WWW - Tugaskuliah.info MAKALAH
WWW - Tugaskuliah.info MAKALAH
PENGANTAR AKUNTANSI
BLPKN JEMBER
Jl. Dr. Soebandi No. 29A Telp. 0331-3442346 Jember
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan masyarakat, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Dalam penerapannya di masyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengelolaan limbah, pengelolaan sampah, kontrol vektor, pencegahan dan pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi makanan, serta pencemaran udara. Kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi di Indonesia ini ditandai dengan masih tingginya angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit menular di masyarakat. Pada saat negara lain pola penyakit sudah bergeser menjadi penyakit degeneratif, Indonesia masih direpotkan oleh kasus demam berdarah, Diare, Kusta, serta Hepatitis A yang seakan tidak ada habisnya. Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negaranegara tetangga. Dengan Vietnam saja Indonesia hampir disalip, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen tinggi terhadap kesehatan lingkungan di negaranya. Jakarta hanya menduduki posisi nomor dua dari bawah setelah Vientianne (Laos) dalam pencapaian cakupan sanitasinya. Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan kesehatan lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek pencegahan (preventif) daripada aspek pengobatan (kuratif). Dengan adanya upaya preventif yang baik, angka kejadian penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat dicegah. Selain itu anggaran yang diperlukan untuk preventif juga relatif lebih terjangkau dari pada melakukan upaya kuratif.
Anggaran pemerintah untuk kesehatan masyarakat masih relatif minim. Dari anggaran yang masih minim tersebut, sanitasi tidak berada di urutan yang dijadikan prioritas utama. Besarnya investasi untuk pengembangan sanitasi diperkirakan hanya Rp20/orang/tahun, lebih rendah dari yang dibutuhkan sebesar Rp40,000/orang/tahun. Buruknya sanitasi ini menyebabkan kerugian terhadap ekonomi Indonesia sebesar 6,3 milyar dolar AS setiap tahun pada tahun 2006, ini setara dengan 2.3% Produk Domestik Bruto (PDB) kita. Pemerintah juga bekerjasama dengan beberapa negara berkembang untuk meningkatkan fasilitas sanitasi dan kondisi penyediaan air bersih, khususnya di daerah pedesaan. Sangat miris rasanya jika kita masih memerlukan dana negara lain untuk membangun sanitasi di negeri sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi sanitasi lingkungan di Indonesia? Bagaimana upaya penerapan ilmu Gizi berbasis makanan Bagaiamana cara menjaga kesehatan lingkungan ini? Seperti apa Upaya yang benar mengantisipasi saat gejala
C.
Tujuan
Penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas daerah pada jenjang pendidikan formal dapat memutus mata rantai penyebab masalah gizi dan kesehatan. Masalah-masalah tersebut diantaranya gizi kurang, gizi buruk, gizi lebih dan masalah kesehatan yang bersifat degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, kanker, hipertensi, dll
perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya. Menurut Ikatan Dokter Amerika (1948) Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat. Dari batasan kedua di atas, dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat itu meluas dari hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi, ilmu kedokteran kuratif, ilmu kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial, dan itulah cakupan ilmu kesehatan masyarakat.
B. Asas Manfaat
Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut : a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular. b. Perbaikan sanitasi lingkungan
c. Perbaikan lingkungan pemukiman d. Pemberantasan Vektor e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak g. Pembinaan gizi masyarakat h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum i. Pengawasan Obat dan Minuman j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
alami. Kondisi seperti itu sering didefinisikan sebagai budaya. Banyak publikasi tentang budaya daerah-daerah di Indonesia yang terkenal, dan ada yang terabadikan dengan ungkapan adat bersendikan syara, syara bersendikan Kitabullah. Sangat disayangkan, sampai hari ini tidak sedikit peninggalan budaya tersebut yang tidak terlacak lagi. Ada peninggalan budaya yang sudah diklaim oleh negara tetangga bahwa itu adalah peninggalan budaya bangsa mereka, seperti jenis lagu daerah dan tarian daerah. Namun masih banyak yang tersisa, diantaranya adalah makanan yang biasa dikonsumsi oleh nenek moyang kita, yang disebut dengan makanan khas daerah. Banyak riset yang mengatakan bahwa mengkonsumsi makanan yang alami dan sehat serta seimbang dengan aktivitas sehari-hari akan mencegah terjadinya berbagai penyakit baik infeksi maupun degeneratif. Faham kesehatan seperti ini masih terbatas diketahui oleh masyarakat yang kadang kala menyatakan bahwa kesehatan hanya identik dengan sakit. Kesehatan hanya akan berarti ketika sedang sakit dan pada saat sakit orang hanya berfikir bagaimana mendapatkan obat atau disuntik. Mengapa pada saat sehat orang tidak berfikir atau melakukan tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya sehingga lebih berproduktifitas? Pemahaman lainnya yang sering ditemukan di masyarakat adalah bahwa kesehatan sebagai sebuah upaya pengobatan, sehingga tidak sedikit orang yang dalam keadaan sehat mau mengkonsumsi obat dengan alasan supaya membuat badan lebih sehat. Bukankah telah banyak diketahui bahwa obat itu adalah racun bagi tubuh jika diminum tidak sesuai dengan indikasi kesakitannya? Jika keadaan seperti ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan suatu ketika terjadi penyakit degeneratif yang diderita secara serentak oleh umat manusia karena tubuhnya dipenuhi oleh zat-zat kimia.
Masalah-masalah kekurangan gizi dan masalah kesehatan yang bersifat degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, kanker, hipertensi, dll. Adapun masalah-masalah yang dimaksudkan diantaranya: 1. Paham masyarakat tentang makanan yang baik dan bergizi sangat terbatas yang berarti keluarga belum sadar gizi. 2. Perlindungan terhadap konsumen dari produk-produk yang merugikan dan berbahaya, masih sangat rendah dan sering terabaikan 3. Menjamurnya produk-produk makanan yang bermutu rendah dan bahkan merugikan kesehatan. 4. Menjamurnya produk-produk luar negeri yang beredar di Indonesia dan telah dinyatakan berbahaya untuk kesehatan 5. Banyak penyakit yang terjadi sebagai akibat dari makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi syarat 6. Adanya keracunan makanan karena ketidaktahuan masyarakat 7. Angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi yang didasari oleh permasalahan perdarahan sebagai dampak dari anemia 8. Masalah Anemia pada wanita usia subur dan ibu hamil yang menyebabkan perdarahan sebagai pencetus terjadinya kematian 9. Banyaknya kasus-kasus gizi buruk dan gizi lebih 10. Adanya tradisi-tradisi dalam mengkonsumsi makanan yang perlu dimodifikasi sehingga makanan yang dikonsumsi memenuhi nilai gizi 11. Masalah kekurangan yodium 12. Pelestarian dan pengembangan budaya sebagai sumber daya yang dimiliki Sebagai ilustrasi dalam penerapannya: 1) Pada saat masih PAUD anak sudah belajar tentang mencuci tangan, membiasakan makan sayur, membiasakan makan ikan, makan tempe/tahu, makan beraneka ragam, dll; 2) Pada saat SD anak sudah dapat menghindari makanan yang menggunakan penyedap buatan, pewarna buatan, memilih makanan yang sehat, dll; 3) Pada saat SMP, anak sudah paham tentang perubahan fisik yang dialaminya terkait dengan kebutuhan gizi yang lebih banyak; seperti haid untuk wanita,
peningkatan aktivitas untuk pria, dll; 4) Pada saat SMA, anak sudah lebih memahami tentang makanan yang dibutuhkan untuk ibu hamil, ibu menyusui, balita, untuk kebugaran, dll. Bukankah hal ini sangat mendukung lebih dini tercapainya upaya pencegahan daripada pengobatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal? Bukankah hal ini dapat mencegah lebih dini terjadinya berbagai gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh makanan? Bukankah hal ini dapat mendukung tercapainya status gizi masyarakat yang lebih baik? Bukankah hal ini dapat meningkatkan produktivitas masyarakat sehingga dapat bekerja dengan baik dan tidak sakitsakitan?, dll.
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
Sesungguhnya penerapan Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah dapat berdampak langsung sekalipun dalam waktu jangka panjang untuk meningkatkan kualitas Human Development Index (HDI) baik bidang kesehatan, pendidikan maupun pendapatan. Khusus untuk bidang kesehatan dapat menurunkan kematian ibu, kematian bayi, memperbaiki status gizi dan meningkatkan umur harapan hidup.
SARAN
Kepada semua teman seperjuangan, jangan pernah takut membuat kesalahan tetapi takutlah untuk berbuat salah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2003.Laporan Rapat Kerja I. 2. Harrington, JM, Gill, FS, 2005. Buku Saku Kesehatan Kerja. Alih Bahasa Sudjoko Kuswadji. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Husin, Marifin, 2003. Peran dan Tanggungjawab Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat dalam Upaya Pembangunan Kesehatan MasyarakatBangsa. Konsorsium Ilmu Kesehatan Indonesia 4. Rahmat, Hapsara Habib, 2003. Situasi Kesehatan Global dan Regional serta Implikasinya terhadap Kurikulum Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Makalah.
BLPKN JEMBER
Jl. Dr. Soebandi No. 29A Telp. 0331-3442346 Jember
BAB I PENDAHULUAN
D.
.
Latar Belakang
Pendidikan anak memang sangat penting. Pendidikan dari sekolah
akan membantu seorang anak bukan hanya mengerti teori dari mata pelajaran yang diajarkan, namun yang terpenting yaitu cara belajar yang terstruktur dan baik. Dengan pendidikan yang baik, maka masa depan seorang anak akan lebih terencana dan terjamin. Namun, apakah pendidikan seorang anak hanya dilimpahkan pada sekolah saja? Bagaimana dengan peranan orang tua? Saat ini, pendidikan di sekolah telah dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dan golongan. Berbagai sekolah didirikan untuk menjadi tempat atau sarana pendidikan bagi anak. Berbagai kurikulum juga dikembangkan untuk sekolah agar dapat membantu anak memiliki cara belajar yang baik dan bermutu. Di dalam buku Frames of Mind yang terbit tahun 1983, seorang psikolog bernama Howard Gardner menyimpulkan hasil risetnya yang mengatakan bahwa sedikitnya ada tujuh jenis kecerdasan: 1. Kecerdasan linguistik, berkaitan dengan kemampuan bahasa dan penggunaannya. Orang-orang yang berbakat dalam bidang ini senang bermain-main dengan bahasa, gemar membaca dan menulis, tertarik dengan suara, arti dan narasi. Mereka seringkali pengeja yang baik dan mudah mengingat tanggal, tempat dan nama. 2. Kecerdasan musikal, berkaitan dengan musik, melodi, ritme dan nada. Orang-orang ini pintar membuat musik sendiri dan juga sensitif terhadap musik dan melodi. Sebagian bisa berkonsentrasi lebih baik jika musik diperdengarkan; banyak dari mereka seringkali menyanyi atau bersenandung sendiri atau mencipta lagu serta musik.
3. Kecerdasan logis-matematis, berhubungan dengan pola, rumus-rumus, angka-angka dan logika. Orang-orang ini cenderung pintar dalam tekateki, gambar, aritmatika, dan memecahkan masalah matematika; mereka seringkali menyukai komputer dan pemrograman. 4. Kecerdasan spasial, berhubungan dengan bentuk, lokasi dan mebayangkan hubungan di antaranya. Orang-orang ini biasanya menyukai perancangan dan bangunan, disamping pintar membaca peta, diagram dan bagan. 5. Kecerdasan tubuh-kinestetik, berhubungan dengan pergerakan dan ketrampilan olah tubuh. Orang-orang ini adalah para penari dan aktor, para pengrajin dan atlet. Mereka memiliki bakat mekanik tubuh dan pintar meniru mimik serta sulit untuk duduk diam. 6. Kecerdasan interpersonal, berhubungan dengan kemampuan untuk bisa mengerti dan menghadapi perasaan orang lain. Orang-orang ini seringkali ahli berkomunikasi dan pintar mengorganisasi, serta sangat sosial. Mereka biasanya baik dalam memahami perasaan dan motif orang lain. 7. Kecerdasan intrapersonal, berhubungan dengan mengerti diri sendiri. Orang-orang ini seringkali mandiri dan senang menekuni aktifitas sendirian. Mereka cenderung percaya diri dan punya pendapat, dan memilih pekerjaan dimana mereka bisa memiliki kendali terhadap cara mereka menghabiskan waktu.
E.
Tujuan
Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas,
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu: yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
Infant (0-1 tahun) Toddler (2-3 tahun) Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun) Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
B. Asas Manfaat
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Playing & having fun, sharing, feeling the "winning and losing", to train children's creativity, gross motor training, preparing children to enter kindergarten at the time was not hard in the mix / adapt to the teachers and friends .
religious instruction must be introduced to children from the time he was in the womb Ortua & also since he already knows / knew their religion. Or look for schools that are not based on a particular religion so expect a child to realize and know of the existence of religious differences, racial differences and can children be polite to others and aware of the identity of the child himself but also flexible mix with those who differ from him.
easy to ride. If forced to choose schools far from home, school bus usage can be considered. School buses can train children to be independent and bersosialisai with friends who were in the bus especially if both parents work and no one can drop off and pick up, but if you use the school bus will be too long in the school bus.
schools do not turn off the creativity of children, where children are not required to follow the will of his master.
Cost, a cost that is not too expensive and the quality did not When children enter higher schools elementary, junior high, high
disappoint. school quality considerations, the discipline is preferred, then we think to include our kids in private schools in accordance with religious or other considerations.. Private schools have more facilities than public schools, and teachers are always guiding, directing can be easily detected, high-paying private schools can only be enjoyed by certain groups that ultimately there is no significant difference.. In contrast to the poor public school facilities, teachers are often not placed, so that students "forced" to be able to be independent and self-learning, and many of the diversity of students.. Most and consciously or unconsciously, choose the school is sometimes the obsession of parents & the love Alma mater. Education not only in schools, but at home and in society around us. As a parent just trying to build a strong foundation for them, including mental, spiritual, and we should be able to be a good role model for our children. As a parent should not only think of IQ alone but we try to establish a balance between IQ and EQ (emotional intelligence of someone who is affected by the environment), because with high EQ child is expected to survive in all matters of life even though the child has an IQ of only depression, he able to face the failure and learn to take lessons from these failures. In a person with a low EQ beriq while high, or above average - the average will have a hard trend to control emotions. Whatever efforts and hope the parents of children hrus remember that it is a child's life is not ours, I mean we want the creative child and forth but it's all her future.
B. Providing Support
Always pay attention to children, and instill values and educational goals. Aim to always know the child's development at school. You could make
a visit to see the situation and environment education in schools. Interested in school activities directly affect the education of children.
E. Teach Responsibility
Children can be responsible tasks in the school if you've taught them to work responsibilities at home. Try to start providing jobs home every day routine steps with a specific schedule. It would teach a sense of responsibility they need to succeed in school and later in life.
G. Discipline
Run discipline firmly but lovingly. Always to the wishes of children is not recommended in children's education, because it made her spoiled and
irresponsible. Other problems can arise such as teenage sex, drugs, poor performance, etc..
H. Hygiene
Keep your child's health for learning achievement is not disturbed. Create enough sleep schedule for your child. If tired, they can not learn well. Avoid foods like junk food, which brings bad influence on its ability to concentrate.
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
Orang tua memerlukan ketrampilan khusus untuk mendidik seorang anak, jika dibandingkan dengan pendidikan yang lain maka pendidikan anak jauh lebih sulit dan perlu kehati-hatian karna masa depan seorang anak akan lebih terencana dan terjamin. Anak menangkap pesan kekerasan melalui komunikasi yang dibangun lingkungannya setiap hari. Perlahan tapi pasti, komunikasi dengan kekerasan akan merusak fitrah anak yang penuh dengan kelembutan. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang sulit diatur, pembangkang, dan keras hati.
SARAN
Anak adalah anugerah dari yang maha kuasa, meskipun anak sangat nakal, jangan sampai orang tua memukul seorang anak.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A (2002), Categorical Data Analysis , John Wiley and Sons, Canada Andriyahsin, A(2005), Financial Application of Classification and Regression Trees, Thesis, Center of Applied Statistics and Economics, Humboldt .University, Berlin Badan Pusat Statistik (1982), Analisa Pendidikan Putus Sekolah di SD dan SMTP, .BPS, Jakarta Boediono,G (1991), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan: Pendekatan Fungsi Pendidikan, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 020, .Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Breiman, L., Friedman, J., Olsen, R.A., dan Stone, C. (1984), Classification and .regression trees, Wadsworth, Belmont, California Breiman, L (1996a). Bagging Predictors, Machine Learning, Vol. 24. 123-140 Breiman, L. (1996b): Heuristics of instability and stabilization in model selection, .Annals of Statistics, 24, hal. 23502383 Bhlman, P. dan Yu, B.(2002), Analyzing Bagging, The Annals of Statistics, Vol. .30 no. 4, hal 927-961 Clarke, R.T. dan Bintercourt, H. R (2003), Use of Classification And Regression Trees (CART) to Classify Remotely_Sensed Digital Images, Research Report , Centro stadual de Pesquisas em Sensoriamento Remoto Universidade Federal do Rio Grande do Sul UFRGS , Porto Alegre, Brazil
Efron, B. dan Tibshirani, R.J. (1993) An Introduction to the Bootstrap .Chapman Hall, New York Guritnaningsih, A.S (1993), Faktor-faktor Sosial dan Psikologis yang Berpengaruh Terhadap Tindakan Orangtua untuk Melanjutkan Pendidikan Anak .Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Desertasi, Universitas Indonesia, Jakarta Hastie, T., Tibshirani, R., Friedman, J. (2001). The Elements of Statistical Learning: Data Mining, Inference and Prediction. Springer-Verlag, New .York Hiliry, M.D. (1995). Wanita Usia 7-12 Tahun yang Tidak bersekolah dan Faktor Penyebabnya di Daerah Istimewa Aceh dalam Laporan Akhir : Anak
EDUCATIONAL PAPERS
CHILD CARE AND EARLY EDUCATION
BLPKN JEMBER
Jl. Dr. Soebandi No. 29A Telp. 0331-3442346 Jember