Anda di halaman 1dari 42

Object 1

my blogger awaans
maksih ya prent, ini blog qyu lo mau berkunjung silakan,jangan sungkan

Laman
fisiologi kumpulah askep kesehatan kimia biologi sel umum english indra video Beranda KUMPULAN LP

KUMPULAN LP
LP GASTRITIS A. Definisi Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer Arif, 1999, hal: 492) Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal: 181). Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal: 138). Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Gastritis akut Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif.

Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakankerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis. 2. Gastritis kronis Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal: 101). Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan Suddart, 2000, hal: 188). B. Etiologi Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi terutama aspirin; bahan kimia, misalnya lisol; merokok; alkohol; stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat; refluk usus lambung (Inayah, 2004, hal: 58). Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama aspirin dan obat anti inflamasi non steroid (AINS), juga dapat disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis (Mansjoer, Arif, 1999, hal: 492). C. Patofisiologi 1. Gastritis Akut Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa.

Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan. 2. Gastritis Kronis Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan (Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999: 162). D. Manifestasi klinis a. Gastritis akut erosive sangat bervariasi , mulai dari yang sangat ringan asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah : Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya. Kadang kadang disertai dengan mual- mual dan muntah. Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala. Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda tanda anemia defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas. Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai gangguan kesadaran. b. Gastritis kronis 1) Bervariasi dan tidak jelas

2) 3) 4)

Perasaan penuh, anoreksia Distress epigastrik yang tidak nyata Cepat kenyang

E. Penatalaksanaan Pada gastritis, penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan: a. Gastritis akut 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol. Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran gastrointestinal Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum. Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi. Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus.

b. Gastritis kronis 1) 2) 3) Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi lebih sering Mengurangi stress H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetraciklin , amoxillin) dan gram bismuth (pepto-bismol). F. Komplikasi 1. Perdarahan saluran cerna bagian atas. 2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsivitamin (Mansjoer, Arief 1999, hal: 493). G. Pemeriksaan Diagnostik 1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk perdarahan GI atas, dilakukan untuk lesi. 3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab melihat sisi perdarahan / derajat ulkus jaringan / cedera. 2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk membedakan diganosa penyebab / sisi

ulkus duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster, dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan 1999, hal: 456). H. Diagnosa Keperawatan a. b. Nyeri epigastrial b/d iritasi pada mukosa gaster ditandai dengan adanya gambaran nyeri ( meringis, tegang, menangis ) , perubahan tanda vital ( tachycardi ). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, output meningkat ( muntah ), gangguan absorpsi nutrient ditandai dengan TB/ BB tidak seimbang , pasien tidak dapat menghabiskan makanan yang disajikan. c. Kekurangan volume cairan b/d intake yang kurang dan pengeluaran yang berlebihan ditandai dengan turgor jelek, kulit kering, produksi urine < 30 cc / jam, mual muntah, kadar elektrolit menurun. d. Kurang pengetahuan tentang penyebab, proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, kesalahan interpretasi ditandai dengan pasien kurang kooperatif, pertanyaan meminta informasi I. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri epigastrial b/d iritasi pada mukosa gaster ditandai dengan adanya gambaran nyeri ( meringis, tegang, menangis ) , perubahan tanda vital ( tachycardi ). Intervensi a. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10) Rasional: nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien sebelumnya, dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi. b. c. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri Rasional: membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien Rasional: makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin. d. e. Bantu latihan rentang gerak aktif / pasif Rasional: menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri / ketidaknyamanan. Berikan perawatan oral sering dan tindakan kenyamanan, misal: pijatan punggung, perubahan posisi sindrom Zollinger-Ellison. 4. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga gastritis (Doengoes,

Rasional: nafas bau karena tertahannya sekret mulut menimbulkan tak nafsu makan dan dapat meningkatkan mual. f. Berikan obat sesuai indikasi, misal: Antasida Rasional: menurunkan keasaman gaster dengan absorbsi atau dengan menetralisir kimia. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, output meningkat ( muntah ), gangguan absorpsi nutrient ditandai dengan TB/ BB tidak seimbang , pasien tidak dapat menghabiskan makanan yang disajikan. Intervensi a. b. c. d. e. Izinkan klien memilih makanan (makanan rendah kalori tidak diperbolehkan) Rasional : agar pasien mau memakan diitnya dan mengembalikan status nutrisinya Buat struktur waktu makan dengan batasan waktu (misalnya 40 menit) Rasional : untuk menjaga agar lambung tetap terisi/stabil Sajikan makanan dalam keadaaa yang hangat Rasional : untuk meningkatan nafsu makan pasien Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Rasional : dan mencegah terjadinya peningkatan asam lambung Bila makanan tidak dimakan, lakukan pemberian makan melalui selang, NGT sesuai pesanan dalam keadaan seperti ini jangan berikan penawaran pada klien. Rasional : untuk menjaga nutrisi dalam tubuh agar tidak terjadi kekurangan 3. Kekurangan volume cairan b/d intake yang kurang dan pengeluaran yang berlebihan ditandai dengan turgor jelek, kulit kering, produksi urine < 30 cc / jam, mual muntah, kadar elektrolit menurun. Intervensi a. Catat karakteristik muntah dan / atau drainase Rasional : membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning kehijauan menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi usus. Darah merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut. b. Awasi tanda vital Rasional: perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan perkiraan kasar kehilangan darah (misal: TD <> 110 diduga 25% penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml). c. Awasi masukan dan haluaran dihubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah / cairan melalui muntah, penghisapan gaster / lavase, dan defekasi Rasional: memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

d.

Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas

untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional: aktivitas / muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat mencetuskan perdarahan lanjut. e. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida Rasional: mencegah refleks gaster pada aspirasi antasida dimana dapat menyebabkan komplikasi paru serius. f. Berikan cairan / darah sesuai indikasi Rasional: penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan (akut atau kronis) g. Berikan obat sesuai indikasi: Ranitidin (zantac), nizatidin (acid). Rasional: penghambat histamin H2 menurunkan produksi asam gaster. Antasida (misal: Amphojel, Maalox, Mylanta, Riopan) Rasional: dapat digunakan untuk mempertahankan pH gaster pada tingkat 4,5 atau lebih tinggi untuk menurunkan risiko perdarahan ulang. h. Antiemetik (misal: metoklopramid / reglan, proklorperazine / campazine) Rasional: menghilangkan mual dan mencegah muntah.

DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddart. 2000. Medical Surgical Nursing. Jakarta : EGC Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC Mansjoer, Arief 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : EGC Price, Sylvia Andrson.1995. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC http://dezlicious.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-gastritis_30.html http://wayanpuja.blinxer.com/?page_id=190

APPENDICITIS KRONIS A. Pengertian Appendicitis Appendisitis adalah peradangan dari suatu appendiks. Appendsitis adalah keadaan yang disebabkan oleh peradangan yang mendadak pada suatu appendiks ( Baratajaya, 1990) Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 2006) B. Etiologi Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah 1. a. b. obtruksi Hiperplasia lumen, dari pada folikel umumnya limfoid, ini obstruksi dalam ini terjadi penyebab karena : merupakan terbanyak. appendiks.

Adanya

faekolit

lumen

c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll. d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya. 2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

3.

Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.

4. 5. 6. 7. 8. C.

Tergantung pada bentuk appendiks Appendik yang terlalu panjang. Messo appendiks yang pendek. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks. Kelainan katup di pangkal appendiks

Klasifikasi Appendisitis Klasifikasi Apendisitis ada 2 : 1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah. 2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

D.

Manifestasi Klinis Tanda dan gejala : 1. Appendisitis Akut Pada awalnya mengeluh tidak enak disekitar epigastrium umbilikus Anoreksia Malaise Muntah Nyeri menjalar kekanan bawah disertai rasa sakit yang jelas, Rasa sakit di kanan bawah disebabkan karena infeksi sudah menerobos peritonium visceral, kemudian peritonium parietale. 2. Appendisitis Kronis a. Reccurent/Interval Appendicitis: Penyakit sudah berulang ulang dan ada interval bebas. Biasanya pada anamnesa ada appendicitis acuta kemudian sembuh, setelah beberapa lama kumat lagi tapi lebih ringan.

b.

Gejala utama dari kumat I dan kumat II dst adalah gejala (diare, mual-mual, enek, tidak enak makan). Pemeriksaan klinis: Nyeri di titik Mc Burneys tapi tidak ada defence.

Reccurent Appendicular Colic: Ada obstruksi pada lumen appendixnya. Gejala utama: kolik, tetapi tidak ada panas. Kolik disekitar umbilicus/ ke arah lateral/ epigastrium. Pemeriksaan fisik: Nyeri tekan di Appendix

E.

Patofisiologi Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid). Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi

appendisitis kronis (Junaidi ). F. Pathway Idiopatik makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feses Obstruksi lumen Suplay aliran darah menurun Mukosa terkikis

Perforasi Abses Peritonitis

Peradangan pada appendiks

distensi abdomen

Nyeri Menekan gaster

Appendiktomy HCL Insisi bedah

pembatasan

intake

cairan

peningk

prod

mual, muntah Resiko terjadi infeksi

Resiko kurang volume cairan nyeri

G.

Asuhan Keperawatan Post Operasi Apendik Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d perforasi pada apendik dan tidak adekuatnya pertahanan utama. Nyeri b.d anatomi ureter yang berdekatan dengan apendik oleh inflamasi Intoleransi aktivitas b.d keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya penurunan pergerakan akibat nyeri akut Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman b.d insisi pembedahan Tujuan : Nyeri berkurang

Kriteria Hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi, pasien dapat istirahat dengan cukup, skala nyeri sedang. Intervensi : a. b. c. d. e. Beri penjelasan pada pasien tentang sebab dan akibat nyeri Ajarkan tehnik relaksasi dan destraksi Bantu pasien posisi yang nyaman Rawat luka secara teratur dan aseptik Berikan analgetik sesuai kondisi

2.

Nyeri b.d anatomi ureter yang berdekatan dengan apendik oleh inflamasi Tujuan : a. b. c. d. e. infeksi pada luka operasi tidak terjadi

Kriteria Hasil : tidak ada tenda-tanda infeksi Beri penjelasan pada pasien tentang pentingnya perawatan luka dan tandatanda infeksi Rawat luka secara teratur dan aseptik Jaga luka agar tetap bersih dan kering Jaga kebersihan pasien dan lingkunganya Pantau TTV

Intervensi :

3.

Cemas b.d kurangnya informasi dari antibiotik menghambat proses infeksi dalam tubuh Tujuan : a. b. c. Rasa cemas berkurang

Kriteria Hasil : Pasien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif Pasien dapat tidur dengan tenang Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan

Intervensi :

Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. Baratajaya, Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 2005 Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta kedokteran edisi II Media Aeskulis, FKUI ; 2005 Brunner & Suddart, 2006 Doenges, Marilynn E. (2003). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC Price, SA, Wilson,LM. (2004). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit , Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELITUS A. Pengertian Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi mikrovaskuler, makrovaskuler dan neurologist (Long, 1996 : 4). Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002 : 1220). Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan Suddarth, 2002). B. Etiologi Faktor penyebab terjadinya Diabetes Mellitus (Sjaifoellah, 1996 : 692) yaitu : 1. Faktor keturunan Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah selsel betha pancreas yang bersifat genetic dan

diturunkan secara autosom dominant sehingga mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin. 2. Fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang Jumlah glukosa yang diambul dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jaringan perifer tergantung keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel betha pulau pancreas.] 3. Kegemukan atau obesitas Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes mellitus dan insulin insufisiensi relative. 4. Perubahan pada usia lanjut berkaitan dengan resistensi insulin Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor. C. Tipe Diabetes Tipe I Tipe II : Diabetes melitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Melitus) : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non- Insulin Dependent Diabetes Melitus) Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom lainya Diabetes Melitus Gestasional D. Manifestasi Klinik Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tibatiba pada usia anakanak sebagai akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejalagejalanya antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun. Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahanlahan sampai menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi

pada golongan anakanak dan remaja. Gejalagejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lama sembuh, kaki terasa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, impotensi pada pria. E. Komplikasi Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik (Carpenito, 2001). Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258) 1. Diabetik Ketoasedosis (DKA) Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 ) 2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN) Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262) 3. Hypoglikemia Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256) Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) : 1. a. Mikrovaskuler Penyakit Ginjal

Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada

struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272) b. Penyakit Mata (Katarak) Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6) c. Neuropati Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahanperubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17) 2. a. Makrovaskuler Penyakit Jantung Koroner

Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke b. Pembuluh darah kaki Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celahcelah kulit yang mengalami hipertropi, pada selsel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)

c.

Pembuluh darah otak menurun (Long, 1996 : 17)

Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak

F. Pathofisiologi
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa/produksi glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia (kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Pada pasien DM, kadar glukosa dalam darah meningkat/tidak terkontrol, akibat rendahnya produk insulin/tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel akan starvasi. Bila kadar meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan menimbulkan diuresi sehingga pasien banyak minum (polidipsi). Glukosa terbuang melalui urin maka tubuh kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan meningkat (poliphagi). Akibat sel-sel starvasi karena glukosa tidak dapat melewati membran sel, maka pasien akan cepat lelah.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain: 1. Pemeriksaan gula darah Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur. 2. Pemeriksaan dengan Hb Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai hasil dari glikolisis normal. 3. Pemeriksaan Urine Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah. H. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin timbul pada pasien DM: Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga berhubungan dengan dan gejala. Resiko terjadi komplikasi lebih lanjut pada klien berhubungan dengan ketidakmampuan

kurangnya pengetahuan tentang penyakit diabetus mellitus seperti pengertian, penyebab, tanda

keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara lingkungan yang dapat meningkatkan sehat.

kesehatan berhubungan dengan kurang mengatur keuntungan dan pemeliharaan rumah yang

I. Intervensi DP Ketidak keluarga masalah dengan pengetahuan penyakit mellitus pengertian, tanda dan gejala. Tujuan mampuan Setelah dilakuakan mengenal tindakan keperawatan kesehatan selama I Minggu keluarga kurangnya kesehatan yang terjadi tentang pada klien dan keluarga diabetus mampu : seperti penyebab, 1. Menyebutkan pengertian DM. 2. Menyebutkan Intervensi Kaji pengetahuan keluarga pengertian dan gejala DM. Jelaskan keluarga pengartian dan gejala DM. Beri kesempatan pada tentang DM, tentang DM, tingkat pengetahuan keluarga DM. tentang Rasional Menetahui

keluarga berhubungan mampu mengenal masalah

penyebab DM, tanda

penyebab DM, tanda

penyebab DM. 3. Menyebutkan tanda dan gejala DM.

pada keluarga untuk mengungkapkan.

Resiko pada berhubungan keluarga sakit. ketidakmampuan

terjadi Setelah dilakukan tindakan klien Minggu keluarga mampu dengan merawat anggota keluarga yang sakit untuk mencegah merawat komplikasi, keluarga juga

Kaji pengetahuan keluarga koplikasi penanganan tentang DM, DM, Agar keluarga mengetahui komplikasi DM. Keluarga mampu melakukan perawatan mandiri pada DM. pada tentang DM,

komplikasi lebih lanjut keperawatan selama I

makanan yang tidak boleh dimakan/bebas dimakan dan boleh tapi dibatasi. Jelaskan keluarga komplikasi

anggota keluarga yang mampu : 1. Menyebutkan komplikasi DM. 2. Menyebutkan cara penanganan DM. 3. Menyebutkan makanan yang tidak boleh di makan/bebas dimakan, boleh dimakan tapi dibatasi.

penanganan DM dan makanan yang tidak boleh dimakan/bebas dimakan dan boleh tapi dibatasi. Berikesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan. Beri reiforcement positif pada keluarga atas jawaban yang benar. Kaji pengetahuan keluarga tentang arti rumah sehat dan ciri Agar Keluarga dapat hidup

Ketidakmampuan keluarga dalam Setelah dilakukan tindakan

memelihara lingkungan keperawatan yang meningkatkan dengan mengetahui keuntungan pemeliharaan yang sehat. rumah 2. 3. memelihara

selama

rumah sehat. Suport keluarga untuk kebersihan lingkungan rumah. menjaga

dilingkungan yang sehat

dapat Minggu keluarga mampu lingkungan

kesehatan berhubungan yang dapat meningkatkan kurang kesehatan, keluarga juga mampu : dan 1. Menyebutkan rumah sehat. Menyebutkan rumah sehat. Memodifikasi dan memelihara lingkungan yang sehat. ciri arti

Jelaskan keluarga pentingnya lingkungan sehat kesehatan.

pada tentang yang bagi

peningkatan derajat

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2002). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta. Carpenito, L.J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta. Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta. Sjaifoellah, N. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPK

LP CEDERA KEPALA

A.

Cedera Kepala

Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mepunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.( Haris,2000) Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996). Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. ( Asikin, 1991) B. 1. 2. 3. 4. Etiologi kecelakan kendaraan pukulan/benturan terjatuh kecelakaan lain C. Klasifikasi Cedera Kepala Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala yang muncul setelah cedera kepala (Alexander PM, 1995). Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam penentuan derajat cedera kepala. The Traumatic Coma Data Bank mendifinisikan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (Glasgow coma scale) Tabel 1. Kategori Penentuan Keparahan cedera Kepala Glasgow (SKG) berdasarkan Nilai Skala Koma

Penentuan keparahan Minor/ Ringan

Deskripsi SKG 13 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral, hematoma SKG 9 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. SKG 3 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intracranial

Sedang

Berat

sumber :keperawatan kritis, pendekatan holostik vol, II tahun 1995, hal:226

Tabel 2. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997) 1. Membuka Mata Spontan Terhadap rangsang suara Terhadap nyeri Tidak ada 2. Respon Verbal Orientasi baik orientasi terganggu Kata-kata tidak jelas Suara Tidak jelas Tidak ada respon 3. Respon Motorik Mampu bergerak Melokalisasi nyeri Fleksi menarik Fleksi abnormal Ekstensi Tidak ada respon Total 4 3 2 1 5 4 3 2 1

6 5 4 3 2 1 3 - 15

Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesis pasca trauma yang dibagi menjadi:

1. 2. 3.

Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia berlangsung kurang dari 30 menit. Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak. Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam, perdarahan subdural dan kontusio serebri. Penggolongan cedera kepala berdasarkan periode kehilangan kesadaran ataupun amnesia

saat ini masih kontroversional dan tidak dipakai secara luas. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan jumlah Skala Koma Glasgow (SKG) saat masuk rumah sakit merupakan definisi yang paling umum dipakai (Hoffman, dkk, 1996).

D. Patofisiologi Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat. 1. Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena. 2. Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan. Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak. Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus. Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus. Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik. Cedera otak sekunder tejadi setiap saat setelah terjadi benturan. Factor-faktor yang menyebabkan cedera otak sekunder adalah: 1. Hematoma intrakranial a. b. c. d. 2. Epidural Subdural Intraserebral Subarahnoid

Pembengkakan otak

Mungkin terjadi dengan atau tanpa hematoma intrakranial. Hal ini diakibatkan timbunan cairan intra atau ekstrasekuler atau bendung vaskuler. 3. Iskhemi serebral, akibat dari: a. Hipoksia / hiperkarbi

b. c. 4. E. a. 1)

Hipotensi

Peninggian tekanan intrakranial Infeksi : Meningitis, abses serebri Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi durameter. tajam atau tembakan.

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak, misalnya akibat benda 2) Fraktur linier di daerah temporal, dimana arteri meningeal media berada dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan epidural. Fraktur linier yang melintang garis tengah, sering menyebabkan perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior. 3) Fraktur di daerah basis, disebabkan karena trauma dari atas atau kepala bagian atas yang membentur jalan atau benda diam. Fraktur di fosa anterior, sering terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan adanya brill hematom (raccon eye). 4) Fraktur pada os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal (lebih jarang). Fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior. Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah temporal, sedang yang posterior disebabkan trauma di daerah oksipital. 5) Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, biru di belakang telinga di atas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Pada dasarnya fraktur tulang tengkorak itu sendiri tidaklah menimbulkan hal yang emergensi, namun yang sering menimbulkan masalah adalah fragmen tulang itu menyebabkan robekan pada durameter, pembuluh darah atau jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pusat vital, saraf kranial dan saluran saraf (nerve pathway). b. Trauma kepala tertutup 1) Komotio serebri (gegar otak) Penyebab gejala komotio serebri belum jelas. Akselerasi-akselerasi yang meregangkan otak dan menekan formotio retikularis merupakan hipotesis yang banyak dianut. Setelah penurunan kesadaran beberapa saat pasien mulai bergerak, membuka matanya tetapi tidak terarah, reflek kornea, reflek menelan dan respon terhadap rasa sakit yang semula hilang mulai timbul kembali. Kehilangan memori yang berhubungan dengan waktu sebelum trauma disebut foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2 3 hari akan nampak battle sign (warna

amnesia retrograde. Amnesia post traumatic ialah kehilangan ingatan setelah trauma, sedangkan amnesia traumatic terdiri dari amnesia retrograde dan post traumatic. 2) Edema serebri traumatic

Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma kapitis terutama pada anak-anak. Pingsan dapat berlangsung lebih dari 10 menit, tidak dijumpai tanda-tanda kerusakan jaringan otak. Pasien mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah. Pemeriksaan cairan otak mungkin hanya dijumpai tekanan yang agak meningkat. 3) Kontusio serebri

Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu jaringan. Kontosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak. Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebri meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan intra serebral (ATLS 1997). 4) Perdarahan Intrakranial a) Perdarahan Epidural Perdarahan epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya anteri meningea media (Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progesif disertai kelainan neurologis unilateral. Kemudian gejala neurologis timbul secara progesif berupa pupil anisokor, hemiparese, papiledema dan gajala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural di fossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi di oksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebelar dan paresis nervi kranialis. Ciri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. b) Perdarahan Subdural

Terjadi antara duramater dan arachnoid. Perdarahan subdural lebih biasa terjasi perdarahan epidural (30 % dari cedera kepala berat). Umumnya perdarahan akibat pecahnya/robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek serebri dan sinus venosa tempat vena tadi bermuara, namun dapat pula terjadi akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaaan otak. c) Perdarahan subarahnoid Perdarahan subaranoid sering terjadi pada trauma kapitis. Secara klinis mudah dikenali yaitu ditemukannya kaku kuduk, nyeri kepala, gelisah, suhu badan subfebril. Gejalanya menyerupai meningitis. Perdarahan yang besar dapat disertai koma. Pedarahan terjadi didalam ruang subarahnoid karena robeknya pembuluh darah yang berjalan didalamnya. darah tercampur dengan cairan otak. Adanya darah didalam liquor serebri spinal akan merangsang meningia sehingga terjadi kaku kuduk.
F. Manifestasi Klinis

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Gangguan kesadaran Konfusi Abnormalitas pupil Awitan tiba-tiba defisit neurologik Perubahan tanda vital Gangguan penglihatan dan pendengaran Disfungsi sensory Kejang otot Sakit kepala Vertigo Gangguan pergerakan Kejang

G.

Evaluasi Diagnostik

1. 2. 3.

CT scan MRI Angiografi cerebral

H. 1.

Penatalaksanaan Tindakan terhadap peningkatan TIK a. b. c. d. e. f. 2. a. b. c. d. e. f. pemantauan TIK dengan ketat oksigenasi adekuat pemberian mannitol penggunaan steroid peningkatan kepala tempat tidur bedah neuro dukungan ventilasi pencegahan kejang pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi terapi antikonvulsan klorpromazin menenangkan pasien selang nasogastrik I. 1. Diagnosa Keperawatan

Tindakan pendukung lain

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

2.

Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

3. 4. 5. 6. 7. J. 1)

Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak Tidak efektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (Soporous koma) Resiko gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasai, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien. INTERVENSI KEPERAWATAN Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

Tujuan: a. Mempertahankan motorik/sensorik. Kriteria hasil: Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi

Intervensi 1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK. 2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

Rasional Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif. Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III). Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, 4. Pantau tanda-tanda vital: TD, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. nadi, frekuensi nafas, suhu. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK. 3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya. Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah

5.

Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.

serebral yang meningkatkan TIK. Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema 6. Berikan oksigen tambahan otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, sesuai indikasi. yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah 7. Berikan obat sesuai indikasi, terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk misal: diuretik, steroid, mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik antikonvulsan, analgetik, menurunkan atau mengendalikan demam yang sedatif, antipiretik. mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2)

Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial. Tujuan: mempertahankan pola pernapasan efektif.. Kriteria evaluasi: bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.

Rasional Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis. Kemampuan memobilisasi atau membersihkan

catat sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. reflek Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan dan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi. untuk napas napas Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas. 3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti indikasi. atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru. 4. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel. 2. Pantau dan kompetensi gag/menelan kemampuan pasien melindungi jalan sendiri. Pasang jalan sesuai indikasi.

3)

Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak. Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi. Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. Intervensi 1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran). Rasional Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial. Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

2.

3.

Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum. 4. Berikan antibiotik sesuai indikasi

Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis. Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA

Mima M.2001.Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa. Jakarta : EGC Muhammad,Wahit Iqbal dkk. 2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. T.Heather Herdman.2008.Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC Wilkinson,judith M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC NOC Edisi 7. Jakarta : EGC

Object 2

biologi test buta warna


Software untuk test butawarna

ngamen 2
Object 3

Ad Space

Object 4

Schedule an Appointment

Object 5

Ads Powered by:KumpulBlogger.com

FOREDI UTK TAHAN LAMA SEX REKOMENDASI BOYKE! Herbal Oles Anti Ejakulasi Dini, Resmi

TAMBAH UKURAN VITAL METODE ARAB SUDAN www.BESAR-PANJANG.com INVESTASI HANYA 25RB UNTUK PEMULA TANPA BUAT WEB, TANPA DOMAIN HOSTING, COCOK UTK PE

GASA REKOM BOYKE BIKIN ISTRI KETAGIHAN! GASA Herbal Resmi BPOM, Aman Bikin Istri Ketagiha INVESTASI HANYA 25RB UNTUK PEMULA TANPA BUAT WEB, TANPA DOMAIN HOSTING, COCOK UTK PE FOREDI UNTUK TAHAN LAMA SEX,REKOM BOYKE,BPOM. FOREDI Herbal Utk Kuat Tahan Lama & Ereksi Keras.. CARA ALAMI MEMPERBESAR ALAT VITAL PRIA Tahan lama Seks, Plus VIDEO Teknik Pemanasan Seks BISNIS ONLINE UNTUK PEMULA Mudah dan Otomatis Bekerja 24 Jam PAKAI FOREDI AGAR SEX LEBIH LAMA !! Oles Herbal Atasi Ejakulasi Dini, Rekomendasi Boyk KumpulBlogger.com

LINK
makalah Kesehatan

Tampilan slide Cari Blog Ini Total Tayangan Laman


1,535

IKUTI EMAIL SAYA

SMADAV

Mengenai Saya

INDRA HERMAWAN BLOGGGGG puaslah dengan apa yang dimiliki, tapi jangan puass dengan apa yang belum kita miliki Lihat profil lengkapku

Yahoo News: Top Stories

Fish

Object 6

Share it

Object 9

Picasa Photostream

Object 10

Object 7

Amazon MP3 Clips


Object 8

kawan setia

Arsip Blog

Object 11

Entri Populer
nyeri dan relaksasi distraksi LAPORAN TENTANG NYERI DAN RELAKSASI DISTRAKSI Disusun oleh : 1) Indra Hermawan ( A1 1000608 ) 2) Juni Prayitno ( A1 1... konsep sehat sakit MAKALAH KONSEP SEHAT SAKIT Disusunoleh : Indra Hermawan ( A1 1000608) SI Keperawatan Tingkat 1 SEKOL... medical terminology MEDICAL TERMS The medical term is a vocabulary to accurately describe the foreign body and associated components, conditions, processes ... karya ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seks pada hakekatnya merupakan dorongan naluri alamiah tentang kepuasan syahwat. Tetapi banyak kalan... (tanpa judul) THIS VIDEO CONTAIN ABOUT THE CONVERSATION ABOUT " NERVOUS N ELEKTROLYTE SYSTEM. WRITTEN BY : ISMY ARIANI DAN INDRA HERMAWAN (tanpa judul) this video cantain about case of endocrine and cardiovaskuler,,,,,and aplication of "use to or use for","infinitive and imperative to giving... (tanpa judul) This video contains about the procedure text. this video explain about how to operate the handphone and how to boil the egg. the video act... video ke 4 PAST CONTINUOUS VS PAST TENSE + PRESENT PERFECT CONTINUOUS MY BAD DAY Once upon, at the morning. I always prepared my self to studied in STIKES Muhammadiyah Gombong. I went there by public transp...

headline news
Apple Google Microsoft As Tablet Race Heats Up, Apple May Try Smaller Device New York Times With new tablets coming from Google and Microsoft, and rumors of one from Amazon, Apple's response may be to introduce a smaller, less expensive version of its popular iPad. Related Articles Apple: Exiting EPEAT Environmental Program Was Mistake apakah InformationWeek Company responds to customer and media criticism by saying it will return to submitting most of its products for EPEAT certification. Related Articles Apple In-App Store Hacked InformationWeek Hacker finds way to loot in-app store items and posts a how-to on YouTube. Related Articles Galaxy S3 bumps Samsung's lead over Apple, say analysts CNET The gap between Samsung and Apple in the smartphone arena widened in the second quarter, according to a Reuters poll of analysts. Read this blog post by Lance Whitney on Internet & Media. Related Articles powered by

ada kekurangan????

Object 12

Template Watermark. Gambar template oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai