Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

Undang undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 menekankan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayan kesehatan. Hal ini terlihat dengan adanya pesan agar tenaga kesehatan melakukan fungsinya secara profesional, sesuai dengan standar dan pedoman. Kebutuhan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia, paling tidak dipengaruhi oleh 3 perubahan besar, yang memberikan tantangan dan peluang. Perubahan itu adalah: (1) sumber daya yang terbatas, (2) adanya kebijakan desentralisasi (decentralization policy), (3) berkembangnya kesadaran akan pentingnya mutu (quality awareness) dalam pelayanan kesehatan. Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care. Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kinerja pelayanan, agar pelayanan kesehatan memberi jaminan keamanan dan kepuasan kepada pasien dan masyarakat pengguna. Oleh karena itu, mutu, keamanan atau keselamatan, dan profesionalisme menjadi fokus perhatian bagi penyelenggara pelayanan kesehatan baik pada pelayanan dasar maupun pelayanan rujukan.

Sekalipun jumlah dan penyebaran sarana kesehatan dinilai telah memadai, namun jika ditinjau dari aspek mutu, pelayanan masih dibawah standar. Beberapa sarana kesehatan lainnya, seperti rumah sakit bahkan belum memenuhi standar minimal. Persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan menjadi masih jauh dari yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku masih sulit diperoleh. Oleh karena itu program menjaga mutu disini berperan penting untuk turut meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality). Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun pada akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat memperkecil timbulnya berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. MUTU PELAYANAN A. Pengertian Mutu mengandung pengertian yang sangat luas dan beragam, tergantung dari sudut pandang atau persepsi masing masing orang. Para pakar mutu memberikan definisi mutu yang sangat beragam pula. Empat pakar yang dapat dianggap sebagai guru dibidang mutu mengemukakan: Mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (Philip B. Crosby) Rumah sakit dianggap bermutu jika mempunyai tenaga ahli, seperti dokter spesialis, ahli gizi, ahli rehabilitasi, dan lain-lain. Mutu merupakan pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan yang terus menerus (W. Edwards Deming). Pentingnya pembentukan tim mutu sangat ditekankan seperti yang telah kita kenal selama ini, sebagai contoh Tim Epidemiologi kabupaten/kota (TEK) dan Tim Epidemiologi Puskesmas (TEPUS) atau Gugus Kendali Mutu (GKM). Mutu adalah kesesuaian denganharapan pelanggan (Joseph M. Juran). Untuk itu pelayanan kesehatan harus berorientasi dengan keinginan pelanggan yang menginginkan pelayanan kesehatan yang baik, cepat, ramah, nyaman dan terjangkau. Mutu merupakan kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal (K. Ishikawa). Kepuasan tidak hanya bagi pelanggan atau pasien akan tetapi juga bagi petugas kesehatan. Oleh karenanya, apabila kepuasan petugas

kesehatan terpenuhi, diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pasien dan pelanggan. Dalam bidang kesehatn pengertian mutu dapat diwakili oleh pandangan ovreitveit (1996) yang mendefinisikan mutu sebagai terpenuhnya keinginan seseorang yang paling membutuhkan pelayanan. Departemen kesehatan mendefinisikan mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata rata pelanggan, serta diberikan sesuai dengan standard an etika profesi.

B. Dimensi Mutu Dari beberapa pengertian mutu, segeralah mudah dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Dari beberapa pakar mutu yang memperhatiakn berbagai sudut pandang, dapat dirangkum ada 9 dimensi mutu: a. Manfaat : pelayanan yang diberikan menunjukan menfaat dan hasil yang diinginkan b. Ketepatan: pelayanan yang diberikan relevan dengan kebutuhan pasien dan sesuai dengan standar keprofesian. c. Ketersediaan: pelayanan yang dibutuhkan tersedia.

d. Keterjangkauan: pelayanan yang diberikan dapat dicapai dan mampu dibiayai oleh pasien. e. Kenyamanan: pelayanan diberikan dalam suasana yang nyaman f. Hubungan interpesonal: pelayanan yang diberikan memperhatikan komunikasi, rasa hormat, perhatian dan empati yang baik. g. waktu: pelayanan yang diberikan memperhatikan waktu tunggu pasien dan tepat waktu sesuai dengan perjanjian. h. kesinambungan: pelayanan kesehatan yang diberikan dilaksanakan secara berkesinambungan, pasien yang memerlukan tindak lanjut perawatan perlu ditindaklanjuti, ibu hamil yang sudah mendapatkan pemeriksaan pertama(K1) perlu ditinddak lanjuti untuk pemeriksaan selanjutnya. i. legitimasi dan akuntabilitas: pelayanan yang diberikan dapat

dipertanggungjawabkan, baik dari aspek medik maupun aspek hukum. Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan. Menurut Roberts dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah: a. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien. b. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika

profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. c. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan kesehatan mengurangi kerugian dari penyandang dana. C. Falsafah Mutu Mutu pelayanan mempunyai falsafah, landasan pengetahuan dan dasar teori bahwa perbaikan mutu merupakan upaya transformasi budaya kerja organisasi melalui pengalaman belajar sehingga merubah cara berpikir setiap orang yang terlibat dalam organisasi dan cara organisasi dikelola, sehingga merubah kearah yang lebih baik.

D. Manajemen Mutu Manajemen mutu adalah struktur manajemen yang memayungi semua proses dan aktivitas yang terkait dengan upaya peningkatan mutu dan jaminan mutu. Manajemen mutu bertanggungjawab terhadap fungsi koordinasi dan fasilitas tim jaminan mutu dalam organisasi, khususnya terlibat dalam seleksi dan rekruitmen tenaga kesehatan, alokasi sumberdaya pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program jaminan mutu.

E. Jaminan Mutu Jaminan mutu adalah suatu proses pengukuran derajat kesempurnaan penampilan kerja, dibanding dengan standar dan dilakukan tindakan perbaikan yang sistematikdan berkesinambungan untuk mencapai mutu penampilan kerja yang optimum sesuai standar dan sumberdaya yang ada.

F. Prinsip Jaminan Mutu Secara umum, prinsip pendekatan jaminan mutu terdiri atas: 1. Bekerja dalam tim 2. Memberikan fokus perubahan pada proses 3. Mempunyai orientasi kinerja pada pelanggan 4. Pengambilan keputusan berdasarkan data 5. Adanya komitmen pimpinandan keterlibatan bawahan dalam perbaikan proses pelayanan.

B. PROGRAM MENJAGA MUTU PELAYANAN KESEHATAN 1. Pengertian Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah: a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).

b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988). c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988). d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988). Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

2. Tujuan Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Tujuan antara Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan. b. Tujuan akhir Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.

3. Manfaat Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah: a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.

b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah. c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

d. Dapat

melindungi

pelaksana

pelayanan

kesehatan

dari

kemungkinan munculnya gugatan hukum Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan

10

berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.

4. Syarat Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah : a. Bersifat khas Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu. b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik. c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik. d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan,

11

terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik. e. Mudah dilaksanakan Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri ( Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .

f. Mudah dimengerti Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan

pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.

5. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance) Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga jenis : a. Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance) Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.

12

Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization), perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation). b. Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance) Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan. c. Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance) Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survei klien dan lainlain.

6. Metoda Yang Digunakan Pada Program Menjaga Mutu Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai kebutuhan. Metoda yang digunakan adalah : a. Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan

13

menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus. b. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan. c. Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien. d. Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien. Salah satu contoh program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, yaitu Program PKPS-BBM 2005 Bidang Kesehatan. Program PKPS-BBM 2005 ditujukan terutama bagi penduduk miskin dan tidak mampu, agar memperoleh taraf kesehatan yang lebih baik (Manlak Depkes, 2005). Program dimulai awal tahun 2005, mencakup seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah di kabupaten/kota se-Indonesia dengan alokasi budget Rp. 3.875 trilyun setahun (DIPA 2005, Depkeu). Pada intinya, PKPSBBM 2005 Bidkes memberikan pelayanan gratis bagi penduduk miskin dan tidak mampu di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan kesehatan rujukan dan rawat inap kelas tiga gratis di RS pemerintah/BP4/BKMM/ BKIM dan RS swasta yang ditunjuk.

C. PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU 1. Pengertian Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat

14

kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi. Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan tingkat kepuasan ratarata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan, namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam: a. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.

Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai: Hubungan relationship). Kenyamanan pelayanan (Amenitis). Kebebasan melakukan pilihan (Choice). tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient

15

Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).

Efektifitas pelayanan (Effectives). Keamanan tindakan (Safety).

b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan . Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien.

Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai: Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available). Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate). Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue). Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable). Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible). Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable). Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient). Mutu pelayanan kesehatan (Quality).

16

2. Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan

(performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan. a. Unsur masukan Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce 1990). b. Unsur lingkungan

Adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan. c. Unsur proses

Adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

17

(standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).

3. Standar Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu. Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya: Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu. Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima ( Clinical Practice Guideline, 1990). Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannya berbeda, namun terkandung pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. Lazimnya tingkat ideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan maka disusun lah protokol. Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yang dipakai

18

sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.Jenis standar sesuai dengan unsurunsur yang terdapat dalam unsur-unsur rogram menjaga mutu, dan peranan yang dimiliki tersebut. Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan : 1. Standar persyaratan minimal

Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan dalam : o Standar masukan Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana sarana,peralatan, dana (modal).

o Standar lingkungan Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana. o Standar proses Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis, keperawatan dan non medis (standard of conduct), karena

19

baik dan tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses. 2. Standar penampilan minimal

Adalah standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau standar penampilan (Standard of Performance). Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu ditetapkan standar keluaran. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki. Dalam pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki, maka perlu disusun prioritas.

3. Indikator Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan. Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator, makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan. Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi : a. Indikator persyaratan minimal

Indikator persyaratan minimal terdiri dari : Indikator masukan (tenaga, sarana dan dana), Indikator lingkungan (kebijakan dan manajemen organisasi) Indikator proses (tindakan medis dan nonmedis)

20

Tujuan untuk mengukur faktor faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab) b. Indikator penampilan minimal

Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran (akibat), Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu. Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui (diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan). Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran. Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.

21

D. PROGRAM MENJAGA MUTU PELAYANAN DI RUMAH SAKIT Program menjaga mutu merupakan salah satu faktor penting dan fundamental, khususnya bagi manajemen Rumah Sakit (RS), sebab menentukan hidup matinya pelayanan di RS. Sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia antara lain adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan dan semakin bermutu dan merata. Dalam upaya mencapai sasaran ini, maka ditetapkan peningkatan mutu pelayanan rumah sakit sebagai bagian dari tujuan program pembangunan kesehatan. Pelayanan rumah sakit di Indonesia secara umum cenderung belum mencapai kualitas optimal. Fenomena ini merupakan faktor mendasar yang mendorong pemerintah untuk melaksanakan akreditasi rumah sakit (redaksi jendela rumah sakit, 1996). Tujuan akreditasi, antara lain adalah memberikan jaminan dan kepuasan kepada customer dan masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kelak diselenggarakan sebaik mungkin (redaksi jendela rumah sakit, 1996). Kualitas pelayanan kesehatan seperti dirumah sakit, merupakan suatu fenomena yang unik, sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda diantara orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Menurut Azwar (1996), untuk mengatasi perbedaan diatas seyogiaya yang dipakai sebagai pedoman adalah hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntuan setiap pasien. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang berfungsi mewujudkan pranata upaya pelayanan kesehatan terbesar pada masyarakat dijaman moderen ini. Menurut Lumenta (1987), rumah sakit didirikan sebagai suatu tempat untuk memenuhi berbagai permintaan pasien dan dokter, agar penyelesaian masalah kesehatan dapat melaksanakan dengan baik. Keberhasilan rumah sakit untuk memecahkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat harus diakui. Berbagai keberhasilan yang dicapai telah pula menyebabkan tingginya tingkat ketergantungan sebagian masyarakat terhadap

22

rumah sakit untuk mengatasi berbagai keluhan kesehatannya (Foster and Anderson, 1986; Jhonson and Sargent, 1990). Berbagai keberhasilan yang telah dibuktikan, tidak berarti rumah sakit telah sepenuhnya dapat mengatasi masalah pelayanan kesehatannya. Selaras perkembangan masyarakat, tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Rumah sakit cenderung semakin meningkat. Berdasarkan pendapat Mills et al (1991), dapat disimpulkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit telah menjadi masalah mendasar yang dihadapi sebagian besar rumah sakit di berbagai negara. Tuntutan ini menjadi dasar pengembangan organisasi kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan di berbagai negara melalui pelaksanaan desentralisasi. Kompleksitas masalah kualitas pelayanan rumah sakit tidak saja terkait dengan keterbatasan sumber daya dan lingkungan, tetapi juga bersumber dari perbedaan persepsi diantara pemakai jasa pelayanan, petugas kesehatan, dan pemerintah atau penyandang dana terhadap ukuran kualitas pelayanan kesehatan. Indikator pelayanan kesehatan yang dapat menjadi prioritas relatif sangat banyak, diantaranya adalah : a. Kinerja tenaga dokter, adalah perilaku atau penampilan dokter rumah sakit dalam proses pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan nono medis, tingkat kunjungan, sikap, dan penyampaian informasi. b. Kinerja tenaga perawat, adalah perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan nono medis, sikap, penyampaian informasi, dan tingkat kunjungan. c. Kondisi fisik, adalah keadaan saran rumah sakit dalam bentuk fisik seperti kamar rawat inap, jendela, pengaturan suhu, tempat tidur, kasur dan sprei. d. Makanan dan menu, adalah kualitas jenis atau bahan yang dimakan atau dikonsumsi pasien setiap harinya, seperti nasi, sayuran, ikan,

23

daging, buah-buahan, dan minuman. Menu makanan adalah pola pengaturan jenis makanan yang dikonsumsi oleh pasien. e. Sistem administrasi pelayanan, adalah proses pengaturan atau pengelolaan pasien di rumah sakit yang harus diikuti oleh pasien (rujukan dan biasa), mulai dari kegiatan pendaftaran sampai pasien rawat inap. f. Pembiayaan, adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada rumah sakit selaras pelayanan yang diterima oleh pasien, seperti biaya dokter, obatobatan, makan, dan kamar. g. Rekam medis, adalah catatan atau dokumentasi mengenai perkembangan kondisi kesehatan pasien yang meliputi diagnosis perjalanan penyakit, proses pengobatan dan tindakan medis dan hasil pelayanan. Indikator pelayanan kesehatan yang dipilih pasien sebagai prioritas ukuran kualitas pelayanan kesehatan, cenderung akan menjadi sumber utama terbentuknya tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaanya, terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit; atau dapat dinyatakan sebagai cara pasien rumah sakit mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan. Tingkat kepuasan pasien menunjuk pada prioritas indikator kualitas pelayanan kesehatan. Selaras bahwa kepuasan merupakan hasil penilaian perasaan yang lebih bersifat subjektif, maka hal ini menunjuk pada dimensi abstrak yang relatif abstrak atau kurang eksak, para ahli telah banyak mengembangkan model pengukuran yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi dimensi abstrak dari suatu penomena (dimensi keperibadian, sikap, atau perilaku) agar lebih mudah dipahami.

24

Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan Likert (dikenal dengan istilah skala Likert), kepuasan pasien dapat dikategorikan dan dikuantifikasi, seperti: a. Sangat puas, diartikan sebagai ukuran subjektif hasil hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi); yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang paling tinggi. b. Agak puas, diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau agak kurang ramah, yang seluruhnya hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang. c. Tidak puas, diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasienyang rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administasi), atau tidak ramah, yang seluruhnya hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah. Penilaian baik buruknya mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari 4 komponen, yaitu : a. Aspek klinis, yaitu pelayanan medis dokter, perawat, dan terkait teknis medis. b. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien, seperti jatuh, kebakaran, dll c. Efisiensi dan efektifitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna.tepat terapi dan diagnosa. d. Kepuasan pasien, yaitu kenyamanan pasien, keramafan dan lain-lain

25

Dengan program menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, diharapkan roda organisasi dan pelayanan rumah sakit dapat berjalan dengan lancar, sehingga rumah sakit dapat dikelola secara efisien dan efektif; yang pada akhirnya akan meningkatkan citra rumah sakit. E. PROGRAM MENJAGA MUTU KESEHATAN DI FASILITAS KESEHATAN PRIMER Sebagai sarana terdepan pelayanan kesehatan di Indonesia, Puskesmas berperan sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Melalui penerapan program jaminan mutu puskesmas diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan utama sarana pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat.. Puskesmas harus memiliki loyalitas tinggi dalam menjalankan komitmennya untuk memberikan pelayanan bermutu sesuai dengan program kerja tahunan yang telah ditetapkan. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, khususnya dinas kesehatan dalam rangka untuk lebih meningkatkan kualitas mutu pelayanan medis puskesmas . 1. Kebijakan Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas a. Meningkatkan mutu SDM melalui tugas belajar, izin belajar, pelatihan teknis fungsional, kursus, seminar, lokakarya. Penerapan SPMKK Kebidanan dan Keperawatan. b. Meningkatkan prasarana dan sarana seperti : rehabilitasi gedung Puskesmas, melengkapi sarana medis dan non medis c. Menerapkan manajemen pelayanan sesuai ISO 9001-2000 Puskesmas Umbulharjo II dan Mantrijeron (2005 ) d. Perubahan Pola Tarif Puskesmas Perda no 5/Th. 2006 e. Menyusun Sistem Kesehatan Kota (Th.2005 ) f. Menetapkan Standar Teknis Pelayanan (2006 ) g. Melaksanakan Unsur-Unsur dalam Pelayanan Prima sesuai KepMenPan tentang Pelayanan Publik. h. Melaksanakan Akuntabilitas Publik.

26

i. Pemanfaatan SIK dg TI untuk peningkatan pelayanan dan surveilans epidemiologi (dalam taraf proses pengembangan)

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah penting dan sudah merupakan tuntutan karena adanya berbagai faktor penyebab. Untuk mencapai hasil yang baik maka upaya tersebut harus dilaksanakan secara terpadu, multi disiplin, melibatkan seluruh karyawan terkait, pasien/keluarganya, serta hendaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan (built-in) dari pelayanan itu sendiri, yang harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.

2. Pelaksanaan Jaminan Mutu Di Puskesmas Kunci keberhasilan penerapan jaminan mutu di puskesmas tergantung pada kemempuan petugas Puskesmas untuk merubah budaya kerja. Perubahan budaya kerja ini membutuhkan komitmen pimpinan dan keterlibatan bawahan, kerjasama dalam tim, focus perbaikan pada proses pelayanan, mendengarkan keinginan dan harapan pelanggan serta pengambilan keputusan yang berdasarkan data. Oleh sebab itu, pelaksanaan jaminan mutu di Puskesmas difokuskan pada peningkatan keterampilan manajerial petugas Puskesmas dan perubahan kebiasaan kerja dalam organisasi. Langkah pelaksanaan Pelaksanaan jaminan mutu di Puskesmas dapat dilakukan dalam beberapa langkah di bawah ini: Langkah 1: Membangun Kesadaran Mutu Sebelum suatu program jaminan mutu dilaksanakan di Puskesmas, sebaiknya dilakukan suatu kegiatan penyadaran jaminan mutu, yang bertujuan untuk memberikan pemahaman pengertian dan kesadaran akan pentingnya upaya peningkatan mutu. Sebagai sebuah pendekatan, jaminan mutu mempunyai prinsip,

27

metode dan instrument atau alat Bantu yang harus dipahami dan dikuasai. Para petugas Puskesmas harus mendapat keyakinan bahwa pendekatan jaminan mutu akan memberikan perubahan yang bermakna bagi kualitas pelayanan mereka. Langkah 2: Pembentukan Tim Jaminan Mutu Tim ini haruslah mendapat surat keputusan, minimal dari Kepala Puskesmas, dan mendapat dukungan sepenuhnya dari Kepala Puskesmas dan petugas puskesmas lainnya. Langkah 3: Pembuatan Alur Kerja Dan Standar Pelayanan Adanya prosedur kerja dan adanya standar pelayanan profesi akan memperkecil variasi, baik dalam komponen masukan (input) maupun dalam proses, sehingga akhirnya akan didapatkan keluaran (output) yang sama dan konsisten. Oleh sebab itu, kerja tim jaminan mutu Puskesmas dapat dimulai dari pembuatan alur kerja seluruh komponen kegiatan Puskesmas: mulai dari alur kerja loket, alur kerja pelayanan, laboratorium, pengambilan obat, dan lain sebagainya. Langkah 4: Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Penilaian tingkat kepatuhan terhadap standar ini dapat dilakukan oleh rekan kerja dari puskesmas lain, atau rekan kerja dari puskesmas yang sama tetapi harus dijaga kerahasiaan rekan yang ditunjuk sebagai penilai. Untuk menilai tingkat kepatuhan, digunakan daftar tilik penilaian yang telah dikembangkan lebih dahulu. Daftar tilik adalah suatu instrument yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh pelayanan sesuai atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sesuai dengan kegunaannya, daftar tilik dapat digunakan untuk mengukur kelengkapan sarana dan prasarana; pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi teknis petugas, dan persepsi penerima pelayanan.

28

Langkah 5: Penyampaian Hasil Penilaian Tim Jaminan mutu Puskesmas mempunyai tanggung jawab untuk mengolah data dan menyajikan data temuan dalam salah satu rapat bulanan Puskesmas. Umpan balik atas data yang dikumpulkan sangat penting mengingat informasi ini akan digunakan sebagai dasar penentuan masalah dan dasar untuk pengambilan keputusan selanjutnya. Jika nilai tingkat kepatuhan terhadap standar mencapai angka di bawah 80 %, maka keadaan ini perlu diperbaiaki dengan melakukan intervensi terhadap penyebab rendahnya tingkat kepatuhan terhadap standar itu. Langkah 6: Survei Pelanggan Tim jaminan mutu Puskesmas secara pararel diharapkan dapat membuat prosedur atau kegiatan agar tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima dapat diketahui. Survey kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan secara sederhana, misalnya hanya dengan mengetahui persentase pasien yang tidak puas dengan pelayanan yang diterima melalui penyediaan dua kotak, yang satu bertuliskan puas dan satunya tidak puas. Survei ini dapat dilakukan selama 1 minggu atau laebih. Jika ditemukan lebih dari 5% pasien tidak puas, perlu dilakukan tindakan segera untuk mengetahui sebab-sebab ketidakpuasan pasien. Langkah 7: Penyusunan Rencana Kegiatan Setelah melakukan berbagai kegiatan untuk mengidentifikasikan

peremasalahan jaminan mutu di Puskesmas yang terkait denan alur kerja, tingkat kepatuhan terhadap standar, survey pasien dan permasalahan lain, maka tim jaminan mutu Puskesmas diharapkan mampu melakukan penyusunan rencana kegiatan untuk 312 bulan, sesuai dengan kebutuhan. Jika dianggap perlu, tim jaminan mutu sebelum menyusun rencana kegiatan, secara bersama-sama melakukan analisis permasalahan melalui siklus pemecahan masalah yang terdiri atas:

29

a. Identifikasi masalah b. Penentuan prioritas masalah c. Mencari penyebab masalah d. Mencari alternative pemecahan masalah e. Menetapkan pemecahan masalah f. Menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah Tentunya dalam rencana kegiatan tersebut juga memasukkan kegiatan pemantauan dan evaluasi kegiatan. Langkah 8: Pemantauan dan Supervisi Selama pelaksanaan kegiatan diharapkan penyelia (supervisor)

kabupaten/kota berkunjung secara berkala (misalnya tiap 1-3 bulan sekali) ke Puskesmas untuk memantau status kegiatan jaminan mutu di suatu puskesmas. Untuk itu, tim penyelia hendaknya mengembangkan daftar tilik kegiatan pemantauan yang mampu untuk menggambarkan paling tidak, kegiatan yang sudah dilakukan dan statusnya, masalah dan hambatan yang ditemui dan alternative pemecahan/rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ada. Perlu diketahui bahwa keberhasilan kegiatan pemantauan dan supervise sangat tegantung pada konsistensi kegiatan, kapasitas penyelia untuk memberikan bantuan teknis, daftar tilik pemantauan yang sederhana, data status kegiatan dan adanya dukungan pimpinan Puskesmas, kabupaten dan propinsi untuk mengatasi masalah dan hambatan yang muncul. Langkah 9: Evaluasi Pada akhir bulan kegiatan, tim jaminan mutu puskesmas hendaknya melakukan penyajian hasil kegiatan yang telah dilakukan bertempat di dinas kesehatan kabupaten/kota. Kegiatan ini sekaligus merupakan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.

30

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Djojosugito, Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data dan Informasi PERSI, Jakarta, 2001

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. 2005. Upaya meningkatkan mutu

pelayanan di Puskesmas http://www.kesehatan.jogja.go.id

Kota

Yogyakarta.

Emmyr F. Moeis. 1994. Budaya mutu sebagai bagian integral manajemen rumah sakit . www. kalbe.co.id.

Hendroyono, Agus. 2006. Internet.

Mutu Pelayanan Kesehatan & Service Recovery.

Laksono Trisantoro, Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Surabaya, 2005.

Pendukung Untuk Mahasiswa, Akademik, Pimpinan, organisasi, dan Praktisi Kesehatan. www.USU digital library.com

Siswianti, Valentina. 2006. Badan mutu pelayanan kesehatan Forum mutu Pelayanan Kesehatan (IHQN). Internet.

Utama, Surya. 2003. Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit, Referensi

31

Anda mungkin juga menyukai