Anda di halaman 1dari 3

Roti, Sosis, dan Nogosari setelah Radiasi Senin, 12 November 2012 Manufacturing Hope 51 Program menanam sorgum itu,

rasanya, seperti baru diputuskan kemarin . Makanya, sep erti tiba-tiba ketika Sabtu lalu saya sudah diminta untuk melakukan panen pertam a. Waktu begitu cepat berlalu. Pantaslah orang yang tidak biasa kerja cepat begitu mudah digilas waktu. Memang, seperti dikatakan Direktur Utama PTPN XII Singgih Irwan Basri, anak buah nya langsung action dua hari setelah keputusan. Mereka pilih lahan 7,5 ha di Ban yuwangi. Lahan yang marginal. Lahan yang tidak bisa ditanami padi. Lima jenis be nih sorgum pun segera ditanam di situ. Inilah uji coba untuk menentukan sorgum jenis apa yang paling cocok untuk iklim dan tanah di Indonesia. Hasilnya akan menentukan jenis mana yang akan ditanam se cara besar-besaran mulai Februari nanti. Mengapa sorgum? Sorgumlah yang akan bisa mengurangi impor gandum kita yang mencapai 7 juta ton p er tahun itu. Kita ini tidak bisa menanam gandum di Indonesia. Iklim kita yang d ua musim tidak cocok untuk tanaman empat musim. Padahal, kita kian doyan mi dan roti. Akibatnya, kita harus terus-menerus impor gandum secara besar-besaran dari negara seperti Amerika Serikat. Kita yang miskin terus menghidupi petani negara maju. Angka impor itu akan naik terus seiring dengan kegemaran kita makan mi dan roti yang terus meningkat. Impor daging bisa saja akan berakhir kalau kita mau meningkatkan produksi ternak . Negara kita cocok untuk peternakan. Tinggal mau atau tidak mau. Demikian juga, kita bisa mengakhiri impor beras kalau kita mau meningkatkan produksi kita. Tap i, kita tidak akan bisa mengakhiri impor gandum. Kita tidak bisa menanamnya. Kit a hanya bisa menyeruput mi dan melahap rotinya! Harapan baru muncul ketika para ahli sorgum berkumpul di Kementerian Ristek empa t bulan yang lalu. Saya dan Menteri Ristek Gusti Muhammad Hatta mengajak para ah li itu berdialog. Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi impor gandum yang begitu besar. Muncullah kesimpulan bahwa sorgumlah yang bisa diandalkan. Salah satu ahli sorgum waktu itu, Prof Dr Sungkono, sampai berlinang terharu ket ika kemudian diputuskan bahwa BUMN akan menggalakkan sorgum. Secara besar-besara n. Apalagi, BUMN memiliki lahan yang luas yang belum semuanya bisa dimanfaatkan. Terutama lahan yang tidak bisa untuk tanaman padi, sawit, karet, teh, dan kopi. Sang profesor sangat gembira karena ahli lulusan IPB itu merasa tidak sia-sia. K etekunannya mendalami sorgum sejak muda sampai menjadi profesor akan sangat bera rti. Dari hasil panen perdana Sabtu lalu, jelaslah bahwa setidaknya dua jenis sorgum sangat baik hasilnya. Satu untaian bisa mencapai 1 ons. Ini melebihi yang tertera di literatur yang menyebutkan satu untaian hanya 0,5 ons, ujar Irwan Basri, Diru t PTPN XII. Dua benih unggul itu belum punya nama. Untuk sementara disebut Citayam (karena d ibenihkan di Desa Citayam) dan Numbu B. Jenis-jenis lain hanya menghasilkan sepa ro dari itu.

Yang hebat, benih Citayam dan Numbu B adalah hasil mutasi genetik yang dilakukan para ahli kita sendiri di Batan. Penyilangan-penyilangan genetiknya dilakukan m elalui proses radiasi sinar gamma. Yakni, melalui radiasi nuklir Co-60. Ahli-ahl i di Batan mencari gen-gen terunggul untuk disilang dan dijadikan benih yang ter baik. Dengan hasil Banyuwangi ini, BUMN sudah memanfaatkan temuan dan fasilitas yang a da di Batan. Yakni, benih sorgum dan proses pembuatan radioisotop untuk kedokter an nuklir. Kerja sama yang erat antara Batan (Ristek) dan PT Batantekno (BUMN) t ernyata bisa membuat temuan-temuan dan fasilitas di Batan menjadi komoditas yang secara komersial sangat menguntungkan negara. Berkat fasilitas yang ada di Batan, Dirut Batantekno Yudi Utomo Imardjoko bisa m engaplikasikan temuan termodernnya untuk memproduksi radioisotop yang sekarang m ulai berproses untuk menguasai pasar Asia. Berbeda dari padi, sekali tanam sorgum ini bisa untuk tiga kali panen. Begitu pa nen pertama, batangnya dipotong sampai pangkalnya. Lalu, akan tumbuh batang sorg um lagi. Tiga bulan kemudian, sudah bisa dipanen lagi. Kami akan lihat berapa has il panen dari ratoon pertama. Lalu, akan kami tunggu lagi ratoon yang kedua, ujar Irwan. Dengan demikian, sebelum penanaman besar-besaran Februari nanti, hasil panen rat oon pertama pun sudah bisa diketahui. Citayam dan Numbu B masih punya kelebihan lain. Batangnya tinggi dan besar. Keti ka saya menelusup ke dalam kebun yang siap panen itu, tidak bisa disangkal: tern yata tubuh saya ini pendek. Batang sorgum itu hampir 2 meter. Dengan batang yang tinggi, makanan ternak dari batang itu bisa lebih banyak. Demikian juga niranya . Batang sorgum tersebut bisa menghasilkan nira sebagaimana tebu. Hanya, nira sorg um cuma bisa dipakai untuk gula cair. Tidak bisa untuk gula kristal. Maka, sekal i tanam sorgum, kita bisa mendapat tepungnya, niranya, dan makanan ternaknya. Itulah sebabnya dalam panen perdana tersebut Dirut PT Berdikari (Persero) Librat o El Arif ikut hadir. Berdikari-lah yang akan menjadi pembeli seluruh makanan te rnak tersebut. Sebab, PT Berdikari mendapat tugas untuk berfokus mengembangkan t ernak secara besar-besaran. Tidak boleh lagi mengerjakan bisnis yang lain. Bisni s lamanya seperti mebel dan asuransi harus dilepas. Tapi, PT Berdikari kelihatannya harus gigit jari. Jauh-jauh datang ke Banyuwangi , dia tidak akan kebagian makanan ternak itu. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar A nas, yang kini lagi mengembangkan ternak sapi rakyat secara masal, minta agar ma kanan ternak itu digunakan untuk pengembangan sapi di Banyuwangi sendiri. Tentu saya mendukung permintaan Pak Bupati ini. Saya lihat beliau sangat serius dalam mengembangkan sapi di sana. Banyuwangi berubah drastis di tangan bupati yang masih sangat muda itu (38 tahun ). Semua tahu, hambatan utama pengembangan ternak adalah makanan ternak yang kia n mahal. Dengan kebun sorgum yang mencapai ribuan hektare di Banyuwangi, sumber makanan ternak tersebut akan teratasi. Secara nasional, hasilnya sama saja. Sapi itu datang dari Banyuwangi atau dari S umatera, tidak ada bedanya. Yang penting bisa mengurangi impor sapi yang sangat besar itu. Dan lagi, sorgum akan ditanam secara masal di Sulawesi oleh PTPN XIV dan oleh Be rdikari sendiri. Lahan peternakan PT Berdikari di Sulsel yang mencapai 6.000 ha

sudah diputuskan juga harus ditanami sorgum dalam skala besar. Tahun depan adalah tahun pembuktian. BUMN harus menanam sorgum hingga mencapai 1 5.000 ha. Ini bukan kerja sembarangan. Hanya kemauan yang keras yang akan bisa m ewujudkannya. BUMN bertekad akan mewujudkan keyakinan bahwa kita ini mampu melakukan apa saja asal kita mau. Kita sering tidak bisa melakukan sesuatu bukan karena tidak mampu , tapi karena tidak mau! Ibu-ibu dari PTPN XII pun punya kemauan yang keras. Sabtu lalu itu, untuk suguha n para tamu di Banyuwangi itu, ibu-ibu membuat berbagai macam kue yang semuanya menggunakan bahan berupa tepung sorgum: roti, sosis, nogosari Saya coba memakan s emuanya. Saya rasakan enaknya. (*) Dahlan Iskan Menteri BUMN

Anda mungkin juga menyukai