Anda di halaman 1dari 2

Anak, Sasaran Empuk Pelecehan Seksual

OPINI | 02 April 2012 | 13:12 Dibaca: 1027 Komentar: 14 7 dari 7 Kompasianer menilai aktual

Miris banget, mendengar berita pencabulan anak dibawah umur oleh seorang oknum abdi negara beberapa waktu lalu, dan berita seperti ini seakan menunjukkan bahwa pelecehan seksual yang menimpa anak tidak memandang posisi sosial si pelaku, banyak cerita pelecehan seksual yang terbongkar, secara mengejutkan menguak pelakunya adalah seseorang yang semestinya bertindak sebagai pelindung, terlihat care dan sayang terhadap anak, dikenal dekat dengan korban, bahkan ada yang merupakan kerabat dan memiliki hubungan pertalian darah. Anak-anak, baik lelaki maupun perempuan, banyak yang belum mampu memahami apa itu pelecehan seksual, dunia mereka masih terlalu polos untuk mengerti hal-hal semacam itu, karena memang dari segi usia, anak-anak masih berkutat pada dunia bermain, berimajinasi, dan berekspresi selayaknya anakanak. Meski pada zaman sekarang, teknologi internet berperan besar dalam mengkarbitkan pengetahuan anak soal seks, namun hal ini tidak menuntun anak untuk bisa memahami suatu bentuk pelecehan seksual. Banyak cerita tak terungkap yang menggambarkan bahwa seorang anak sebenarnya mengalami pelecehan seksual, karena ketidaktahuan anak dalam menyikapi hal yang dialaminya, dan biasanya juga adanya ancaman dari si pelaku, anak menjadi bingung dan ketakutan, dan ini biasanya akan terlihat dari perubahan perilaku dan psikologisnya. Sebut saja kembang, masih duduk dibangku TK B, mengikuti ayah ibunya yang hidup indekos karena masih belum memiliki rumah sendiri, kepolosan kembang akan perhatian bapak kos yang seperti menunjukkan rasa kasih sayang kepada dia, membuat kembang merasa nyaman dekat dengannya, tapi ternyata kepolosan kembang membuat naluri bejat bapak kos terbangun, pada saat sepi, dia melakukan pelecehan seksual terhadap kembang, karena ada ancaman, maka kembangpun hanya bisa diam dan menangis, dan memendam kisah pilunya seorang diri. Mungkin, banyak juga kisah yang sama seperti ini, korban tidak tahu harus berbuat apa, bicarapun takut, dan akhirnya hanya tersimpan menjadi kisah kelam hidupnya, dan hingga dikemudian hari, kisah-kisah ini bisaterungkap, lewat kecurigaan orang sekitar korban yang melihat perubahan tingkah laku korban, atau lewat munculnya kasus dengan pelaku yang sama, sehingga korban berani bersuara.

Entah apa yang menjadi motivasi seorang pelaku pelecehan seksual yang lebih memilih korban seorang anak, apakah tipe anak yang polos sehingga mudah diperdaya, atau karena kekuatan fisik anak yang tidak cukup mampu melawan, atau juga anak sangat takut terhadap ancaman sehingga dapat menutup mulut, atau memang akumulasi dari alasan-alasan itulah yang membuat pelaku berani melakukan kejahatan seksual terhadap anak, tapi yang pasti, pelaku jenis ini adalah manusia yang sudah buta mata hatinya, memiliki mental yang sakit, sehingga membentuk perilaku yang biadab. Dan entah mengapa, ketika melihat wajah pelaku (meski kalau di TV diburam), serasa ada keinginan untuk menonjok mukanya, bug bug bug! geram sekali, apalagi ada yang cengengesan bak tak berdosa, hmmm sepertinya kelainan jiwanya sudah akut, parah. Bagaimana sikap kita dalam menyikapi kasus pelecehan seksual terhadap anak yang kian hari kian meningkat ini, sebaiknya kita sebagai komponen masyarakat yang memiliki tanggungjawab bersama menciptakan kondisi aman untuk semua kalangan termasuk anak-anak, harus ambil peduli dengan meningkatkan kepedulian kita terhadap aktifitas anak-anak disekitar kita, dan para orang tua, meningkatkan pantauannya terhadap aktifitas anak kesehariannya, dan selalu membuka ruang komunikasi dengan anak, sehingga hal-hal seperti itu bisa dicegah. Meski negara telah mengatur mengenai hukuman bagi pelaku pelecehan seksual pada KUHP pasal 287 dan 292, dan di dalam Undang -Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu pasal 81 dan pasal 82, namun jika kontrol sosial masyarakat terhadap tindakan pelecehan seksual ini masih lemah, kurangnya perhatian orang tua dan lingkungan terhadap aktifitas anak, sehingga masih membuka kesempatan bagi pelaku pelecehan seksual untuk menjalankan aksinya, dan yang lebih penting adalah jeratan hukuman bagi pelaku pelecehan seksual pada anak harus disetimpalkan lagi, kalau perlu selain dipenjara dengan masa hukum yang lebih lama, alat vitalnya dikebiri sekalian, agar anak yang lain tidak menjadi sasaran empuk berikutnya. Sekian.

Anda mungkin juga menyukai