Anda di halaman 1dari 36

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Istilah gizi dan ilmu gizi di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai nutrisi (Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain,1994). Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh (Almatsier,2004). Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organorgan, serta menghasilkan energi (Almatsier,2006 ). Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh. Jadi, status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih (Almatsier,2006 ). Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan sering luput dari pengamatan biasa. Tidaklah mudah untuk mengetahui seorang ibu hamil

yang menderita kekurangan zat gizi besi (anemia), atau seorang balita yang terganggu pertumbuhannya atau seorang anak sekolah yang lemah tidak mampu mengikuti proses belajar karena kekurangan zat gizi tertentu seperti iodium atau zat besi. Bahkan era sekaramg para pemuda masih sangat masah bodoh dengan keadaan satatus gizi mereka (Almatsier,2006 ). Penentuan status gizi dilakukan dengan pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Salah satu pengukuran antropometri dilakukan dengan pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan. Pengukuran tinggi badan dan berat badan dapat menentukan status gizi melalui penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang digunakan untuk mengetahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau obesitas. Penting bagi tubuh pasien dengan kanker untuk memenuhi zat gizi secara konstan sebagai sumber energi yang bermanfaat pada proses penyembuhan. Gizi yang optimal dapat memberikan beberapa manfaat bagi pasien kanker diantaranya meningkatkan fungsi imun, memperbaiki sel tubuh, membangun jaringan tubuh dan mengurangi resiko infeksi (Ardiansyah,2010). The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks MassaTubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMTmerupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (beratbadan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter(kg/m2)). Interpretasi IMTtergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemaktubuh yang berbeda.18 Berbeda dengan orang dewasa, IMT pada anak berubah sesuai umur dan sesuaidengan peningkatan panjang dan berat badan. Baru-baru ini The Centers for Disease Control

(CDC)mempublikasikan kurva IMT. IMT dapat diplotkan sesuai jenis kelamin pada kurva pertumbuhanCDC untuk anak berusia 2-20 tahun (Utari,2007). Beberapa indeks antropometri, seperti : Lika/U (Lingkar Kepala terhadap Umur), BB/U (Berat Badan terhadap Umur), TB/ U (Tinggi Badan terhadap Umur), BB/ TB (Berat Badan terhadap Tinggi Badan), Lila/ U (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur), Indeks Massa Tubuh (IMT), Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur, dan Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul (Almatsier,2006 ). B. Prinsip Pecobaan Status gizi adalah gambaran keadaan gizi seseorang yang merupakan kondisi dimana berhubungan erat dengan riwayat konsumsi makanan dalam jangka waktu tertentu. Gizi adalah semua unsur atau zat yang terdapat dalam makanan atau semua zat yang terdapat dalam pangan yang berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatkan derajat kesehatan seseorang (Sukardji,2002). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Indeks (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk menentukan status gizi orang dewasa. Khususnya yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan berat. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi sedangkan berat badan lebih akan meningktkan penyakit terhadap penyakit degenerative (Pranadji,1997). Prinsip dari percobaan ini adalah mengukur tinggi badan, berat badan, tinggi lutut, lingkar pinggang, lingkar panggul, tebal lipatan kulit pada trisep, tebal lipatan kulit pada subskapula, dan LILA. Hasil pengukuran yang diperoleh kemudian diolah dan digunakan untuk menentukan status gizi secara antropometri. Pada dasarnya penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak-

anak, remaja, ibu hamil, dan olaragawan. Pengukuran WHR berdasarkan pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul. Pengukuran % BF berdasarkan pengukuran TLK trisep dan TLK scapula. Pengukuran LILA berdasarkan titik mid point. Serta pengukuran lingkar perut didasarkan pada titik tengah antara tulang rusuk akhir dan tulang panggul. C. Tujuan Percobaan Tujuan umum Tujuan umum dari percobaan ini ialah untuk mengetahui status gizi seseorang dengan cara melakukan pengukuran Antropometri. Tujuan khusus 1. Untuk menentukan status gizi perseorangan dengan menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT). 2. Untuk menentukan status gizi perseorangan dengan menentukan WHR, 3. Untuk mengetahui estimasi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut. 4. Untuk menentukan status gizi perseorangan dengan menentukan Lingkar perut 5. Untuk menentukan status gizi perseorangan dengan menentukan LILA 6. Untuk menentukan status gizi perseorangan dengan menentukan% body fat D. Manfaat Percobaan 1. Untuk mengetahui cara menilai status gizi secara antropometri sehingga dapat diaplikasikan dan dijadikan acuan dalam mendukung pekerjaan sebagai ahli gizi. 2. Untuk mengetahui status gizi seseorang sehingga dapat melakukan langkah-langkah pencegahan atau pengobatan bila status gizi seseorang rendah atau berlebihan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penilaian Status Gizi (PSG) STATUS GIZI Fase ini merupakan satu tahap penilaian status gizi yang paling sulit, dan tidak jarang membuat penilai frustasi. Pertama, karena manusia memiliki sifat lupa, orang sering tidak mampu mengingat dengan pasti jenis (apalagi jumlah) makanan yang telah disantap. Kedua, karena manusia sering mengedepankan gengsi sehingga jika diberi tahu makanan mereka akan dinilai, pola pangan pun dipaksakan berubah. Jika, misalkan ayam goreng tidak pernah tercantum dalam menu keluarga, susunan menu seperti itu tidak jarang tersaji pada saat penilaian dilaksanakan. Ketiga, sejauh ini belumlah mungkin menghitung komposisi makanan secara akurat, kecuali kegiatan pangan dapat terawasi dengan ketat. Di samping itu, masih banyak kendala lain yang berpotensi menyendatkan langkah penilaian ini. Kendala tersebut antara lain: (a) daftar komposisi makanan yang tersedia masih jauh dari sempurna bahkan lengkap saja belum; (b) perhitungan kandungan zat gizi belum akurat; (c) masih banyak pangan/makanan yang baru/telah beredar belum tercantum dalam daftar komposisi makanan, atau makanan siap santap; (d) cara memasak sangat memengaruhi nilai gizi pangan; dan (e) perbedaan tempat tumbuh satu jenis buah dan sayur akan berpengaruh pada nilai zat gizi yang terkandung (Arisman, 2007). Pada prinsipnya, kesalahan wawancara dapat berakar baik pada responden maupun pewawancara. Kedekatan antara keduanya perlu

ditumbuhkan agar responden menaruh kepercayaan pada pewawancara. Bahasa yang digunakan oleh pewawancara harus dimengerti secara benar oleh responden. Pertanyaan dengan kalimat yang tidak tepat hampir selalu memantulkan jawaban yang keliru. Selain itu, wawasan pangan pewawancara harus luas, ia harus mengetahui jenis makanan yang beredar, baik legal maupun ilegal, di daerah tempat ia ditugaskan (Arisman, 2007). Komponen anamnesis asupan pangan mencakup: (1) ingatan pangan 24 jam, (2) kuesioner frekuensi pangan, (3) riwayat pangan, (4) catatan pangan, (5) pengamatan, dan (6) konsumsi pangan keluarga. Data yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan nilai yang tercantum dalam daftar komposisi bahan pangan, dan daftar komposisi makanan siap santap (Arisman, 2007). Idealnya, setiap negara telah memiliki data tentang zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan dan telah terkomputerisasi. Jika seandainya, dalam satu wawancara ditemukan makanan baru, pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk mengetahui zat-zat gizi yang terkandung yang kemudian ditambahkan dalam database (Arisman, 2007). Cara yang akan dipilih sebagai alat untuk menganamnesis asupan pangan bergantung pada jenis data yang hendak diperoleh, yaitu (Arisman, 2007): a. b. c. d. e. f. makanan secara keseluruhan, atau zat gizi yang terkandung, data perorangan atau kelompok, jumlah yang diinginkan berupa perkiraan atau nilai mutlak, karakteristik masyarakat, seperti jenis kelamin, usia, motivasi, pendidikan, atau perbedaan budaya, waktu, derajat ketepatan,
6

g.

ketersediaan data dasar yang mencakup data komposisi makanan.

Frekuensi pangan dan riwayat makan, misalnya cocok jika diterapkan dalam penilaian diet masa lampau. Cara ini dinilai paling tepat digunakan untuk penelitian retrospektif (case-control study). Namun, instrumen ini tidak dapat digunakan pada penelitian terhadap diet orang yang sakit karena pola makan ketika sakit telah berubah. Sebaliknya, pada penelitian yang ebrsifat prospektif, metode yang efektif ialah frekuensi pangan, riwayat makan, dan catatan pangan (Arisman, 2007). PENENTUAN STATUS GIZI Penentuan status gizi dengan pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh yang harus lebih diperhatikan dalam pemeriksaan klinis adalah kulit, gigi, gusi, bibir, lidah, mata, dan (khusus lelaki) alat kelamin. Rambut, kulit, dan mulut sangat rentan sebab usia sel epitel dan mukosa (termasuk mukosa saluran pencernaan yang termanifestasi sebagai diare) tidak lama (Arisman, 2007). Beberapa tanda fisik bersifat patognomomis untuk defisiensi zat gizi tertentu, sementara yang lainnya tidak. Memang, banyak tanda malnutrisi yang mewakili kekurangan zat gizi tertentu, misalnya, stomatitis angularis, bukan hanya merupakan tanda kekurangan riboflavin, tetapi mungkin juga diakibatkan oleh sekresi liur yang berlebihan. Contoh lain ialah bintik bitot yang ditimbulkan bukan hanya karena kekurangan vitamin A, tetapi juga karena iritasi debu, asap, atau infeksi mata menahun. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis harus pula ditopang dengan pemeriksaan antropometris yang tepat, di samping uji biokimiawi serta survei terhadap asupan pangan (Arisman, 2007).

Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan adalah kemampuan mengunyah dan menelan: Adakah gigi yang sakit? Adakah gigi yang ompong? Apakah pasien menggunakan gigi palsu (jika ya, apakah letaknya tidak mengganggu)? Apakah mulut dan tenggorokan terasa kering (salah satu tanda bahwa sekresi air ludah berkurang)? Keadaan nafsu makan, makanan yang digemari dan yang dihindari, serta masalah saluran pencernaaan. Masalah tersebut dapat mengganggu asupan pangan yang pada gilirannya akan memengaruhi pula status gizi (Arisman, 2007). Berdasarkan penjelasan di atas, penafsiran tanda-tanda klinis tidak dapat dibaca sendiri-sendiri. Kurang kalori protein pada orang dewasa dan anak usia sekolah memberikan tanda-tanda seperti penyusutan jaringan lemak bawah kulit serta pengecilan otot (mungkin pula disertai dengan pembesaran kelenjar parotis terutama pada anak sekolah, edema pada kaki, dan ginekomastia); BB/TB rendah; dan hipoalbuminemia pada kasus yang parah. Sementara KKP pada anak kecil menunjukkan tanda-tanda klinis seperti edema, gangguan pigmentasi rambut, dan kulit (Arisman, 2007). B. Antropometri Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 percentile sampai 100 percentile. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat

penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error) (Liliana, 2007). Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan di dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada kehamilan tunggal atau majemuk, ukuran orang tua dan konstitusi genetis, serta faktor lingkungan (termasuk iklim, musim, dan keadaan sosial ekonomi). Pengaruh lingkungan terutama gizi lebih penting ketimbang latar belakang genetis atau faktor biologis lain, terutama pada masa pertumbuhan. Ukuran tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi (Arisman, 2007). Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometris adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu untuk penapisan status gzizi, survei status gizi, dan pemantauan status gizi. Penapisan diarahkan pada orang per orang untuk keperluan khusus. Survei ditunjukkan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu serta faktorfaktor yang berkaitan dengan itu. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Arisman, 2007). C. Keunggulan dan Kelemahan Antropometri Pentingnya pengukuran antropometri dalam penentuan status gizi dapat dilihat dari berbagai keunggulan yang dimilikinya. Bagaimanapun pengukuran antropometri kadang-kadang tidak sensitif and tidak dapat mendeteksi gangguan status gizi dalam jangka waktu yang pendek . Lagipula, antropometri gizi tidak dapat mendeteksi kekurangan gizi dan tidak dapat membedakan gangguan dalam pertumpuhan dan susunan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan gizi (contoh : zinc) yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan masukan protein dan energi (Ulijasek dan Kerr,1999).

Meskipun demikian, pengukuran antropometri dapat digunakan untuk mengawasi perubahan dalam pertumbuhan dan komposisi tubuh pada individu (contoh : pasien rumah sakit) dan dalam populasi yang banyak, menunjukkan sebab-sebab kesalahan dalam pengukuran dan meminimalisasi faktor-faktor penghambat (Ulijasek dan Kerr,1999). D. Indikator Pengukuran Antopometri Sebagai indikator status gizi, antropometri dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia. 1. Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur dapat membuat interpretasi status gizi salah. Berikut ini batasan umur yang digunakan (Puslitbang Gizi Bogor,1980) : a. Tahun umur penuh (completed year) Contoh: 6 tahun 2 bulan, dihitung 6 tahun 5 tahun 11 bulan, dihitung 5 tahun b. Bulan usia penuh (completed month): untuk anak umur 0-2 tahun digunakan Contoh: 3 bulan 7 hari, dihitung 3 bulan 2 bulan 26 hari, dihitung 2 bulan 2. Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus) : a. Digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR b. Pada masa bayi-balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau adanya tumor). Dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan c. Menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang
10

Berikut ini macam-macam indikator pengukuran antropometri

(Supariasa.dkk,2004) :

d. Pada remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun e. Pada klien edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam Tubuh f. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi Alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama : a. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan b. Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik memberikan gambaran pertumbuhan c. Umum dan luas dipakai di Indonesia d. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur e. Digunakan dalam KMS f. BB/TB merupakan indeks yang tidak tergantung umur g. Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi: dacin 3. Tinggi Badan Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap TB akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat Merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap TB (quac stick) factor umur dapat dikesampingkan. 4. Lingkar Lengan Atas Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat, tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh, memberikan gambaran tentang keadaan jaringann otot
11

dan lapisan lemak bawah kulit, lila mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan : a. Status KEP pada balita b. KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko bayi BBLR Alat yang dipakai untuk mengukur Lingkar lengan atas adalah suatu pita pengukur dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis plastik. Ambang batas (Cut of Points) : a. LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia < 23.5 cm b. Pada bayi 0-30 hari : 9.5 cm c. Balita dengan KEP <12.5 cm Kelemahan: a. Baku LLA yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia b. Kesalahan pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada TB c. Sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif untuk golongan dewasa. 5. Lingkar Dada Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang lambat rasio lingkar dada dan kepala < 1 6. Lingkar Kepala Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh: hidrosefalus dan mikrosefalus
12

Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dalam antropometri gizi rasio Lika dan Lida cukup berarti dan menentukan KEP pada anak. Lika juga digunakan sebagai informasi tambahan daam pengukuran umur. Alat dan teknik pengukuran lingkar kepala. Alat yang sering digunakan dalam pengukuran ini dibuat dari serat kaca (fiberglass) 7. Tinggi Lutut Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. Pada lansia digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi penurunan masa tulang = bungkuk = sukar untuk mendapatkan data tinggi badan akurat. Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau nomogram bagi orang yang berusia >59 tahun (Departemen Gizi Kesmas UI,2007). 8. Jaringan Lunak Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi Antropometri dapat dilakukan pada jaringan tersebut untuk menilai status gizi di masyarakat. Lemak subkutan (subcutaneous fat). Penilaian komposisi tubuh termasuk untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah dan distribusi lemak dapat dilakukan dengan beberapa metode, dari yang paling sulit hingga yang paling mudah. Metode yang digunakan untuk menilai komposisi tubuh (jumlah dan distribusi lemak subkutan) : a. Ultrasonik

13

b. Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer atau underwater weighting) c. Teknik Isotop Dilution d. Metoda Radiological e. Total Electrical Body Conduction (TOBEC) f. Antropometri (pengukuran berbagai tebal lemak menggunakan kaliper: skin-fold calipers) Metode yang paling sering dan praktis digunakan di lapangan: Antropometri fisik: a. Standar atau jangkauan jepitan 20-40 mm2, ketelitian 0.1 mm, tekanan konstan 10 g/ mm2 b. Jenis alat yang sering digunakan Harpenden Calipers, alat ini memungkinkan jarum diputar ke titik nol apabila penyimpangan Beberapa pengukuran tebal lemak dengan menggunakan kaliper: a. Pengukuran triceps b. Pengukuran bisep c. Pengukuran suprailiak d. Pengukuran subskapular E. IMT (Indeks Massa Tubuh) Indeks massa tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kwadrat tinggi badan (dalam ukuran meter): IMT = BB/TB2 (Arisman, 2007). Rumus ini hanya cocok diterapkan pada mereka yang berusia antara 19-70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, juga bukan wanita hamil atau menyusui. Cara ini digunakan terlihat

14

terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan (lansia), atau nilai bakunya tidak tersedia (Arisman, 2007). Klasifikasi IMT ditentukan berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang dengan ketentuan sebagai berikut (Sirajuddin, 2011): Tabel 1. Kategori IMT The Asia Pasific Perspective Kategori Kurus Normal Kelebihan berat badan tingkat ringan Gemuk Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan IMT < 17.0 17.0 - < 18.5 18.5 22.9 23 24.9

Kelebihan berat badan tingkat moderat (Obes I) > 25.0 29.9 Kelebihan berat badan tingkat berat (Obes II) > 30.0

Sumber : The Asia Pasific Perspective : Redefining obesity & its treatment, 2000

15

Berikut ini tabel Kerugian Berat Badan Kurang & Berat Badan Berlebihan Berat Badan Kurang (kurus) Kerugian 1. Penampilan cenderung kurang baik 2. Mudah letih 3. Resiko Sakit Tinggi, antara lain : Penyakit infeksi, Depresi, anemia, & Diare. 4. Wanita kurus yang hamil mempunyai resiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR Kelebihan (Gemuk) 5. Kurang mampu bekerja keras 1. Penampilan kurang menarik. 2. Gerakan tidak Gesit & Lamban 3. Mempunyai resiko Penyakit,: Jantung, DM, Hipertensi, Gangguan Sendi, Ginjal, Kanker. 4. Pada wanita dapat mengakibatkan gangguan Haid (haid tidak teratur serta pendarahan tidak teratur) dan factor penyakit pada persalinan.

16

IMT (Indeks Massa Tubuh) digunakan pada orang dewasa yang bisa diukur BB dan TB, umur 18 tahun (Leksananingrum, 2011): Berat dan Tinggi Badan terhadap umur, yaitu (Narendra, 2004): a. Pengukuran antropometri sesuai dengan cara-cara yang baku, beberapa kali secara berkala misalnya berat badan anak diukur tanpa baju, mengukur panjang bayi dilakukan oleh 2 orang pemeriksa pada papan pengukur (infantometer), tinggi badan anak diatas 2 tahun dengan berdiri diukur dengan stadiometer. b. Baku yang dianjurkan adalah buku NCHS secara Internasional untuk anak usia 0-18 tahun yang dibedakan menurut jender laki-laki dan wanita. c. Cara canggih yang lebih tepat untuk menetapkan obesitas pada anak dengan kalkulasi skor Z (standard deviasi) dengan mengurangi nilai berat badan yang dibagi dengan standard deviasi populasi referens. Skor Z = atau > +2 (misalnya 2SD diatas median) dipakai sebagai indikator obesitas. Tinggi badan adalah salah satu indikator klinik utama dalam menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam menentukan status gizi individu/populasi. Pengukuran antropometri termasuk berat badan, tinggi badan, panjang depa, dan tinggi lutut dilakukan oleh ahli gizi terlatih (Fatmah, 2006). Tinggi badan (TB) merupakan komponen beberapa indikator status gizi sehingga pengukuran TB seseorang secara akurat sangatlah penting untuk menentukan nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT berguna sebagai indikator untuk menentukan adanya indikasi kasus KEK (Kurang Energi Kronik) dan kegemukan (obesitas). Namun untuk memperoleh pengukuran TB yang tepat pada usila cukup sulit karena masalah postur tubuh, kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang menyebabkan harus duduk di kursi roda atau di tempat
17

tidur. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan TB usila sejalan dengan peningkatan usia dan efek beberapa penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu, pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi lutut (knee height). Tinggi lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi TB usila dan orang cacat. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki, dan tinggi tulang vertebral. Selanjutnya prediksi TB usila dianggap sebagai indikator cukup valid dalam mengembangkan indeks antropometri dan melakukan interpretasi pengukuran komposisi tubuh (Fatmah, 2006). Teknik pengukuran berat badan adalah variabel antropometri yang sering digunakan dan hasilnya cukup akurat. Berat badan juga merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak digital (Seca). Subyek diukur dalam posisi berdiri dengan ketentuan subyek memakai pakaian seminimal mungkin, tanpa isi kantong dan sepatu/sandal. Pembacaan skala dilakukan pada alat dengan ketelitian 0,1 kg (Fatmah, 2006).

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

Berat badan ideal (normal) tersebut tergantung dari besar kerangka dan komposisi tubuh yang ditentukan ott dan lemak.seseorang dengan kerangka besar atau memiliki komposisi ototrelatif lebih besar akan mempunyai berat ideal yang lebih besar. Oleh karena itu, perhitungan BB ideal diberi kelonggaran kurang lebih 10-20% (Achmad Syaqif.dkk,2007).

18

F. WHR (Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul) Pengukuran lingkar pinggang dan panggul harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan posisi pengukuran harus tepat. Perbedaan posisi pengukuran akan memberikan hasil yang berbeda. Rasio lingkar lingkaran pinggang dan panggul untuk perempuanadalah 0,77 dan untuk laki-laki adalah 0,90 (Seidell.dkk, dalam Akhmad,2007). Rumus untuk menentukan rasio lingkar pinggang dan panggul adalah sebagai berikut :

Jenis Kelamin

Kelompok Umur Low

Resiko Moderate High 0,89 - 0,94 0,92 - 0,96 0,96 - 1,00 0,78 - 0,82 0,79 - 0,84 0,80 - 0,87 Compisition Very High > 0,94 > 0,96 > 1,00 > 0,82 > 0,84 > 0,87 Assessment.

20-29 < 0,83 0,83 - 0,88 Laki-laki 30-39 < 0,84 0,84 - 0,91 40-49 < 0,88 0,84 - 0,95 20-29 < 0,71 0,71 - 0,77 Perempuan 30-39 < 0,72 0,72 - 0,78 40-49 < 0,73 0, 73 - 0,79 Sumber: Heyward VH, Stolacyzk LM: Applied Body Champaign IL. Human Kinetics,1996

G. %BF = TLK (Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur) Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misal : lengan atas (tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertengahan tungkai bawah. (Susilowati,2008). Rumus untuk menentukan %BF Laki-laki 18-27 tahun : Db = 1,0913 0,00116 (tricep+scapula) %BF = [(4,97/Db) 4,52] x 100
19

Rumus untuk menentukan %BF Wanita 18-23 tahun : Db = 1,0897 0,00133 (tricep+scapula) %BF = [(4,76/Db) 4,28] x 100 Tabel Klasifikasi %BF dalam Penetuan TLK (Tebal Lemak dala Kulit) : Klasifikasi Lean Optimal Slighly overfat Fat Obesitas H. LILA (Lingkar Lengan Atas) Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat, tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh, memberikan gambaran tentang keadaan jaringann otot dan lapisan lemak bawah kulit, lila mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan (Susilowati,2007) : 1. Status KEP pada balita 2. KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko bayi BBLR Alat yang dipakai untuk mengukur Lingkar lengan atas adalah suatu pita pengukur dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis plastik. 3. Ambang batas (Cut of Points): LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia < 23.5 cm Pada bayi 0-30 hari : 9.5 cm Balita dengan KEP <12.5 cm Laki-laki <8% 8 - 15% 16 -20% 21 - 24% 25% Wanita < 13% 14 - 23% 24 - 27% 28 - 32% 33%

20

I. Lingkar Perut Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal atau sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Pengukuran nilai ambang batas lingkar perut diAsian (including Chinese, South Asia and Japanese) untuk laki-laki yaitu 90 cm dan untuk perempuan 80 cm Widardo,1997).. Obesitas sentral adalah suatu keadaan dimana penimbunan lemak terjadi secara berlebihan dan jauh melebihi normal di daerah abdomen. Obesitas, terutama tipe sentral, jika disertai dengan kondisi genetik tertentu yang mendukung dapat berdampak lebih lanjut, salah satu diantaranya adalah resistensi insulin (Widardo,1997).

21

BAB III METODELOGI PERCOBAAN A. Alat Praktikum Alat Praktikum Penentuan Status Gizi dengan IMT, WHR,LILA,TLK yaitu :Timbangan Seca untuk berat badan, Microtoice untuk tinggi badan, Alat ukur tinggi lutut, Pita LILA, Pita Circumference, dan Skinfold califer. B. Prosedur Kerja 1. Penilaian Status Gizi dengan IMT Berat badan a. Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki. b. Pastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0 c. Subjek berdiri diatas timabngan dengan berat yang terbesar merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pendangan lurus ke depan. Usahakan selalu dalam sikap tenang. d. Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat. Tinggi Badan a. Subjek tidak mengenakan alas kaki. Posisikan subjek tepat dibawah microtoice. (perhatikan gambar) b. Kaki rapat, lutut lurus. Tumit, pantat, dan bahu menyentuh dinding vertical. c. Subjek dengan pandangan lurus kedepan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertical. Tangan lepas kesamping badan dengan telapak tengan menghadap paha. d. Mintahlah subjek untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Usahakan bahu tetap santai.

22

e. Tarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara horisontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk mengindari kesalahan pengamatan. f. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat. Tinggi Lutut a. Tinggi lutut digunakan jika objek yang diukur adalah mereka yang telah berusia lanjut. b. Objek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut 90o proximal hingga patella. c. Letakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada telapak kaki tarik hingga titik tengah lutut. d. Baca alat ukur hingga 0,1 cm terdekat. e. Tentukan tinggi badan dengan rumus f. TB (laki-laki) = (2,08 x TL) + 59,01 2. Penilaian Status Gizi dengan WHR,LILA, dan TLK Penentuan Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul (WHR) Untuk Pengukuran Rasio Lingkar Pinggang, cara kerjanya adalah sebagai berikut : a. Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak ketat) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan. b. Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang relaks. c. Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar pinggang secara horisontal dimana merupakan bagian yang paling kecil dari tubuh. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat. Bagi mereka yang gemuk, dimana sukar menetukan bagian

23

paling kecil, daerah yang harus di ukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan iliaca. d. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal, dan alat ukur tidak menekan kulit. e. Bacalah dengan teliti hasil pengukuran dengan pada pita hingga 0,1 cm terdekat. Sedangkan untuk Pengukuran Lingkar Panggul, prosedur kerjanya adalah sebagai berikut : a. Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan. b. Sunjek berdiri tegak dengan kedua tangan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat. c. Pengukur jongkok di samping subjek yang diukur sehingga tingkat dari panggul terlihat. d. Alat pengukur dilingkarkan secara horisontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi lainya. e. Bacalah dengan teliti hasil pengukuran dengan pada pita hingga 0,1 cm terdekat. 3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas Menentukan titik mid point pada lengan a. Subjek diharapkan berdiri tegak. b. Mintahlah subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan). c. Tekukan subjek membentuk 90o, dengan telapak tangan menghadap ke atas pengukur berdiri dibelakang subjek dan menentukan titik tengah antara tulang atas pada bahu kiri dan siku. (lihat gambar disamping titik 6) d. Tandai titik tengah tersebut dengan pena.
24

Mengukur Lingkar Lengan Atas a. Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus disamping badan, telapak tangan menghadap ke bawah. b. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel. c. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat. 4. Menentukan Tebal Kulit (TLK) Petunjuk Umum : a. Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk mengangkat kedua sisi dari kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm proximal dari daerah yang diukur. b. Lapisan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm yang tegak lurus arah garis kulit. c. Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai. d. Caliper dipegang oleh tangan kanan. e. Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh kapiler lepas. 5. Mengukur TLK pada Tricep a. Subjek berdiri dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh. b. Pengukuran dilakukan pada mid point (sama dangan LILA) c. Pengukur berdiri dibelakang subjek dan meletakkan telapak tangan kirinya pada bagian lengan yang paling atas ke arah tanda yang telah dibuat dimana ibu jari telunjuk menghadap kebawah. Tricep skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi d. Tricept skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm. 6. Mengukur TLK pada Subscapular a. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
25

b. Letakkan tangan kiri ke belakang. c. Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai menentukan sudut bawah scapula. d. Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral) kurang lebih 45o kearah horisontal garis kulit. Titik scapula terletak pada bagian bawah sudut scapula. e. Capiler diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjukyang mengangkat kulit dan subkutan serta ketebalan kulit diukur mendekati 0,1 mm.

26

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN A. Hasil Pengukuran Tabel Hasil Pengukuran Antropometri Kelompok 3
NAMA BB (kg) TB (cm) IMT TL (cm) TB Menurut TL (cm) Ancha Khairil Ikbal Zul Rifa Allu Tri 52,8 54,6 155 175 21,97 48,7 17,82 55,7 161,724 175,904 76,3 89 67 0,85 78 68,9 28 22,2 14,1 7 12 7 21 12 50,2 59,3 43,8 48,5 157,7 20,18 48,4 167 155 150 21,26 52,4 18,23 48,7 21,55 48,3 161,118 169,238 161,724 160,876 69 76 45 69 85,5 0,80 93 62 84 0,81 0,72 0,82 70 82,4 52 71 25 28,1 21,5 26 25 18 12 23 11 24 7 23 28 33 16 33 Lpi Lpa WHR LP LILA TRICEP SUBSCA- %BF (mm) PULA

90,8 0,73

Ket : BB = Berat badan, TB = Tinggi Badan,TL = Tinggi Lutut, Lpi & Lpa = Lingkar Painggul & Pangggul, Tri = Tricep, dan Sup = Supscapular

B. Perhitungan 1. Perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh)

27

Nilai IMT Sampel :

= 28 kg/ 2. Perhitungan WHR

(obes 1)

Rumus Perhitungan WHR adalah :

WHR Sampel:

= 0,80 (low) 3. Perhitungan TLK Rumus Laki-laki 18-27 tahun : Db = 1,0913 0,00116 (tricep+scapula) %BF = [(4,97/Db) 4,52] x 100

28

Rumus Wanita 18-23 tahun : Db = 1,0897 0,00133 (tricep+scapula) %BF = [(4,76/Db) 4,28] x 100 Db = 1,0913 0,00116 (tricep+scapula) %BF = [(4,97/Db) 4,52] x 100 TLK Sampel : Db = 1,0913 0,00116 (tricep+scapula) = 1,0913 0,00116 (25 mm + 11 mm) = 1,0913 0,00116 (36 mm) = 1,0913 0,0576 mm = 1,0337 mm %BF = [(4,97/Db) 4,52] x 100 = [(4,97/1,0337 mm) 4,52] x 100 = [4,80 4,52] x 100 = 0,28 x 100 = 28%( Obesitas) 4. Tinggi Lutut Untuk laki-laki : 64,19 (0.04 X age) + (0,02 X tinggi lutut) : 64,19 (0,04 X 21) + (0,02 X 48,4) : 64,19-(0,84) + (97,768) : 161,118 cm C. Pembahasan 1. IMT Batas Ambang IMT menurut FAO membedakan antara laki-laki (normal 20,1-25,0 ) dan perempuan (normal 18,7-23,8). Untuk menentukan kategori kurus tingkat berat pada laki-laki dan perempuan
29

juga titentukan ambang batas. Di Indonesia, dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa Negara berkembang (Susilowati,2008). Berdasarkan hasil pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) Ancha bahwa yang memiliki IMT adalah 20,18 kg/m2. Jika dilihat dari tabel Kategori IMT (IOTF,WHO 2000, Penduduk Asia Dewasa), maka dapat diinterpretasikan bahwa untuk sampel dengan Indeks Massa Tubuhnya (IMT) 20.18 kg/m2 termasuk dalam kategori normal dengan kelebihan BB (Berat Badan) tingkat sedang. 2. WHR Untuk pengukuran WHR (Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul) Ancha memiliki WHR 0,80 cm, memiliki tingkat resiko terkena suatu penyakit masih sangat rendah berarti aman dari penyakit Kardiovasculer. Penghitungan WHR ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui distribusi lemak dalam tubuh, dan ini merupakan indikator yang baik untuk menentukan resiko kesehatan. Risiko yang dapat diakibatkan dari distribusi lemak ini adalah terjadinya resisten insulin, hiperinsulinemia (meningginya kadar insulin dalam darah), diabetes tipe II, hipertensi, hiperlipidemia, dan stroke, bahkan kematian. Penelitian juga membuktikan bahwa yang lebih banyak berperan dalam mempertinggi risiko kesakitan dan kematian adalah distribusi lemak, bukan jumlah lemak itu sendiri.

30

Kemungkinan resiko dapat diketahui dari tabel berikut : Jenis Kelamin Resiko Umur Low 20 -29 Lakilaki 30 39 40 49 20 -29 Perempuan 30 39 40 49 < 0,83 < 0,84 < 0,88 < 0,71 < 0,72 < 0,73 Moderate 0,83 0,88 0,84 0,91 0,88 0,95 0,71 0,77 0,72 0,78 0,73 0,79 High 0,89 0,94 0,92 0,96 0,96 1,00 0,78 0,82 0,79 0,84 0,80 0,87 Very High > 0,94 > 0,96 > 1,00 > 0,82 > 0,84 > 0,87

Sumber: Heyward VH, Stolacyzk LM: Applied Body Compisition Assessment. Champaign IL. Human Kinetics,1996 3. %Body Fat/TLK Berdasarkan hasil pengukuran lemak bawah kulit lengan atas (tricep) dan lemak bawah kulit tulang belikat (subscapula) yang telah di masukkan dalam perhitungan dalam menentukan nilai Persen Body Fat (%BF), di dapatkan hasil yaitu 28 %. Dari hasil nilai ini, maka nilai %BF Ancha termasuk dalam kategori obesitas, ini didasarkan pada klasifikasi Persen Body Fat. Penyakit jantung,diabetes,stroke dan lain-lain sangat beresiko terjadi dengan kategori yang dialami ancha,jadi ancha harus memperhatikan pola makannya,jangan menkomsumsi makanan yang
31

terlalu tinggi kalori serta lemak dan menkomsumsi makanan yang bergizi tinggi tapi jangan berlebihan. Olahraga juga sangat penting dalam menjaga dan menormalkan tubuh.

4. Lingkar perut Dalam memantau resiko kegemukan adalah dengan mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik yaitu tidak lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm untuk perempuan, pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui penyakit obesitas sentral pada lingkar perut seseorang. Parameter pengukuran yang digunakan adalah lingkar perut, dari hasil pengukuran lingkar perut saya yaitu penyakit obesitas sentral cukup rendah. Meurut A Esmaillzadeh dkk (2012) menyatakan bahwa, lingkar pinggang adalah indikator yang paling banyak digunakan untuk mengetahui obesitas perut dalam suatu populasi. Setelah penyesuaian untuk usia dan BMI, dikaitkan dengan lemak visseral meningkat, serta diperkirakan untuk berkontribusi pada resiko pengembangan penyakit yang berhubungan dengan distribusi lemak sentral. 5. Tinggi lutut Dengan menggunakan parameter pengukuran prediksi tinggi badan, dilakukan pengamatan pengukuran pada lutut saya dan diperoleh hasil bahwa tinggi lutut saya 48,4 cm, dari tinggi badan 157,7 cm, serta dilakukan perhitungan prediksi tinggi badan dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan dan diperoleh hasil pengukuran tinggi lutut saya yaitu 161,118. Jadi selisih antara tinggi lutut-tinggi badan adalah 3, ini
32

70 cm, ini menunjukkan

bahwa saya memiliki lingkar perut yang normal. Dan resiko untu terkena

berarti cara atau alat ini dapat dilakukan untuk memprediksi tinggi badan karena selisih antara tinggi badan dan prediksi perhitungan tinggi lutut tidak +5 dan -5. Tinggi lutut direkomendasi oleh World Health Organization (WHO)untuk digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada seseorang yangberusia 60 tahun (lansia). Prosesbertambahnya usia tidak berpengaruh terhadaptulang yang panjang seperti lengan dan tungkai,tetapi sangat berpengaruh terhadap tulang belakang. Tinggi lutut diukur dari bawah maleolus lateral fibula ke tumit. Langkah ini digunakan untuk individu yang 60 tahun atau tidak dapat berdiri atau memiliki kelainan bentuk tulang belakang.

33

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan hasil praktikum penentuan status Gizi melalui pengukuran Antropometri pada Andi Hamzah, yaitu : 1. Status Gizi yaitu obes 1 (kelebihan berat badan tingkat sedang) dengan IMT 26,8 kg/m2 2. Nilai WHR termasuk dalam kategori Low dengan nilai 0,76 3. hasil dari tinggi lutut saya adalah 48,4 cm, dari tinggi badan 157,7 cm, serta dilakukan perhitungan prediksi tinggi badan dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan dan diperoleh hasil pengukuran tinggi lutut saya yaitu 161,118. Jadi selisih antara tinggi lutut-tinggi badan adalah 3, ini berarti cara atau alat ini dapat dilakukan untuk memprediksi tinggi badan karena selisih antara tinggi badan dan prediksi perhitungan tinggi lutut tidak +5 dan -5. 4. Lingkar perut termasuk normal yaitu 83 cm 5. Nilai %BF termasuk kategori slightly overvat dengan Nilai 17 % 6. Lingkar lengan atas termasuk normal yaitu 29,5 cm (hasil Lila Cowok). B. Saran 1. Diharapkan dalam memberikan pengarahan dalam pelaksanaan praktek, pengajar harus lebih mengatur tempo bicara dan lebih jelas lagi dalam menjelaskan praktikum-praktikum. 2. Diharapkan alat praktikum lebih di perlengkap guna mendapatkan hasil yang lebih efektif dalam melakukan pengukuran. 3. Laporan ini masih perlu banyak perbaikan, sehingga saya mengaharapakan adanya kritikan dan masukan-masukan dari kakak-kakak yang bisa membuat laporan ini lebih baik lagi.
34

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djaini Sediaoetama. 1993. Ilmu Gizi. Jakarta; Penerbit Dian Rakyat. Almatsier, 2006.Prinsip Ilmu Gizi.EGC. Jakarta.

Arisman. 2007. Gizi dalam Daur kehidupan. Jakarta: EGC Ardiansyah. 2010. Perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) Pasien Ca Mammae Duktus Infiltratif Sebelum dan Sesudah mendapat Terapi Neoadjuvant . Vol. 20, No. 5, Januari 2010: 3-50. Fatmah. 2006. Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (Manula) Berdasarkan Usia dan Etnis Pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan Tangerang Tahun 2005. Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 7167.
FKM UMI. 2010. Data hasil penelitian tentang Pengukuran secara Antropometri Kelompok 3. Makassar. Gibson, S. Rosalind. 2005. Principles of Nutritional Assessment second edition. Oxford University Press.

Heyward VH, Stolacyzk LM, 1996: Applied Body Compisition Assessment. Champaign IL. Human Kinetics Liliana Y.P, dkk. 2007. Pertimbangan Antropometri Pada Pendisainan. Seminar Nasional III, SDM Teknologi Nuklir. ISSN 1978-0176.
Saifuddin Sirajuddin, MS,DR,2013. Buku Penuntun Praktikum Kesehatann Masyarakat Dasar Praktikum Penilaian Status Gizi :Antropometri : Dasar Teori. Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat. Makassar.

Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan Antropometri. Makassar: Laboratorium Terpada Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas hasanuddin.ijuzzoiiii
Susilowati, SKM. 2008. Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri Gizi . Dosen Kopertis Wilayah IV. (pdf_Online).

35

Utari, Agustini. 2007. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada Anak Usia 12-14 Tahun. Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik, Fakultas Universitas Diponegoro.

36

Anda mungkin juga menyukai