Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Penelitian


Di tengah menguatnya peranan pajak dalam penerimaan Negara,

secara bersamaan muncul sebuah kesadaran umat akan peranan zakat. Dua

hal ini menuntut pengelolaan yang tepat. Manajemen yang buruk terhadap

kenyataan ini tentu akan menimbulkan efek yang kontra produktif dalam

pembangunan nasional.

Setidaknya sejak tahun 1990-an pembahasan keduanya

memunculkan beberapa isu penting yang berkisar pada dua persoalan

sebagai berikut.

Persoalan pertama, pada aspek eksistensi. Pada aspek ini diskusi

berkembang dari persoalan eksistensi sampai posisi pajak dan zakat.

Sebagian mendudukkan keduanya dalam hubungan substitusi. Dengan

pendapat ini pajak dan zakat dapat saling menggantikan dan saling

menghapus kewajiban. Umat Islam yang sudah membayar pajak tidak perlu

membayar zakat dan sebaliknya.

Problem dari pendapat ini adalah tidak tersedianya alat legislasi yang

mendukung pendapat ini. Undang-undang yang berhubungan dengan pajak

penghasilan sebelum Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tidak memiliki

pasal-pasal yang akomodatif terhadap pendapat ini. Oleh karena itu,

anggapan bahwa jika telah di lakukan pembayaran atas zakat, maka tidak

perlu membayar pajak, menjadi sulit di cari argumentasi hukumnya.

1
Sementara pendapat yang lain menolak pendapat pertama dan

menyatakan bahwa pajak dan zakat bersifat eksklusif satu dengan lainnya.

Pembayaran pajak bukan merupakan pembayaran zakat dan pembayaran

zakat bukan merupakan pembayaran pajak. Problem yang muncul dari

pendapat yang kedua ini adalah munculnya dualisme pemungutan atas objek

yang sama.

Dualisme pemungutan ini pada gilirannya tentu akan menyulitkan

pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana dengan dualisme

sistem ini potensial menimbulkan efek yang kontra produktif dalam konteks

mensejahtarakan rakyat.

Untuk saat ini, diskusi pada aspek eksistensi telah ketinggalan

zaman. Dengan diberlakukannya Undang-undang 38 Tahun 1999 dan

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, secara eksplisit diakui adanya

perbedaan antara zakat dengan pajak. Pemberlakuan dua undang-undang

tersebut memisahkan dengan tegas antara kewajiban menunaikan zakat bagi

umat Islam dan kewajiban pajak bagi wajib pajak.

Persoalan kedua, pada aspek efektivitas penarikannya bagi

perekonomian, pengakuan pengeluaran zakat dalam akuntansi pajak dan

metode pengkreditan zakat atas pajak atau metode pengkreditan pajak atas

zakat.

Cita-cita paling mendasar dari pembentukan negara adalah agar

negara mampu melindungi dan mensejahterakan warga dan rakyatnya. Zakat

2
dan pajak memiliki peluang yang sama sebagai alat negara untuk

mewujudkan cita-citanya.

Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah SWT pada harta

orang Islam untuk di berikan kepada pihak-pihak yang telah ditentukan oleh

Allah dalam AlQuran. Sementara pajak menurut Soemitro adalah peralihan

kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran

rutin. Fungsi pajak sebagai alat negara untuk melakukan redistribusi

pendapatan atau kekayaan berhadap-hadapan dengan fungsi zakat yang

secara substansi memiliki beberapa kemiripan.

Memperbincangkan relasi zakat dan pajak di Indonesia adalah

sebuah hal penting, karena beberapa hal berikut ini :

Keduanya merupakan hal yang signifikan di dalam upaya

pensejahteraan rakyat, karena kenyataan mayoritas penduduk Indonesia

beragama Islam dan kenyataan lain bahwa pajak adalah primadona

penerimaan negara.

Keduanya memiliki kesamaan. Qardhawi mengungkapkan

persamaan antara zakat dan pajak dalam beberapa hal ; (a) keduanya

memiliki unsur paksaan, (b) keduanya harus di setorkan kepada lembaga

masyarakat (negara), (c) keduanya tidak menyediakan imbalan tertentu, (d)

keduanya memiliki tujuan ke masyarakatan, ekonomi, politik di samping

tujuan keuangan.

Keduanya memiliki perbedaan. Masih menurut Qardhawi, keduanya

memiliki perbedaan dalam beberapa hal yakni dalam hal nama dan

3
etikatnya, dalam hal hakikat dan tujuannya, dalam hal nisab dan

ketentuannya, dalam hal kelestarian dan kelangsungannya, dalam hal

pengeluarannya, dalam hal hubungan dengan penguasa dan dalam hal

maksud dan tujuannya.

Pada saat di undangkan, terdapat kendala pelaksanaan UU No 38

tahun 1999 yang menyebutkan bahwa Zakat yang telah di bayarkan kepada

Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat di kurangkan dari laba /

pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena UU pajak

penghasilan yang berlaku saat itu belum terdapat ketentuan yang mengatur

perihal zakat.

Oleh sebab itu kemudian di tetapkan UU Nomor 17 tahun 2000 yang

di berlakukan mulai tahun 2001 tentang perubahan Ketiga atas UU Nomor 7

tahun 1983 tentang pajak penghasilan, menegaskan bahwa zakat atas

penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan kepada Badan Amil Zakat atau

Lembaga Amil Zakat yang di bentuk dan di sahkan oleh pemerintah dapat di

kurangkan atas penghasilan kena pajak dalam perhitungan pajak

penghasilan orang pribadi maupun badan dan zakat bukan merupakan objek

pajak bagi si penerima zakat.

Dalam kaitan ini, penetapan UU No 38 tahun 1999 tentang

pengelolaan zakat dan UU No 17 tahun 2000 (sebagai perubahan atas UU

No 7 tahun 1983) tentang pajak penghasilan dapat di pandang sebagai

langkah maju menuju sinergi zakat dengan pajak.

4
Pertama, UU No 38 / 1999 telah mengakui bahwa sesungguhnya

zakat adalah kewajiban yang harus di tunaikan oleh setiap muslim warga

negara Indonesia yang mampu. UU ini memang tidak menyebut hukuman

bagi yang melanggar kewajiban zakat, tetapi setidaknya pemerintah telah

eksplisit bertanggung jawab memberikan perlindungan, pembinaan, dan

pelayanan kepada muzakki, mustahik dan amil zakat.

Kedua, pemerintah telah melibatkan diri lebih jauh dalam

pengelolaan zakat dengan membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) di berbagai

tingkat kewilayahan dari kecamatan hingga nasional. Pemerintah juga

mengukuhkan dan mengawasi Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang di bentuk

secara swadaya oleh masyarakat sehingga pengelolaan dana zakat dapat

lebih di pertanggungjawabkan.

Ketiga, seperti di sebutkan dalam UU No 38/1999 bahwa zakat yang

telah di bayarkan kepada BAZ atau LAZ akan di kurangkan terhadap laba /

pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan. Di dalam

UU No 17/2000 juga ditetapkan bahwa zakat atas penghasilan yang nyata-

nyata di bayarkan secara resmi oleh wajib pajak Orang Pribadi pemeluk

Islam atau wajib Pajak badan dalam Negeri yang di miliki kaum muslimin,

dapat di kurangkan atas penghasilan kena pajak. Dengan kata lain,

sebagaimana yang di atur dalam keputusan Dirjen Pajak No KEP-

542/PJ/2001 bahwa zakat atas penghasilan dapat di kurangkan atas

penghasilan netto.

5
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa zakat

dan pajak memiliki peranan penting dalam pembangunan negara. Untuk itu

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS

ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA

PAJAK”.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalah yang muncul sesuai dengan latar belakang masalah

tersebut di atas dapat di rumuskan menjadi sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh zakat terhadap Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib

Pajak Badan?

2. Bagaimana pengaruh zakat terhadap Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib

Pajak Orang Pribadi yang memiliki Pekerjaan Tetap?

3. Bagaimana pengaruh zakat terhadap Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib

Pajak Orang Pribadi yang memiliki Usaha sendiri atau pekerjaan bebas?

1.3 Pembatasan Masalah

Perumusan di atas mencangkup permasalah yang sangat luas, oleh

karena itu untuk mempermudah pembahasan dan di kaitkan dengan arti

penting pajak dan zakat bagi negara dan masyarakat, maka dalam skripsi ini

di lakukan pembatasan masalah yang memfokuskan pada masalah zakat

yang dapat di gunakan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP).

6
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan di laksanakannya penelitian ini adalah :

Memahami dan mengetahui mekanisme pengurangan zakat terhadap

penghasilan kena pajak secara teoritis dan teknisnya.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penlitian ini adalah

pendekatan terhadap studi kasus yang merupakan suatu cara penelitian

terhadap masalah empiris dengan mengikuti rangkaian prosedur yang telah

dispesifikasikan sebelumnya.

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

a. Jenis Data

Bukti atau data untuk keperluan studi kasus bisa berasal dari enam

sumber, yaitu: dokumen, rekaman arsip, wawancara, pengamatan

langsung, observasi partisispan, dan perangkat-perangkat fisik.

Penggunaan keenam sumber ini memerlukan ketrampilan dan prosedur

metodologis yang berbeda-beda.

b. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data dan bahan-bahan informasi yang di

butuhkan dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan riset dengan

cara:

7
a. Riset kepustakaan (Liberaly Research)

Yaitu penelitian yang di dasarkan atas studi literature serta sumber

teori lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas.

b. Penelitian Lapangan (Fields Research)

Yaitu penelitian untuk mendapatkan data langsung dari Dirjen Pajak

Pusat dan Departemen Agama Pusat yang bertujuan untuk mengetahui

keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Untuk memperoleh data

tersebut melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui

mengenai objek penelitian.

1.5.2 Metode Analisis data

Analisis bukti (data) terdiri atas pengujian, pengkategorian,

pentabulasian, ataupun pengkombinasian kembali bukti-bukti untuk

menunjuk proporsisi awal suatu penelitian. Menganalisis bukti studi kasus

adalah suatu hal yang sulit karena strategi dan tekniknya belum

teridentifikasikan secara memadai di masa yang lalu. Namun begitu, setiap

penelitian hendaknya dimulai dengan strategi analisis yang umum, yang

mengandung prioritas tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa.

Data yang telah terkumpul penulis analisa dengan menggunakan

metode analisa terhadap studi kasus yang terjadi pada beberapa wajib pajak

yaitu sebagai berikut:

1. Menganalisa apakah memang benar bahwa zakat dapat

mengurangi Penghasilan Kena Pajak.

8
2. Menganalisa sejauh mana Undang-undang No.17 tahun 2000

dapat di implementasikan secara profesional oleh pengisi SPT.

1.6 Sistematika Pembahasan

Agar dapat memberikan gambaran dan arah yang jelas dari

pembahasan yang penulis di maksudkan, maka penulis membagi skripsi ini

menjadi 5 (lima) bab, di mana masing-masing bab di bagi lagi menjadi

beberapa sub bab dengan sistimatika sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan apa yang menjadi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pada bab ini di uraikan berbagai landasan teori yang digunakan dalam

analisa dan pembahasan teori yang menyangkut tentang Zakat dan Pajak.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini penulis uraikan ruang lingkup penelitian, jenis data yang di

gunakan, metode pengumpulan data, metode analisis data dan teknik

pengumpulan data.

BAB 4 PEMBAHASAN

Dalam bab ini menganalisa tentang Undang-undang yang berkaitan

dengan pengurangan zakat terhadap penghasilan kena pajak terutama

membandingkan antara teori dengan teknisnya.

9
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis uraikan kesimpulan atas pembahasan pada bab-bab

sebelumnya dan beberapa masukan serta saran-saran yang dapat di

sumbangkan penulis atas masalah dalam pembahasan skripsi ini.

10

Anda mungkin juga menyukai