Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Berdasarkan data statistik, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia begitu cepat. Apalagi, ternyata dasar penularan awal epidemi ini disebabkan oleh jarum suntik. Diperkirakan saat ini terdapat lebih dari 1,3 juta penderita HIV dan AIDS akibat jarum suntik. Jika terus berlanjut, maka diperkirakan pada tahun 2020 jumlah itu akan meningkat menjadi 2,3 juta orang. 46 persen di antaranya adalah pengguna narkoba suntik. Oleh karena itu, setiap lini di tataran masyarakat dan pemerintah Indonesia perlu bekerja sama melakukan penanganan secara cepat, membangun dan mengelola sistem jangka panjang, serta memperbaiki sistem pelayanan kesehatan dan distribusi yang lemah

(http://www.technologyindonesia.com).

1.2. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari HIV/AIDS? 2. Apa penyebab dari HIV/AIDS? 3. Bagaimana terjadinya HIV/AIDS? 4. Apa saja manifestasi dari HIV/AIDS? 1.3. Tujuan 1. Untuk mengidentifikasi HIV/AIDS 2. HIV/AIDS 3. HIV/AIDS 4. HIV/AIDS

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pngertian HIV/AIDS AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV (Human Immunodefeciency) yaitu virus yang menurunkan kekebalan tubuh manusia. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain. HIV diartikan sebagai HTLV III (Human T-cell lymphotropic virus tipe III) dan virus yang berkaitan dengan limfadenopati (LAV: lymphadenopathy associated virus).

2.2.Etiologi 1. Transmisi Horizontal HIV terjadi melalui kontak seksual yang intim atau pajanan parenteral dengan darah atau cairan tubuh yang terlihat mengandung darah. 2. Transmisi perinatal (vertikal) terjadi ketika ibu hamil yang yang terinfeksi HIV meneruskan infeksi kepada bayinya.

2.3. Patofisiologi HIV tergolong ke dalam virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukan bahwa virus bahwa virus tersebut membawa materi genetikanya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksinibonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap yang dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dimana p24 merupakan komponen struktural yang utama. Tombol (knob) yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-positif (CD4+) adalah gp120 dari HIV. Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper (yang dinamakan sel-sel CD4 kalau dikaitkan dengan HIV); limfosit t4 helper ini

merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan membran selT4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Siklus replikasi HIV diabatasi dalam stadium ini samapai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitonin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV; cytomegalovirus), virus epstein-barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akaibatnya, pada saat sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru di bentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi reservior bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah infeksi insial, kurang-lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalaah jaringan limfoid, ketika sistem imun terstimulasi, replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar ke dalam plasma darah yang mengkibatkan infeksi berikutnya pada sl-sel CD4+ yang lain. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukan bahwa sistem imun pada infeksi HIV lebih aktif daripada yang diperkirakan sebelumnya sebagaimana telah dibuktikan oleh produksi sebanyak 2 milyar limfosit CD4+ per hari. Keseluruhan populasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami pergantian (turnover) setiap 15 hari sekali (hot at al, 1995). Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berperang melawan infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebgai contoh,

seorang pasien mungkin bebas selama gejala berpuluh tahun; kendati demikian, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (sampai 65%) tetap menderita penyakit HIV dan AIDS yang simtomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (pinching, 1992). Dalam respons imun limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting, yaitu: mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan

mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit, kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik. 2.4. Manifestasi Klinis Menifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi, malignansi dan/atau efek langsung HIV pada jaringan tubuh. Pembahasan berikut ini dibatasi pada manifestasi dan akibat infeksi HIV berat yang paling sering ditemukan.

2.5. Penatalaksanaan Medik Belum ada penyembuhan bagi AIDS sehingga pencegahan untuk HIV perlu dilakukan.Pencegahan berati tidak berkontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV karena mustahil diketahui sebelumnya apakah suatu cairan tubuh sudah tercemar oleh HIV.

2.6. Pencegahan penularan CDC menganjurkan agar tindakan kewaspadaan universal diterapkan pada darah; cairan serebrosipinal, sinovial, pleural, peritoneal, perikardial, omnion dan vaginal; dan semen. Dalam keadaan darurat ketika tipe-tipe cairan tersebut sulit dibedakan, semua cairan tubuh harus dianggap berpotensi membahayakan kesehatan. Sistem isolasi lainnya, yaitu body subtance isolation system (sistem pengisolasian subtansi tubuh), digunakan oleh beberapa lembaga di Amerika Serikat sebagai pilihan alternatif untuk universal lood and body fluid precautions (tindakan

penjagaan universal untuk darah dan cairan tubuh). Sistem ini menawarkan strategi pengisolasian yang lebih luas untuk mengurangi risiko penularan penyakit kepada pasien serta petugas kesehatan, dan membuat petugas kesehatan tidak perlu mengenali jenis cairan tubuh. Unsur-unsur pada pengisolasian substansi tubuh.

2.7.Asuhan keperawan 1. Pengkajian


1) Riwayat penyakit Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunkompeten. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. 2) Pemeriksaan fisik (objeksif ) dan keluhan (subjekstif). Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor risioko yang potensial , termasuk praktek seksual beresiko dan pengggunaan bius IV. Status fisik dan psikologis pasien harus dinilai. Semua faktor yang mempengaruhi fungsi sistem imun perlu digali dengan seksama . a) Status nutrisi Dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengalami faktor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral sperti anoreksia, muall vomitus, nyeri oral atau kesulitan menelan . b) Kulit dan membran mukosa Diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulserasi dan adanya bercak-bercak putik. 3) Pemeriksaan diagnostik a) CD4 b) Test ELLISA c) Wastern Bolt

2. Dignosa 3. Intervensi 4. Evaluasi

BAB III KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan 3.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai