Anda di halaman 1dari 7

SHALAT LAIL, SHALAT IFTITAH

DAN DO'A IFTITAH DALAM QIYAMU LAIL


(disidangkan pada hari Rabu, 26 Rajab 1428 H / 10 Agustus 2007 M)

Pertanyaan:
1.

Selama ini di kalangan umat Islam ada yang berpendapat shalat lail berbeda
dengan qiyamu Ramadhan, sehingga setelah qiyamu Ramadhan masih
diperbolehkan untuk melakukan shalat lail. Bagaimana sebenarnya?

2.

Dalam melaksanakan shalat lail atau qiyamu Ramadhan, di kalangan umat Islam
ada yang mengawalinya dengan shalat dua rakaat dan ada pula yang langsung
melakukan qiyamu Ramadhan. Bagaimana tuntunan yang benar menurut Hadits
Nabi saw?

3.

Apakah doa iftitah pada shalat dua rakaat sebelum qiyamu Ramadhan tersebut
hanya satu-satunya seperti yang tercantum dalam HPT?

Jawaban Pertanyaan No. 1:


Shalat lail adalah shalat sunat yang biasa dilakukan oleh Nabi saw pada waktu
malam hari. Menurut Muhammadiyah shalat lail disebut juga shalat tahajjud, witir,
qiyamul-lail dan qiyamu Ramadhan. (lihat HPT hal. 341)
Shalat lail disebut shalat tahajjud karena shalat tersebut dilaksanakan setelah
bangun tidur. Disebut shalat witir karena dalam melaksanakan shalat tersebut diakhiri
dengan witir (bilangan ganjil). Disebut qiyamul-lail karena shalat tersebut
dilaksanakan hanya pada waktu malam. Disebut qiyamu Ramadhan karena shalat
tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan dan istilah yang sering digunakan untuk
shalat lail di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih, karena dalam shalat malam
tersebut dilaksanakan dengan bacaan yang bagus dan lama dan setelah empat rakaat
pertama dan kedua ada istirahat sebentar. (al-'Utsaimin, Majalis Syahr Ramadhan)
Jawaban Pertanyaan No. 2:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dibaca ulang hadits-hadits Nabi saw
yang menjelaskan tentang pelaksanaan shalat iftitah.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tentang pelaksanaan shalat iftitah adalah
sebagai berikut:

1-















] .








]

Artinya: "Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw apabila akan
melaksanakan shalat lail, beliau memulai (membuka) shalatnya dengan (shalat) dua
rakaat yang ringan-ringan." [HR Muslim, bab ad-Du'a fi shalat al-lail wa qiyaamih]

2-












] .







]
Artinya: "Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda: Apabila
salah saeorang dari kamu akan melakukan shalat lail, hendaklah memulai
(membuka) shalatnya dengan dua rakaat yang ringan-ringan." [HR Muslim, bab adDu'a fi shalat al-lail wa qiyaamih]

3-












] .







]
Artinya: "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah saw bersabda:
"Apabila salah seorang dari kamu akan melaksanakan shalat lail, hendalah ia
melakukan shalat dua rakaat yang ringan-ringan." [HR Abu Dawud, bab Iftitah
Shalat al-Lail bi Rak'atain]

4-





































..









]]
Artinya: "Diriwayatkan dari Zaed bin Khalid al-Juhany ia berkata, sungguh saya
mencermati shalat Rasulullah saw. pada suatu malam, beliau shalat dua rakaat yang
ringan-ringan, kemudian shalat dua rakaat yang panjang (lama) sekali, lalu shalat
dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat
yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih
pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari
dua rakaat sebelumnya, lalu kemudian melakukan witir. Maka demikianlah, shalat
tigabelas rakaat." [HR Abu Dawud, bab fi Shalat al-Lail]

5-















































: ] ..






]
Artinya: "Diriwayatkan dari Zaed bin Khalid al-Juhany ia berkata, sungguh saya
mencermati shalat Rasulullah saw. pada suatu malam, beliau shalat dua rakaat yang
ringan-ringan, kemudian shalat dua rakaat yang panjang (lama) sekali, lalu shalat
dua rakaat yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat
2

yang lebih pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih
pendek dari dua rakaat sebelumnya, lalu shalat dua rakaat yang lebih pendek dari
dua rakaat sebelumnya,lalu kemudian melakukan witir. Maka demikianlah, shalat
tigabelas rakaat." [HR Ibnu Majah, bab Maa Ja-a fi Kam Yushalli bi al-Lail]

6-















] .






]
Artinya: "Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw. apabila akan
melaksanakan shalat lail, beliau memulai shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang
ringan-ringan." [HR Ahmad]

7-































.
.


















.








: ] ..


1874]
Artinya: "Diriwayatkan dari Abu Salamah Ibn Abdul Rahman bahwa ia bertanya
kepada Aisyah ra bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadlan. Aisyah
menjawab: Baik di bulan Ramadlan ataupun bukan bulan Ramadlan Rasulullah saw
melakukan shalat (lail) tidak lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat;
dan jangan ditanyakan tentang baik dan panjangnya shalat yang beliau lakukan.
Kemudian shalat lagi empat rakaat; (demikian pula) jangan ditanyakan tentang baik
dan panjangnya shalat yang beliau lakukan. Lalu beliau shalat tiga rakaat." [HR alBukhari, Kitab Shalat at-Tarawih, Bab Man Qama Ramadhan]

8-



























































: ] .







1219 : )
Artinya: "Diriwayatkan dari Abu Salamah Ibn Abdul Rahman bahwa ia bertanya
kepada Aisyah ra bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadlan. Aisyah
menjawab: Baik di bulan Ramadlan ataupun bukan bulan Ramadlan Rasulullah saw
melakukan shalat (lail) tidak lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat;
dan jangan ditanyakan tentang baik dan panjangnya shalat yang beliau lakukan.
Kemudian shalat lagi empat rakaat; (demikian pula) jangan ditanyakan tentang baik
dan panjangnya shalat yang beliau lakukan. Lalu beliau shalat tiga rakaat." [HR
Muslim]
Keterangan:
Hadits pertama (hadits riwayat Muslim dari Aisyah) menjelaskan bahwa Nabi
saw apabila beliau bangun malam untuk melakukan shalat lail, beliau memulai
shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringan-ringan.

Hadits kedua dan ketiga (hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud dari Abu
Hurairah) menjelaskan bahwa beliau bersabda: apabila salah seorang akan melakukan
shalat lail hendaklah memulai shalatnya dengan (shalat) dua rakaat yang ringanringan.
Hadits keempat dan kelima (hadits riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari
Zaed bin Khalid al-Juhany menceritakan berdasarkan pencermatan Zaed bin Khalid
al-Juhany bahwa Rasulullah melakukan shalat dua rakaat yang ringan-ringan
kemudian dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat, dua rakaat yang kesemuanya
panjang-panjang lalu melaksanakan witir (satu rakaat)
Hadits keenam (hadits riwayat Ahmad dari Aisyah) menjelaskan bahwa
Rasulullah saw apabila melakukan shalat lail membukanya dengan dua rakaat yang
ringan-ringan.
Hadits ketujuh dan kedelapan (hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari
Salamah bin Abdirrahman) menjelaskan bahwa menurut Aisyah, shalat lail Rasulullah
baik pada bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan tidak lebih dari sebelas
rakaat dan kedua hadits tersebut tidak menjelaskan adanya shalat iftitah.
Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa kalau kita lihat sepintas,
seakan-akan hadits-hadits tersebut saling bertentangan satu sama lainnya. Satu
riwayat Aisyah menyebutkan bahwa Nabi shalat lail sebelas rakaat sedang riwayat
lain, yaitu Zaed bin Khalid al-Juhaniy menjelaskan bahwa Nabi saw shalat lail tiga
belas rakaat. Sebenarnya hadis-hadis tersebut tidak saling bertentangan, tetapi bisa
dipahami secara utuh bahwa kalau dalam hadis disebutkan tiga belas rakaat, maka
masuk di dalamnya dua rakaat khafifatain.
Dalam buku Himpunan Putusan Tarjih (HPT) beberapa hadits Nabi saw yang
dijadikan dasar dalam HPT tentang persoalan ini (hal. 346-352), dan dapat
disimpulkan bahwa:
1.

Shalat malam diawali dengan dua rakaat yang ringan-ringan (rak'atain


khafifatain).

2.

Beberapa tuntunan dalam tata cara pelaksanaan shalat iftitah tersebut adalah;
a.

Adanya bacaan doa iftitah pada rakaat pertama dalam shalat khafifatain (baca
diktum putusan No. 19 hal. 342 dengan berdasarkan dalil No. 19 hal. 350).

b.

Bacaan yang dibaca pada tiap-tiap rakaat, yaitu pada rakaat pertama setelah
membaca doa iftitah dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah, sedang
pada rakaat kedua hanya membaca surat al-Fatihah (baca diktum putusan No.
20 hal. 342 dengan berdasarkan dalil No. 20 hal. 350)

Cara Pelaksanaan Shalat Iftitah (sendiri-sendiri atau berjamaah)?


Dalam hal ini kita bisa membaca ulang bagaimana cara Rasulullah melakukan
shalat iftitah. Adapun hadits-hadits yang bisa dijadikan dasar dalam pelaksanaan
shalat iftitah sebagai berikut:



































.


































1-
















.













]]
2







.
































.






] .





]
Keterangan:
Hadits pertama (hadits riwayat al-Bukhari dari Aisyah) dan hadits kedua
(hadits riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah) menjelaskan bahwa Ibnu Abbas
pernah bermalam di tempat Maemunah, ketika waktu telah habis dua pertiga malam
atau setengah malam Nabi saw bangun dari tidurnya kemudian berwudlu lalu berdiri
(untuk melaksanakan shalat) dan ia (Ibnu Abbas) berdiri di sebelah kirinya dan beliau
memindahkan Ibnu Abbas ke sebelah kanannya kemudian beliau melaksanakan shalat
dua rakaat ringan-ringan. Dan dari kedua hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan shalat khafifatain sebagaimana pelaksanaan qiyamu Ramadhan sebelas
rakaat dapat dilaksanakan secara berjamaah.
Jawaban Pertanyaan No. 3:
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita coba mengkaji kembali
apa yang telah diputuskan oleh Majlis Tarjih pada tahun 1972 yang tercantum dalam
Himpunan Putusan Tarjih (HPT), dengan cara membandingkan teks matan hadis Nabi
saw yang terdapat dalam HPT dan membuka kembali kitab yang dijadikan rujukan
oleh HPT dalam pengambilan keputusan atau dengan membaca hadis-hadis lain yang
kemungkinan bisa dijadikan sebagai pegangan dalam menetapkan doa iftitah yang
dibaca ketika melakukan shalat khafifatain.
Dalam HPT hal. 342 disebutkan bahwa pada rakaat pertama dari shalat
khafifatain setelah takbiratul ihram hendaklah membaca:








.
Dengan beralasan pada dalil no. 19 hal. 350 yang redaksinya sebagai berikut:




)







: )

)
5

Dari uraian di atas jelas bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Ath-Thabrany
dalam kitab al-Ausath, ia mengatakan dalam kitab Majma az-Zawaid: bahwa
perawinya orang-orang terpercaya.
Setelah dibuka kembali kitab Majma az-Zawaid yang dijadikan rujukan oleh
HPT, ternyata ada perbedaan redaksi teks matan hadis yang dikemukan oleh HPT
dengan apa yang terdapat dalam kitab Majma az-Zawaid wa Manba' al-Fawaid dan
kitab al-Mujam al-Ausath. Dalam kitab Majma az-Zawaid wa Manba al-Fawaid,
karangan Nuruddin Ali bin Abi Bakar al-Haisamy, Jilid 2 hal. 107, redaksinya sebagai
berikut:

























] .




]
Dan dalam kitab al-Mujam al-Ausath karangan ath-Thabrany, redaksinya sebagai
berikut:































.
Doa iftitah yang terdapat dalam teks matan hadis kitab Majma az-Zawaid wa
Manba al-Fawaid sama persis redaksinya, dan apabila kita membandingkan teks
hadis Nabi saw yang terdapat dalam HPT dan kitab Majma az-Zawaid tersebut, ada
beberapa perbedaan. Kalau teks hadis yang terdapat dalam kitab Majma az-Zawaid
tersebut dijadikan dasar, maka teks hadis yang terdapat dalam HPT hendaknya
disesuaikan dengan teks hadis yang terdapat dalam kedua kitab tersebut karena dalam
teks tersebut ada beberapa lafaz tambahan, yaitu al-Mulk, al-Izzati dan ada
kekurangan, yaitu lafaz Allah, setelah lafaz Subhana.
Jadi, do'a iftitah yang dibaca pada shalat dua rakaat khafifatain tersebut adalah:








.
Selanjutnya, apabila kita membuka kitab-kitab hadis lain, maka ditemukan doa
iftitah lain yang biasa dibaca oleh Nabi saw ketika melakukan shalat lail. Doa iftitah
tersebut berdasarkan pada beberapa hadis sebagai berikut:

(1)




















].







1289 : ]
6

)(2


































] .






] 1607 :
)Wallahu a'lam bish-shawab. *A.56h

Anda mungkin juga menyukai