisisi pada waktu
negatif. Tingkat hutang optimal memiliki hubungan yang t; Cit adalah arus kas korporasi pada waktu t; Mit adalah
ambigu dengan kenaikan jumlah saham yang diterbitkan target debt ratio pada waktu t; dan Ri,t,t-1 menggambarkan
dimana tingkat hutang optimal memiliki hubungan yang pendapatan saham perusahaan pada waktu t.
positif atau negatif dengan jumlah saham yang diterbitkan.
Equity Issuance Model dapat ditunjukkan dalam persamaan 3.4.1. Menentukan Tingkat Optimal Hutang
(3) berikut: Perusahaan
Eit = α + α1Di,t-1 + α2Iit + α3Ait + α4Cit + α5Mit + η1 + εit (3) Menurut Fama dan French (2002), rasio target
leverage dari perusahaan ditentukan oleh nilai tetap dari
3.3. Investment Model persamaan (6). Rasio target leverage perusahaan (M)
Persamaan (4) memodelkan tingkat investasi dari nantinya menjadi model neraca perusahaan Indonesia.
perusahaan. Model ini mengharapkan bahwa cash (C) Mt = b0 + b1MVt-1 + b2EBITt-1 + b3DPt-1 + b4RDt-1 +
memiliki hubungan yang positif dengan nilai investasi b5 ln(At-1) + b6FAt-1 + b7MIt + b8Mt-1 + et+1 (6)
perusahaan. Pertama, variabel Q (variabel yang digunakan Hal ini diasumsikan bahwa perusahaan memiliki laba
berdasarkan bukti-bukti empiris dari Blundell, at.al.,1992) sebelum pajak (EBIT) tinggi atau tingkat leverage yang
dimasukkan di dalam persamaan. Variabel ini diharapkan rendah. Rendahnya leverage bisa terjadi di perusahaan
menjadi pengaruh yang positif terhadap investasi yang mempunyai laba ditahan cukup besar atau saat
korporasi. Model ini dapat dituliskan dalam persamaan perusahaan membatasi leverage untuk melindungi
dibawah ini: franchise dalam menghasilkan laba yang besar. Tingginya
Iit = α + α1Di,t-1 + α3Ii,t-1 + α4Ait + α6Cit + α7Ci,t-1 + α8Qit + leverage menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
α9Qi,t-1 + η1 + εit (4) memenuhi pembayaran hutang diluar relatif tingginya arus

90
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

kas. Selanjutnya, tingginya market to book ratio (MV) Tabel A2.1


Deskripsi Statistik Korporasi Indonesia (2004 √ 2007)
secara umum menggambarkan pertumbuhan yang lebih
All
baik di masa depan. Dalam hal ini, tingginya pertumbuhan Variabel
Mean Standard Deviation
perusahaan cenderung dapat dilindungi dengan
Total Asset (Trilliun IDR) 6.133,65 55.821,59
membatasi jumlah leverage. Current Asset (Trilliun IDR) 872,02 1.891,74
Fixed Asset (Trilliun IDR) 1.118,58 4.157,16
Depresiasi (DP) merupakan proporsi total aset.
Tangible assets (Trilliun IDR) 6.024,73 55.745,80
Perusahaan dengan tingkat depresiasi yang tinggi akan Intangible Asset (Trilliun IDR) 90,11 558,83
Total Debt (Trilliun IDR) 25.471,62 437.384,39
memperoleh pengurangan interest terkait dengan Net Sales (Trilliun IDR) 1.935,43 5.641,06
besarnya penggunaan leverage sebagai sumber Net income (Trilliun IDR) 246,87 1.812,31
Depretiation (Trilliun IDR) 644,08 3.079,11
pembiayaan. Perusahaan dengan nilai aset yang tinggi Amortization (Trilliun IDR) 46,55 473,89
Capital expenditure (Trilliun IDR) 167,08 992,40
ln(At) cenderung akan menggunakan lebih banyak hutang EBIT 327,52 1.658,52
dibandingkan perusahaan yang memiliki aset yang kecil. Cash per total asset 0,33 0,34
Depreciation Expense per tangible asset 0,27 0,24
Hal ini bisa terjadi karena perusahaan cenderung lebih R & D Expense per total asset 0,05 1,11
Size (Log of Total Asset) 27,14 1,85
transparan atau memiliki akses yang lebih mudah ke pasar
Fixed asset per total asset 0,38 0,24
surat hutang. Perusahaan yang memiliki tangible asset (FA) Debt per total asset 0,78 1,04
Investment (Capex per total asset) 0,04 0,10
tinggi cenderung memiliki kapasitas hutang besar, acquisition (Acquisition per total asset) 0,03 0,08
sementara perusahaan yang memiliki intangible asset
tinggi dalam bentuk R&D lebih memilih equity sebagai Bover (1995). Metode ini digunakan untuk mengurangi
sumber pembiayaan. Selanjutnya, firm»s lagged industry firm specific effect dari sample perusahaan mengingat
media debt ratio (MI) digunakan untuk mengontrol perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari beragam
karakteristik industri yang tidak bisa digambarkan oleh sektor industri.
variabel independen lainnya. Mengikuti Fama & French (2002) serta Hovakimian
et al (2003), study ini menemukan bahwa level optimal
4. ANALISIS hutang korporasi Indonesia secara negatif dan signifikan
Penelitian ini menggunakan unbalanced panel data dipengaruhi level keuntungan. Hal ini sejalan dengan
dari 218 perusahaan go public yang terbagi dalam delapan ekspektasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum
sektor yaitu konsumsi, infrastruktur, mining, property, basic korporasi Indonesia lebih menyukai menggunakan
industry, agriculture, trading dan miscellaneous industry keuntungan (internal sources) daripada menggunakan
dari tahun 2004 sampai dengan 2007. Data bersumber hutang sebagai sumber pembiayaan. Di lain pihak,
dari Bloomberg dan Bursa Efek Indonesia. ditemukan juga bahwa besarnya perusahaan berhubungan
Tabel A2.1 menggambarkan bahwa nilai rata-rata secara negatif dan signifikan dengan penggunaan external
hutang perusahaan Indonesia adalah lebih dari 400 kali source sebagai sumber pembiayaan.
total aset perusahaan tersebut. Namun, standar deviasi Tabel A2.2 menunjukkan estimasi persamaan hutang
dari masing-masing variabel juga lebih tinggi dari rata- dari perusahaan Indonesia. Tabel tersebut menunjukkan
ratanya. Untuk menguji faktor-faktor yang menentukan bahwa teori pecking order secara signifikan mampu
level hutang korporasi Indonesia, digunakan estimator menjelaskan hutang korporasi. Hal ini digambarkan pula
generalised methods of moments mengikuti Arrelano dan oleh tanda dan koefisien yang signifikan dari 2 faktor

91
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

financing gap yaitu investasi dan cash flow. Komponen ACTA : Hasil regresi menunjukkan hubungan negatif
lain, akuisisi memiliki unexpected sign (negative sign) dan dengan penggunaan hutang korporasi walaupun
tidak signifikan. hasilnya tidak signifikan. Studi empiris
menunjukkan hasil koefisien yang berbeda.
Tabel A2.2
Determinants of Corporate Debt Hubungan negatif antara akuisisi
mengindikasikan prioritas sumber pembiayaan
DEBT EQUATION (GMM Sys)
Dependent Variable :DEBT lain untuk membiayai aktivitas akuisisi.

Variable Coefficient t-Statistic Prob. Hasil estimasi seperti tercantum pada Tabel A2.2
DEBT(-1) 0.5740 13.0137 0.0000 menunjukkan bahwa Fitted Values of Debt (OD-1) sebagai
ACTA -0.1456 -1.2976 0.1971
suatu proxy level optimal dari hutang korporasi
ACTA(-1) 0.0692 0.4581 0.6478
CASH 0.0574 0.6196 0.5368 menunjukkan hubungan negatif dan signifikan dengan
CASH(-1) 0.0359 0.6204 0.5362
INVTA 0.1816 2.0067 0.0472 level hutang aktual. Koefisien negatif ini mendukung efek
INVTA(-1) 0.1186 1.3022 0.1956
default probability (Myers, 1977 dan Jensen, 1986). Hal
OD 0.0054 0.5342 0.5943
OD(-1) -0.5757 -41.0524 0.0000 ini mengindikasikan bahwa keputusan mengambil hutang
RETURN -0.0341 -3.0392 0.0030
RETURN(-1) -0.0158 -4.1306 0.0001 sebagai sumber pembiayaan merupakan hal penting dan
Cross-section fixed (first differences)
perlu dilakukan perusahaan secara hati-hati. Selanjutnya,
R-squared 0.983631
P-value (Chi square) 0.00000 variabel stock return perusahaan sebagai proxy ekspektasi
SSE 0.07645
N (Firms) 201 pasar menunjukkan bahwa stock return berpengaruh

Keterangan secara negatif dan signifikan terhadap level optimal


DEBT : Total debt per total asset
ACTA : Total Acquisition per total asset hutang. Kondisi ini menggambarkan bahwa pasar memiliki
CASH : Total cash per total asset
INVTA : Total Investment per total asset ekspektasi tinggi dan positif terhadap kinerja perusahaan
Return : Tingkat pengembalian Saham per year

di masa depan, karenanya korporasi perlu lebih sedikit


Analisis masing-masing variabel adalah sebagai hutang sebagai sumber pembiayaan. Sejalan dengan
berikut: Welch (2204), stock return perusahaan mempengaruhi
INVTA : Koefisien dari investasi terhadap rasio penggunaan variabilitas level hutang yang optimal.
hutang korporasi adalah positif (+) dan signifikan
pada level 5%. Hal ini mengindikasikan semakin 5. KESIMPULAN
banyak jumlah investasi perusahaan maka Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan neraca
penggunaan hutang semakin meningkat. Ini korporasi Indonesia dan menguji faktor-faktor yang
sejalan dengan dengan teori pecking-order. mempengaruhi level optimal hutang korporasi dengan
CASH : Koefisien dari investasi terhadap rasio mengkombinasikan teori trade-off dan pecking order.
penggunaan hutang korporasi adalah positif (+). Dengan menggunakan estimator Generalised Methods of
Kedua variabel ini sesuai dengan pecking-order Moment, hasil penelitian ini menangkap dinamika level
theory, dimana semakin untung perusahaan hutang korporasi yang menyesuaikan dengan level
maka penggunaan hutang semakin meningkat optimalnya.
(kelebihan kas digunakan untuk keperluan lain Hasil estimasi menunjukkan bahwa level hutang
seperti pembayaran deviden). korporasi Indonesia ditentukan secara signifikan oleh level

92
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

investasi dan arus kas. Temuan juga mengindikasikan memperhatikan penyesuaian biaya karena level hutang
bahwa teori pecking order berkontribusi signifikan ditentukan oleh efek default probability.
terhadap model neraca korporasi Indonesia. Selanjutnya, Temuan study ini menunjukkan faktor-faktor yang
level hutang optimal mendukung efek default probability menjadi penentu hutang perusahaan sehingga perusahaan
seperti yang dijelaskan Myers (1977) dan Jensen (1986). menyesuaikan level hutangnya sedemikan rupa sampai
Karena hasil temuan menunjukkan bahwa neraca korporasi mencapai level optimal hutangnya. Lebih lanjut, temuan
Indonesia secara umum dipengaruhi oleh teori pecking tersebut dapat digunakan untuk memonitor hutang
order, hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas investasi perusahaan yang digunakan untuk aktivitas investasi dan
dan akuisisi akan mempengaruhi level hutang korporasi. akuisisi sehingga pada akhirnya dapat digunakan untuk
Berdasarkan estimasi GMM-SYS, ditemukan bahwa mnghitung potensi risiko default. Untuk itu, kreditur dan
hutang korporasi Indonesia menyesuaikan sedikit lebih regulator perlu melakukan penilaian komprehensif untuk
rendah dari level optimalnya, yaitu dengan implied mengurangi dampak negatif penggunaan hutang yang
adjustment rate sebesar 0,43. Artinya bahwa perusahaan berlebihan. Pada akhirnya, manajemen level hutang yang
perlu mempertimbangkan seluruh faktor yang baik yang mengarah pada level optimal hutang akan
mempengaruhi level hutangnya dan secara hati-hati perlu mendorong naiknya nilai perusahaan.

93
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Daftar Pustaka

Arellano Manuel dan Stephen Bond (1991), ≈Some Tests dan France:a comparative analysis for west German
of Specification of Panel Data: Monte Carlo Evidence dan French incorporated enterprises with special
dan Application to Employment Equations∆. The reference to institutional factors∆.
Review of Economic Studies, Vol. 58, No. 2 (Apr., Frydenberg,Stein (2004), ≈Theory of capital structure √ a
1991), pp. 277-297 review∆. Sor-Trondelag University College,
Antoniou, A., Guney, Y dan Paudyal, K (2003), Department of Business Administration, Jonsvannsun,
≈Determinants of corporate debt ownership structure: 82,7004 Trondheim, Norway. http://www.ssrn.com/
evidence from market-based dan bank-based abstract=556631.
economies∆, mimeo, University of Durham Business Gibbard, P dan Stevens, I (2006), ≈Corporate debt dan
School. financial balance sheet adjustment: a comparison of
Blundell, Richard dan Stephen Bond (1998), ≈Initial the United States, the United Kingdom, France dan
Conditions dan Moment Restrictions in Dynamic Panel Germany∆, WP No. 317, Bank of Engldan.
Data Models∆. Journal of Econometrics 87, pp. 115- Hovakimian, Harmen (2003), ≈Are Observed Capital
143. Structures Determined by Equity Market Timing?∆.
Davis, E. P. (1995): Banking, corporate finance dan Baruch College, the City University of New York, One
monetary policy: an empirical perspective, Oxford Bernard Baruch Way, Box B 10-225, NY 10010.
Review of Economic Policy, 10, pp. 49-67 Jaffe, D. M., 1971, Credit Rationing dan the Commercial
Deminguc-Kunt A. dan Maksimovic V. (1996): ≈Financial Loan Market, (Wiley, New York).
constraints, uses of funds dan firm growth. An Jensen, M (1986). ≈Agency costs of free cash flow,
international comparison∆, World Bank, Policy corporate finance dan takeovers∆, American
Research Working Paper 1671. Economic Review, Vol. 76, pages 323-29.
Drobetz, Wolfgang dan Gabrielle Wanzenried (2002), Modigliani, F. dan M. H. Miller (1963). ≈The Cost of Capital,
≈What determines the speed of adjustment to the Corporation Finance dan the Theory of Investment:
target capital structure?∆. Corrections,∆ American Economic Review 53, 433-
Fama, E dan French, K (2002), ≈Testing trade-off dan 443
pecking order prediction about dividends dan debt∆, Myers, Stewart C (1977). ≈The determinants of corporate
The Review of financial studies, vol. 15 (1), pp. 1-33. borrowing∆. Journal of Financial Economics, Vol. 5,
Farrar, Donald dan Lee Selwyn (1967),∆Taxe, corporate No. 2. pp. 147-175.
policy, dan return to investors.∆. National Tax Journal Myers dan Majluf, N (1984). ≈Corporate Financing dan
20,pp. 444-54. Investment Decision when Firms have information
Friderichs, Hans, Bernard Paranque dan Annie Sauve» that investors do not have∆. Journal of Financial
(1999), ≈Structures of corporate finance in Germany Economics, Vol.13, pp. 187-221.

94
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Robichek, A. A. dan S. C. Myers, ≈Problems in the Theory Titman, Sheridan dan Sergei Tsiplakov (2007),∆A dynamic
of Optimal Capital Structure ≈Journal of Financial dan model of optimal capital structure∆. McCombs
Quantitative Analysis 1,(12).pp. 1-35. Research Paper Series No. FIN-03-06. SSRN: http://
Ross, Westerfield dan Jaffe (2008), ≈Corporate Fianance∆. ssrn.com/abstract=332042 .
McGraw Hill InternationalEdition. Warner, J. B., 1976, ≈Bankruptcy Costs, Absolute Priority
Von Thadden, E. L. (1992): The commitment of finance, dan the Pricing of Risky Debt Claims, Journal of
duplicated monitoring dan the investment horizon, Financial Economics, 4.
Working Paper, Centre for Economic Policy Research, Welch, Ivo (2002): Columbus» Egg: The real determinant
London of capital structure, Working Paper,8782, National
Stiglitz, J. E., 1972, ≈On Some Aspects of the Pure Theory Bureau of Economics Research.
of Corporate Finance, Bankruptcies dan Takeovers,∆ Welch, Ivo (2004): Capital structure dan stock returns.
Bell Journal of Economics 3,458-82. Journal of Political Economy, Vol.112, No. 1. The
Shyam-Sunder, Laksmi dan Stewart C. Myers (1999), University of Chicago.
≈Testing static trade-off against pecking order models
of capital structure. Journal of Financial Economics
51, pp. 219-244.

95
Artikel II - Corporate Balance Sheet Modelling: Determinants of Indonesian Corporate Debt

Halaman ini sengaja dikosongkan

96
Kajian Stabilitas Keuangan
No. 12, Maret 2009

PENGARAH

Halim Alamsyah Wimboh Santoso Suhaedi

KOORDINATOR & EDITOR

Agusman

TIM PENYUSUN

Ardiansyah, Linda Maulidina, Ratih A. Sekaryuni, Anto Prabowo, Tirta Segara, Wini
Purwanti, Endang Kurnia Saputra, Ita Rulina, Boyke Wibowo Suadi, Ida Rumondang,
Azka Subhan, Pipih Dewi Purusitawati, Noviati, Rosita Dewi, Erma Kusumawati,
Darmawan Tohap B, Sagita Rachmanira, Reska Prasetya, Elis Deriantino, Hero Wonida,
Mestika Widantri, Heny Sulistyaningsih, Primitiva Febriarti, Adidoyo Prakoso

KOMPILATOR, LAYOUT & PRODUKSI

Boyke Wibowo Suadi Primitiva Febriarti

KONTRIBUTOR

Direktorat Pengawasan Bank 1

Direktorat Pengawasan Bank 2

Direktorat Pengawasan Bank 3

Direktorat Perbankan Syariah

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan

Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

Diserktorat Pengelolaan Moneter

Direktorat Pengelolaan Devisa

PENGOLAHAN DATA

Suharso I Made Yogi

Anda mungkin juga menyukai