Anda di halaman 1dari 2

Lokakarya Pendidikan Pascasarjana KEUNIKAN KEUNGGULAN BERSAING DAN ENERGY REFOCUSING Menuju Invensi Universitas Riset Klas Asia

Sebagian besar universitas di dunia telah dapat mengimplementasikan fungsi klasik pertamanya, yakni knowledge distribution. Dalam jumlah yang jauh lebih sedikit, universitas besar dan ternama dunia berhasil menjalankan fungsi klasik yang kedua, yakni knowledge creation. Boleh dikata dalam waktu yang relatif amat lama, jika digunakan perspektif sejarah, demikian banyak ditemukan universitas yang sepertinya hanya memiliki komitmen untuk membangun ekselensi pada fungsinya yang pertama. Mereka terkesan mengabaikan tidak terganggu dengan fungsi klasik kedua (Oosterlinck, 2003: 119). Hanya dalam jumlah yang sangat terbatas universitas yang telah terlibat pada fungsi ketiganya, yakni knowledge transfer to society at large, yang memang masih berusia muda dibanding dua fungsinya yang lain. Jika dibuat sederhana, rasanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa universitas besar dan ternama di Amerika Serikat (AS) berhasil menempati posisi dominan dalam mengimplementasikan ketiga fungsi klasik universitas. Universitas di Eropa, khususnya Inggris, menempati urutan kedua. Disusul dengan satu atau dua universitas di Australia dan Asia China, Jepang, dan Singapura. Dalam bahasa manajemen, mereka memiliki keunikan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Mereka memiliki madzab dalam pengembangan ilmu pengetahuan (McCraw dan Cruiskshank, ed., 1999; Overtveldt, 2007). Bukan sekedar keunggulan bersaing generik yang serupa atau sama dengan universitas lain. Pendapat tersebut setidaknya dibenarkan secara implisit oleh daftar urutan perguruan tinggi dunia, yang dibuat oleh THES pada tahun 2006 sampai 2008 (Salmi, 2009: 5; Winckler, 2008: 67-68). Tidak ada pergeseran yang berarti untuk jangka waktu yang relatif lama, terutama untuk posisi 20 sampai 100 tertinggi. Posisi universitas di kawasan lain pada umumnya tampak demikian jelas, masih berkutat pada tingkatan pertama, jika dianggap bahwa ketiga fungsi tersebut merupakan tangga yang harus dilalui secara bertahap. Pertanyaan yang menggelisahkan adalah mencari posisi dan dinamika (pergerakan) universitas-universitas Muhammadiyah di Indonesia, khususnya yang telah memiliki program pendidikan pascasarjana. Sekalipun kini mulai sering terdengar slogan, yang agak menggelikan, menuju universitas klas dunia, rasanya kalau boleh dipaksakan penilaian bahwa mereka telah sampai pada posisi ekselen untuk fungsi distribusi pengetahuan saja sudah memadai. Model pendidikan yang digunakan belum sepenuhnya sampai pada student-centered dan research-led learning (Downer, 2004: 63-72; Hasselmo, 2004: 127-148). Namun demikian, ini tidak berarti bahwa tidak ditemukan gairah perubahan menuju pada tingkatan yang lebih tinggi. Yang perlu dicari solusinya adalah apakah dinamika menuju pada tangga-tangga yang lebih tinggi harus dilakukan dengan bertahap? Atau adakah pintu terbuka untuk melakukan rekayasa akselerasi perubahan, menuju universitas riset - yang menghasilkan ilmu pengetahuan baru dan sekaligus merupakan keunikan keunggulan bersaing? Adakah mereka memiliki energi dan sumber daya yang memadai? Atau sesungguhnya yang diperlukan adalah energy

refocusing, karena sesungguhnya selama ini ada pengelolaan yang kurang tepat sasaran? Adakah tantangan/kekuatan eksternal dan internal yang cukup yang dapat mendesakkan perubahan? Jika bersedia lebih jauh, adakah mereka bersedia mulai berpikir untuk melakukan pencerahan peradaban Islam, yang telah demikian lama berada pada posisi terpuruk? Lokakarya yang sedang dilaksanakan ini mencoba mencari jawab pada berbagai pertanyaan yang diajukan tersebut. Lokakarya ini juga berusaha membangun komitmen eksekutif universitas Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai