Anda di halaman 1dari 36

PROGRAM KOMUNITAS KEPERAWATAN 1

SURVEILANCE DAN PENANGGULANGAN KLB KELOMPOK 4 Nanda Andriana Anisa Nevia Apriyani Sinta Wijayanti Erita Yunistisia Rosdani Vinda Dwi Oktoviyanda Gina Mandasari Khoirunnisa Elly R K Hinin Wasilah Sandra Putri Tiktik Tasyrikah Yolanda Viora S 220110090014 220110090023 220110090024 220110090039 220110090064 220110090071 220110090075 220110090078 220110090081 220110090090 220110090097 220110090109

A. B. C. D.

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011

Kasus 2 Surveilance dan Penanggulangan KLB Pemerintah menyatakan merebaknya kasus influenza A (H1N1) yang dikenal sebagai swine flu atau flu babi sebagai kejadian luar biasa, menyusul dikeluarkannya status yang sama oleh WHO. Deklarasi pendemi global yang berarti menaikkan kewaspadaan dari level lima ke level enam disampaikan WHO terkait dengan melonjaknya kasus H1N1 di Amerika Serikat, Eropa, Australia, dan Amerika Selatan. Perubahan cuaca dan suhu bumi berdampak pula pada penyebaran berbagai virus penyakit. Salah satunya adalah virus flu babi yang tengah menjadi perhatian masyrakat dunia. Flu babi disebabkan oleh endemis Orthomyxoviruses yang berasal dari populasi babi. Virus ini dikenal dengan nama H1N1 dan bisa menyebar begitu cepat. Pada umumnya, gejala infeksi flu babi pada manusia mirip dengan flu biasa pada manusia, yakni demam yang muncul tiba-tiba, batuk, nyeri otot, sakit tenggorokan dan kelelahan yang berlebihan. Virus flu babi bisa membuat penderita muntah-muntah dan diare. Manusia yang sudah terinfeksi virus ini bisa menyebarkan virus ke orang lain hanya dengan satu kali bersin. Di Indonesia sendiri data hingga 12 Juli sudah 64 orang yang positif H1N1. Rinciannya 43 laki-laki dan 21 perempuan. Tapi dari jumlah itu tak semua WNI. 12 suspek yang terakhir. 2 orang WNI dan 5 dari luar dan punya riwayat perjalanan ke luar negeri. Semua yang positif flu babi sekarang dikarantina, kata menkes. Dengan demikian pemerintah terus menerus meningkatkan kegiatan surveilance dan langkah penanggulangan KLB. Step 1 1. Endemis Orthomyxoviruses (Vinda) 2. Pandemik Global (Sinta) 3. Surveilance (Nanda) 4. Kejadian Luar Biasa (Erita) 5. Suspek (Putri) Jawab : 1. Endemis Orthomyxoviruses sejenis virus yang terdapat pada hewan babi (Nanda)

2. Pandemik Global bagian epidemiologi penyebarannya yang sudah global. (Vinda) 3. Surveilance pemantauan terhadap penyakit dan ada yang aktif dan positif. (Sinta) 4. Kejadian Luar Biasa merupakan status dan dimana adanya peningkatan jumlah suatu penyakit. (Tiktik) 5. Suspek orang yang diduga terkena. (Vinda) Step 2 1. Tahap-tahap penanggulan KLB? (Eel) 2. Pengaruh cuaca dan suhu bumi seperti apa? (Vinda) 3. Apa hubungan jenis kelamin dengan penyakit? (Tiktik) 4. Arti dari tial level kewaspadaan?(Sinta) 5. Kategori seprti apa yang dapat dikatakan KLB? (Hinin) 6. Lingkungan yang seperti apa dikatakan KLB? (Gina) 7. Mengapa penyebaran penyakitnya cepat? (Tiktik) 8. Mengapa penyebaran penyakit ini dengan satu kali bersin? (Nanda) 9. Mungkinkah terjadi pada daerah yang tidak ada populasi babi? (Eel) 10. Jenis dari influenza (Putri) 11. Apakah kepadatan penduduk berpengaruh? (Hinin) 12. Fasilitas apa yang disediakan pemerintah untuk menanggulangi masalah ini? (Gina) 13. Untuk perawat persiapa apa yang dibutuhkan untuk merawat pasien agar tidak menular penyakitnya? (Eel) 14. Perbedaan dari orang yang sudah terkena dengan yang masih suspek? (Vinda) 15. Bagaimana dengan pencegahan penyakit?(Nanda) 16. Penkes dan prognosis penyakit ini bagaimana? (Sinta) 17. Hasil pemeriksaan seperti apa yang bisa ditemukan? (Putri) 18. Bagaimana penyakit atau kejadian itu dikatakan KLB?(Yoan) 19. Penelitian apa saja yang dikatakan KLB? (Eel) 20. Tindakan pertama untuk mencegah KLB? (Hinin) 21. Tujuan penetapan KLB? (Nevia)

22. Apakah KLB berhubungan dengan KLB? (Tiktik) 23. Mengapa KLB musiman dan apakah memungkinkan untuk terjadi kembali lagi? Step 3 8. Penyebaran melalui udara lalu virusnya mengenai orang yang sudah terinfeksi. (Putri) 15. Populasinya meningkat maka babi yang sudah terinfeksi dimusnahkan dan mengkarantina orang yang terinfeksi dan menangani suspeknya. (Tiktik) Menggunakan masker dan apabila bersin mulut ditutup agar virusnya tidak terinfeksi. (Nevia) 18. Misalnya ada penyakit yang jumlah orang yang terkena masih sedekit, dan dapat dikatakan KLB itu apabila jumlah orang yang terkena penyakit ini sudah meningkat dan penyebarannya sangat cepat. (Vinda) Penyebarannya itu dua kali lebih banyak dari tahun sebelumnya. (Nanda) 2. Berpengaruh terhadap perkembangan virus dan suhunya lembab. (Eel) Cuaca yang berangin. (Sinta) 3. Tidak berpengaruh hanya tergantung sistem imun dan kontak langsung kepada host. (Hinin) 7. Karena berpengaruh dari keadaan lingkungan, cuaca dan kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. (Putri) Mungkin penderita belum tahu tentang penyakit. (Vinda) 9. Mungkin karena melalui udara dan dari WNI yang datang dari luar negeri atau dari WNA yang datang ke negara Indonesia. (Tiktik) 11. Bisa. (Gina) 22. Umur berhubungan pada anak-anak dan lansia (Sinta) 13. Universal precaution. (Nevia) 20. Tindakan promotif dengan pendidikan kesehatan tentang bahaya dan penyebaran penyakitnya; tindakan preventif dengan menjaga gaya hidup bersih dan menjaga kontak langsung dengan penderita; tindakan kuratif dengan cara pengobatan. (Hinin)

6. 4.

Kepadatan penduduk dengan keadaan lingkungan yang keadaan cuaca lembab dan gaya hidup tidak sehat. (Eel) Nanda : Level I Level II : menular antar hewan dengan hewan : hewan dengan manusia

Level III : antara hewan dengan manusia tapi jumlah yang masih sedikit Level IV : manusia dengan manusia Level V : sudah mewabah di 2 negara Level VI : lebih dari 2 negara 16. Baik disertai dengan gaya hidup yang sehat (Gina), Buruk dari penyakit tidak disertai dengan gaya hidup sehat dan pengobatan tidak teratur dan pemberian pendidikan kesehatan dengan karantina dan sebagainya, dan dengan pemeriksaan dini. (Putri) 21. Untuk menentukan pencegahannya berdasarkan KLBnya dan prioritaskan KLB. (Vinda) Menaikkan kewaspaan ke level selanjutnya. (Tiktik) 12. Dilakukan penyuluhan kepada keluarga dan tentang ciri-cirinya dan laporkan secepatnya apabila ada keluarga yang terkena. WNA yang terkena dilakukan pemeriksaan. (Sinta) Pemberian vaksin dan warning travel. (Putri) 19. Penelitian terhadap manusia dan lab kepada hewan. (Eel) 1. 5. Diobati rehabilitasi penkes untuk yang sudah terkena dan yang belum diberi kewaspadaan dan penkes. (Hinin) Penyakit menular; demam berdarah, flu burung dan penyakit endemik SARS. (Nanda) 23. Tergantung iklim dan cuaca mungkin untuk terulang. (Nevia) 10. Influenza A, B,C dan H5N1. (Sinta) 14. Yang terduga dengan ciri flu biasa dan yang sudah (+) ditentukan melalui pemeriksaan dan ditemukan adanya virus. (Vinda) 17. Adanya virus H5N1. (Eel).

Mind Map KLB Flu babi pencegahan, epidemiologi dan penanggulangan survailance (defenisi dan tahap) Defenisi Kriteria Etiologi Penanggulangan Penkes Tahap kewaspadaan Kategori dan jenis

Reporting Defenisi KLB Wabah outbreak atau ledakan keadaan dimana jumlah penyakit mengalami peningkatan dan kesakitan di daerah tersebut (Vinda), dan ada di daerah tertentu dan mengalami perubahan yang signifikan (Tiktik) Kriteria (Hinin, Putri) o Timbulnya suatu penyakit yang belum dikenal o Angka rata-rata dalam 1 tahun dua kali lebih banyak o Crude Fatality Rate meningkat dua kali lipat o Penderita mengalami lebih dari satu penyakit o Proporsional rate meningkat dari tahun sebelum o Meningkatnya kematian dari tahun sebelumnya dalam tiga kurun waktu satu periode o Penyebab KLB ; toksin, infeksi, bilogis virus dan bakteri (Gina) o Peningkatan jumlah kematian dua kali lebih besar (Sinta) o Keracunan pestisida (Nanda) Penggolongan KLB (Erita,Nevia) o Berdasarkan penyebaran : Common source ; wabah suatu penyakit karena ada satu faktor

Propagated ; penyebarannya lebih cepat, morbiditas, orang-orang, kepadatan penduduk Mixed ; campuran Continued dan intermitten Point source ; dapat diakibatkan karena pemakaian benda bersama, Intermitten ; penyebaran dan pemaparannya tidak teratur, continued ; kejadiannya dan penyakitnya selalu berkelanjutan (Yoan) Tujuan (Hinin) Tujuan umum ; identifikasi KLB atau bukan dan mencegah adanya KLB Tujuan Khusus ; identifikasi cara penularan dan etiologinya apa dan mengetahui daerah mana yang terkena. Tahapan (Vinda, Tiktik) o Persiapan penelitian lapangan dengan konfirmasi dan pencarian data lab, investigasi dan perlengkapan;administrasi dan konsultasi o Mengidentifikasi wabah dengan adanya cara pembuktian o Membuktikan diagnosis dan membuang data-data yang mengganggu o Mengidentifikasi kasus dan melihat kasus sudah pasti atau tidak o Epidemiologi deskriptif;pengumpulan data berdasarkan waktu dengan adanya kurva epidemik dengan melihat masa inkubasi berdasarkan orang dan dilihat cara penularannya berdasarkan tempat. o Uji hipotesis untuk memberi kesimpulan o Memperbaiki hipotesis dan membuat kesimpulan o Penambahan data o Menentukan hipotesis yang benar o Menyebarluaskan Penanggulangan (Putri, Nanda, Tiktik) o Memutuskan mata rantai penyebab penularan o Personal hygine o Karantina dengan mambatasi mobilisasi o Pemberian obat o Travel warning

o Pemeriksaan di tempat awal terjadi imigran o Pemakaian alat pelindung diri o Preventif bagi orang yang sudah terkena, kuratif pengobatan orang yang terkena rehabilitatif dengan karantina o Dan bagi yang belum terkena pemberian penkes dan promosi kesehatan o Penanggulangan kepada masyrakat dengan menghindari orang-orang yang terkena (Sinta) o Penanganan host o Mencegah kontak hewan dengan manusia o Manaikkan kapasitas survailans o Memberi laporan pada pemerintah jika ada hewan yang terkena. Survailans o Menurut WHO : pengumpulan data yang digunakan untuk mendeteksi jumlah penyakit. (Nevia) o Survailans ada 2 yaitu pasif dan aktif. Kalau pasif itu info didapat dari tim kesehatan dan aktif digunakan ketika saat yang dibutuhkan. Tujuan survelance (Gina, Erita, Nevia, Putri) o Identifikasi kasus dan melihat besarnya kasus, mengetahui pola penyebarannya o Mengetahui apa ada KLB dan mengetahui cara penanggulangannya dari hasil survailans o Mengetahui prioritas masalah o Mengetahui kebutuhan dari penelitian dan riset Level kewaspadaan (Sinta dan Gina) o Level 1 : belum ditemukan infeksi. o Level 2 : sudah diemukan pada ternak tapi tidak menyebabkan penularan. o Level 3 : penularan pada hewan ke manusia. o Level 4 : sudah terjadi di kelompok masyarakat. o Level 5 : sudah terjadi di 2 negara WHO. o Level 6 : sudah terjadi secara global.

o Level 1-2 disebut intrapandemis. o Level 3-4 disebut waspada endemis. o Level 5-6 disebut pandemis.

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) A. Definisi Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984). Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah. Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. B. Kriteria Kejadian Luar Biasa Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa berdasarkan pada Keputusan Dirjen No. 451/91 tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan tersebut, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur: 1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal, 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu), 3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2x lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun), 4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2x lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya,

5.

Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2x lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.

6. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya. 7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya. 8. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus atau lebih sebagai kasus KLB; keracunan makanan atau keracunan pestisida. Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat (common sense). Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit: poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus tersebut dianggap KLB dan perlu penanganan khusus. C. Level Kewaspadaan Level 1 : Tidak ada virus yang beredar di antara binatang menyebabkan infeksi pada manusia Level 2 : Virus influenza berasal dari hewan menyebabkan infeksi pada manusia, dan dianggap ancaman potensi pandemi. Level 3 : Influenza menyebabkan kasus sporadis atau kelompok kecil penyakit pada manusia, namun tidak ada penularan dari manusia ke manusia yang signifikan. Level 4 : Penularan dari manusia ke manusia yang dapat menyebabkan wabah penyakit berkelanjutan di tingkat masyarakat. Sehingga meNandai pergeseran yang signifikan atau risiko kenaikan pandemi. Level 5 : Ditandai oleh penularan virus dari manusia ke manusia setidaknya dalam dua negara di satu wilayah WHO. Level 5 merupakan sinyal kuat bahwa pandemi sudah dekat dan waktunya untuk

menyelesaikan organisasi, komunikasi, dan pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan secara singkat. Level 6 : Fase pandemi, ditandai dengan menyebarnya wabah di tingkat komunitas setidaknya satu negara lain di wilayah WHO yang berbeda. Level ini akan menunjukkan bahwa pandemi global berlangsung.

D. Penggolongan Epidemi atau KLB Epidemi digolongkan secara berbeda-beda bergantung pada cara penyebarannya di masyarakat atau populasi. Ada 3 klasifikasi yang paling umum, yaitu : 1. Common source epidemic, Terjadi jika sekelompok orang terpajan pada infeksi atau sumber kuman (agens patogen) yang biasa/umum, misalnya anak sekolah terpajan anak lain yang sedang sakit campak. Common source epidemic biasanya dibagi menjadi tiga subkategori, yaitu : a. Point source epidemic Jika agens atau patogennya berasal dari sumber tunggal seperti makanan. Contoh, sekelompok orang yang menghadiri piknik gereja mengambil salad kentang dari satu mengkuk besar yang sama. Mayoritas dari mereka yang memakan salad kentang jatuh sakit karena salad terkontaminasi bakteri stafilokokus. Pada golongan ini, orang terpajan di suatu tempat pada satu waktu,

menjadi sakit selama masa inkunasi agens (patogen) yang didapat dari satu sumber. b. Intermittent epidemic Orang yang rentan terkadang terpajan penyakit dan terkadang tidak selama satu periode waktu hari, minggu, atau lebih lama. Contoh, tuberkulosis sering kali menular dengan cara seperti ini, melalui penularan bawaan udara yang berasal dari batuk penderita lain. Karena tuberkulosis disebarkan dengan cara kontak langsung dari orang ke orang dan karena rang berpindah dan berinteraksi dengan orang lain, penyebaran penyakit ini tidak teratur dan sulit ditebak, dan polanya juga tidak teratur mengakibatkan epedemi yang berulang. c. Continous epidemic Jika tingkat penyebaran epidemi cukup tinggi di masyarakat atau populasi, dan mnyerang sejumlah besar orang di dalam populasi tanpa pengecualian, hal ini termasuk dlam epidemi yang berkelanjutan. Jika pajanan bertambah dan meluas, dan orang yang menjadi sakit tetap seperti biasa, atau bahkan mengikat selama beberapa waktu, KLB ini disebut epidemi yang berkelanjutan. 2. Propagated epidemic Jika common source epidemic tunggal sulit diidentifikasi, tetapi epidemi atau KLB penyakit tetap menyebar dari orang ke orang, memperbanyak jumlah yang sakit dan biasanya membentuk pola pertumbuhan eksponensial/sangat mencolok. Pada epidemi tipe ini, kasus terjadi terus-menerus, melampaui satu satu masa inkubasi. Kurva epidemi tipe ini biasanya memiliki serangkaian puncak yang berurutan, yang mencerminkan peningkatan jumlah kasus di setiap generasi jika epidemi tidak dapat dikendalikan atau dihentikan. Epidemi dapat mereda setelah beberapa generasi.

3. Mixed epidemic Terjadi jika common source epidemic berlanjut melalui kontak orang ke orang dan penyakit menyebar seperti KLB propagated. Pada beberapa kasus sangat sulit untuk menentukan epedemi mana yang muncul pertama kali. E. Tahapan penyelidikan Kejadian Luar Biasa 1. Persiapan penelitian lapangan 2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB 3. Memastikan diagnosis etiologis 4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan 5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat 6. Membuat hipotesa awal a. pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin b. upaya penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah diketahui c. Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah dalam penularan penyakit. 7. Upaya segera 8. Mengidentifikasi sumber dan cara penularan 9. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB 10. Merencanakan penelitian lain / tambahan dengan sistematis 11. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan reservoirnya. 12. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau dengan komplikasi 13. Mengembangkan hipotesis A. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu: a. Apa reservoir utama agen penyakitnya? b. Bagaimana cara penularannya? c. Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan? d. Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular? pengendalian mungkin diarahkan pada agen penyakit, sumbernya, atau Membuat cara penangulangan sementara dengan

B. Wawancara dengan beberapa penderita C. mengumpulkan beberapa penderita untuk mencari kesamaan pemaparan. D. Kunjungan rumah penderita E. Wawancara dengan petugas kesehatan setempat F. Epidemiologi diskriptif 14. Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan stempat dan kepada system pelayanan kesehatan yang lebih tinggi F. Persiapan Penelitian Lapangan Dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi. Persiapan penelitian lapangan meliputi : 1. Investigasi : pengetahuan ilmiah yang sesuai, perlengkapan dan alat 2. Administrasi : prosedur administrasi, misalnya dokumen perjalanan, uang tunai, dan keperluan pribadi lainnya. 3. Konsultasi : peran masing-masing petugas yang turun kelapangan, tentukan langkah-langkah yang harus dilakukan. 4. Pemantapan (Konfirmasi) Informasi Meliputi : a. Asal informasi adanya KLB. Dapat berasal dari : - laporan Wabah (W1). - Analisis sistim kewaspadaan dini didaerah tersebut (laporan W2). - Hasil laboratorium, laporan Rumah Sakit (RL2a, RL2b) atau masyarakat. b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi: - Gejala klinis.. - Pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan hasil pemeriksaannya. - komplikasi yang terjadi (misalnya kematian, kecacatan, kelumpuhan dan lainnya).

c. Keadaan geografi dan tranportasi yang dapat digunakan didaerah KLB. 5. Memastikan Diagnosis a. Memastikan bahwa masalah telah benar diadiagnosis dengan bebar, dan sesuai dengan yang dilaporkan. b. Menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan. 6. Tentukan dan Identifikasi Kasus (membuat definisi kasus dan menemukan dan menghitung kasus) a. Informasi klinis tentang penyakit b. Karakteristik tentang orang yang rentan c. Informasi mengenai lokasi atau tempat d. Spesifikasi waktu selama wabah yang terjadi Penyelidikan kasus didefinisikan dalam tiga kelas sebagai berikut: a. Kasus pasti (confirmed), harus di sertakan dengan pemeriksaan laboratorium dengan hasil + b. Kasus mungkin (Probable), harus memenuhi semua cirri klinis penyakit tanpa pemeriksaan laboratorium c. Kasus meragukan (Possible), biasanya hanya memenuhi sebagian gejala klinis saja. 7. Pembuatan Rencana Kerja (rencana penyidikan /proposal), yang minimal berisi : a. Tujuan Penyidikan KLB - Memastikan diagnosis penyakit. - Menetapkan KLB. - Menentukan sumber dan cara penularan. - Mengetahui keadaan penyebab KLB. b. Definisi kasus awal, Arahan pada pencarian kasus c. Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penularan, d. Macam dan sumber data yang diperlukan,

e. Strategi penemuan kasus, f. Sarana dan tenaga yang diperlukan

8. Pertemuan Dengan Pejabat Setempat a. Membicarakan rencana dan pelaksanaan penyidikan KLB. b. Kelengkapan sarana dan tenaga di daerah. c. Memperoleh ijin dan pengamanan. . G. Langkah-langkah Penanggulangan KLB Langkah 1 (Persiapan Investigasi dilapangan) 1. Investigasi : Pengetahuan ilmiahyang sesuai, perlengkapan dan alat 2. Administrasi : Prosedur administrasi misalnya dokumen perjalanan, uang tunai 3. Konsultasi : Peran masing- masing petugas yang turun ke lapangan, tentukan langkah- langkah yang harus dilakukan Langkah 2 (Menentukan dan memastikan adanya wabah) 1. Menentukan apakah kasus yang ada sudah melampaui julmlah yang diharapkan 2. Pembuktian adanya wabah Langkah 3 (Memastikan diagnosis) 1. Memastikan bahwa masalah telah benar didiagnosis dengan benar dan sesuai dengan yang dilaporkan 2. Menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan. Langkah 4 (Tentukan dan identifikasi kasus) 1. Informasi klinis tentang penyakit. 2. Karakteristik tentang orang yang rentan. 3. Informasi mengenai lokasi dan tempat. 4. Spesifikasi waktu selama wabah terjadi. Penyelidikan kasus didefinisikan dalam 3 kelas , yaitu:

1. Kasus pasti 2. Kasus mungkin 3. Kasus meragukan Langkah 5 (Melakukan epidemiologi deskriptif) 1. Gambaran perjalanan wabah berdasarkan waku. 2. Gambaran kejadian wabah berdasarkan orang. 3. Gambaran kejadian wabah berdasarkan tempat. Langkah 6 (Hipotesa) 1. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu a. Bagaimana cara penularannya? b. Apa saja faktor yang meningkatkan resiko tertular? 2. Wawancara dengan beberapa penderita 3. Mengumpulkan beberapa penderita untuk mecari kesamaan pemaparan 4. Kunjungi rumah penderita 5. Wwancara dengan petugas kesehatan setempat Langkah 7 (Kembangkan hipotesa) Dugaan sementara Langkah 8 (Menilai Hipotesa) Dengan membandingkan hipotesa dengan fakta yang ada Langkah 9 (Memperbaiki hipotesa dengan mengadakan penelitian tambahan) a. b. Penelitian epidemiologi (epidemiologi analitik) Penelitian laboratorium dan lingkungan (pemeriksaan serum, pemeriksaan tempat pembuangan tinja) Langkah 10 (Data tambahan) Didapat dari hasil laboratorium Langkah 11 (Penelitian tambahan) Langkah 12 (Melaksanakan pengendalian dan pencegahan) a. b. Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin Upaya penanggulangan biasanya hanya diterapkan setelah sumber wabah diketahui

c. d.

Pada umumnya, upaya penangendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah dalam penularan penyakit Upaya pengendalian mungkin diarahkan pada agen sumbernya, atau reservoirnya. penyakit,

Langkah 13 (Menyampaikan hasil penyelidikan) Langkah 14 (Menindaklanjuti rekomendasi) Langkah 15 (Sebarluaskan)

H. TATALAKSANA PADA DEWASA DAN ANAK a. Kasus ringan. Sebagian besar kasus akan sembuh dalam waktu satu minggu. Penanganan pada kasus ringan tidak pemerlukan perawatan RS, tidak memerlukan pemberian antivirus kecuali kasus dengan klaster serta diberikan pengobatan simptomatik dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) pada pasien dan keluarga. Pasien diamati selama 7 hari. Pengobatan simptomatik diberikan sesuai gejala. Salisilat tidak boleh diberikan pada anak di bawah 18 tahun dapat menyebabkan Reye Syndrome. b. Kasus sedang. Perawatan di ruang isolasi dan diberikan antivirus. Dilakukan pemeriksaan RT-PCR hanya satu kali pada awal. Jika keadaan umum dan klinis baik dapat dipulangkan dengan KIE. Jika terjadi perburukan rawat ICU penatalaksanaan sesuai kasus berat (pengawasan ketat tanda kegawatdaruratan misal pemeriksaan laktat dehidrogenase > 4, analisis gas darah menunjukkan PaCO2 <30 mmHg, C-reactive protein atau procalcitonine). c. Kasus berat. Perawatan di ruang isolasi ICU/PICU/NICU dan diberikan antivirus serta diperiksa RT-PCR satu kali pada awal. Pada influenza A baru H1N1 yang berat dengan pneumonia gambarannya sama dengan pneumonia pada flu burung. d. Kasus berat pada anak Apabila terdapat pneumonia dan/atau ditemukan gejala berbahaya / berat seperti tidak bisa minum, muntah terus menerus, kebiruan di sekeliling bibir, kejang, tidak sadar , anak dibawah 2 tahun dengan demam atau hipotermia, pneumonia luas (bilateral, multilobar),

gagal napas, sepsis, syok, kesadaran menurun, ARDS (sindroma sesak nafas akut), gagal multi organ. e. Kriteria rawat ICU Yaitu gagal napas (kriteria gagal napas: analisis gas darah PaCo2 < 30 mmHg, frekuensi pernapasan > 30 x/m, pada anak sesuai usia, rasio PaO2/FiO2 < 200 ARDS, < 300 ALI), syok (kriteria syok: tekanan darah diastolic < 80 mmHg, pada anak takikardia, laktat dehirogenase > 4, bila tersedia fasilitas).

Antiviral Direkomendasikan pemberian Oseltamivir atau Zanamivir. Zanamivir dapat diberikan pada kasus yang diduga resisten Oseltamivir atau tidak dapat menggunakan Oseltamivir. Pemberian antiviral tersebut diutamakan pada pasien rawat inap dan kelompok risiko tinggi komplikasi. Pengobatan dengan Zanamivir atau Oseltamivir harus dimulai sesegera mungkin dalam waktu 48 jam setelah awitan penyakit. Dosis pemberian Oseltamivir untuk dewasa adalah 2 x 75 mg selama 5 (lima) hari, dapat diperpanjang sampai 10 hari tergantung respons klinis. Dosis pemberian Zanamivir untuk usia = 7 tahun dan dewasa adalah 2 x 10 mg inhalasi. Dosis Oseltamivir pada anak, 2 mg/kg BB dibagi dalam 2 (dua) dosis atau berdasarkan kisaran berat badan.

Berat Badan <15 Kg 15-23 Kg 24-40 Kg >40 Kg

Dosis Oseltamivir 30 mg (2x/hari) 45 mg (2x/hari) 60 mg (2x/hari) 75 mg (2x/hari)

Rekomendasi Dosis Oseltamivir untuk anak <1 tahun Usia <3 bulan 3-5 bulan 6-11 bulan Dosis Oseltamivir 12 mg (2x/hari) 20 mg (2x/hari) 25 mg (2x/hari)

Perempuan hamil direkomendasikan untuk diberi Oseltamivir dan Zanamivir. Antiviral tidak direkomendasikan untuk profilaksis pada influenza A (H1N1). Antibiotik Bila terjadi pneumonia maka antibiotik direkomendasikan untuk diberikan berdasarkan evidence based dan pedoman pneumonia didapat masyarakat. Antibiotik diberikan sesuai pedoman lokal. Tidak direkomendasikan pemberian antibiotik profilaksis. Rekomendasi antibiotik pada dewasa yang dianjurkan adalah golongan beta-laktam anak. Pada anak dengan pneumonia ringan dapat diberikan Ampicillin (100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis) dan bila klinis berat Ampicillin dapat dikombinasikan dengan golongan Aminoglikosida yaitu Gentamisin (7.5mg/kgBB/hr) atau Amikasin (15-25 mg/kgBB/ hr). Kortikosteroid Penggunaaan kortikosteroid secara rutin harus dihindarkan pada pasien influenza A baru H1N1. atau sefalosporin generasi III, aminoglikosida atau fluorokuinolon respirasi (levofloksasin atau moksifloksasin) kecuali untuk

Dapat diberikan pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga mengalami adrenal insufisiensi. dapat diberikan dosis rendah hidrokortison 300 mg /hari dosis terbagi.

TATALAKSANA ICU PADA DEWASA Kriteria perawatan di ruang rawat intensif (ICU) adalah semua pasien yang memenuhi kriteria sepsis berat, syok septic, acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Gangguan fungsi napas yang memerlukan perawatan intensif atau kriteria intubasi dan penggunaan ventilator sesuai dengan kriteria Pontoppida yang dimodifikasi. Bila memasuki untuk tindakan observasi ketat, fisioterapi dada dan terapi oksigen sebaiknya pasien dirujuk ke ICU atau paling tidak di high care unit. Bila terjadi kecenderungan perburukan dalam waktu kurang dari 6 jam, yang menunjukkan kebutuhan oksigen yang semakin meningkat untuk mendapatkan SaO2 > 95%, maka pasien dirujuk ke ICU. Pengelolaan umum di ICU Pengobatan ARDS akibat infeksi virus influenza A (H1N1) baru harus berdasarkan pada evidence based guideline seperti yang terdapat pada rekomendasi Surviving Sepsis Campaingn 2008 yang sudah dipublikasikan: - Resusitasi awal (dalam 6 jam pertama) pada pasien hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4 mmol/L dengan target atau tujuan resusitasi yang telah ditentukan. - Membuat diagnosis dengan melakukan pemeriksaan kultur sebelum memulai pemberian antibiotika (tidak menunda pemberian antibiotika secara bermakna). Melakukan pemeriksaan pencitraan (imaging) segera untuk memastikan dan mencari sumber infeksi. - Terapi antibiotik diberikan sesegera mungkin dan diberian dalam jam pertama setelah diagnosis sepsis berat atau syok sepsis ditegakkan.

Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik spektrum luas. Mengevaluasi ulang antibiotik setiap hari untuk menilai efikasi, mencegah resistensi dan lainnya. - Identifikasi sumber infeksi sesegera mungkin dalam 6 jam pertama dan melakukan tindakan untuk mengatasinya. Memilih tindakan source control yang menghasilkan efikasi maksimal dan gangguan fisiologi minimal. - Terapi cairan. Resusitasi cairan dengan menggunakan kristaloid atau koloid. Targer CVP = 8 mmHg (dengan ventilasi mekanik = 12 mmHg). Menggunakan fluid challenge tehnique and memonitor bila terjadi perbaikan. Laju pemberian cairan harus diturunkan jika terdapat peningkatan tekanan pengisian jantung tanpa perubahan hemodinamik secara bersamaan. - Pemberian vasopresor untuk mempertahankan MAP = 65 mmHg. Pilihan pemberian awal norepineprin dan dopamin adalah melalui vena sentral. Tidak menggunakan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal. Menggunakan kateter arterial pada pasien yang menggunakan vasopresor. - Terapi inotropik. Menggunakan dobutamin pada pasien dengan gangguan miokard yang ditandai dengan peningkatan tekana pengisian jantung dan curah jantung yang rendah. Jangan meningkatakan cardiac index untuk mendapatkan level supranormal. - Penggunaan steroid tidak direkomendasikan rutin pada infeksi H1N1 tapi dosis rendah kortikosteroid dapat dipertimbangkan pada syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga mengalami adrenal insufisiensi. Hidrokortison lebih dipilih daripada deksametason. Dosis hidrokortiosn sebaiknya < 300 mg/hari. Jangan menggunakan kortikosteroid untuk menangani sepsis apabila tidak ada syok kecuali endokrin dan riwayat pemberian kortikosteroid memang terbukti diperlukan. - Penggunaan rhAPC (Recombinant Human Activated Protein C). Saat ini belum tersedia di Indonesia. Pertimbangkan rhAPC pada pasien dengan gangguan fungsi organ yang diinduksi oleh sepsis dengan penilaian klinis mempunyai risiko kematian tinggi (APACHE II = 25 atau kegagalan organ multiple) jika tidak terdapa kontraindikasi. Pasien dewasa dengan sepsis

berat dan risiko kematian yang rendah (APACHE II < 20 atau kegagalan organ tunggal) sebaiknya jangan diberikan rhAPC. - Pemberian komponen darah apabila penurunan Hb sampai > 7.0 g/dL (<70 g/L) hingga mencapai 7.0-9.0 g/dL pada dewasa. Nilai Hb yang lebih tinggi dibutuhkan pada keadaan tertentu (iskemia miokardial, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung sianoss, asidosis laktat. Jangan menggunakan terapi antitrombin. - Ventilasi mekanik pada sepsis yang dipicu ALI/ARDS. Menggunakan mode ventilator apa saja. Set ventilator setting untuk mencapai inisial Vt = 8 ml/kg prediksi BB. Set inisial laju napas mendekati volume baseline (tidak lebih dari 35x/menit). Target volume tidal 6 ml/kg prediksi berat badan pasien dengan ALI/ARDS. Target pH 7.30 7.45. Manajemen asidosis (pH < 7.30). PaCO2 dapat ditingkatkan diatas normal. Jika dibutuhkan untuk meminimalisir tekanan plateau dan volume tidal.Target oksigenisasi PaO2 55-80 atau SpO2 88-95%. Pengaturan PEEP untuk mencegah kolpas paru ekstensif pada ekspirasi akhir. Pasien dengan ventilasi mekanik pertahankan posisi semirecumbent (bagian atas tempat tidur dinaikkna sampai 45 ). Menggunakan protokol weaning dan SBT secara teratur untuk mengevaluasi potensi penghentian ventilasi mekanik. Jangan menggunakan kateter arteri plmonalis untuk monitor rutin pasien ALI/ARDS. Mengunakan strategi cairan konservatif pada pasien ALI yang tidak terbukti mengalami hipoperfusi jaringan. - Sedasi, analgesia dan blok neuromuskular pada sepsis. Menggunakan protokol sedasi dengan target sedasi untuk pasien ventilasi mekanik dalam keadaan kritis. Dapat menggunakan sedasi bolus intermitten atau sedasi infuse kontinu untuk mencapai titik akhir (skala sedasi) dengan lightening/interupsi harian untuk mengembalikan kesadaran. Titrasi jika dibutuhkan. Mencegah blok neuromuskuler jika memungkinkan. Monitor kedalaman blok dengan train of four ketika menggunakan infuse kontinu. - Mengontrol glukosa dengan menggunakan insulin IV untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien dengan sepsis berat setelah stabilisasi di ICU. target gula darah < 150 mg/dL (8.3 mmol/L) menggunakan protokol

tervalidasi untuk pengaturan dosis insulin. Memberikan sumber kalori glukosa dan monitor nilai gula darah setiap 1-2 jam (setiap 4 jam saat stabil) pada pasien yang mendapatkan insulin IV. Intrepretasi glukosa darah yang rendah secara hati-hati pada hasil pemeriksaan point of care testing, karena tehnik ini mungkin memberikan nilai yang lebih tinggi (overestimate) dari nilai glukosa pada darah arteri atau plasma. - Penggantian ginjal. Hemodialisis intermiten dan CVVH dianggap sama. CVVH menawarkan manajemen yang lebih mudah pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil. - Terapi bikarbonat. Jangan menggunakan terapi bikarbonat untuk tujuan memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopresor sewaktu menangani asidosis laktat yang dipicu oleh hipoperfusi dengan pH = 7.15. - Profilaksis Deep Vein Thrombosis (DVT). Menggunakan unfractionated heparin (UFH) dosis rendah atau low molecular weight heparin (LMWH), kecuali ada kontraindikasi. Menggunakan peralatan profilaksis mekanik, seperti compression stockings atau intermittent compression device, bila heparin merupakan kontraindikasi. - Profilaksis Stress Ulcer. Melakukan pencegahan stress ulcer dengan menggunakan H2 bloker atau Proton pump inhibitor. Keuntungan pencegahan perdarahan saluran cerna atas harus mempertimbangkan potensi munculnya ventilator acquired pneumonia. - Mempertimbangkan keterbatasan dukungan. Mendiskusikan rencana perawatan realistik. Kriteria keluar ICU Setiap pasien yang dirawat di ICU dapat dikeluarkan setelah memenuhi kriteria yaitu penyakit atau keadaan pasien dan cukup stabil sehingga tidak memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut, terapi atau pemantauan intensif tidak diharapkan bermanfaat atau tidak memberikan hasil (pasien dengan mati batang otak, penyakit dengan stadium akhir). Dalam hal tersebut lebih lanjut dengan pasien dan keluarga. Berikan gambarangambaran seperti perkiraan hasil perawatan dan harapan yang

pengeluaran pasien dari ICU dilakukan setelah memberitahu dan disetujui oleh keluarga terdekat pasien, pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa).

TATALAKSANA ICU PADA ANAK 1. Indikasi untuk masuk ICU anak yaitu peningkatan Work of Breathing (WOB), kebutuhan terapi oksigen dengan FiO2 > 0.5, PaO2 menurun, PCO meningkat, PaO2/FiO22 < 300, gangguan sirkulasi yang mengancam nyawa, kesadaran menurun atau kelainan neurologik lain, gangguan metabolik berat dan gagal multiorgan. 2. Perawatan Jalan Nafas dan Respirasi Terapi oksigen dengan dengan alat non invasif seperti nasal kanul, masker atau nasal CPAP, pertahankan saturasi = 90%. Jika memakai ventilasi mekanik, dianjurkan dengan pengaturan awal sebagai berikut: 1. Mode : Pressure Control Ventilation (PCV). 2. Volume tidal : 6-8 ml/kgBB. 3. Titrasi PEEP > 5 cm Hr. 4. Respiratory Rate (RR) sesuai usia. 5. Tekanan Inspirasi : mulai dari 10 cm H22O. 6. FiO : 1.0 (100%) 3. Lakukan pemeriksaan analisis gas darah 30 menit setelah pengaturan awal. 4. Pertahankan saturasi 88-95%. 5. Mempertahankan Sirkulasi yang Adekuat Pemberian cairan resusitasi berupa kristaloid atau koloid 20 ml/kgBB dalam 5-10 menit dengan pemantauan pada tingkat kesadaran, frekuensi denyut jantung, kualitas nadi, waktu pengisian kapiler < 3 detik, produksi urin > 1 ml/kgBB/jam, saturasi vena sentral > 70% dan kadar laktat < 2 mmol/L. Vasopresor dan inotropik hanya digunakan setelah resusitasi cairan

yang adekuat. Dopamin adalah pilihan pertama pada hipotensi yang refrakter terhadap cairan. Pertahankan volume cairan tubuh normal dan pemantauan dengan CVP. Pemberian kortikosteroid seperti hidrokortison atau metilprednisolon 12 mg/kgBB hanya diberikan bila terindikasi adanya insufisiensi adrenal relatif. 6. Antibiotik Antibiotik empirik sesuai pedoman pengobatan di masyarakat dan pedoman lokal. Sefalosporin generasi III: sefotaksim, seftazidim (25-50 mg/kgBB/hr dibagi 3) Aminoglikosida: gentamisin (7,5mg/kgBB/hr), amikasin (15-25 mg/kgBB/ hari) 7. Pemberian Nutrisi Basal Metabolik rate sesuai umur o 1 tahun : 55 kkal/kgBB/hari o 5 tahun : 45 kkal/kgBB/hari o 10 tahun : 38 kkal/kgBB/hari Kebutuhan energi sesuai berat badan o < 10 kg o 10-20 kg kg o > 20 kg kg Kontrol glukosa : 4-6 mg/kgBB/menit. : 1500 kkal + 20 kkal/kgBB/hari untuk berat diatas 20 : 100 kkal/kgBB/hari : 1000 kkal + 50 kkal/kgBB/hari untuk berat diatas 10

Indikasi keluar ICU Anak Tidak membutuhkan tunjangan dan pemantauan ketat pernafasan dan hemodinamik. Kondisi pasien stabil minimal 24 jam.

SURVEILANCE A. Definisi Surveilance adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit. Surveilans merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang mendErita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain. Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan. Surveilans demografi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. B. Tujuan Tujuan Umum 1. 2. Mencegah meluasnya kejadian luar biasa (penanggulangan) Mencegah terulangnya kejadian luar biasa di masa yang akan datang (pengendalian)

Tujuan Khusus 1. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain-lain. 2. 3. 4. 5. 6. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya. Untuk menentukan reservoir dari infeksi Untuk memastikan keadaan-keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi penyakit. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya, dll. C. Manfaat Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya. Pada umumnya, surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam: 1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya. 2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta bencana. 3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program surveilans epidemiologi di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi nosokomal, perencanaan di rumah sakit, dsb.

Manfaat Surveilans Epidemiologi : 1. Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya 2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit 3. Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat 4. Identifikasi factor risiko dan penyebab lainnya 5. Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi 6. Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis 7. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya 8. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa datang 9. Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan D. Tahap Persiapan Surveilans 1. Persiapan Internal Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, pendukung dan biaya pelaksanaan. a. Petugas Surveilans Untuk kelancaran kegiatan surveilans sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas sebaiknya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas. Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat. sarana dan prasarana

b.

Pedoman/Petunjuk Teknis Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.

c.

Sarana & Prasarana Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.

d.

Biaya Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2. Persiapan Eksternal Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans . Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans. Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut. 3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini harus dilakukan oleh masyarakat

setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit/ancaman penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut. 4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa. 5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan kegiatan, meliputi : a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan. b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau. c. Lokasi pengamatan dan pemantauan. d. Frekuensi Pemantauan. e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan. f. Waktu pemantauan. g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat. E. Tahapan Pelaksanaan Surveilans 1. Pengumpulan Data

Dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang orang yang dicurigai ( Population at Risk ) melalui kunjungan rumah ( active surveillance ) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas atau laporan dari petugas surveilans di lapangan dan laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lain ( pasive surveillance ). Unsur yang diamati untuk pengumpulan data adalah (10 Elemen Langmuir), yaitu : 1. Data Mortalitas 2. Data Morbiditas 3. Data Pemeriksaan Laboratorium 4. Laporan Penyakit 5. Penyelidikan Peristiwa Pwnyakit 6. Laporan Wabah 7. Laporan Penyelidikan wabah 8. Survey Penyakit, Vektor dan Reservoir 9. Penggunaan Obat, Vaksin dan Serum 10. Demografi dan Lingkungan 2. Pengolahan Data Biasanya dilakukan secara manual atau dengan komputerisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. 3. Analisa Data dan Penyajian Data Analisis dan penyajian data dilakukan oleh rumah sakit, tim investigasi di Kabupaten, Propinsi maupun Nasional. Analisis dilakukan terhadap semua laporan kasus atau informasi yang diterima dari rumah sakit, puskesmas, masyarakat maupun media massa. Penyajian data dalam bentuk Table (dummy table) seperti format terlampir, Peta/spot map Kasus. Data dianalisis secara deskriptif menurut variabel epidemiologi (waktu, tempat dan orang). Analisa data dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Analisa Deskriptif Analisis Deskriptif dilakukan berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu sehingga diperoleh gambaran yang sistematis tentang penyakit yang sedang diamatai. Visualisasi dalam bentuk Grafik, Tabel, Diagram yang disertai Uraian/Penjelasan. b. Analisa Analitik Dilakukan dengan cara Uji Komparasi, Korelasi dan Regresi. Uji Komparasi untuk membandingkan kejadian penyakit pada kondisi yang berbeda. Uji Korelasi untuk membuktikan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Uji Regresi untuk membuktikan pengaruh suatu variabel (kondisi) terhadap kejadian penyakit. Kunci keberhasilan : Data lengkap, Cepat, Tahu cara memanfaatkannya. Tahap tahapnya meliputi : Coding : membuat kode kode dari data yang ada Editing : melengkapi dan memperjelas tulisan Entry : memasukkan dalam program pengolahan data Pengolahan secara Diskriptif, Analitik.

Analisis yang dilakukan minimal dapat menjawab hal-hal sebagai berikut : Besarnya masalah. Risiko kemungkinan penularan terhadap tenaga kesehatan, anggota keluarga lain maupun masyarakat (sekolah, tempat bekerja, dan kelompok masyarakat lainnya). 4. Penyebaran Informasi Sasaran Tujuan Manfaat : Instansi terkait baik secara vertikal maupun horisontal. : Untuk memperoleh kesepahaman dan feedback dalam perumusan kebijakan. : Mendapatkan respon dari instansi terkait sebagai feed back, tindak lanjut dan kesepahaman.

Metode

: Tertulis dan deseminasi laporan, verbal dalam rapat, media cetak

dan elektronik. Alur Pelaporan Kasus MENKE S DITJEN PP&PL (Posko KLB) RS Rujukan DINKES PROPINS I DINKES KAB/ KOTA PUSKESMAS

RS Non Rujukan

KKP INDUK

Masyarakat

WILKER KKP

Alur Pelaporan Garis Koordinasi

DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : EGC Timmreck, Thomas C. 2005. EPIDEMIOLOGI: Suatu Pengantar. Jakarta: EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan influenza A baru H1N1 (online). www.google.com. [diakses 2 Juni 2011] Erosidewi. 2010. Langkah-langkah Pencegahan Wabah Penyakit KLB (online). http://www.erosadewi.wordpress.com/2010/12/16/. [diakses 2 Juni 2010] Himapid. Mei 2011] Persakmita. 2009. Konsep Dasar Kejadian Luar Biasa (online). http://persakmita.blogspot.com/2009/05/konsep-dasar-kejadian-luar-biasa-klbby.html . [diakses 1 Juni 2011] WHO. 2011. Fase Waspada Pandemi Flu Burung H5N1 oleh WHO (online).http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en| id&u=http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/phase/en/. [diakses 1 Juni 2011] Wikipedia. 2010. Kejadian Luar Biasa (online). http://id.wikipedia.org/wiki/Kejadian_Luar_Biasa. [diakses 2 Juni 2011] 2008. Surveilans Epidemiologi (online). [diakes 31 http://himapid.blogspot.com/2008/10/surveilans-epidemiologi.html.

Anda mungkin juga menyukai