Anda di halaman 1dari 18

HUKUM MILITER & SISTEM HUKUM BIDANG PERTAHANAN

I.

PENDAHULUAN 1. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 08 tahun 2010 tentang Pembinaan UPNV a. Pasal 1 angka 7 UPN Veteran adalah Perguruan Tinggi yang semula Perguruan Tinggi Kedinasan dibawah Departemen Pertahanan Keamanan, selanjutnya berubah menjadi Perguruan Tinggi Swasta namun tetap berorientasi pada pemberdayaan sumber daya nasional untuk kepentingan Pertahanan Negara dan pembangunan nasional melalui proses pendidikan yang sesuai dengan visi dan misi Kementerian Pertahanan b. Pasal 3 Nilai dasar UPN Veteran meliputi : 1) Sesanti Widya Mwat Yasa adalah menuntut ilmu guna diabdikan kepada negara dengan hati yang suci, bersih serta tulus dan ikhlas dan 2) Disiplin, kejuangan dan kreativitas serta memiliki kesadaran bela negara c. Pasal 20 1) UPN Veteran mempunyai tugas melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang berorientasi pada kepentingan Pertahanan Negara 2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UPNV bertanggung jawab terhadap : (a) Penyiapan lulusan yang memiliki kompetensi khusus sebagai komponen pertahanan negara (b) Penelitian dan pengkajian teknologi pertahanan negara
1

(c) Pengabdian kepada masyarakat dalam rangka mendukung kepentingan pertahanan negara (d) Pemberian beasiswa atau keringanan biaya pendidikan kepada anggota Kemhan,TNI, Veteran dan putra-putrinya. 2. UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara a. Pasal 1 angka 1 Pertahanan Negara (Hanneg) adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara b. Pasal 1 angka 2 Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. c. Pasal 1 angka 8 Sumber daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan. 3. UU Nomor 34 Tahun 2004 a. Pasal 64 Hukum militer dibina dan dikembangkan oleh pemerintah untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara. b. Pasal 65 (1) Prajurit siswa tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku bagi prajurit
2

(2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang. II. PERTAHANAN NEGARA (HANNEG) 1. Tujuan HANNEG bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, kedaulatan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. 2. Ancaman Ancaman HANNEG meliputi : a. Ancaman militer Dalam menghadapi ancaman militer, menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung b. Ancaman Non militer Dalam menghadapi ancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah diluar bidang pertahanan sebagai unsur utama sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. 3. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam HANNEG a. Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara b. Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara melalui: - Pendidikan kewarganegaraan - Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib - Pengabdian sebagai prajurit TNI (secara sukarela atau wajib)
3

- Pengabdian sesuai profesi 4. Komponen HANNEG ( dalam menghadapi ancaman militer) a. Komponen utama (TNI) 1) TNI berperan sebagai alat HANNEG ( bedakan dengan UU No 20 Tahun 1982 ; ABRI memiliki dwi fungsi yaitu kekuatan pertahanan dan kekuatan sosial) 2) TNI terdiri dari : TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU 3) Tugas TNI : Melaksanakan kebijakan HANNEG untuk : (a) Mempertahankan kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah (b) Melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa (c) Melaksanakan operasi militer selain perang (d) Ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional b. Komponen Cadangan Terdiri atas warga Negara, SDA,SDB, SARPRAS Nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama. c. Komponen Pendukung Terdiri atas warga negara, SDA, SDB, SARPRAS Nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan Dalam menghadapi ancaman non militer, SISHANEG menempatkan lembaga pemerintah diluar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa (pasal 7 ayat (3) UU No 3 tahun 2002)
4

Dalam menghadapi bentuk dan sifat ancaman non militer diluar wewenang instansi pertahanan, penanggulangannya dikoordinasikan oleh pimpinan instansi sesuai dengan bidangnya (Pasal 19 UU Nomor 3 tahun 2002) III. Hukum Militer 1. Pengertian Menurut Kolonel Chk. S.R. Sianturi,SH, Hukum militer mempunyai arti seperti yang tersirat pada dua kata yaitu hukum dan militer. Hukum mengatur aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga untuk mendefinisikannya sangat sulit bahkan Van Apeldoorn, berpendapat tidaklah mungkin memberi suatu definisi untuk hukum a. Grotius : Law is a rule of moral action and obliging to that which is right (hukum adalah suatu aturan dari tindakan moral yang mewajibkan pada suatu yang benar) b. Philips.S. James : law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforce among the members of given state ( hukum adalah sekumpulan aturan untuk membimbing prilaku manusia yang diterapkan dan ditegakkan diantara anggota suatu Negara) Istilah Militer berasal dari bahasa Yunani Miles yang berarti seorang warrior yaitu seorang yang siap tempur, atau orang yang ditugaskan untuk berperang. Beberapa pengertian tentang hukum militer antara lain : a. Oxford Junior encyclopedia Military Law is the code rules, laid down in the army act, which regulates the army and the air force b. Richard C Dahl dan John F Wheles Military Law :
5

- Those laws relating to the government of the armed force - That body or system of rules for the conduct of military personnel - In a limited sense, the uniform code of military justice 2. Asas-asas/prinsip hukum Militer Karena militer adalah manusia yang dipersenjatai dengan tugas untuk membela Negara dari ancaman terhadap kedaulatan Negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsanya maka militer perlu diatur dengan hukum khusus untukmereka disamping aturan-aturan hukum yang berlaku untuk warga Negara lainnya. Aturan hukum khusus bagi militer yang disebut dengan hukum militer sangat diperlukan oleh organisasi militer agar militer dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Dapat membahayakan jika manusia yang dipersenjatai dan memiliki tugas untuk perang tidak diatur dengan hukum yang khusus pula. Disemua Negara mengatur hukum militer bahkan Negara-negara kuno pun mengatur aturan khusus buat militernya. Dinegara modern saat ini juga mengatur, seperti di Belanda disebut Militoir Recht , Inggris menyebut English Military law, Perancis dengan French Military Law, Jerman dengan istilah Wehrecht ( hukum pertahanan) Keberadaan hukum militer sangat diperlukan karena organisasi militer pada umumnya memiliki asas/prinsip ; a. Komando tunggal (unity of command) b. Rantai komando (chain of command) c. Mobilitas (mobility) d. Delegasi kekuasaan (delegation of authority) e. Rentang dan penggunaan pengawasan ( spanned and spent of control) f. Pembekalan sendiri (self sufficiency)

3. Hukum Militer di Negara Eropa


6

Di Negara-negara Eropa tedapat dua system hukum yang terkemuka yaitu Eropa continental (Perancis, Jerman dan Belanda) dan negara-negara Anglo saxon (Inggris). Kedua system hukum tersebut selanjutnya berkembang ke berbagai Negara karena penjajahan maupun penguasaan lainnya misalnya Indonesia (Kontinental), Amerika Serikat, Malaysia, Singapura dan sebagainya ( Anglo saxon) Hukum Militer di negara-negara continental memiliki cakupan cukup luas yaitu Hukum Pidana, Hukum Disiplin, HTN, Hukum Sengketa Bersenjata Dan Hukum Administrasi (Organisasi Militer Tata Usaha). Kewenangan peradilan militer juga luas karena mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili semua tindak pidana yang dilakukan oleh militer (atau yang dipersamakan dengan militer) baik tindak pidana umum, tindak pidana khusus dan tindak pidana militer. Hukum militer di Negara-negara anglo saxon (Britania atau Inggris), cakupannya lebih sempit yaitu mengatur ketentuan-ketentuan pidana yang terkait dengan tindak pidana militer dan kejahatankejahatan perang. Hal ini dapat dilihat dari kompetensi peradilan militer yang hanya mengadili tindak pidana militer dan kejahatan-kejahatan perang.Hukum militer di Inggris dikodifikasikan dalam undang-undang disiplin dan regulasi 1879 yang selalu diperbaharui setiap saat. Terbatasnya lingkup hukum militer di Negara anglo saxon terkait dengan adanya system hukum mereka yang disebut common law yang menganut prinsip semua orang sama kedudukannya terhadap hukum 4. Hukum Militer di Indonesia Hukum militer di Indonesia sangat dipengaruhi oleh hukum militer Belanda, hal ini dapat dilihat dari aturan-aturan hukum bagi militer Belanda seperti Wetboek van Militair strafrecht (WvMS) yang diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang sampai saat ini masih berlaku bagi militer di Indonesia (dulu ABRI sekarang TNI). Selain itu hukum disiplin militer Belanda
7

Wetboek van Krijgtucht voor Nederlands indie (staatblad 1934 no 168) diterapkan bagi militer dengan diterjemahkan menjadi Kitab UndangUndang Hukum Disiplin Militer (KUHDM), yang saat ini telah diganti UU NO 26 tahun 1997 tentangHukum Disiplin Prajurit ABRI (dibaca TNI). System Peradilan Militer di Indonesia juga dipengaruhi oleh Krijgraad, Zee Krijgraad dan Hoog Militaire Gerechtshop (HMG).Pada era Hindia Belanda yang prinsip-prinsipnya masih berpengaruh terhadap undang-undang no 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

IV.

CAKUPAN HUKUM MILITER 1. Hukum Pidana Militer (HP Militer) a. Sistematika Hukum Pidana
Hk PIDANA

HP dlm arti materiil

HP dlm arti Formil

KUHP KUHPM UU TP Korupsi UUTP Terorisme UU Lalu Lintas Dsb

KUHAP UU No 31/1997 ttg Peradilan Militer Hk Acara yg tersebar di berbagai Per UUan

b. Pengertian HP Militer Kol. Chk. S.R. Sianturi, SH Memberi Pengertian Hukum Pidana Militer ( dalam arti materiil dan Formil) dengan tinjauan dari sudut justisiabelnya adalah :
8

Bagian dari hukum positif yang berlaku bagi justisiabel peradilan militer yang menentukan dasar-dasar dan peraturan-peraturan tentang tindakan-tindakan yang merupakan larangan dan keharusan serta terhadap pelanggar nya diancam dengan pidana, yang menentukan dalam hal apa dan bilamana pelanggar dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang menentukan juga cara penuntutan, penjatuhan pidana dan pelaksanaan pidana demi tercapainya keadilan dan ketertiban hukum (S.R Sianturi SH, Hukum Pidana Militer di Indonesia) Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum Pidana Militer (ditinjau dari Justisiabel) meliputi semua tindak pidana yang berlaku bagi militer baik tindak pidana umum maupun tindak pidana militer termasuk juga tindak pidana khusus (Tindak Pidana Korupsi, terorisme, lalu lintas dsb) c. Tindak Pidana Militer Tindak pidana (delik) menurut ajaran umum dibagi 2 dua : 1) Tindak pidana (delik) umum (commune delicta) 2) Tindak pidana (delik) khusus (delicta Propia) ( termasuk di dalam nya adalah Tindak pidana militer) Tindak Pidana Militer yang diatur dalam KUHPM dibagimenjadi 2 bagian : 1) Tindak Pidana Militer murni (Zuiver Militaire Delict) Yaitu tindak pidana yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer (disersi, insubordinasi, meninggalkan pos jaga, menyerahkan pos kepada musuh, menantang duel dengan atasan, dsb) 2) Tindak Pidana Militer Campuran yaitu tindak pidana yang pada pokoknya sudah diatur dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya akan tetapi diatur lagi dalam KUHPM karena adanya suatu keadaan yang khas militer atau keadaan lain sehingga
9

diperlukan ancaman pidana yang lebih berat. (bahkan lebih berat dari ancaman pidana pada kejahatan dengan ancaman pemberatan pasal 52 KUHP). Contoh :Tindak pidana militer campuran antara lain pemberontakan militer (pasal 56 KUHPM), mata-mata (pasal 57 KUHPM), bocorkan rahasia negara (pasal 71KUHPM), yang pada dasarnya tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 108 KUHP, Pasal 111 KUHP dan Pasal 112 dan 113 KUHP 2. Hukum Disiplin Militer (HDM) a. Peraturan HDM Organisasi Militer memerlukan aturan yang ketat dan keras bagi anggotanya, agar pelaksanaan tugas pokoknya dapat dicapai dengan baik dan sempurna. Selain aturan pidana dengan ancaman pidananya, aturan disiplin militer sangat diperlukan untuk menjaga ketaatan dan kepatutan yang sungguh-sungguh dalam menunaikan tugas dan kewajibannya. Aturan disiplin militer yang berupa ketaatan terhadap waktu dinas, pakaian dinas, tingkah laku, masyarakat, penghormatan terhadap atasan, etika militer dan aturan-aturan yang menuju kepada ketaatan dan kepatutan diatur dengan rinci disertai pengawasan pelaksanaan oleh semua atasan (terdapat dalam aturan PPM, PBB, PDG, PUD,TUM, GAM TNI). Hukum disiplin militer wetboek van krijgstucht vor netherland Indie (staatblad 1934 nomor 168) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan RI sehingga saat ini telah dilahirkan produk nasional berupa undang-undang nomor 26 tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI b. Jenis Pelanggaran Disiplin 1) Pelanggaran hukum disiplin Murni yaitu setiap perbuatan yang bukan tindak pidana tetapi bertentangan dengan perintah
10

kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbutan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit. Misalnya : terlambat apel, tidak hormat kepada atasan, berpakaian tidak sesuai dengan peraturan GAM TNI, bolos dari dinas, rambut gondrong dan sebagainya. 2) Pelanggaran Hukum Disiplin Tidak Murni yaitu setiap tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin (tidak di proses pidana). Maksud-maksud sedemikian ringan sifatnya adalah : a) Tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi Rp. 6.000.000,b) Perkara sederhana dan mudah pembuktiannya c) Tindak pidana yang tidak mengakibatkan terganggunya kepentingan TNI, dan atau kepentingan umum. c. Tindakan Disiplin Bagi militer yang melanggar hukum disiplin dapat dihukum dengan tindakan disiplin yaitu berupa tindakan fisik dan atau teguran lisan oleh setiap atasan untuk menumbuhkan kesadaran dan mencegah terulangnya pelanggaran hukum disiplin.Misalnya : lari keliling lapangan, hormat bendera, push up, merayap, dsb. d. Hukuman Disiplin Pelanggaran hukum disiplin selain dilakukan tindakan disiplin dapat pula dijatuhkan hukuman disiplin oleh atasan yang berhak menghukum (ANKUM). Jenis Hukuman disiplin prajurit terdiri dari : 1) Teguran 2) Penahanan ringan paling lama 14 hari 3) Penahanan berat paling lama 21 hari 3. Hukum Tata Negara Militer (HTN Militer)
11

HTN Militer adalah ketentuan-ketentuan hukum khusus yang berlaku terutama dalam keadaan darurat dan atau perang di sebagian atau seluruh wilayah R. Istilah HTN militer untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan dengan Istilah HTN Darurat. Ketentuan keadaan Bahaya diatur dalam pasal 12 UUD 1945 : Presiden Menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang Peraturan pelaksanaan dari pasal 12 UUD 1945, saat ini undang-undang nomor 23 Prp tahun 1959 tentang UUKB . Secara garis besar UU No 23 Prp 1959 mengatur : Wewenang pernyataan dan penghapusan Keadaan Bahaya (KB) Tingkatan-tingkatan KB Alasan-alasan Pernyataan KB Wewenang & susunan penguasa KB Ketentuan-ketentuan peralihan

a. b. c. d. e.

4. Hukum Tata Usaha Militer (HTUM) HTUM mengatur tentang adanya orang atau Badan Hukum yang merasa kepentingnya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha ABRI (baca TNI) dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan Militer Tinggi yang berwenang yang berisi tuntutan supaya keputusan Tata usaha tersebut dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Keputusan TUM yang dapat diambil oleh komandan/pimpinan berupa : a. Pemberhentian dengan hormat, tidak dengan hormat dan pemberhentian sementara b. Menonaktifkan c. Mempensiunkan d. Membebaskan dari tugas jabatan
12

e. Penurunan pangkat f. Menentukan ganti rugi Dalam hal masalah-masalah tersebut diambil keputusan oleh komandan dan ternyata keputusan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau bukan menjadi wewenangnya atau wewenang tersebut digunakan untuk tujuan lain maka komandan tersebut dapat digugat melalui Pengadilan Tinggi Militer.

5. Hukum Humaniter International Humanitarian Law atau Hukum Humaniter Internasional (disebut Hukum Humaniter) adalah bagian dari hukum tentang konflik bersenjata, Sering juga disebut Hukum Perang (The Law of War) dan juga disebut Hukum Sengketa Bersenjata (The Law of armed conflict) Digunakannya istilah Hukum Humaniter karena tujuan hukum ini untuk kemanusiaan yaitu perlindungan terhadap para pihak yang terlibat perang. Perlindungan tersebut berupa aturan mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk perang dan perlindungan dan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat perang. Brigjen TNI Haryo Mataram,Sh membagi hukum humaniter menjadfi 2 (dua) aturan yaitu : a. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk perang ( Hukum Den Haag) b. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat perang (Hukum Jenewa) Prof . Mochtar Kusumaatmadja,SH, Membagi hukum perang a. Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang mengatur dalam hal bagaimana Negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata. b. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang ini dibagi dua
13

1) Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) ini disebut hukum Den Haag) 2) Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang, ini disebut hukum Jenewa V. HUKUM ACARA PERADILAN MILITER (HAPMIL) 1. Organisasi Peradilan Militer Peradilan Militer terdiri dari : a. Pengadilan Militer b. Pengadilan Militer Tinggi c. Pengadilan Militer Utama d. Pengadilan Militer Pertempuran Ad.a. Kekuasaan Pengadilan Militer Memeriksa, mengadili dan memutus pada tingkat pertama perkara tindak pidana yang terdakwanya adalah militer berpangkat kapten ke bawah atau yang dipersamakan dengan militer atau seseorang yang atas keputusan Panglima TNI dengan persetujuan Menkum HAM harus diadili di pengadilan Militer. Ad.b. Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi 1) Memeriksa, mengadili dan memutus pada tingkat pertama perkara tindak pidana yang terdakwanya adalah militer berpangkat mayor keatas atau yang dipersamakan dengan militer atau seseorang yang atas keputusan Panglima TNI dengan persetujuan Menkum HAM harus diadili di Pengadilan Militer. 2) Memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa Tata Usaha Militer 3) Memeriksa, mengadili dan memutus pada tingkat Banding perkara tindak Pidana yang diputus oleh Pengadilan Militer
14

4) Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan militer dalam daerah hukumnya. Ad.c. Kekuasaan Pengadilan Militer Utama 1) Memeriksa, mengadili dan memutus pada tingkat Banding perkara tindak pidana dan sengketa Tata usaha Militer yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi. 2) Memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan Militer Tinggi 3) Memutus perbedaan pendapat antara PAPERA dan Oditur Militer tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara tindak pidana kepada peradilan militer atau peradilan umum Ad.d. Kekuasaan Peradilan Pertempuran Memeriksa, mengadili dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara tindak pidana yang dilakukan oleh militer atau yang dipersamakan dengan militer di daerah pertempuran. Selain peradilan militer dalam UU No 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer juga diatur tentang Organisasi Oditurat Militer yang terdiri dari : a. b. c. d. Oditurat Militer Oditurat Militer Tinggi Oditurat Jenderal Oditurat Militer Pertempuran

2. Proses Penyidikan dan Penyerahan Perkara a. Komandan Sebagai Penegak Hukum Dalam kehidupan Militer, Komandan memegang peranan untuk menjaga agar satuannya solid dan siap melaksanakan
15

tugas setiap saat. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggotanya baik berupa tindak pidana maupun pelanggaran disiplin, Komandan memegang peran dominan untuk menyelesaikan (penegakan hukumnya). Penyelesaian kasus pidana, peran seorang komandan dimulai saat proses Penyelidikan yang dilakukan oleh satuan intelijen yang ada disatuan tersebut atausatuan Polisi Militer. Komandan memiliki dua macam wewenang yaitu : 1) Hak Komando yang meliputi tiga hal : a) Mengarahkan (directing) b) Koordinir ( Coordinating) c) Mengendalikan ( control) 2) Hak untuk menghukum harus mentaati kepada ketentuan undang-undang yang berlaku. Misalnya kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin selaku ANKUM dan bertindak sebagai penyidik dalam hal anggotanya melakukan tindak pidana serta dapat memutuskan apakah suatu tindak pidana dapat diselesaikan secara hukum disiplin. b. Proses Penyidikan Penyidik untuk lingkungan peradilan militer adalah : 1) Atasan yang berhak menghukum (ANKUM) 2) Polisi Militer 3) Oditur Militer Penyidik mempunyai wewenang : 1) Menerima laporan atau pengaduan dariseseorang tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga tindak pidana 2) Melakukan tindakan pertama pada saat dan ditempat kejadian 3) Mencari keterangan dan barang bukti
16

4) Menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai tersangka dan memeriksa tanda pengenalnya 5) Melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat-surat 6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 7) Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi 8) Meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli 9) Mengadakan tindakan-tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab c. Proses Penyerahan Perkara Dalam Kehidupan militer, wewenang Komando tetap dominan sehingga dalam proses penyidikan ANKUM memiliki wewenang sebagai Penyidik, demikian pula penyerahan perkara (setelah selesai proses Penyidikan) harus dilakukan oleh Komandan yang dalam hukum Acara Pidana Militer disebut Perwira Penyerah Perkara disingkat PAPERA. PAPERA tertinggi dijabat oleh Panglima TNI yang dapat didelegasikan kepada komandan-komandan bawahan paling rendah. Komandan resimen/DANBRIG memiliki kewenangan : 1) Menyerahkan perkara kepada peradilan militer jika berkas telah lengkap (SKEPPERA) 2) Memutuskan penyelesaian perkara pidana secara hukum disiplin jika tindak pidana tersebut bersifat sedemikian ringan sifatnya ( Kembali ke ANKUM) 3) Menutup Perkara jika ada alasan demi kepentingan hukum atau demi kepentingan umum (SKEP TUPRA) 4) Mengesampingkan perkara sambil menunggu keputusan penutupan perkara oleh PAPERA tertinggi (Panglima TNI) karena alasan demi kepentingan umum (SKEPPINERA)

17

3. Persidangan Peradmil Penyidangan perkara tindak pidana di Peradmil dalam prakteknya menggunakan: a. Acara Pemeriksaan Biasa yaitu proses Pemeriksaan persidangan dalam situasi normal (tidak dalam situasi perang) terhadap tindak pidana kejahatan. b. Acara Pemeriksaan koneksitas yaitu Proses pemeriksaan persidangan, mengadili pelaku tindak pidana anggota TNI (militer) bersama pelaku non militer. c. Acara pemeriksaan khusus yaitu proses pemeriksaan di persidangan melalui pengadilan militer pertempuran dengan pelaku militer atau yang dipersamakan dengan militer karena melakukan tindak pidana di daerah pertempuran. d. Acara Pemeriksaan cepat yaitu proses pemeriksaan persidangan secara cepat dalam perkara lalu lintas (proses ini berbeda dengan pemeriksaan cepat menurut pasal 205 KUHAP yang memeriksa perkara tindak pidana ringan TIPIRING)

4. Perkara Koneksitas

18

Anda mungkin juga menyukai