Anda di halaman 1dari 4

SATELIT SUMBER DAYA ALAM

Oseanografi dari satelit (satellite oceanography), juga dikenal dengan teknologi penginderaan jauh satelit memberikan sumbangan yang besar untuk mengungkapkan fenomena, proses dan pemantauan sumber daya kelautan. Satelit berada pada ketinggian 800 hingga 30.000-an km di ruang angkasa dirancang untuk mampu mengamati permukaan laut secara sinoptik yakni dengan liputan spasial yang sangat luas dalam waktu bersamaan. Data satelit atau data foto udara adalah informasi yang terkandung dari citra satelit atau foto udara tersebut. Wahana adalah media atau sarana dari mana citra foto atau satelit diambil. Dalam hal ini bisa berupa pesawat udara, balon udara atau satelit. Sensor adalah perangkat perekam optis yang ada pada kamera foto atau perekam gelombang elektromagnetik pada Inderaja satelit. Penggunaan radar merupakan peralihan dari penggunaan gelombang elektromagnetik yang pasif pada SPOT dan landsat ke penggunaan SAR (Synthetic Aperture Radar) yang memiliki sumber energi sendiri (aktif). Produk Inderaja terdiri dari tiga bentuk. yaitu film dan foto (pada citra foto) dan CCT (Computer Compatible Tape) yang berisi rekaman gelombang elektromagnetik pada citra satelit yang dipantulkan dari permukaan bumi. Prinsip kerja inderaja terdiri atas : 1. Pada citra foto yang diambil dan pesawat terbang sama dengan pengambilan gambar pada kamera biasa yakni pengambilan gambar tentang alam oleh kamera, hanya pengambilannya dari jarak jauh dalam posisi relatif tegak. 2. Pada citra satelit adalah memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sinar matahari ke permukaan bumi, kemudian dipantulkan kembali ke angkasa dan ditangkap oleh alat sensor yang ada di satelit Inderaja. Rekaman pantulan gelombang elektromagnetik dari setiap jenis obyek yang berbeda menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda pula. Dengan menggunakan saluran (Band) Multi Spectral Scanner (MSS) dan kemampuan pencitraan resolusi tinggi, maka data/informasi obyek di bumi akan semakin jelas dan tinggi kualitasnya.

Sekarang di dunia telah ada beberapa satelit Inderaja. Beberapa diantaranya telah dan akan dimanfaatkan Indonesia, yaitu : 1. Landsat milik USA. Landsat sampai saat ini telah sampai pada generasi ketujuh sesuai dengan kemampuan resolusinya dibedakan atas tipe MSS (Multi Spectral Scanner) yang beresolusi 80 m dan tipe TM (Thematic Mapper) yang beresolusi 30 m (pada landsat-5 dan Landsat-7). Landsat adalah pengembangan dari ERTS (Earth Resources Technology Satellite). 2. Satelit SPOT. Satelit SPOT milik Perancis yang diluncurkan tahun 1986 dan beredar pada ketinggian 830 km cakupan ulang pada daerah yang sama setiap 16 hari, SPOT memiliki dua sensor (HRV1 dan HRV2). Kamampuan lebar cakupan 60-80 km. 3. Satelit Radar SAR (Svnthetic Aperture Radar). atau Radarsar adalah milik Kanada (Canadian Space Agency), pengoperasiannya dikontrol dari stasiun bumi yang ada di Prince Albert, Saskatchevan. Quebec. Kelebihan satelit dengan sensor SAR dapat menembus awan dan kegelapan malam serta mampu menampilkan data stereoskopis, pengulangan orbit setiap 24hari. 4. Satelit ERS (Earth Resources Satellite. Satelit ini dibangun dan dikembangkan oleh ESA (European Space Agency). Terdiri dari ERS-1 dan ERS-2, merupakan satelit sumberdaya alam. Keduanya mengorbit pada trek orbit yang sama, yaitu orbit polar yang membawa sensor SAR sehingga memiliki kemampuan seperti Radarsat. 5. Satelit JERS. Satelit ini milik Jepang, menggunakan sensor optik dengan resolusi tinggi (18 m) yang bekerja pada gelombang visible hingga near infrared (VNIR). Penggunaan kanal Infra Red ini sangat efektif untuk mendeteksi sumberdaya mineral (Sitanggang, G., 1998). 6. Stasiun Bumi. Belum semua negara memiliki stasiun bumi yang memanfaatkan satelit Inderaja, namun beruntung Indonesia termasuk salah satu diantara yang sudah memilikinya. Stasiun-stasiun bumi di dunia antara lain adalah Prince Albert (Canada), Fair Bank (Alaska, USA), Goldstone (California, USA), Curoba (Brazil), Chiquita (Argentina), Kiruna (Swedia), Fucino (ltalia), Yohannes burg (Afrrika Selatan), Hiderabad (India), Bangkok (Thailand), Alice Spring (Australia), Singapura, Parepare (Indonesia), Taiwan, dan Malaysia. Sejak tahun 60-an telah diluncurkan satelit sumber daya alam yang juga mampu memantau laut, namun satelit pertama yang dirancang secara khusus untuk mengamati laut

diluncurkan tahun 1973 dikenal dengan nama Sea Satellite (Seasat). Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan antariksa maka satelit oseanografi juga berkembang dengan pesat. Sensor yang dipasang di wahana satelit secara umum dibagi menjadi sensor visible (0,4-0,7) m, sensor termal (3-12) m dan sensor micro wave (0,3-100) cm. Saat ini puluhan jenis satelit sumberdaya alam yang pernah diluncurkan ke ruang angkasa diantaranya adalah satelit NOAA-AVHRR, NIMBUS-CZCS, ADEOS-OCTS, Aqua & Terra MODIS, SeaWiFS, ERS, RADARSAT, ENVISAT, TOPEX dan JASON. Jonson yang juga pernah melakukan penelitian dan pengolahan citra SeaWiFS di Tokai University, Jepang pada tahun 2002, penelitian dan pengolahan data TPL di Colorado Universitry pada tahun 2004 serta menjadi peserta workshop Remote Sensing water quality di Geneva Swiss pada tahun 2007 itu mengatakan bahwa kemampuan sinoptik satelit memantau sumberdaya alam menempatkan teknologi ini menjadi salah satu sistem pengamatan bumi (The Group on Earth Observations-GEO). GEO secara kontinu mengembangkan aplikasi teknologi satelit oseanografi dan peningkatan kemampuan satelit untuk menjawab permasalahan lingkungan global yang semakin kompeks saat ini dan dimasa yang akan. Besarnya peranan teknologi satelit oseanografi juga tercermin dari berkembangnya organisasi-organisasi internasional yang secara aktif menyebarluaskan teknologi ini seperti Pan Ocean Remote Sensing Conference (PORSEC) secara rutin melaksanakan kegiatan training, workshop dan symposium. Satelit altimeter menghasilkan data TPL (sea surface height). Data satelit altimeter telah tersedia secara kontinu sejak diluncurkan satelit TOPEX tahun 1992, hingga saat ini sudah tersedia data selama 17 tahun untuk seluruh perairan dunia. Data satelit ini dapat diolah untuk berbagai keperluan diantaranya untuk mengetahui tren kenaikan TPL. Hasil analisis data TPL dari satelit menunjukkan terjadinya di kenaikan paras laut global sebesar 3,4 mm/tahun. Selain untuk mengamati TPL, data satelit altimeter juga dapat digunakan untuk memetakan arus geostrofik di laut. Peta ini berguna untuk menentukan alur pelayaran yang efektif untuk kapal-kapal yang berlayar mengarungi lautan dan juga untuk membantu eksplorasi di ajungan minyak laut lepas. Pengalaman Prof. Leben yang membantu penyediaan data altimeter untuk usaha pengeboran minyak laut dalam di Teluk Mexico menunjukkan bahwa informasi arus eddy dari satelit altimeter dapat mengurangi biaya eksplorasi secara signifikan. Data altimeter juga dapat digunakan untuk memprediksi daerah penangkapan

Memantau minyak di permukaan laut Sensor satelit khususnya yang bekerja pada panjang gelombang mikro mampu mendeteksi adanya lapisan minyak di permukaan laut karena energi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan lapisan minyak berbeda dengan permukaan laut tanpa lapisan minyak. Lapisan minyak menyebabkan permukaan laut relatif datar sehingga energi gelombang elektromagnetik (backscattering) yang terdeteksi sensor dari lapisan minyak lebih kecil dibandingkan dengan permukaan laut tanpa lapisan. Pada citra satelit RADAR, perairan yang mengandung minyak akan terlihat lebih gelap dibandingkan dengan sekitarnya. Dengan demikian citra satelit dapat digunakan untuk tujuan eksplorasi minyak dan juga memantau pencemaran minyak di laut. Pencemaran umumnya berasal dari limpah buangan dan kecelakaan kapal di suatu perairan maupun pencemaran yang terjadi akibat bencana kebocoran anjungan pengeboran minyak seperti peristiwa yang terjadi di Teluk Mexico tahun 2010 dan di Selat Timor tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai