Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS MANAJEMEN ANESTESI PADA ANAK DENGAN CHORDEE WITHOUT HYPOSPADIA

Pembimbing dr. Widodo, Sp.An dr. Iranima, Sp.An

DisusunOleh Belanny Dwi D. Syairah Banu

BagianAnestesi RSUD GunungJati 15 Juli 2013 03 Agustus 2013

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini1. Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman. Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi 1,2. I.1 Faktor-Faktor yang Mendasari Perbedaan Dalam Melakukan Anestesi pada Pediatrik dibandingkan dengan Orang Dewasa I.1.1 Pernafasan. Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding orang dewasa. Pada orok dan bayi antara 30 - 40 x semenit. Tipe pemafasan; orok, dan bayi ialah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada kedua bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan. Paru-paru lebih mudah rusak karena tekanan ventilasi yang berlebihan, sehingga menyebabkan pneumotoraks, atau pneumomediastinum 4. Laju metabolisme yang tinggi menyebabkan cadangan oksigen yang jauh lebih kecil; sehingga kurangnya kadar oksigen yang tersedia pada udara inspirasi, dapat menyebabkan terjadinya bahaya hipoksia yang lebih cepat dibandingkan pada orang dewasa. Neonatus tampaknya lebih dapat bertahan terbadap gangguan hipoksia daripada anak yang besar dan orang dewasa, tetapi hal ini bukan alasan untuk mengabaikan hipoksia pada neonatus 4. Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa2 : 1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar 2. Laring yang letaknya lebih anterior 3. Epiglottis yang lebih panjang 4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa 5. Cartilago tiroid berdekatan yang dengan airway terletak

Tabel 1. Perbedaan fisiologi pernafasaan anak dan dewasa

I.1.2 Kardio-Sirkulasi. Frekuensi jantung/nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 x permenit. Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang lebih dominan. Kadar hemoglobin orok tinggi (16-20 gr%), tetapi kemtidian menurun sampai usia 6 bulan (10-12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi HbA (adult). Jumlah darah bayi secara absoluts sedikit, walaupun untuk perhitungan mengandung 90 miligram berat badan Karena itu perdarahan dapat menimbulkan gangguan sistem kardiosirkulasi. Dan juga duktus arteriosus dan foramina pada septa interatrium dan interventrikel belum menutup selama beberapa hari setelah lahir 4

umur Preterm 1000g Baru lahit 6 bulan 2 tahun 4 tahun


8 tahun

Heart Rate 130-150 110-150 80-150 85-125 75-115


60-110

Tekanan Systolic 45 60-75 95 95 98


112

Tekanan Diastolic 25 27 45 50 57
60

Tabel 2. Perbedaan heart rate, dan tekanan darah pada pediatric berdasarkan umur

Bayi bersifat poikilotennik, karena luas permukaan tubuhnya relative lebih luas dibanding orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan bahaya hipotermia pada lingkungan yang dingin, dan hipertermia pada lingkungan yang panas. Disamping itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus belum berkembang dengan baik1,6,7

I.1.3. Cairan tubuh. Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air yaitu dari berat badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun menjadi 65% clan setelah dewasa menjadi 55-60 %. Cairan ekstrasel orok ialah 40% dari berat badan, sedangkan pada dewasa ialah 20%. Pada Tabel 4. dapat dilihat perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur. Umur Premature Baru lahit 3 bulan-1 tahun >1tahun Dewasa EBV 90-100cc/kg 80-90 cc/kg 70-80 cc/kg 70 cc/kg 55-60 cc/kg

Tabel 3. Perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur .

I.2 Penerapan Anestesi pada Pediatri I.2.1. Tahap Pra Bedah Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam sebelum tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita .sangat penting untuk memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesia yang akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita mengadakan penilaian tentang keadaan. umum, keadaan fisik dan mental penderita untuk mengklasifikasikan penderita sesuai klasifikasi ASA. Selain itu kunjungan pra-anestesia juga dilakukan untuk mempertimbangkan lama puasa yang dibutuhkan penderita sebelum menjalani operasi. Puasa merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien anak. Dulu pentingnya puasa tidak begitu diapresiasi dengan baik. Namun setelah ada laporan bahwa regurgitasi dan refluks gaster yang sering terjadi pada anak yang tidak dipuasakan, akhinya puasa menjadi suatu persiapan pre operasi yang mulai banyak digunakan 5 Lamanya puasa yang dibutuhkan tergantung dari banyak factor, seperti jenis operasi, waktu makan terakhir samapi terjadinya cedera (pada operasi emergensi),tipe makanan, dan pengobatan yang diberikan pada pasien sebelum operasi.

Tipe makanan Cairan


Rekomendasi lama puasa Minimum 2 jam Minimum 4 jam Penganganan tersendiri (pasang NGT, dll) Minimum 4 jam Minimum 6 jam 1 hari sebelum operasi Penanganan tersendiri

Pasien sehat Pasien sakit Operasi emergensi ASI Susu non ASI Operasi elektif Operasi emergensi

Susu

Padat

Tabel 6. Rekomendasi waktu puasa pada tahap pra-bedah

I.2.2.Premedikasi pada anak Anak-anak dan orang tuanya sering merasa cemas saat-saat pre operatif. Kecemasan saat pre-operasi dapat bervariasi dengan berbagai macam cara. Sesuai dengan umurnya, bentukbentuk kecemasan ini dapat berupa verbal atau tingkah laku. Menangis, agitasi, retensi urine, nafas dalam, tak mau bicara, pernafasan dalam, merupakan bentuk dari anak yang cemas. Kecemasan ini dapat mencapai puncaknya saat induksi anestesi. Ada berbagai cara untuk menekan kecemasan pre-operatif ini. Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat mereka menjadi kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini: 1. Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi terlalu takut akan ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi berikutnya. 2. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi merasa kehadiran orang tuanya pada saat induksi tidak akan menguntungkan. 3. anak-anak yang terbatas komunikasinya yang disebabkan karena keterbelakangan mental (misalnya autisme), dan orang tua berperan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan sang anak saat induksi 4. Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada usaha perlawanan dari ataupun sikap tidak kooperatif, atau menangis dari sang anak.

5. Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering merasa ketakutan akan kehilangan penampilan tubuhnya, kematian. Tidak ada kesepakatan yang pasti akan keuntungan dari premedikasi pada anak-anak. Terutama pada bayi. Namun seorang anak yang kooperatif dan ter-sedasi, dapat mengurangi level kecemasan pada orang tuanya sendiri yang mungkin dapat berpengaruh terhadap persiapan pre-operasi atau bahkan terhadap sikap anaknya sendiri. Anak-anak dan orang tuanya mendapatkan keuntungan yang berbeda dari premedikasi: amnesia, analgesia, mengurangi cemas (baik terhadap pasien sendiri ataupun orang tuanya), dan sikap kooperatif. Seringkali tujuan dari premedikasi adalah menciptakan seorang pasien anak-anak yang tenang, kooperatif , dan mudah dipisahkan dari orang tuanya dan menuruti instruksi dari sang ahli anestesi. Namun kebutuhan dan metode dari premedikasi akan berbeda berdasarkan kebutuhan pasien, orang tua pasien, prosedur bedah, dan juga tempramen sang ahli anestesi. Ada beberapa kelompok anak-anak yang memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami komplikasi, dan perhatian lebih tentu harus diberikan sebelum premedikasi dilakukan. Riwayat spesifik seperti obstruksi saluran pernafasan atas, aspirasi, kontrol refleks yang buruk, batuk dan muntah yang tak terkoordinasi, harus diperhatikan sebelum pemberian premedikasi. Riwayat apnoe, obstruksi, merupakan kontraindikasi yang absolute. Anak-anak yang memiliki kelainan seperti di bawah ini harus diperlakukan secara berhati-hati dalam pemberian premedikasi: 1. Hipertropi Adenoid 2. Macroglossia Fungsional 3. Pasien dengan Kelainan Neurologi 4. Distrofi muscular. 5. Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg Banyak cara pemberian obat dalam premedikasi. Oral dan rectal merupakan cara yang sering dipilih. Meskipn begitu, bukan berarti kedua cara di atas merupakan cara yang paling aman, dimana tidak dapat diramalkan karena fluktuasi dari bioavalabilitas dan substansi first past effect.

1.2.3 Induksi Pada Anak Cara induksi pada pasien pediatric tergantung pada umur, status fisik ,dan tipe operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik tersendiri dalam menginduksi pasien pediatric, namun juga harus memiliki rencana kedua jika rencana pertama gagal dilakukan yang mungkin disebabkan oleh situasi klinik tertentu. Namun, apapun jenis situasi klinik yang dialami, tujuan dari induksi adalah sama, yaitu 5: Memisahkan sang pasien dari orangtuanya sebisa mungkin Pasien bersikap kooperatif saat dilakukan induksi Induksi yang berjalan mulus tanpa komplikasi apapun Pencapaian dan pemantauan system respirasi, kardiovaskular, dan cairan yang stabil selama induksi Tercapainya efek hipnotik, sedative dan relaksasi Ahli anestesi harus memiliki informasi yang adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental (kooperatif/tidak) pasien. Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan tergantung pada ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan rencana airway manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu dan ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang sesuai, dan juga oral airway. Laringoskop harus di cek apakah berfungsi dengan baik, dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan. Obat obatan , tube trakea, stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam persiapan. Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus dipersiapkan. Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, yang cenderung untuk terjadinya hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu harus disesuaikan juga, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga suhu pasien. Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat dikerjakan secara: a. Induksi inhalasi. Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam oksigen 50%.

Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka penderita. b. Induksi intravena. Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak. Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular. 1 1.2.4. Intubasi. Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anakanak dengan berat badan kurang dari 5 kg, dan dapat berbahaya.Risiko stridor meningkat karena pembengkakan mukosa pada saluran pernapasan kecil akibat ititasi laring oleh pipa, perala tan atau uap. Pipa tak bertutup yang cukup kecil untuk pengeluaran gas dapat dipakai. Suatu bungkus tenggorokan akan menghentikan cairan melalui pipa yang masuk ke paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang dari 5 kg tidak dapat mempertahankan pemapasan spontan dengan pipa trakea yang sempit, sehingga hams diberikan ventilasi. 4 Para ahli anestesi harus memutuskan antara penggunaan masker anestesi dan intubasi. Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau tanpa bantuan relaksan otot. Pada anak yang kecil, atau jika terdapat kelainan saluran pemapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi sampai pipa dapat disisipkan sementara pernapasan spontan berlangsung. Jika terdapat keraguan tentang kemampuan saluran pernapasan untuk dilalui pipa, seorang ahli anestesi barus memperlibatkan babwa ia dapat memberikan ventilasi pada paru menggunakan kantong, dan masker sebelum membuat penderita menjadi lumpuh dengan relaksan otot Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. Kepala bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis padajalan nafas bagian atas, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi. Blade laringkoskop yang lebib kecil digunakan untuk anak, jenisnya tergantung pada pilihan ahli anestesi dan adanya gangguan saluran pernapasan. Pipa trakea dipilih

berdasarkan prinsip bahwa pipa yang dapat dibengkokkan tidak digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus disiapkan bila diperlukan. Daerah aliran udara paling sempit pada anak kecil adalah di bawah pita suara. Intubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau diperkirakan akan menjumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia kurang dari 10-14 hari . Hati-hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan dalam otak akibat laringoskopi dan intubasi. Lebih digemari intubasi sesudah tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot. Kalau tidak menggunakan pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam lalu diberikan analgesia topikal barn dikerjakan intubasi. Dengan pelumpuh otot digunakan suksinil-kolin dosis 2 mg/kgBB secara intravena setelah bayi/anak tidur. Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea .sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung. Bayi prematur menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm, bayi cukup bulan 2.53.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sam pail tahun 4.5 mm. Untuk usia diatas 1 tahun digunakan minus sebagai berikut: Garis tengah bagian dalam pipa trakea ialah : umur dalam tahun /4+ 4. 5 mm. Pilihlah pipa trakea yang paling besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada tekanan inspirasi 20-25 em H20 terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan pipa mulut faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat. Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi. Peralatan dengan ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees harus digunakan. Neonatus harus dijaga agar tetap hangat, karena daerah permukaan kulit yang luas dibandingkan massa tubuhnya, perkembangan system pengaturan suhu yang belum berkembang, dan lemaknya masih merupakan penyekat tubuh yang buruk. Suhu ruang bedah sekurang-kurangnya 22C (75F), selimut, dan kasur hangat digunakan 1.2.5 Pemeliharaan anestesia.

Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali. Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pacta bayi hanya untuk tindakan ringan yang tidak lama. Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dic;ampur dengan 02 perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran atau isofluran. Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas 10 kg .Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara sedikit demi sedikit. Infus. Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan banyaknya cairan yang hilang. Untuk bedah kecil, ringan sebentar dengan perdarahan yang sangat minimal tidak diperlukan terapi cairan. Apalagi segera setelah pembedahan diperbolehkan mmum. Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka untuk memasukkan obat-obatan pacta waktu anestesia, atau kalau diperlu kan infus segera dapat diberikan. Biasanya dipasang semprit berisi NaCI fisiologis dengan jarum sayap Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktupuasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-sebab lain misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain-lainnya. Besamya cairan yang hilang akibat trauma bedah/anestesia yang hams diganti menurut Lockhart1 Cairan yang seharusnya masuk,karena puasa harus dtganti. Misalnya puasa 6 jam harus diganti 25% dari kebutuhan.dasar 2,.4 jam. Cara menggantinya sebagai berikut: -Pada jam I diberikan 50% nya - Pada jam II diberikan 25% nya - Pada jam III diberikan 25% oya Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat

Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan1: 1. mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain penutup dan lain-lain. 2. mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada neonatus harus diganti dengan darah. 1.2.6. Tahap Pasca Bedah Pengakhiran anestesia. Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu. Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,20,4mg secara titrasi. Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan. bergerakgerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi. Perawatan di Ruang Pulih Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu. skomya menurut Lockhart1 Tabel 7. Skor pulih menurut Lockhart. Jumlah skor keseluruhan di bawah adalah 8, dimana penderita boleh pindah ke ruangan Yang Dinilai Pergerakan Nilai 2

Gerak bertujuan Gerak tak bertujuan

1 0 2 1 0 2

diam Pernafasan teratur, batuk , menangis depresi perlu dibantu merah muda pucat

Warna

1 0 2 1 0 2 1 0

sianosis Tekana Darah berubah sekitar 20% berubah 20-30%

berubah lebih dari 30% Kesadaran benar-benar sadar bereaksi tak bereaksi

Komplikasi Semua pasien, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko untuk mengalami komplikasi pada anestesi pediatric. Biasanya hal ini dapat ditanggulangi dengan acetaminophen 2 Mual dan munatah adalah hal yang paling sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan, bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.

BAB II ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama pasien. Pekerjaan Usia Jenis Kelamin Alamat Tanggal Masuk RS Tanggal Operasi : An. Azhar : Pelajar SD : 10 Tahun : Laki-Laki : Gunung Jati, cirebon : 17 Juli 2013 : 18 Juli 2013

ANAMNESA (ALOANAMNESA AYAH PASIEN) 1. Keluhan Utama Bentuk alat kelamin anak tidak lazim 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dibawa ke RSUD Gunung Jati dengan keluhan bentuk alat kelamin anak yang dirasa tidak lazim. Keluhan sudah disadari sejak anak usia 1 tahun, namun orang tua berpikir kelainan akan membaik seiring pertambahan umur sehingga tidak dibawa berobat. Seiring dengan pertambahan umur, bentuk alat kelamin anak semakin tidak lazim sehingga 1 bulan SMRS pasien dibawa ke puskesmas dan disarankan untuk ke rumah sakit. Pancaran air seni baik, riwayat air seni keluar dari bawah penis disangkal. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat operasi / anestesi sebelumnya Riwayat alergi obat Riwayat asma Riwayat batuk pilek dalam 1 minggu terakhir : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

4. Riwayat Keluarga Riwayat penyakit paru Riwayat penyakit jantung : disangkal : disangkal

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign : Tampak baik : Composmentis. GCS: E4V5M6 : TekananDarah Nadi Respirasi Suhu Kepala Mata THT : Normocephal : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-) : Kedua telinga lapang, tidak keluar cairan Hidung simetris, rhinorrhea (-) Tenggorokan tidak hiperemis Leher Thoraks Abdomen Ekstremitas : Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran thyroid : Cor BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronki -/: Cembung, BisingUsus (+) : Akral hangat Edema (-) Sianosis (-) PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb Ht Leukosit Trombosit : 12,6 gr/dl : 38,0 % : 7.300/mm3 : 276.000/mm3 : 90/50 mmHg : 103 kali/menit : 20 kali/menit : 36,4C

Glukosa sewaktu Ureum Kreatinin Asam urat SGOT SGPT Albumin DIAGNOSIS

: 100 mg/dL : 18 mg/dL : 0,6 mg/dL : 3,4 mg/dL : 27 U/L : 16 U/L : 4,1 mg/dL

Chordee without hypospadia PENATALAKSANAAN Terapi Operatif : chordektomi

TINDAKAN ANESTESI 1. Persiapan anestesi Pkl 11.50 dilakukan pemeriksaan kembali identitas pasien, persetujuan operasi, lembar konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat-alat yang diperlukan Pkl 12.00 pasien tidak kooperatif sehingga diberikan injeksi midazolam 6 mg IV Infus RL 16 gtt/menit Pakaian pasien diganti pakaian operasi

2. Ruang Operasi a. Pengaturan posisi pasien dan persiapan anestesi o Dilakukan pengecekan mesin anestesi o Pkl 12.10 pasien masuk kamar operasi di pasang manset dan monitor. Pasien diposisikan berbaring terlentang dan dibuat nyaman. TD 109/63 mmHg, N: 102x/menit, saturasi O2 99% b. Premedikasi Pkl 12.15 dilakukan injeksi petidin 25 mg iv

c. Induksi & Intubasi Pkl 12.20 dilakukan induksi dengan injeksi propofol 60 mg IV dan atrakurium 10 mg IV. Kepala segera diekstensikan, dipasang sungkup O2 2 L/menit. Setelah reflex bulu mata menghilang dilakukan intubasi endotrakea dengan menggunakan ET No. 5,5 dengan bantuan laringoskop, balon ET dikembangkan, kemudian dipasang Guedel. Dilakukan pengecekan posisi ET dengan melihat pergerakan dinding dada, membandingkan suara nafas lapang paru kiri dan kanan, kemudian ET difiksasi dan dihubungkan dengan mesin anestesi. d. Maintenance o APL di set pada closed system, dengan automatic mode; tidal volume 204 mL dengan RR 16x/menit, dialirkan N2O 2 L/menit, O2 2 L/menit, enflurane 2,5 vol%. o Pkl. 12.30 Operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 5 menit. Infus terpasang RL. o Operasi berlangsung 1 jam 5 menit e. Monitoring selama anestesi Jam 12.10 12.15 12.20 12.25 12.35 12.50 13.05 13.20 13.35 13.40 Tensi 109/63 102/60 100/62 97/52 104/58 110/61 105/62 114/69 102/61 110/67 Nadi/menit SpO2 102 110 116 96 113 122 115 121 115 118 99% 99% 99% 99% 99% 99% 99% 99% 99% 99% Operasi Selesai, ekstubasi dan dipindahkan ke RR 3. Perawatan Ruang Pemulihan Keterangan Masuk ruang operasi, infuse RL 500cc Injeksi petidin 25 mg IV Injeksi propofol 60 mg, atrakurium 10 mg, intubasi endotrakea Enflurane 2,5% -> 2% Operasi dimulai

a. Pasien di rawat di RR dalam posisi supine, diberikan oksigen 2 L/menit, diawasi tingkat kesadaran, kondisi umum dan tanda vital. b. Aldrete skor = 10

BAB III PEMBAHASAN

Pada pasien diatas dari pre operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang) didapatkan status fisik pasien diklasifikasikan sebagai ASA I yaitu pasien sehat baik secara organik, fisiologik, psikiatrik, maupun biokimia. Secara keseluruhan, tidak didapatkan aspek-aspek yang dapat memperberat proses anestesi selama pembedahan. Namun saat persiapan sebelum masuk ke ruang operasi, pasien tidak kooperatif sehingga diberikan injeksi midazolam 6 mg IV. Tindakan premedikasi yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan. Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik digunakan adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih adalah teknik balance anesthesia, nafas kendali dengan orotracheal tube nomor 5,5. Teknik ini dimulai dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolar, setelah itu dilakukan pemasangan pipa orotrakeal. Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi. Obat-obatan yang sering digunakan untuk induksi antar lain tiopental, propofol dan ketamin. Pada pasien ini diberikan propofol 60 mg iv. Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat, yang didistribusikan dan dieliminasikan dengan cepat. Propofol diberikan dengan dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/Kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/Kg. Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernapasan, apneu, bronkospasme, dan laringospasme. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, epistotonus, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri.

Pada pasien ini juga diberikan obat pelumpuh otot atracurium besylate 10 mg iv, yang merupakan nondepolaritation intermediete acting. Dosis intubasi dan relaksasi otot adalah 0,50,6 mg/kgBB (iv), dan dosis pemeliharaan yaitu 0,1-0,2 mg/kgBB (iv). Obat pelumpuh otot kalau perlu diulangi lagi dengan 1/3 dosis awal, yaitu apabila pasien tampak ada usaha bernafas spontan, cegukan, ada tahanan pada inflasi paru, atau otot perut mulai tegang. Menjelang akhir operasi saat mulai menjahit lapisan kulit diusahakan nafas spontan dengan membantu usaha nafas sendiri secara manual. Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang. Sungkup ditempatkan pada muka. Pasien kemudian diberikan maintenance O2 + N2O + isofluran. N2O mulai diberikan 2 L/menit dengan O2 2 L/menit untuk memperdalamkan anestesi, bersamaan dengan ini isofluran dibuka sampai 2,5 vol%. Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigen jaringan. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%, gas ini bersifat sebagai anestetik lemah tetapi analgetiknya kuat. Setelah pemberian dihentikan, isoflurane cepat dikeluarkan oleh tubuh. Ekstubasi dapat segera dilakukan setelah napas spontan normal kembali dengan volume tidal 300 ml. O2 diberikan terus (5-6 L) selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi. Apabila nafas tetap lemah setelah ditunggu beberapa menit dapat diberi obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum diekstubasi yaitu neostigmin (prostigmin) dosis 0,04 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, atau fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kg. Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Di ruang inilah pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. Pada saat di RR, dilakukan monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen, EKG, denyut nadi hingga kondisi stabil. Oksigen selalu diberikan sampai pasien sadar penuh. Pasien hendaknya jangan dikirim ke ruangan sebelum sadar, tenang, reflek jalan nafas sudah aktif, tekanan darah, nadi dalam batas normal. Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Lockherte/Aldrete lebih dari 7. Sedangkan pada pasien diatas, didapatkan skornya 10 sehingga pasien dapat dipindahkan ke tempat perawatan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta. 1989: 115-122. 2. Anonimus, Pediatric Anesthesiolgy:The Basics.http://www.anesthesia.wisc.edu/ med3/ Peds/ pedshandout.html. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007 3. Anonimus. Anatomy of The Respiratory System.http://www.ohsuhealth.com/dch/ health/ respire/acute_lower_bronchio. html Diakses pada tanggal 3 Februari 2007. 4. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor: Wulandari WD. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1994 : 134-141. 5. Bissonette B, Dalens BJ. Pediatric Anesthesia: Principles And Practice. McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York.2002 : 405-413, 483-503 6. Anonimus. 3 Februari 2007 7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia.http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/ clinical/ped%20orient.htm. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007 8. Anonimus. Intubation. http://afghan.smugmug.com/ gallery/12618/6/ 6084 Parent Present Induction. http://www.archildrens.org/

medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp. Diakses pada tanggal

Anda mungkin juga menyukai