Anda di halaman 1dari 20

ADHD SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPERPARAH GANGGUAN KEPRIBADIAN BORDERLINE

PADA

Alexandra Philipsen, Matthias F. Limberger, Klaus Lieb, Bernd Feige, Nikolaus Kleindienst, Ulrich Ebner-Priemer, Johanna Barth, Christian Schmahl, dan Martin Bohus Latar Belakang Pengalaman klinis menyarankan bahwa orang-orang dengan gangguan kepribadian borderline sering memenuhi kriteria untuk ADHD. Bagaimanapun data empiris jarang ditemukan. Tujuan Untuk menunjukkan prevalensi ADHD pada masa kanak-kanak dan dewasa pada kelompok Perempuan dengan gangguan kepribadian borderline dan untuk menginvestigasi psikopatologi dan pengalaman masa kanak-kanak dari mereka dengan dan tanpa ADHD Metode Kami menilai perempuan yang mencari terapi untuk gangguan kepribadian borderline (n=118) untuk ADHD pada masa kanak-kanak dan dewasa, gangguan axis I dan II, derajat keparahan dari simtomatologi borderline, dan pengalaman traumatik selama masa kanakkanak. Hasil Prevalensi ADHD pada masa kanak-kanak (41.5%) dan ADHD pada dewasa (16.1%) tinggi. ADHD pada masa kanak-kanak berhubungan dengan kekerasan emosional pada masa kanakkanak dan keparahan yang lebih besar dari simptom borderline pada dewasa. ADHD pada dewasa berhubungan dengan resiko yang lebih besar untuk terjadinya gangguan axis I dan II secara bersamaan. Kesimpulan Orang dewasa dengan gangguan kepribadian borderline berat sering menunjukkan riwayat simtomatologi ADHD pada masa kanak-kanak. ADHD yang menetap berhubungan dengan ferkuensi dari gangguan axis I dan II. Keparahan dari simptom borderline pada waktu dewasa berhubungan dengan kekerasan emosional pada masa kanak-kanak. Studi tambahan dibutuhkan untuk membedakan beberapa hubungan penyebab potensial antara ADHD dan gangguan kepribadian borderline. Gangguan kepribadian borderline terdiri dari ketidakstabilan afek yang buruk, impulsivitas, hubungan yang tidak stabil, dan image pengorbanan diri sendiri.1 Ini berdampak pada 1-2% populasi umum dan dikarakteristikkan sebagai gangguan psikososial berat2-5 dan angka rata-rata bunuh diri yang tinggi.6 menurut Fossati et al (2002),7 60% orang dewasa dengan gangguan kepribadian borderline memenuhi kriteria untuk ADHD pada masa kanakkanak (childhood ADHD).8 Dua kelainan tersebut memiliki beberapa gejala klinis yang sama seperti disregulasi emosional dan impulsivitas. Ini menguatkan bahwa riwayat ADHD pada masa kanak-kanak bisa jadi merupakan faktor resiko untuk terjadinya gangguan kepribadian borderline pada waktu dewasa. Angka prevalensi ADHD pada masa kanak-kanak berkisar antara 3-12% (tergantung pada seleksi subjek penelitian dan kriteria diagnostik),9-10 dan 4060% dari mereka memiliki gejala (simptom) yang menetap.11-14 Prevalensi ADHD pada dewasa diperkirakan berkisar antara 1-4%.14-15 Tidak ada penelitian yang menyelidiki prevalensi dari ADHD pada dewasa pada orang yang mengalami gangguan kepribadian

borderline atau pengaruh dari simptom ADHD pada beratnya psikopatologis baik setelah maupun sebelum terjadinya psikopatologis. Penelitian ini menyelidiki prevalensi

simtomatologi dari ADHD yang terjadi pada masa kanak-kanak maupun dewasa pada orang dengan gangguan kepribadian borderline, pengaruh keduanya pada gangguan kepribadian borderline, dan hubungan antara riwayat ADHD dan pengalaman traumatik semasa kanakkanak.

Metode Peserta Kami merekrut 118 Perempuan dengan gangguan kepribadian borderline (usia rata-rata 29.2 tahun, s.d.=7.6) yang berasal dari pasien klinik di departemen kami (Freiburg, Mannheim) yang menawarkan pelayanan diagnostik dan terapi (terapi tingkah laku dialektika4,16,17) untuk orang dengan kelainan tersebut yang mencari terapi. Komite etik Universitas Freiburg dan Mannheim telah menyetujui studi protokoler sebelum pengambilan data. Lembar persetujuan (informed consent) tertulis telah diperoleh dari pasien sebelum menjadi peserta penelitian.

Penilaian Diagnostik Umum kelainan aksis I telah dinilai oleh Interview klinis terstruktur (Structured Clinical Interview) untuk DSM-IV gangguan axis I (SCID-I).18 Gangguan kepribadian diperiksa dengan menggunakan International Personality Disorder Examination (IPDE) versi jerman.19 IPDE dan SCID-I telah dipercaya oleh psikolog klinis yang berpengalaman. Untuk menentukan interrater realibility, sampel random dari 10% interview diukur secara independen oleh pengamat (observer) kedua. Nilai interrater realibility berada di dalam range yang diterima untuk IPDE (k=0.77) dan SCID-I (k=0.70)

Penilaian Simtomatologi ADHD Peserta mengukur simptom ADHD mereka pada masa kanak-kanak secara retrospektif, menggunakan versi pendek dari Wender Utah Rating Scale (WURS-k), versi jerman,20 dimana skala ini memasukkan 25 item pada 5 poin Skala Likert (tidak sama sekali sampai berat). Menurut Fossati et al (2002),7 kami menggunakan skor yang sangat konservatif > 46 untuk mengindikasikan adanya diagnosis ADHD pada masa kanak-kanak. Peserta mengukur simptom adult ADHD dengan ADHD-Check List (ADHD-CL),21 yang memasukkan 18 item pada 3 poin Skala Likert digabungkan dengan kriteria diagnostik dari DSM-IV (0-2, tidak sama sekali sampai berat). Untuk meminimalisir likelihood dari

perkiraan prevalensi yang berlebihan pada ADHD masa dewasa (terutama untuk sub tipe inattentive), kami menggunakan cut-off > 25 untuk indikasi bahwa peserta memenuhi kriteria subtipe kombinasi dari ADHD. Hanya pasien yang memenuhi kedua kriteria tersebut (WURS-k dan ADHD-CL) yang didiagnosa sebagai penderita ADHD pada masa dewasa.

Penilaian Simtomatologi Borderline Derajat keparahan dari simtomatologi borderline dinilai dengan menggunakan skor total dari Borderline Symptom List (BSL).22 BSL adalah kuesioner (self report questionnaire) dari simptom gangguan kepribadian borderline yang memasukkan 95 item pada 7 sub-skala (gambaran diri sendiri, perubahan afek, kerusakan terhadap diri sendiri, disforia, kesepian, kekacauan, dan sikap memusuhi) dan ini berdasarkan kriteria DSM-IV untuk gangguan kepribadian borderline (seperti yang ditentukan oleh interview diagnostik untuk gangguan kepribadian borderline-versi revisi). Peserta menetapkan derajat keparahan simptom pada 5 poin Skala Likert (tidak sama sekali sampai sangat berat). BSL menunjukkan konsistensi internal yang tinggi dan test-retest relaibilitas, konstruksi validitas yang kuat, dan korelasi yang rendah dengan gender, usia, dan tingkat pendidikan. Tabel 1. Gangguan Axis I (Seumur Hidup dan Menetap) pada 118 Perempuan dengan Gangguan Kepribadian Borderline (SCID-I) n (%) Gangguan Axis I Beberapa gangguan mood Gangguan afektif unipolar Gangguan afektif bipolar Gangguan psikotik akut NOS Beberapa keracunan/ketergantungan zat Keracunan/ketergantungan alkohol Beberapa gangguan kecemasan Gangguna Panik Agorafobia Fobia spesifik Fobia sosial Gangguan stres post traumatik Gangguan obsesif kompulsif Definitif 107 (90.6) 106 (89.8) 1 (0.8) 4 (3.4) 57 (48.3) 46 (39.0) 77 (65.3) 28 (23.6) 20 (16.9) 25 (21.2) 52 (44.1) 57 (48.3) 26 (22.0) 1 (0.8) 3 (2.5) 3 (2.5) 3 (2.5) 3 (2.5) 4 (3.4) Probabilitas Negatif 11 (9.4) 12 (10.2) 116 (98.3) 114 (96.6) 61 (51.7) 71 (61.0) 38 (32.2) 90 (76.3) 95 (80.5) 93 (78.8) 63 (53.4) 58 (49.1) 88 (74.6)

Beberapa gangguan makan Anoreksia Bulimia nervosa Binge eating Beberapa gangguan somatoform Kelainan bentuk tubuh Gangguan nyeri Gangguan somatisasi Diagnosis gangguan axis I, rata-rata (s.d.)

67 (56.8) 28 (23.7) 36 (30.5) 21 (17.8) 14 (11.9) 8 (6.8) 6 (5.1) 6 (5.1) 5.04 (2.45)

3 (2.5) 3 (2.5) 4 (3.4) 2 (1.7) 2(1.7) -

48 (40.7) 87 (73.7) 82 (69.5) 97 (82.2) 100 (84.7) 108 (91.5) 110 (93.2) 112 (94.9)

NOS, not otherwise specified; SCID-I, Structured Clinical for Interview for DSM-IV

Penilaian Pengalaman Trauma Masa Kecil Riwayat kekerasan dan penelantaran masa kecil dinilai menggunakan Childhood Trauma Questionnaire (CTQ). CTQ adalah 28 item self report inventaris yang menilai 5 tipe mal treatment yaitu emosional, kekerasan fisik, kekerasan seksual, penelantaran fisik, dan penelantaran emosi. Juga diikutkan dalam kuesioner ini 3 item minimisasi/penyangkalan untuk mendeteksi laporan trauma negatif palsu.23

Analisis Statistik Perbedaan signifikan secara statistik telah dinilai pada level two-tailed alfa yang <0.05. Analisis statistik telah dilakukan menggunakan SPSS for windows versi 12 dan versi R 2.4.1 (R Foundation for Statistical Computing, http://www.R-project.org/). Untuk mengurangi jumlah kemunculan tes indpenden, digunakan regresi logistik multivariat.

Delapan model regresi terpisah telah dikomputerisasi: untuk setiap 2 target variabel (ADHD pada masa kanak-kanak seperti yang didefiniskan WURS-k > 46 dan simtomatologi ADHD pada dewasa yang didefinisikan oleh ADHD jumlah skor > 25), kami menguji pengaruh dari setiap variabel dari 4 variabel berikut ini: (a) Gangguan axis I ditentukan dengan menggunakan SCID-I: gangguan afek bipolar dan unipolar, gangguan psikosis akut, keracunan/ketergantungan zat,

keracunan/ketergantungan alkohol, gangguan panik, agorafobia, fobia sosial, fobia spesifik, gangguan stres pasca trauma, anoreksia, bulimia nervosa, gangguan makan lainnya, gangguan obsesif-kompulsiv, dan gangguan somatoform.

(b) Gangguan axis II dinilai dengan menggunakan IPDE: paranoid, skizoid, antisosial, histrionik, avoidan, dependen, gangguan kepribadian skizotipal (kriteria untuk gangguan kepribadian narsistik tidak ditemukan pada pasrtisipan). (c) Derajat beratnya simptom borderline diukur menggunakan BSL dan jumlah kriteria dari DSM-IV untuk gangguan kepribadian borderline. (d) Efek Samping pada masa kecil diukur menggunakan CTQ: emosional, kekerasan fisik dan seksual, dan penelantaran emosi dan fisik. Dalam proses penilaian signifikansi multivariat dari setiap model, likelihood ratio statistik dilaporkan untuk setiap variabel dalam model. Diberikan nilai Wald-Z.

Hasil Karakteristik Pasien Dari 118 peserta, 62.7% adalah single, 17.8% memiliki pasangan atau menikah, 11% bercerai dan 8.5% adalah janda atau berpisah. Mayoritas pasrtisipan (60.2%) tidak memiliki anak. Lebih dari separuh (50.6%) bekerja full time atau belajar (27.1% dan 23.5%) dan 21.2% tidak digaji atau pensiun dini. Tes eksplorasi Mann-Whitney U menunjukkan tidak ada perbedaan antara peserta yang memiliki skor diatas dan dibawah ambanga batas ADHD pada masa kanak-kanak dalam WURS-k poin usia atau pendidikan. Seperti halnya tidak ada perbedaan yang signifikan pada usia dan pendidikan antara peserta yang memiliki skor diatas dan dibawah ambang batas pada ADHD-CL untu ADHD pada dewasa.

Gangguan Axis I Hampir seluruh peserta (99.2%) memiliki pasling tidak 1 gangguan aksis I (table 1) (ratarata=5.04, s.d.=2.45). Untuk gangguan axis I mengikutsertakan kemungkinan terdiagnosa adalah 5.69 (2.46).

Gangguan Axis II Dari 118 peserta, 36 (30.5%) hanya memenuhi kriteria diagnosis untuk gangguan kepribadian borderline, dinilain dengan IPDE. 69.5% yang lain juga memenuhi kriteria untuk palin tidak 1 gangguan kepribadian yang lain: 43.2% memnuhi kriteria untuk gangguan kepribadian cooccuring; 16.9% memenuhi kriteria untuk 2, 6.8% memenuhi kriteria untuk 3, dan 2.5% memenuhi untuk 4 atau 5 gangguan kepribadian. Overview dari gangguan aksis ditunjukkan pada di tabel 2. II

Diagnosis Restrospektif dari Childhood ADHD Dari 118 peserta, 49 (41.5%) memenuhi kriteria untuk childhood ADHD yang didiagnosis secara retrospektif dengan menggunakan WURS-k. Rata-rata (s.d.) WURS-k diantara 49 peserta adalah 55.7(6.8)

Tabel 2. gangguan axis II pada 118 perempuan dengan gangguan kepribadian borderline yang diukur dengan International Personality Disorder Examination (IPDE) n% Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian paranoid Gangguan kepribadian skizoid Gangguan kepribadian skizotipal Gangguan kepribadian antisosial Gangguan kepribadian histrionik Gangguan kepribadian narsistik Gangguan kperibadian menghindar Gangguan kepribadian dependen Gangguan kompulsif gangguan axis II, rata-rata (s.d.) 1.09 (1.02) kepribadian obsesifDefinitif 15 (12.7) 4 (3.4) 8 (6.8) 7 (5.9) 60 (50.8) 8 (6.8) 26 (22.0) Probabilitas 1 (0.8) Negatif 103 (87.3) 114 (96.6) 117 (99.2) 110 (93.2) 111 (94.1) 118 (100) 58 (49.2) 110 (93.2) 92 (78.0)

Simtomatologi ADHD pada Masa Dewasa Dengan menggunakan titik potong 25 pada ADHD-CL yang telah didefinisikan sebelumnya, 16,1% dari 118 peserta didiagnosis dengan severe adult ADHD (subtipe kombinasi, nilai rerata (s.d.) ADHD-CL adalah 28,79 (2,99)).

Pengaruh Diagnosis ADHD Terhadap Terjadinya Gangguan (co-occurring disorders) Gangguan pada Aksis I Analisis regresi logistik secara signifikan membedakan antara peserta dengan ADHD pada masa dewasa dan peserta tanpa ADHD pada masa dewasa (model likelihood ratio=29,3, P=0.022). Fobia spsesifik dan gangguan somatisasi secara positif berhubungan dengan ADHD pada masa dewasa (masing-masing Wald Z=2,24, P=0,025, dan Wald Z=2,25, P=0,024). Selain itu, hubungan antara ADHD pada masa dewasa dan gangguan panik sama

baik dengan hubungan antara ADHD pada masa dewasa dan anoreksia nervosa namun dengan tingkat kemaknaan yang tidak signifikan (masing-masing Wald Z=1,95, P=0,052, dan Wald Z=1,79, P=0,073). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa gangguan pada aksis I membedakan secara tidak signifikan antara peserta yang memenuhi kriteria ADHD pada masa kanak-kanak dan peserta yang tidak memenuhi kriteria ADHD pada masa kanak-kanak.

Gangguan pada Aksis II Regresi logistik menunjukkan bahwa gangguan kepribadian secara signifikan membedakan antara peserta yang berada di atas ambang dasar dan peserta yang berada di bawah ambang dasar pada ADHD pada masa dewasa (model likelihood ratio=16,92, P=0.031). Kejadian ikutan gangguan kepribadian paranoid secara positif berhubungan dengan ADHD pada masa dewasa. Untuk gangguan kepribadian skizoid dan gangguan kepribadian dependen merupakan suatu tren (masing-masing Wald Z=1,80, P=0,072, dan Wald Z=1,66, P=0,098). Analisis regresi logistik menyingkapkan sebuah tren yaitu hubungan positif antara ADHD pada masa kanak-kanak dan kejadian ikutan gangguan kepribadian (model likelihood ratio=13,81, P=0,087) dengan tren terhadap signifikansi untuk prevalensi yang lebih tinggi pada gangguan kepribadian paranoid (Wald Z=1,93, P=0,054) di antara peserta yang dilaporkan mengalami ADHD pada masa kanak-kanak.

Pengaruh Diagnosis ADHD Terhadap Keparahan Simtomatologi Borderline Analisis regresi logistik menyingkapkan sebuah tren mengenai hubungan positif antara simtom gangguan kepribadian borderline dan ADHD pada masa dewasa (Wald Z=1,72, P=0,085) dan hubungan positif yang bermakna antara keparahan simtom pada saat ini dan ADHD pada masa kanak-kanak (Wald Z=2,33, P=0,020, lihat Tabel 3). Menurut kriteria DSM-IV untuk gangguan kepribadian borderline, kriteria ke-8 (kesulitan dalam mengendalikan marah) dan kriteria 9 (stres yang berhubungan dengan simtom disosiatif/ide paranoid) secara signifikan lebih jelas terdapat pada peserta yang dilaporkan pernah mengalami ADHD pada masa kanak-kanak (WURS-k 46) dibandingkan dengan peserta yang memiliki nilai WURS-k di bawah ambang batas dari gangguan pada masa kanak-kanak.

Hubungan Diagnosis ADHD dengan Pengalaman Negatif pada Masa Kanak-Kanak Analisis regresi logistik menunjukkan hubungan yang kuat antara diagnosis retrospektif ADHD pada masa kanak-kanak dan penyimpangan emosional pada masa kanak-kanak yang diukur dengan CTQ (Wald Z=2,62, P=0,009). Tidak terdapat perbedaan dalam terminologi

antara penyimpangan fisik atau seksual dan kelalaian emosional atau fisik pada masa kanakkanak. Dalam istilah ADHD pada masa dewasa dan pengalaman buruk pada masa kanak-kanak yang telah dilaporkan, analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan.

Tabel 2. Kejadian ikutan gangguan aksis II pada 118 perempuan dengan gangguan kepribadian borderline yang diukur dengan International Personality Disorder Examination Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian paranoid Gangguan kepribadian skizoid Gangguan kepribadian skizotipal Gangguan kepribadian antisosial Gangguan kepribadian histrionik Gangguan kepribadian narsistik Gangguan kepribadian menghindar Gangguan kepribadian dependen Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif Kejadian ikutan gangguan aksis II, rerata (s.d.) n (%) Pasti 15 (12,7) 4 (3,4) 8 (6,8) 7 (5,9) 60 (50,8) 8 (6,8) 26 (22,0) 1,09 (1,02) Mungkin 1 (0,8) Negatif 103 (87,3) 114 (96,6) 117 (99,2) 110 (93,2) 111 (94,1) 118 (100) 58 (49,2) 110 (93,2) 92 (78,0)

Tabel 3. Keparahan simtomatologi borderline dan pengalaman trauma pada masa kanak-kanak diantara peserta (118 perempuan dengan gangguan kepribadian borderline) dengan ADHD pada masa kanak-kanak yang dinilai secara retrospektif dibandingkan dengan peserta tanpa ADHD pada masa kanak-kanak

Nilai WURS-k,a rerata (s.d.) 46 (n=49) Nilai jumlah BSL Penyimpangan emosional 188,18 (65,35) 19,87 (3,93) < 46 (n=69) 151,78 (57,90) 16,18 (5,82) 9,98 (6,20)

MLR P=0,001 Wald Z 2,33 2,62 0,36 P 0,020 0,009 0,717

Gangguan penyimpangan 12,28 (6,09) fisik Penyimpangan seksual Kelalaian emosional Kelalaian fisik 12,71(7,43) 18,86 (4,69) 11,25 (3,76)

11,16 (7,53) 17,20 (5,05) 9,57 (3,90)

-0,87 -0,78 0,22

0,386 0,438 0,822

ADHD= Attention Deficit Hiperactivity Disorder BPD= Borderline Personality Disorder BSL= Borderline Symptom List MLR= Multivariate Logistic Regression Analysis WURS-k= Wender Utah Ratting Scale a. Nilai A 46 menunjukkan adanya ADHD pada masa kanak-kanak

Diskusi ADHD pada orang dengan gangguan kepribadian borderline Penelitian kami tentang prevalensi tinggi ADHD anak yang dilaporkan di antara perempuan dengan gangguan kepribadian borderline mendukung temuan sebelumnya oleh Fossati et al (2002)7 dan menyarankan bahwa ADHD anak mungkin menjadi faktor risiko untuk pengembangan gangguan kepribadian borderline di masa dewasa. Meskipun tingkat prevalensi kami masa kanak-kanak ADHD (41,8%) lebih rendah dibandingkan dengan

Fossati et al (59,5%), perbedaan ini mungkin karena Fossati et al juga memasukkan laki-laki (18 pria, 24 perempuan) dalam analisis mereka, ADHD lebih umum terjadi pada anak lakilaki dan laki-laki dewasa dari pada anak perempuan dan perempuan dewasa.24 Dalam artian bahwa simtomatologi ADHD pada dewasa kami menemukan tingkat prevalensi 16,1% bila hanya memasukkan peserta yang juga memenuhi kriteria standar untuk ADHD pada anak. Untuk menghindari risiko perkiraan prevalensi yang berlebihan ADHD pada dewasa dari jenis yang tidak dapat memberikan perhatian, terutama tinggi pada orang dengan gangguan kepribadian borderline dengan penyakit (seperti penyalahgunaan zat dan gangguan afektif), kita hanya melibatkan peserta dengan ADHD dari gabungan subtipe. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengecualikan kemungkinan efek dari subtipe lain (tidak dapat

memberikan perhatian, hiperaktif / impulsif) atau peserta dalam remisi parsial. Sebuah meta analisis yang baru saja diterbitkan pada tindak lanjut studi ADHD pada masa kanak-kanak menemukan hanya 15% yang memenuhi kriteria penuh untuk ADHD pada usia 25 years.14 Sedangkan angka prevalensi ADHD pada dewasa dalam penelitian ini agak rendah (16,1%), tingkat persistensi sedikit lebih tinggi (38,8%), namun sejalan dengan temuan baru yang mengungkapkan 36,3% responden survei studi morbiditas.25 Lingkungan keluarga yang tidak mendukung seperti kelas sosial yang rendah dan konflik keluarga dianggap faktor risiko yang meningkatkan simtomatologi ADHD26 dan tingkat keparahan, dan kurangnya perawatan untuk gangguan di masa kecil memungkinkan simtom ini menetap sampai dewasa.25 Terdapat kemungkinan bahwa ketiga faktor lingkungan yang negatif, tingkat keparahan ADHD dan kurangnya perawatan pada masa kanak-kanak berkontribusi pada tingkat ADHD yang lebih tinggi sesuai dengan yang kami amati dalam sampel kami. ADHD di masa kanak-kanak terutama jika tidak diobati, memiliki dampak negatif pada prestasi pendidikan, tetapi kami tidak menemukan perbedaan prestasi di antara mereka dengan dan orang-orang tanpa ADHD. Sebuah hasil bahwa variabel prediktor yang kuat seperti kekerasan seksual, penelantaran emosional dan penelantaran fisik, yang sama-sama didistribusikan antara dua kelompok pasien, mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada tingkat pendidikan dari gangguan penyakit ADHD.

ADHD pada dewasa dan gangguan Axis I dan II dalam gangguan kepribadian borderline Menariknya, kami menemukan pengaruh gejala-gejala ADHD pada dewasa pada penyakit di antara peserta penelitian kami. Kedua gangguan pada Axis I danAxis II (fobia spesifik dan somatisasi, kecenderungan gangguan panik dan anoreksia nervosa, gangguan kepribadian paranoid, unsur gangguan kepribadian skizofrenia dan dependen) dikaitkan dengan kemungkinan ADHD pada dewasa yang lebih besar. Sebaliknya, gangguan Axis I dan II kurang konsisten dikaitkan dengan ADHD pada anak.

Riwayat ADHD pada anak dan keparahan gangguan kepribadian borderline Penelitian kami juga mengungkapkan bahwa peserta dengan gejala gangguan kepribadian borderline yang lebih parah saat ini lebih sering dilaporkan memiliki riwayat ADHD pada masa kanak-kanak. Penyebab hubungan antara ADHD pada anak dan batas gejala dan tanda yang lebih parah di masa dewasa tidak jelas. Dalam ADHD, berbagai studi genetik dan neuroimaging mendukung genetik dan neurobiologis sebagian besar terkait

dengan system sentral dopaminergik dan noradrenergic.27 Selanjutnya, penyebab organik lainnya seperti kehamilan dan komplikasi persalinan, ibu merokok dan penyalahgunaan alkohol selama kehamilan telah diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk ADHD.28 Variabel lingkungan keluarga yang tidak mendukung seperti kelas sosial yang rendah dan konflik keluarga dianggap faktor risiko yang penting bagi kekambuhan gejala-gejala ADHD bukan pengembangan ADHD. Sebaliknya, efek samping seperti kekerasan seksual atau fisik di masa kanak-kanak dijelaskan sebagai faktor risiko serius bagi perkembangan dan keparahan gangguan kepribadian.29-32 Jadi dalam hal ini orang dapat berpikir bahwa ADHD pada anak terkait dengan pengalaman masa kecil yang negatif sebagai faktor predisposisi untuk perkembangan gangguan kepribadian borderline di masa dewasa dalam sub kelompok individu. Dalam sampel kami, perempuan yang didiagnosis mengalami ADHD pada masa kanak-kanak dengan gangguan kepribadian borderline secara retrospektif (WURS-k > 46) dilaporkan memiliki tingkat kekerasan emosional yang lebih tinggi dibandingkan kelompok dengan dengan WURS-k skor < 46. Kelompok-kelompok tersebut tidak berbeda dalam hal pengalaman masa kecil yang negatif lainnya (misalnya kekerasan fisik atau seksual atau penelantaran). Penelitian kami mengenai kekerasan emosional merupakan sebuah studi terbaru yang menemukan bahwa kekerasan emosional dan penelantaran lebih umum di antara orang dewasa dengan ADHD dibandingkan dengan kelompok kontrol.33 Oleh karena itu tingkat yang lebih tinggi dari kekerasan emosional pada peserta dengan simtomatologi ADHD pada masa kanak-kanak mungkin telah menyebabkan batas simtomatologi lebih parah di masa dewasa. Seperti yang dilaporkan oleh Watson et al (2006)34 dan oleh Simeon et al (2003)35 bentuk disosiatif terutama berhubungan dengan kekerasan emosional dan penelantaran serta kekerasan fisik dalam batas gangguan kepribadian. Dalam studi ini peserta dengan gangguan tersebut tidak dilakukan skrining untuk penyakit ADHD. Dengan demikian, penelitian kami pada simtomatologi pada batas lebih parah serta gejala disosiatif yang terkait dengan stres ditingkatkan antara perempuan dengan gangguan kepribadian borderline didiagnosis dengan ADHD pada masa kanak-kanak secara retrospektif dapat dijelaskan oleh peningkatan risiko emosional di masa kanak-kanak. Mekanisme yang tepat dalam hubungan antara ADHD dan gangguan kepribadian borderline ditemukan dalam penelitian kami tidak jelas. Tingginya penyakit mungkin karena tumpang tindih klinis dan kriteria diagnostik dari dua gangguan. Secara khusus, amarah dan kesulitan mengendalikan kemarahan (gangguan kepribadian borderline kriteria 8) mungkin tumpang tindih dengan bentuk ADHD. Namun gejala disosiatif yang terkait dengan stres

sementara atau ide paranoid bukan bagian dari kriteria ADHD. Selain itu skala yang digunakan untuk penilaian ADHD (WURS-k, ADHD-CL) terutama berfokus pada gejala inti ADHD seperti kurangnya perhatian terus-menerus, pengabaian dan hiperaktif, yang juga bukan bagian dari kriteria diagnostik gangguan kepribadian borderline. Jadi penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki pengaruh hubungan antara ADHD dan efek samping pada anak pada batas keparahan gejala di masa dewasa tersebut dijamin.

Keterbatasan Beberapa keterbatasan penelitian harus dipertimbangkan. Pertama, gejala ADHD yaitu keparahan gangguan kepribadian borderline dan pengalaman masa kanak-kanak yang negatif dinilai menggunakan kuesioner dan kami tidak menyelidiki kesesuaian data. Jadi pengaruh suasana atau keparahan gejala pada data kami tidak dapat diekslusi. Kedua, penelitian ini bukan sebuah penelitian prospektif, ADHD pada anak dinilai secara retrospektif oleh WURS-k. Jadi tidak jelas apakah ADHD pada anak akan sama dikaitkan dengan gejala gangguan kepribadian borderline atau penyakit apabila gejala ADHD pada anak telah dinilai di masa kecil. Akan tetapi untuk menghindari diagnosis yang berlebihan ADHD pada kanakkanak kami menggunakan skor yang sangat konservatif (46), seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Fossatiet al (2002)7dan prevalensi ADHD pada anak tetap tinggi. Ketiga, kami menggunakan laporan pengukuran yang diisi sendiri oleh peserta (bukan wawancara terstruktur) dari gejala-gejala ADHD pada orang dewasa berdasarkan DSM-IV kriteria untuk ADHD (ADHD-CL). Walaupun tidak ada kriteria yang spesifik dari DSM-IV untuk ADHD pada dewasa, dan SCID-I tidak termasuk pertanyaan untuk mendiagnosis ADHD dewasa. Untuk menghindari terlalu tinggi penyakit dalam diagnosis ADHD pada dewasa, kami menggunakan nilaiyang sangat konservatif. Menggunakan kriteria ini, kami menemukan hasil sebanding dengan publikasi oleh Kessler et al (2005)25 sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta tersebut mungkin telah ada pada ADHD dewasa. Nilai konservatif dan skala yang diterapkan untuk penilaian ADHD terutama untuk mendeteksi bentuk inti kurangnya perhatian dan hiperaktif, berbicara menentang berdasarkan metodologi ADHD dan gangguan kepribadian borderline. Akhirnya penelitian kami didasarkan pada pengamatan dari peserta hanya Perempuan dan mencari pengobatan dari dua klinik departemen perawatan kami. Oleh karena itu hasil penelitian tidak dapat disamaratakan pada semua orang dengan gangguan kepribadian borderline.

Implikasi Penelitian kami menunjukkan bahwa ADHD pada masa kanak-kanak terkait dengan penyalahgunaan emosional yang lebih besar di masa kecil serta batas psikopatologi yang lebih parah pada perempuan dewasa dengan gangguan kepribadian borderline. Jadi ADHD di masa kecil dapat dianggap sebagai faktor risiko yang merupakan predisposisi gangguan kepribadian di masa dewasa dalam subkelompok pasien. Dokter harus menyadari bahwa ADHD pada anak dan penyakit ADHD pada dewasa antara pasien dengan gangguan kepribadian borderline. Pengembangan terapi masa depan akan lebih fokus pada apakah intervensi yang berbeda diperlukan untuk sub kelompok pasien dengan gangguan kepribadian borderline dengan ADHD saat ini atau ADHD yang dilaporkan sudah terjadi sebelumnya pada anak. Selain itu, efek methilphenidine dan noradrenergic sebagai agen psikofarmakologi harus diselidiki secara sistematis pada pasien dengan gangguan kepribadian dan penyakit ADHD.

ANALISIS PICO Judul Tulisan : Attention-Deficit Hyperactivity Disorder as a Potentially Aggravating Factor in Borderline Personality Disorder Penulis : Alexandra Philipsen, Matthias F. Limberger, Klaus Lieb, Bernd Feige, Nikolaus Kleindienst, Ulrich Ebner-Priemer, Johanna Barth, Christian Schmahl, dan Martin Bohus Nama Jurnal & tahun terbit Analisis PICO Topik Judul dan abstrak : The British Journal of Psychiatry & 2008 : No. Keterangan 1 1. Judul menggambarkan dengan jelas subjek yang diteliti 2. Abstrak memberikan Halaman? Jelaskan! 1. Halaman 118. Subjek yang diteliti adalah perempuan yang mengalami gangguan kepribadian borderline

kesimpulan yang informatif 2. Halaman 118. Dari abstrak bisa diketahui bahwa pada dan seimbang atas apa yang pasien dengan gangguan kepribadian borderline berat dilakukan dan apa yang sering menunjukkan riwayat ditemukan (hasil) simtomatologi ADHD pada masa kanak-kanak. ADHD yang menetap berhubungan dengan ferkuensi dari gangguan axis I dan II. Keparahan dari simptom borderline pada waktu dewasa berhubungan dengan kekerasan emosional pada masa kanak-kanak. Studi tambahan dibutuhkan untuk membedakan beberapa hubungan penyebab potensial antara ADHD dan gangguan kepribadian borderline. Introduksi Latar belakang 2 Menjelaskan latar belakang yang ilmiah dan rasional mengapa penelitian perlu Halaman 118. Latar belakang Pengalaman klinis yang menyarankan bahwa orang-

dilakukan

orang dengan gangguan kepribadian borderline sering memenuhi kriteria untuk ADHD.

tujuan

Menyebutkan tujuan yang jelas/ spesifik, termasuk menyebutkan hipotesis yang diajukan.

Halaman 118. tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan prevalensi ADHD pada masa kanak-kanak dan dewasa pada kelompok Perempuan dengan gangguan kepribadian borderline dan untuk menginvestigasi psikopatologi dan pengalaman masa kanak-kanak dari mereka dengan dan tanpa ADHD

Bahan dan cara Bahan 4 Menjelaskan desain penelitian Desain penelitian tidak yang akan dilakukan dijelaskan pada naskah penelitian tersebut. Pada bagian metode hanya disebutkan bahwa peneliti menilai sampel dengan menggunakan beberapa instrumen skoring. Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa desain penelitian yang digunakan adalah crosssectional karena penelitian dilakukan pada satu waktu. Subjek penelitian 5 Menjelaskan kriteria subjek penelitian yang akan digunakan Halaman 118. Penelitian ini menggunakan 118 subjek yang berjenis kelamin perempuan dengan gangguan kepribadian borderline dengan usia rata-rata

29.2 tahun (s.d.=7.6)

yang

berasal dari pasien klinik di departemen penelitian informed peneliti. telah Subjek

menyetujui yang

consent

diberikan oleh peneliti sebelum penelitian dilakukan. intervensi 6 Menjelaskan intervensi yang dilakukan pada tiap kelompok perlakuan dengan detil. Termasuk bagaimana dan kapan intervensi diberikan Halaman 118-119. Intervensi yang dilakukan kepada subjek penelitian berupa penilaian dengan menggunakan skala penilaian untuk setiap variabel yaitu: a. Penilaian simtomatologi ADHD menggunakan WURS-k dan ADHD-CL. b. Penilaian simtomatologi borderline dengan menggunakan skoring BSL. c. Penilaian pengalaman trauma masa kanak-kanak dengan menggunakan kuesioner CTQ. Outcome 7 Menjelaskan bagaimana outcome (dampak dari perlakuan) diukur. Termasuk outcome utama maupun outcome tambahan. Halaman 119-120. Didapatkan prevalensi ADHD pada masa kanak-kanak dan ADHD pada masa dewasa yang cukup tinggi yaitu masing-masing (41.5%) dan (16.1%). ADHD pada masa kanak-kanak berhubungan dengan kekerasan emosional pada masa kanakkanak dan keparahan yang

lebih besar dari simptom borderline pada dewasa. ADHD pada dewasa berhubungan dengan resiko yang lebih besar untuk terjadinya gangguan axis I dan II secara bersamaan. Besar sampel 8 Menyebutkan jumlah sampel dan bagaimana sampel tersebut diperoleh Halaman 118. Sampel penelitian sebesar 118 pasien dengan gangguan kepribadian borderline. Subjek penelitian diperoleh dari pasien klinik peneliti yang mencari perawatan untuk gangguan tersebut yang mengisi lembar persetujuan untuk menjadi subjek penelitian. Metode statistik 9 Menjelaskan metode statistik yang digunakan untuk menganalisis hasil Halaman 119. Metode statistik yang digunakan adalah analisis two-tailed alpha level yang kurang dari 0.05. analisis tersebut menggunakan SPSS for windows versi 12 dan versi R 2.4.1 (R Foundation for Statistical Computing, http://www.R-project.org/). Untuk mengurangi jumlah kemunculan tes indpenden, digunakan regresi logistik multivariat. Hasil Alur penelitian 10 Menjelaskan waktu penelitian dan follow-up Halaman 118-119. Pengambilan data dilakukan

pada tahun 2008 dan hanya dilakukan dalam satu waktu serta tidak dilakukan follow up. Outcome dan estimasi 11 Menjelaskan outcome utama dan tambahan dari setiap kelompok yang diteliti. Halaman 119-120. Outcome dari penelitian ini adalah

Prevalensi ADHD pada masa kanak-kanak (41.5%) dan

ADHD pada dewasa (16.1%) tinggi. ADHD pada masa

kanak-kanak

berhubungan

dengan kekerasan emosional pada masa kanak-kanak dan keparahan yang lebih besar dari simptom borderline pada

dewasa. ADHD pada dewasa berhubungan yang lebih dengan besar resiko untuk

terjadinya Gangguan axis I dan II secara bersamaan. Diskusi Interpretasi 12 Melakukan interpretasi dari hasil yang didapat, apakah sesuai dengan hipotesis yang diajukan dan menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi hasil tersebut. Apakah ada bias atau ketidaktepatan dari outcome yang didapat. Dampak yang muncul akibat beragamnya hasil outcome. Halaman 120-122. Interpretasi dari penelitian ini dilakukan dengan baik. Hasil yang diperoleh sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tersebut juga dijelaskan. Ada bias yang mungkin timbul pada penelitian ini hal ini bisa merupakan akibat dari keterbatasan penelitian yang dijelaskan oleh peneliti berupa:

a. Peneliti tidak menyelidiki kesesuaian data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner b. Penelitian ini tidak dilakukan secara prospektif c. Peneliti tidak menggunakan wawancara terstruktur secara langsung kepada subjek penelitian tetapi hanya menggunakan laporan pengukuran yang diisi sendiri oleh subjek. Generalizability 13 Menjelaskan apakah hasil penelitian dapat diterapkan Halaman 122. Penelitian ini menunjukkan bahwa ADHD

pada konteks yang sesuai di pada masa kanak-kanak terkait masyarakat dengan penyalahgunaan emosional yang lebih besar di masa kecil serta batas psikopatologi yang lebih parah pada perempuan dewasa dengan gangguan kepribadian borderline. Overall evidence 14 Menjelaskan interpretasi umum mengenai hasil dalam konteks bukti terkini (apakah hasil penelitian ini memberikan bukti terkini yang valid). Halaman 118. Penelitian ini memberikan bukti terkini yang valid.

ANALISIS CASP

Anda mungkin juga menyukai