Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

Tuberkulosis Paru Dengan Hemoptisis


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kardinah

Dokter Pembimbing : dr. T. Eko Hartono, Sp. P Disusun Oleh: Ratih Candra Dewi 06.711.018

SMF ILMU PENYAKIT DALAM PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER RSU KARDINAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA TEGAL 2010

Lembar Pengesahan

LAPORAN KASUS

Tuberkulosis Paru Dengan Hemoptisis

Oleh : Ratih Candra Dewi 06.711.018

Telah dipresentasikan tanggal : Agustus 2010 dan disahkan oleh :

Pembimbing

dr. T. Eko Hartono, Sp. P

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


FAKULTAS KEDOKTERAN

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM STATUS PASIEN UNTUK UJIAN


Untuk Dokter Muda

Nama Dokter Muda NIM Tanggal Presentasi Rumah Sakit Gelombang Periode I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Masuk RS No. RM Tanggal Diperiksa Agama Bangsal II. ANAMNESIS : : : : : : : : :

Ratih Candra Dewi 06.711.018 September 2010 RSU Kardinah Tegal

Tanda Tangan

Bp. MR 43 tahun Laki-laki Ds. Cabawan RT01 RW03, Kec. Margadana, Kab. Tegal 13 Agustus 2010 531267 15 Agustus 2010 /pukul 12.00 Islam Nusa Indah/ Jamkesmas

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2010 pukul 12.00 Keluhan Utama Keluhan Tambahan Riwayat Penyakit Sekarang : Batuk Darah : demam, nyeri dada, sesak nafas, nafsu makan berkurang, badan terasa lemas, keringat di malam hari : Batuk disertai lendir berwarna kuning dan terdapat bercak-bercak darah dirasakan sejak 7 hari SMRS, terus menerus, sudah meminum OBH tetapi tidak kunjung sembuh. Keluhan tersebut disertai demam terus menerus tetapi tidak terlalu tinggi, dada terasa nyeri untuk menarik nafas dan nafas terasa sesak. Nafsu makan

pasien berkurang, badan pasien terasa lemas, dan sering mengeluh berkeringat pada malam hari. Pada tanggal 13 Agustus pasien memutuskan untuk berobat di IGD RSU Kardinah, dengan keluhan batuk dengan dahak bercampur darah berwarna merah sebanyak setengah gelas belimbing, demam, nyeri dada saat bernafas semakin bertambah hebat, sesak nafas, berkeringat pada malam hari dan badan terasa lemas. 2 hari MRS pasien masih batuk disertai darah tapi tidak sebanyak ketika masuk rumah sakit, masih demam, nyeri dada untuk menarik nafas, sesak nafas dan berkeringat dingin pada malam hari. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengeluh batuk berdahak kurang lebih 1 tahun terakhir tetapi belum pernah memeriksakan diri ke dokter Riwayat Flek Paru Riwayat Kencing manis :disangkal : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ibu pasien juga menderita batuk lama, masih hidup dan belum di obati Riwayat Kencing Manis : disangkal

Lingkungan dan Kebiasaan:

Bp.MR tinggal di rumah yang terbuat dari tembok dan beralaskan tegel serta tidak terdapat genteng kaca sehingga kurang terdapat sinar matahari yang masuk ke rumah Bp.MR memiliki riwayat merokok 6 batang rokok kretek per hari tetapi sudah berhenti merokok sejak 6 bulan yang lalu

Anamnesis Sistem : Sistem saraf Sistem respirasi bernafas (+) Sistem digestive : mual (-), muntah (-), diare (-), lemas (+), nafsu makan (), penurunan berat badan (-) Sistem Urogenital: kesulitan BAK (-) : nyeri kepala (-), kejang (-), demam (+) : batuk darah (+), sesak nafas (+), nyeri dada saat Sistem kardiovaskuler: nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

Sistem intergumentum: warna biru pada kuku (-), gatal pada kulit (-) Sistem endokrin : tremor (-), pertumbuhan rambut tidak wajar (-) Resume Anamnesis: Seorang laki-laki 43 tahun dengan keluhan batuk disertai lender dan darah, demam, nyeri dada saat bernafas, sesak nafas, keringat pada malam hari dan badan terasa lemas. III.PEMERIKSAAN TANDA VITAL Dilakukan pada tanggal : 15 Agustus 2010 pukul 12.30 Tekanan darah Suhu tubuh Frekuensi Napas :110/70 mmHg :37,5 C (axillar) : 32 x/menit reguler

Frekuensi Denyut Nadi: 84x /menit (reguler, isi dan tekanan cukup, equal)

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSIS IV. A. KEADAAN UMUM Kesadaraan Tinggi badan Berat badan Status gizi : compos mentis, GCS 15 : 165 cm : 53 kg : BMI= BB: (TB) = 53: 2,7225 = 19,48 (normoweight) IV. B. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum : pasien sadar tampak lemas dan sesak nafas Kepala Mata : bentuk mesochepal, rambut hitam, uban (-), ikal (+), distribusi merata(+), alopesia(-), mudah dicabut(-) : supersilia rata(-/-), palpebra superior oedem(-/-), hordeolum(-/-), sclera ikterik(-/-); konjungtiva palpebra pucat (-/-), hiperemis(-/-); pupil isokor,diameter pupil(2/2) mm; reflek cahaya(+/+); lensa(jernih)

Hidung Telinga Mulut

: nafas cuping hidung(-); hidung sianosis(-); deviasi septum(-); secret (-/-); perdarahan(-/-); mukosa hidung hiperemis/pucat (-/-). : deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus(-/-), nyeri tekan mastoid(-/-), sekret(-/-), tuli (-/-). : bibir kering(+), pucat(+), sianosis(-), lidah kotor dan tremor(-), tepi ujung hiperemis(-), gusi berdarah (-); stomatitis (-), faring hiperemis(-); tonsil tenang, ukuran(T1/T1),

Leher

: JVP R+1cmH2O, deviasi trachea(-), pembesaran kelenjar tiroid(-/-), pembesaran kelenjar limfonodi(-/-).

Thoraks Inspeksi Paru Anterior dextra Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Suara Dasar Suara tambahan Posterior dextra Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi simetris statis dan dinamis(-) = vocal fremitus sonor pada seluruh lapangan paru = = sinistra simetris statis dan dinamis(-) vocal fremitus redup pada seluruh lapangan paru vesikuler ronkhi (+) Wheezing (-) = bronkial ronkhi (++) Wheezing (-) simetris statis dan dinamis(-) = vocal fremitus sonor pada seluruh lapangan paru = = sinistra simetris statis dan dinamis(-) vocal fremitus redup pada seluruh lapangan paru : Dinding dada kanan kiri simetris, retraksi supra sternal : (-/-), retraksi intercosta(-/-), pengembangan dada kurang maksimal (+/+)

Suara Dasar Suara tambahan

vesikuler ronkhi (+) Wheezing (-)

bronkial ronkhi (+) Wheezing (-) Gbr. Paru Bag. Belakang

Gbr. Paru Bag. Depan

Jantung Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, 1cm medial dari linea midclavikularis sinistra Palpasi Perkusi : Ictus cordis teraba pada SIC V, 1cm medial dari lnea midclavikularis sinistra, diameter ictus 2cm, kuat angkat(-), trill(-). : : SIC IV, Linea parasternalis dextra : SIC V, 1 cm medial dari Linea midclavikularis sinistra : SIC II, Linea sternalis sinistra : cekung Batas kanan Batas kiri Batas atas Batas pinggang

Kesan

: konfigurasi jantung dalam batas normal : S1 S2 murni, regular, nadi 64x/menit : M1>M2, reguler : T1>T2, reguler : A1<A2, reguler : bising (-), gallop (-)

Auskultasi: Suara dasar Mitral Trikuspid Aorta Suara tambahan

Arteri Pulmonalis : P1<P2, reguler

Abdomen Inspeksi : dinding perut flat(+), protuberant(-), jaringan parut(-), masa(-), spider nevi(-)

Auskultasi Palpasi Perkusi Inguinal Genitalia Ekstremitas Ekstrimitas: Clubbing figer Sianosis Oedem Kekuatan motorik Tonus Otot Klonus Trofi otot Sensibilitas Capillary refill Petekie

: bunyi peristaltik(+), frekuensi 24 x/menit : supel(+), nyeri tekan(-), nyeri ulu hati(-), massa(-), ballotemen ginjal(-/-); Hepar teraba(-), Lien teraba (-) : timpani keempat kuadran abdomen(+), area trob pekak (+), nyeri costovertebra (-/-); pekak alih (-) pekak sisi (+) normal : tidak dilakukan pemeriksaan : tidak dilakukan pemeriksaan superior Dex/sin -/-/-/5/5 N/N -/e/e n/n <2/<2 -/inferior dex/sin -/-/-/5/5 N/N -/e/e n/n <2/<2 -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 13 Agustus 2010 Pemeriksaan Darah Rutin - WBC - RBC - HGB - HCT - PLT - MCV - MCH : 6,71 : 5,21 : 12,9 : 41,4 : 332 : 79,5 : 24,8 (4,8-10,8 103/uL) (4,7-6,1 106/uL) (14-18 g/dl) (42-52%) (150-450 103/ul) (79-99 fl) (27-31 pg) (N) (N) () (N) (N) (N) (N) 8

- MCHC - LED - Hitung jenis Neutrofil Lymphsit Monosit Eosinofil Basofil Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit

: 31,2 : 39/81 mm/jam

(33-37g/dl) (0-10, mm/jam)

(N) ()

: 4,61 : 1,47 : 0,49 : 0,11 : 0,03 : 1,6 : 0,4 : 68,8 : 24,8 : 7,3 : BTA (+) 3 : : : : : 20,2 U/I 18,1U/I 30mg/dl 1,03 mg/dl 80 mg/dl

(1,8-8 103/uL) (0,9-5,2 103/uL) (0,16-1 103/uL)

(N) (N) (N)

(0,045-0,44 103/uL) (N) (0-0,2 103/uL) (1-4%) (0-1%) (50-70%) (20-40%) (2-8%) (N) (N) (N) (N) (N) (N)

Pemeriksaan sputum Pemeriksaan kimia klinik SGOT SGPT Ureum Kreatinin Glukosa sewaktu

(0-37 U/I) (0-42 U/I)

(N) (N)

(10-50 mg/dl) (N) (0.6-1.2 mg/dl) (N) (70- 60 mg/dl) (N)

Rontgen thorax

- Cor - Pulmo

: Dalam batas normal, CTR <0,5 : dextra dinistra : terdapat peningkatan corakan bronkovaskuler, infiltrate, dan kavitas pada apex : terdapat gambaran fibroinfiltratif

V. DAFTAR MASALAH (DAFTAR PROBLEM) DAFTAR MASALAH AKTIF Tuberkulosis Paru dengan hemoptisis DAFTAR MASALAH PASIF Ibu Pasien menderita batuk lama Diagnosis Banding : Bronkhitis Kronis Bronkiektasis Diagnosis kerja Plan diagnosis Planning terapi Farmakologis Pengobatan : Kategori I (2 HRZE). Untuk 2 bulan pertama : 1. INH 5 mg/kgBB/hr 2. Rifampisin 10 mg/kgBB/hr : Tuberkulosis paru dengan hemoptisis : Pemeriksaan uji resistensi :

10

3. Pirazinamid 25 mg/kgBB/hr Untuk 4 bulan selanjutnya (intermitten) : 1. INH 10 mg/kgBB/kali, 3 kali seminggu 2. Rifampisin 10 mg/kgBB/kali, 3 kali seminggu - IVFD RL 20 tetes/menit - Oksigen 3-4L/menit - Tab. Detromethorphan 15mg 3 kali sehari - Inj. Asam Tranexamat 0,5-1 gr 3 kali sehari

Non Farmakologis - Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien. - Memberikan motivasi kepada pasien supaya minum obat sesuai aturan. - Memberikan edukasi mengenai efek samping dari OAT - Memberikan pengarahan kepada pasien dan keluarga untuk menjalani pola hidup sehat Prognosis : dubia ad bonam PEMBAHASAN Definisi Tuberkulosis paru ialah penyakit infeksi di paru bersifat menahun dan menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang merupakan organisme patogen maupun saprofit. Kuman lebih menyenangi jaringan yang kadar oksigennya tinggi (kuman aerob). Tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dibanding bagian yang lain, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi dari infeksi Mycobacterium tuberculosis. Patogenesis 1.Tuberkulosis Primer Tuberkulosis paru primer adalah suatu keradangan yang terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis 11

par primer sebagian besar menyerang anak-anak pada usia 1-3 tahun. Penularan Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi air bone infection/ droplet nuclei dalam udara. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru bersama-sama dengan limfangitis lokal (peradangan KGB hilus) akan membentuk komplek primer (kompleks Ghon). Sarang primer ini dapat terjadi di bagian mana saja pada jaringan paru. Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi: Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang Ghon) Berkomplikasi dan menyebar secara : bronkogen, limfogen, dan hematogen. Penyebaran ini hanya berlangsung beberapa saat. Penyebaran akan berhenti bila jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil tuberkulosis. Tetapi bila jumlah basil tuberkulosis yang masuk ke dalam saluran pernafasan cukup banyak, maka akan terjadi tuberkulosis milier atau tuberkulosis meningitis. 2. Tuberkulosis Post Primer Tuberkuosis Post Primer (reinfection) adalah keradangan jaringan paru akibat penularan ulang basil tuberkulosis ke dalam tubuh yang telah mempunyai kekebalan spesifik. Bentuk keradangan tuberkulosis paru post primer dapat terjadi melalui proses: Keradangan endogen: berasal dari focus lama (dormant) di dalam paru yang mengalami kekambuhan Keradangan eksigen: karena infeksi baru yang berasal dar luar Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi. a). Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. b). Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.

12

c). Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya, membentuk jaringan keju yang jika dibatukkan keluar terjadilah kavitas. Klasifikasi Tuberkulosis Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah : 1. Tuberkulosis paru 2. Bekas tuberkulosis paru 3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam a). Tuberkulosis paru tersangka yang diobati Disini sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda positif. b). Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan. Gejala Klinis Panas Badan Merupakan gejala paling sering dijumpai. Seringkali panas nadan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Sifat batuk mulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Batuk Darah Merupakan keadaan lanjut berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasasi dan ulserasi pada dinding kavitas. Oleh karena itu proses tuberkulosis harus cukup lanjut untuk dapat menimbulkan batuk dengan ekspektorasi. 13

Batuk darah massif terjadi bila ada robekan dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasi atau ulserasi trakeobronkial. Keadaan ini dapat menimbulkan kematian karena penyumbatan saluran nafas oleh bekuan darah. Batuk darah jarang berhenti mendadak, karena itu penderita masih terus-menerus mengeluarkan gumpalan-gumpalan darah yang berwarna coklat selama beberapa hari. Batuk darah yang disebabkan oleh tuberkulosis paru pada pemeriksaan radiologis terdapat kelainan kecuali bila penyebab batuk darah tersebut trakeobronkitis. Seringkali darah yang dibatukan bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam dan keadaan ini berbahaya karena dapat menjadi sumber penyebaran bronkogen (bronkopnemonia). Batuk darah dapat juga terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh. Sesak nafas Merupakan proses lanjut dari Tuberkulosis Paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan. Nyeri dada Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis yang ringan. Bila nyeri bertambah berat maka telah terjadi leuritis yang luas. Malaise Gejala malaise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. Wheezing Wheezing terjadi kerena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh secret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi. Keringat malam Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Umumnya timbul bila proses telah lanjut.

14

Pemeriksaan Fisik Dasar kelainan anatomin tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi alveola dan beberapa bronkliolus terminalis (kecuali pada penyebaran hematogen dimana kelainan terdapat dalam jaringan interstisiel). Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut, sehingga kelainan fisik mudah diketahui, berupa: Kelainan parenkim paru yaitu: konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan kerusakan parenkim dengan sisa kavitas. Kelainan saluran pernafasan: berupa radang dari mukosa disertai dengan penyempitan atau penimbunan secret. Kelainan pleura: oleh karena terletak dekat pleura hamper selalu terjadi reaksi pleura berupa penebalan atau nyeri pleura. Pada tuberkulosis paru dapat ditemukan: Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas brokial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah kasar dan nyaring. Tetapi infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal, dan terdapat tanda-tanda cor pulmonal denga gagal jantung kanan. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura dengan tanda-tanda : paru yang sakit tertinggal dalam pernafasan, perkusi pekak, auskultasi lemah sampai tidak terdengar. Pemeriksaan Laboratorium 1. Darah Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif), akan diadapatkan lekositosis dengan shift to the left, limfosit di bawah normal, LED meningkat. 15

Pemeriksaan serologis dengan reaksi Takahashi, jika positif titernya adalah 1/128. 2. Sputum Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. 3. Tes Tuberkulin Biasanya dipakai cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD intrakutan berkekuatan 5 t.U. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Biasanya hampir seluruh penderita tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif (99,8%). Pemeriksaan Radiologis Radiografi dada merupakan alat yang penting untuk diagnosis dan evaluasi tuberculosis. Lesi primer yang telah menyembuh dapat meninggalkan nodul perifer yang kecil yang dapat mengalami kalsifikasi bertahun-tahun. Kompleks Ghon membentuk nodul perifer berkalsifikasi bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi multinoduler pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah merupakan lesi yang paling khas. Kavitasi sering ada dan biasanya disertai dengan banyak infiltrasi di segmen paru yang sama. Ketika tuberkulosis menjadi tidak aktif atau menyembuh, jaringan parut fibrotik menjadi tampak pada foto thoraks. Diagnosis Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.

16

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB maka yang bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila tidak berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS positif, maka yang bersangkutan adakah positif menderita TB. Namun, apabila dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan BTA negatif, radiologi positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen dahak negatif, maka yang bersangkutan bukan TB. Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada orang dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin. Pengobatan Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi tiga kategori : 1. Kategori 1 (2 HRZE/ 4H3R3) Panduan ini terdiri atas : 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid (H), Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4 bulan dengan Isoniazid (H), dan Rifampicin (R), tiga kali dalam seminggu. Kategori 1 diberikan untuk : a. Penderita baru BTA positif

17

b. Penderita BTA negatif/ rontgen positif yang rasa sakit berat dan ekstra berat (meningitis, tb disseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis, tb usus dan genitourinarius), yang belum pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang dari satu bulan. 2. Kategori 2 (2 HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan ini terdiri atas : 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniazid (H), Rimfamicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), diminum setiap hari, dan setiap kali selesai minum obat langsung diberi suntikan streptomisin. Kemudian satu bulan lagi dengan Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) diminum setiap hari tanpa suntikan. Setelah itu diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 5 bulan dengan HRE diminum secara intermiten atau selang sehari atau tiga kali dalam seminggu. Yang termasuk penderita kategori 2 : a. Kambuh (relapse) BTA positif. b. Gagal (failure) BTA positif c. Kasus DO (drop out) 3. Kategori 3 (2HRZ/ 4H3R3) Paduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan HRZ diminum setiap hari kemudian diteruskan dengan fase lanjutan atau intermiten selama 4 bulan dengan HR diminum 3 kali seminggu. Yang termasuk penderita kategori 3 : a. b. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas Kasus tuberkulosis ekstra paru selain yang disebut dalam kategori 1

Selain penatalaksanaan secara farmakologis, penatalaksanaan secara non farmakologis (edukasi) ataupun operatif juga harus dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Edukasi pada pasien tuberkulosis antara lain : - Berhenti merokok. - Keteraturan dan kepatuhan memakan obat. - Mengenal dan mengetahui hasil dan efek dari pengobatan. - Mengenal bahaya penularan penyakit. Sedangkan terapi operatif dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut : 18

a. Indikasi mutlak : - Pasien telah dapat OAT adekuat tapi sputum positif. - Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif. - Pasien datang dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif. b. Indikasi relatif, yaitu : - Pasien dengan sputum BTA negatif dengan batuk darah berulang. - Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan. - Sisa kavitas yang menetap. Farmakodinamik dan Farmakokinetik OAT 1. Streptomisin Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman tuberkulosis. Kerja streptomisin in vitro ialah secara supresi, bukan eradikasi kuman tuberkulosis. Obat ini dapat mencapai kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intra sel. 2. Isoniazid Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan KHM ( Konsentrasi Hambatan Minimum) sekitar 0,025-0,05 g/ ml. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Mikroorganisme yang sedang istirahat mulai lagi dengan pembelahan biasa bila kontaknya dengan obat dihentikan. Aktivitas Isoniazid lebih kuat dibandingkan dengan streptomisin. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah. Hanya kuman peka yang menyerap obat ke dalam selnya dan ambilan ini merupakan proses aktif. 3. Rifampisin Rifampicin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan gram negatif. Rifampicin terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. 19

Kerjanya

menghambat

DNA-dependent

RNA

polimerase

dari

mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesa RNA. 4. Etambutol Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik. Hampir semua galur Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium kansasii sensitif terhadap Etambutol. Etambutol ini tidak efektif untuk kuman lain. 5. Pirazinamid Pirazinamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamide menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam. Efek samping obat anti tuberkulosis: Yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Biasanya pemakaian obat dihentikan. 1. Isoniazid (H) Sifat bakterisid. Dosis harian 5 mg/kg/BB. Efek samping berat berupa hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari kasus. Bila diduga ada hepatitis atau terlihat adanya penyakit kuning, pengobatan dihentikan. Jika pemeriksaan faal hati kembali normal, pengobatan dapat dilaksanakan lagi. Obat yang sama dapat diberikan tanpa terulangnya hepatitis. 2. Rifampicin (R) Sifat bakterisid, dosis harian 10 mg/kg BB. Bila diberikan sesuai dosis yang dianjurkan Rifampicin tidak sering menyebabkan efek samping, terutama pada pemakaian terus menerus setiap hari. Salah satu efek samping yang berat dari Rifampicin adalah hepatitis, walaupun ini sangat jarang terjadi. Alkoholisme, penyakit hati yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat hepatotoksis yang lain secara bersamaan, akan meningkatkan resiko. Bila timbul

20

penyakit kuning, pengobatan perlu dihentikan. Dan bila hepatitisnya sudah sembuh/ hilang pemberian Rifampicin dapat diulang lagi. Rifampicin dapat menyebabkan warna pada air seni, keringat, air mata, air liur dan lain-lain. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar jangan khawatir, karena warna merah itu terjadi karena proses metabolisme obat, tidak berbahaya. Jika pengobatan sudah selesai warna ai seni kembali normal. 3. Pirazinamid (Z) Sifat bakterisid, dosis harian 25 mg/kg BB, intermiten 35-50 mg/kg BB. Efek samping utama penggunaan pirazinamid adalah hepatitis. Dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang serangan penyakit Gout yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi (pengeluaran) dan penimbunan asam urat. 4. Streptomicin (S) Sifat bakterisid, dosis harian 15 mg/kg BB, intermiten 15 mg/kgBB. Efek samping utama dari streptomicin adalah kerusakan alat keseimbangan. Resiko meningkat seiring dengan peningkatan dosis dan umur. Kerusakan pada alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda telinga mendengung (tinnitus), pusing dan kehilangan kesimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 g. Jika pengobatan diteruskan kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Resiko ini terutama akan menigkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Streptomicin dapat menembus barier placenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil. 5. Etambutol (E). Sifat bakteristasik, dosis harian 15 mg/ kg BB, intermiten 30-45 mg/kg BB. Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman penglihatan, kabur dan buta warna untuk merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tergantung pada dosis dan jarang terjadi Setiap pasien menerima Etambutol harus diingatkan, bila terjadi gejalagejala penglihatan segera dilakukan pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan ini akan kenbali normal bila obat dihentikan.

21

Evaluasi pengobatannya yaitu: a. Klinis Penderita melakukan kontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat, dll. b. Bakteriologis Setelah 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai menjadi negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Sputum BTA sebaiknya tetap diperiksa untuk kontrol pada kasus-kasus yang dianggap selesai pengobatan atau sembuh. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana terdapat sputum BTA positif tanpa disertai keluhan-keluhan tuberkulosis yang relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi yakni BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi tuberkulosisnya. c. Radiologis Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Jika keluhan penderita tetap tidak berkurang, dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan tuberkulosis parunya atau adakah penyakit lain yang menyertainya. Karena perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.

22

Anda mungkin juga menyukai