Anda di halaman 1dari 19

DERMATOSIS ERITROSKUAMOSA Dermatosis eritroskuamosa ialah penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan skuama,

yaitu psoriasis, parapsoriasis, pitiriasis rosea, eritroderma, dermatitis seboroik, lupus eritematosus, dan dermatofitosis. PSORIASIS Definisi Psoriasis ialah penyakit yang bersifat kronis dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin dan Auspitz. Sinonim Psoriasis vulgaris Epidemiologi Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun tidak menyebabkan kematian, penyakit ini menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih lagi mengingat perjalanan penyakitnya menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada kulit berwama. Insidens pada pria agak lebih banyak daripada wanita. Psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7 % dan di Amerika Serikat 1 2 % sedangkan di Jepang dilaporkan 0,6 %. Etiopatogenesis a. Faktor genetik Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak pernah menderita psoriasis vulgaris, maka risiko untuk terkena psoriasi vulgaris sebesar 12 %, namun jika salah seorang dari orangtuanya menderita psoriasis vulgaris, maka risikonya meningkat mencapai 34-39 %. Berdasarkan awitan penyakit, dikenal dua tipe yaitu : Psoriasis tipe 1 dengan awitan dini bersifat familial, dan Psoriasis tipe 2 dengan awitan lambat yang bersifat non-familial. Hal lain yang mendukung adanya faktor genetic adalah bahwa Psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe 1 berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe 2 berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2; sedangkan Psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.

b. Faktor imunologik Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis vulgaris dapat diekspresikan pada salah satu dari 3 jenis sel, yaiu Limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit pada psoriasis membutuhkan stimulus untuk aktivasinya. Lesi psoriasis yang matang umumnya penuh dengan sebukan Limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas Limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan Limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh Limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis pada Psoriasis. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Berbagai faktor pencetus diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat-obatan, alkohol dan merokok. Stress psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal biasanya berhubungan erat dengan Psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan Psoriasis vulgaris tidak jelas. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin juga berperan mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insidens Psoriasis pada waktu pubertas dan saat menopause. Gangguan metabolism misalnya hipokalsemia dan dialysis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif misalnya beta-adrenergik-blocking agents, lithium, anti-malaria dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik Gejala Klinis Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada kulit kepala, perbatasan daerah dahi dan rambut, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema berbatas tegas dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi mulai dari lentikular, numular sampai plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dan umumriya terjadi setelah adanya infeksi akut oleh streptokok.

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warna menjadi putih setelah digores, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias cahaya pada lapisan skuama. Cara menggores dapat dilakukan dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak senun atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis. Cara mengerjakannya sebagai berikut: skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan pinggir gelas alas hingga skuama habis. Pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan karena jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit normal pasien psoriasis, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%, yang khas adalah pitting nail (nail pit) berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya, dan onikolisis. Selain menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menyebabkan kelainan pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksi pada sendi interfalangs distal. Banyak terdapat pada usia 30 50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan dan tidak penting untuk diagnosis sehingga tidak dibicarakan. Variasi Bentuk Klinis Pada psoriasis terdapat beberapa variasi bentuk klinis. 1. Psoriasis vulgaris, bentuk ini merupakan yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris. Dinamakan tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. 2. Psoriasis gutata, diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas setelah terjadi influenza atau morbilli, terutama pada anak dan dewasa muda.
3

3. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural), mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya 4. Psoriasis eksudativa, bentuk yang sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasisnya kering, namun pada bentuk ini kelainan eksudatif seperti pada dermatitis akut 5. Psoriasis seboroik (seboriasis), gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasi dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik 6. Psoriasis pustulosa, ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa. Pertama, ada yang menganggap merupakan penyakit tersendiri, kedua, dianggap sebagai varian dari psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya psoriasis palmo-lantar, sedangkan bentuk generalisata contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von zumbusch). 7. Eritroderma psoriatika. Dapat disebabkan oleh pengobatan topikal dengan konsentrasi terlalu kuat atau oleh penyakit itu sendiri yang meluas. Biasanya lesi psoriasis yang khas tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal yang menyeluruh. Adakalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar pada tempat predileksi psoriasis, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi. Histopatologi Gambaran histopatologis psoriasis khas, yakni parakeratosis, dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses Munro. Selain itu terdapat papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis. Diagnosis Banding Jika gambaran klinis khas, diagnosis tidak sulit ditegakkan. Jika tidak khas, maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatosis eritroskuamosa. Pada stadium penyembuhan dapat terjadi hanya dipinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung dengan KOH ditemukan jamur. Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifillis psoriasiformis. Penyakit tersebut sekarang jarang terdapat. Perbedaannya, pada sifilis terdapat sanggama tersangka (coitus suspectus), pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh, dan tes serologi untuk sifilis (T.S.S.) positif.
4

Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan kekuning-kuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik. Jika gambaran klinisnya tak khas, dilakukan biopsi. Dalam praktek, adakalanya setelah dilakukan biopsi beberapa kali baru tampak gambaran histopatologik yang khas. Penatalaksanaan Pengobatan Sistemik a. Kortikosteroid Kortikosteroid dapat mengorntrol Psoriasis. Dosisnya kira-kira ekuivalen dengan Prednison 30 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan, lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis pustulosa generalisata. b. Obat sitostatik Yang biasa digunakan ialah metotreksat. Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artropatika dengan lesi kulit, dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah jika terdapat kelainan hati, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis. Cara penggunaan metotreksat: mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg per oral untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak, diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan interval l2 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5-5 mg per minggu. Biasanya dengan dosis 3 x 5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain ialah diberikan i.m 7,5-25 mg dosis tunggal setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah telah terkontrol, dosis diturunkan atau masa interval diperpanjang, kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal. Setiap 2 minggu diperiksa Hb, jumlah leukosit, hitungjenis, jumlah trombosit, dan urin lengkap. Setiap bulan diperiksa fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.500/uL metotreksat dihentikan. Jika fungsi hati normal, biopsi hati dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 g. Jika abnormal, biopsi dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 g.

Efek samping metotreksat antara lain nyeri kepala, alopesia, serta gangguan saluran cerna, sumsum tulang belakang, hati, dan limpa. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi sumsum tulang berakibat timbulnya leukopenia, trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hati dapat terjadi fibrosis dan sirosis. c. Levodopa. Obat ini sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Menurut uji coba obat ini berhasil menyembuhkan kira-kira sejumlah 40% kasus psoriasis. Dosisnya antara 2 x 250 mg 3 x 500 mg. Efek samping berupa mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikis, dan pada jantung. d. Diaminodifenilsulfon (DDS) Dipakai sebagai terapi untuk Psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya anemia hemolitik, methemoglobinemia dan agranulositosis. e. Etretinat (tegison, tigason). Obat ini merupakan retinoid aromatik, digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Dapat pula digunakan untuk eritroderma psoriatika. Cara kerjanya belum diketahui pasti. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal, namun tidak seluruh pasien dapat disembuhkan dengan obat ini. Dosisnya bervariasi: pada bulan pertama diberikan 1 mg/kg, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1,5 mg/kgBB. Efek sampingnya sangat banyak, di antaranya atrofi kulit; selaput lendir mulut; mata, hidung mengering, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hati, hiperostosis, dan teratogenik. f. Siklosporin. Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kg berat badan sehari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, namun setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. Pengobatan Topikal a. Preparat Ter. Biasa digunakan dan mempunyai efek antiradang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:
6

fosil, misalnya iktiol kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis. Preparat

yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara lebih efektif daripada ter dari kayu tetapi kemungkinan memberikan iritasijuga lebih besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara karena lebih efektif dan kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya, pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu karenajika dipakai ter dari batubara dikhawatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma. Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi pasien karena berbau kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis detergens tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5 %, dimulai dengan yang rendah, misalnya 2%. Jika tidak ada perbaikan, dinaikkan sampai 5%. Supaya lebih efektif, daya penetrasinya dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3-5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salep karena mempunyai daya penetrasi terbaik. b. Kortikosteroid. Kortikosteroid memberikan hasil yang efektif. Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, ditempat lain digunakan salep. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih yang potensi sedang. Bila digunakan potensikuat pada muka dapat memberikan efek samping diantaranya Teleangiektasis sedangkan pada lipatan berupa striae atrofikans. c. Ditranol (antralin). Obat ini cukup efektif, namun mewarnai kulit dan pakaian Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 % dalam pasta atau salep. Penyembuhan dalam 3 minggu. d. Pengobatan dengan penyinaran. Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara terbaik ialah penyinaran secara alarniah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan akan memperhebat psoriasis. Karena itu, digunakan sinar

ultraviolet artifisial, di antaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau dikombinasi dengan psoralen (8 metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA atau bersama-sama dengan preparat ter yang terkenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. UVB juga dapatdigunakan untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular dan eritrodrema. Dosis UVB pertama 12-23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan secara berangsur-angsur.Setiap kali dinanaikkan sebesar 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan 3 minggu sekali. e. Calcipotriol Adalah sintetik vitamin D, preparatnya berupa salep atau krim 50 mg, efeknya sebagai anti-proliferasi. Efek sampingnya pada 4-20% penderita berupa iritasi yaitu rasa terbakar, eritema dan skuamasi. PUVA PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan, pada pemakaian yang lama mungkin terjadi kanker kulit. Pengobatan Cara Goeckerman Pengobatan menggunakan ter yang berasal dari batubara, misalnya likuor karbonas detergen dalam minyak, sampo, atau losio. Ter tersebut bersifat fotosensitizer dan dioleskan 2-3 kali sehari, lama pengobatan 4-6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Kecuali preparat ter, juga dapat digunakan ditranol. Prognosis Psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan residif. PARAPSORIASIS Definisi Parapsoriasis adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit terutama terdiri dari eritema dan skuama, berkembangnya secara perlahan-lahan, perjalanan penyakitnya pada umumnya kronik.

Klasifikasi Dalam kepustakaan, terdapat bermacam-macam klasifikasi dan tidak terdapat persesuaian nomenklatur. Pada umumnya, parapsoriasis terdapat 3 jenis yaitu : Parapsoriasis gutata Parapsoriasis variegate Parapsoriasis en plaques

Gejala Klinis a. Parapsoriasis gutata Jenis ini biasanya menyerang dewasa muda terutama pada pria dan relative sering ditemukan. Ruam erdiri dari atas papul miliar serta lentikular, eritema dan skuama, dapat hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi dan pada umumnya simetris. Penyakit ini dapat sembuh spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan atas dan paha, tidak terdapat pada kulit kepala, muka dan lengan. Jenis ini biasanya kronik, tetapi dapat bersifat akut dan disebut parapsoriasis gutata akuta. Gambaran klinisnya mirip dengan Varisela, dapat ditemukan vesikel, papulonekrotik dan krusta. Jika sembuh meninggalkan sikatriks seperti Variola. b. Parapsoriasis variegata Pada psoriasis variegate, kelainan kulit terdapat pada badan, bahu dan tungkai, bentuknya seperti kulit zebra dan eritema yang bergaris-garis. c. Parapsoriasis en plaque Insidensi penyakit ini pada usia pertengahan, dapat berlangsung terus menerus atau mengalami remisi dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Tempat predileksinya pada badan dan ekstemitas. Kelainan kulit berupa bercak eritematosa, permukaannya datar, bulat atau lonjong, berdiameter 2,5 cm dengan sedikit skuama, berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning. Histopatologi a. Parapsoriasis Gutata Terdapat sedikit infiltrate limfohistiositik di sekitar pembuluh darah superficial, hyperplasia epidermal yang ringan dan sedikit spongiosis setempat. b. Parapsoriasis Variegata Epidermis tampak menipis disertai parakeratosis setempat. Pada dermis terdapat infiltrate menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit.
9

c. Parapsoriasis en plaque Gambarannya tak khas, mirip kronik. Diagnosis Banding Diagnosis banding parapsoriasis adalah Pitiriasis rosea dan Psoriasis. Ruam pada Pitiriasis rosea juga terdiri atas eritema dan skuama, namun perjalanan penyakitnya tidak kronis. Perbedaannya adalah pada Pitiriasis rosea, susunan ruam sejajar dengan lipatan kulit dan costae. Psoriasis berbeda dengan Parapsoriasis, karena pada Psoriasis, skuamanya tebal, kasar, berlapis-lapis dan terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz sign dan fenomena Kobner. Tatalaksana Parapsoriasis dapat membaik dengan penyinaran UV atau pemberian kortikosteroid topical seperti yang digunakan pada terapi Psoriasis. Namun, hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Dalam kepustakaan, beberapa obat yang dapat diberikan misalnya kalsiferol, preparat ter, derivate sulvon, obat sitostatik dan vitamin E. Terdapat laporan bahwa terapi Parapsoriasis gutata akuta dengan Eritromisin 40 mg/kgBB dengan hasil baik juga dengan Tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek menghambat kemotaksis neutrofil. Prognosis Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa penyakit ini bersifat kronis dan residif, tidak ada obat pilihan. PITIRIASIS ROSEA Definisi Pitiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Emudia disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil dari badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu. Epidemilogi Pitiriasis rosea didapati pada semua usia, erutama antara 15-40 tahun, pada wanita dan pria sama banyaknya. Etiologi Etiologinya belum diketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang mengemukakan hipotesis bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini meruapakan penyakit self limiting disease, umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.
10

Gejala klinis Gejala konstitusional pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Penyakit ini dimulai denan lesi pertama (herald patch), umumnya pada badan, soliter, berbentuk oval, dan anular, diameternya kira-kira 3 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus di pinggirnya. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberikan gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan costae, hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau dalam beberapa hari. Tempat predileksi pada badan,lengan atas bagian proksimal dan paha atas. Diagnosis Banding Penyakit ini seringkali disangkajamur oleh penderita, juga oleh dokter umum seringkali didiagnosis sebagai Tinea korporis. Gambaran klinisnya memang mirip dengan tinea korporis karena terdapat eritema dan skuama di pinggir dan bentuknya anular. Perbedaannya, pada Pitiriasis rosea, gatalnya tidak begitu berat seperti pada tinea korporis, pitiriasis rosea skuamanya halus, sedangkan pada tinea korporis skuamanya kasar. Pada tinea korporis, sediaan KOH akan positif. Sebaiknya dicari pula lesi inisial yang kadangkala masih ada. Jika sudah tidak ada, dapat ditanyakan kepada penderita tentang lesi inisial tersebut. Seringkali lesi inisial tersebut tidak seluruhnya eritematosa lagi, namun bentuknya masih tampak oval sedangkan ditengahnya terlihat hipopigmentasi. Tatalaksana Pengobatan bersifat simtomatik, untk gatal-gatal dapat diberikan sedative, sedangkan sebagai obat topikalnya dapat diberikan bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol - 1 %. Prognosis Prognosis baik karena penyakit ini dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8 minggu. ERITODERMA Definisi Eritroderma adalah kelinan kulit yang ditandai denan adanya eritema universal (90100%), dan biasanya disertai dengan adanya skuama. Bila eritemanya terdapat anatara 50 90 % disebut pre-eritroderma. Pada definisi tersebut, yang mutlak harus ada adalah eritema, sedangkan skuama biasanya tidak selalu ada, misalnya pada Eritroderma karena alergi obat sistemik, pada awalnya tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan
11

timbul skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas,karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Patofisiologi Patofisiologi Eritroderma masih belum jelas, yang dapat diketahui adalah akibat adanya suatu agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehinga kehilangan panas menjadi bertambah. Akibatnya, pasien menjadi merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermi akibat terjadi peningkatan perfusi pada kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu tubuh meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu tubuh menjadi terganggu. Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih dalam sehari, sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relative globulin terutama globulin-y merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstraseluler. Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku, berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung selama berbulan-bulan, dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif. Gejala klinis a. Eritroderma akibat alergi obat sistemik Untuk menentukannya, diperlukan anamnesis yang teliti, yang dimaksudkan alergi obat secara sistemik adalah masuknya obat ke dalam tubuh dengan cara apa saja. Saat mulai masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbulnya penyakit ini, bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Bila terdapat obat yang lebih dari 1 yang ,asuk ke dalam tubuh yang disangka sebagai penyebabnya adalah obat yang paling sering menyebabkan alergi. Gambaran klinisnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah eritema universal. Bila saat masa akut tidak timbul skuama, maka pada stadium penyembuhan biasanya timbul skuama.

12

b. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit 1. Eritroderma karena Psoriasis (Psoriasis eritrodermik) Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena 2 hal yaitu disebabkan oleh penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat, misalnya pengobatan topikal dengan preparat ter dengan konsentrasi yang terlalu tinggi. Pada anamnesis sebaiknya ditanyakan apakah pernah menderita Psoriasis. Penyakit tersebut bersifat kronik dan residif. Kelainan kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan kasar di atas permukaan kulit yang eritematosa dan sirkumskrip. Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi dari sekitarnya dan skuama pada tempat tersebut biasanya tebal. Kuku juga perlu dilihat, dicari apakah terdapat Pitting nail berupa lekukan miliar, tanda ini hanya menunjang dan tidak patognomonis untuk Psoriasis. 2. Eritroderma deskuamativum (penyakit Leiner) Etiologinya masih belum dikeahui. Umumnya penyakit ini disebabkan oleh Dermatitis seboroik yang meluas, karena pada pasien ini hamper selalu terdapat kelainan yang khas untuk Dermatitis seboroik. Kelainan kulit berupa eritema universal yang disertai skuama yang kasar. c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Berbagai penyakit atau karena kelainan dari organ dalam dapat menyebabkan kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi, setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk pada golongan I ataupun II harus diceri penyebabnya, yang berarti harus diperiksa secara menyeluruh. Apakah terdapat penyakit pada organ dalam atau apakah terdapat infeksi pada organ dalam dan apak terdapat infeksi fokal. Adakalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi bisa terdapat infeksi bacterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati. d. Sindrom Sezary Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium dini dari Mikosis fungoides. Penyebabnya masih belum diketahui, diduga berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke dalam CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma)
13

Biasanya yang diserang adalah orang dewasa, biasanya menyerang pada pria rata-rata usia 64 tahun sedangkan pada wanita 53 tahun. Sindrom ini ditandai denan eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan terasa sangat gatal. Selain itu, terdapat pula infiltrat pada kulit dan edema. Pada 1/3 hingga pasien didapati splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia,

hiperpigmentasi, hyperkeratosis Palmaris dan plantaris serta kuku yang distrofik. Pada pemeriksaan laboratorium, pada sebagian besar kasus menunjukkan adanya leukositosis (rata-rata 20.000/mm), 19% dengan eusionofilia, dan limfositosis. Selain itu, terdapat pula sel limfosit yang atipik yang disebut sel Sezary. Sel ini besarnya 10-20 um, mempunyai sifat yank has, diantaranya homogeny, lobular dan tidak teratur. Selain terdapat dalam darah, sel tersebut juga terdapat pada kelenjar getah being dan kulit. Biopsi pada kulit juga memberikan kelainan yang khas yaitu terdapat infiltrate pada dermisa bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Dikatakan Sindrom Sezary apabila jumlahsel Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10 % sel-sel yang beredar. Bila jumlah tersebut di bawah 1000/mm3 dinamakan sindrom pre-Sezary. Tatalaksana Pada eritroderma golongan I, obat yang menyebabkan alergi sebagai kausanya harus segera dihentikan. Umumnya, pengobatan Eritroderma diberikan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis Prednison 4 x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit, juga diberikan kortikosteroid. Dosis awal Prednison yaitu 4 x 10 mg sampai 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak terdapat perubahan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Jika Eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan preparat ter pada Psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan.Eritroderma karena Psoriasis dapat pula diobati dengan Asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti pada golongan I.

14

Pada pengobatan dengan Kortikosteroid jangka panjang, yaitu melebihi 1 bulan, lebih baik digunakan Metilprednisolon daripada Prednison dengan dosis yang ekuivalen, karena efeknya lebih sedikit. Pengobatan pada penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberikan hasil yang baik. Dosis Prednison 3 x 1 2 m sehari. Pada sindrom Sezary, pengobatannya terdiri dari kortikosteroid yaitu Prednison 30 mg sehari atau Metilprednisolon yang ekuivalen dengan sitostatik, biasanya digunakan Klorambusil dengan dosis 2 6 mg sehari. Pada Eritroderma kronik diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama yang mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu diolesi dengan Emolien untuk mengurangi radiasi akibat dari vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan Salep Lanolin 10 % atau Krim Urea 10 %. Prognosis Eritroderma yang termasuk golongan I yaitu karena alergi obat secara sistemik, prognosisnya baik. Proses penyembuhan golongan ini lebih cepat jika dibandingkan dengan Eritroderma golongan lain. Pada Eritroderma yang belum diketahui penyebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya untuk mengurangi gejalanya saja. Pada sindrom Sezary prognosisnya buruk, pada pasien pria, umumnya akan meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pada pasien wanita setelah 10 tahun. Kematian biasanya disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi Mikosis fungoides. DERMATITIS SEBOROIK Definisi Dermatitis seboroik adalah golongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat seboroik. Dermatitis seboroik merupakan penyakit kulit dengan peradangan superfisial kronik yang mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai tempat predileksinya. Area seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yaitu kulit kepala, telinga bagian luar, saluran telinga, kulit belakang telinga, wajah, alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, dagu, badan bagian atas misalnya daerah presternum, daerah interskapula, areola mammae dan daerah lipatan misalnya ketiak, lipatan di bawah mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat.

15

Etiopatogenesis Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik, yang ternyata diturunkan, namun bagaimana caranya belum diketahui. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi bakteri atau Pitysporum ovale yang merupakan flora normal pada kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan aktifnya glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat adanya stimulasi hormone androgen dari ibu terhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada bulan-bulan pertama, kemudian menjadi jarang pada usia sebelum akil-baligh dan insidensinya mencapi punccak pada usia 18-40 than, terkadang pada usia tua dan lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Meskipun kematangan glandula sebasea ternyata merupakan faktor timbulnya Dermatitis seboroi, namun tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara aktifnya kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meingkat seperti pada Psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan Sitostaik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya Dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktorkelelahan, stress emosional, infeksi atau defisiensi imun. Gejala klinis Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, muali sebagai bercak kecil kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut Pitirasis sika(ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut Pitirasis steatoides yang dapat disertai dengan eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebt mempunyai kecendrungan menjadi rontok, mulai dari bagian vertex dan frontal. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminak disertai eksudasi dan krusta tebal. Seringki meluas ke dahi, glabela, post-aurikuler dan leher. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang
16

kotor dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut Cradle cap. Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat pula terjadi blefaritis. Dermatitis seboroik juga dapat bersama-sama dengan akne yang berar. Jika meluas dapat menjadi Eritroderma, pada bayi dsiebut penyakit Leiner. Diagnosis Banding Gambaran klinis yang khas pada Dermatitis seboroik adalah skuama yang berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Psoriasis berbeda dengan Dermatitis seboroik karena terdapat skuama-skuama yang berlapis-lapis disertai adanya fenomena tetesan lilin dan Auspitz sign. Tempat predileksinya juga berbeda. Jika Psoriasis mengenai scalp, sukar dibedakan dengan Dermatitis seboroik. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih seperti mika, kelainan kulit juga pada perbatasan wajah dan scalp dan tempat-tempat lain sesuai dengan tempat predileksinya. Pada daerah lipatan paha dan peranal dapat menyerupai kandidosis. Pada kandidosis terdapat eritema berwarna merah celah berbatas tegas dengan satelit-satelit disekitarnya. Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip dengan Otomikosis dan Otitis eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada sediaan langsung. Otitis eksterna menyebabkan tanda radang,jika akut terdapat pus. Penatalaksanaan Pengobatan Sistemik Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis Prednison 20 30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Jika disertai infeksi sekunder, dapat diberikan antibiotik. Isotrenin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya untuk mengurangi aktifitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1- 0,3 mg/kgBB per hari, perbaikan akan tampak setelah 4 minggu. Setelah itu diberikan dosis pemeilharaan 5 10 mg per hari selama beberapa tahun, yang ternyata efektif untuk mengontrol penyakit ini.

17

Pada Dermatitis seboroik juga dapatdiobati dengan narrow-band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3x seminggu selama 8 minggu,sebagian besar pasien mengalami pebaikan. Bila pada sediaan langsung terdapat P.ovale, dapat diberikan Ketokonazol, dengan dosis 200 mg per hari. Pengobatan Topikal Pada Pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali scalp dikeramasi selama 5 -15 menit, misalnya dengan Selenium sulfide (selsun). Jika terdapat skuama dan krusta dapat diberikan Emolien, misalnya krim urea 10 %. Obat lain yang dapat diberikan untuk Dermatitits seboroik misalnya : Preparat ter, misalnya likuor karbonas detergen 2 5 % atau krim pragmatar Resorsin 1 3 % Sulfur Praesipitatum 4 20 % dapat digabung dengan asam salisilat 3 6 % Kortikosteroid topikal, misalnya krim hidrokortison 2 %. Pada kasus dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat misalnya Betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya Krim Ketokonazol 2 % dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat banyak P.ovale. Prognosis Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi, penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.

18

DAFTAR PUSTAKA Adhi prof. Dr. dr., Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Universitas Indonesia Ed.V. 2007. Balai Penerbit FK UI .Jakarta. Marwali,Harahap Prof.Dr. Ilmu penyakit kulit.2000.EGC.Jakarta. www.emedicine.com www.medicastore.com

19

Anda mungkin juga menyukai