Anda di halaman 1dari 54

“Cinta yang terbatas meminta

kepemilikan atas kekasih, namun cinta


yang tak terbatas hanya meminta dirinya
sendiri. Cinta yang datang diantara
kenaifan dan bangunnya masa muda
memuaskan dirinya sendiri dengan
kepemilikan, dan tumbuh dengan
pelukan. Namun Cinta yang lahir dari
pangkuan cakrawala dan telah turun
dengan rahasia malam tidak akan senang
dengan segala hal kecuali Keabadian; ia
tidak berdiri di depan segalanya kecuali
ketuhanan”

1
Kebebasanku telah dikembalikan; akankah
Kau menerimaku sebagai teman, yang melihat
Matahari
Dengan mata berkilau dan mengenggam
Api dengan jari tak gemetar?

Aku telah melepaskkan sayapku dan aku


siap naik;
Akankah kau menemani pemuda yang
menghabiskan harinya menjelajah gunung
seperti elang kesepian, dan
Menghabiskan malam mengembara di
gurun pasir seperti singa letih?
Akankah kau menyenangkan dirimu dengan
Kasih sayang seseorang yang melihat cinta
hanya sebagai penghibur, dan mundur
Untuk menerimanya sebagai majikannya ?

Akankah kau menerima hati yang mencintai


Namun tidak pernah menghasilkan?
Dan membakar, namun tidak pernah mencair?
Akankah kau menjadi mudah,
Dengan jiwa yang bergetar di hadapan prahara,
namun tidak pernah menyerah padanya?
Akankah kau menerima seseorang sebagai
teman yang tidak memperbudak, atau tidak
akan menjadi seseorang?
Akankah kau memilikiku tetapi tidak memilikiku,
dengan mengambil tubuhku dan tidak hatiku?

Di sini tanganku – genggamlah dengan tangan


indahmu;

2
Dan di sini Tubuhku – peluklah dengan lengan
penuh cintaku;
Dan di sini Bibirku – berikan padanya ciuman
yang dalam dan memusingkan.

Dalam hening malam, aku sendiri melihat bintang-


bintang bertaburan di langit gelap dengan sinar rembulan
malam. Semilir angin malam yang dingin dan lembab
menambah sunyi malam ini. Entah mengapa hati begitu
kalud, serasa sesak dadaku, serasa penuh tiada ruang lagi,
udara terasa pengap dan menyiksaku, terasa sangat
menyakitkan untuk kepalaku. Malam semakin larut hatiku
pun semakin kalud, aku jadi gelisah, mataku tak mau
terpejam, di atas ranjang beberapa kali membolak-balik
posisi tubuhku. Kenapa?? Mengapa aku segelisah ini?!
Kenapa malam ini begitu lama dan terasa menyesakkan. Aku
merasa diriku sendirian saat ini, tanpa seseorang di
sampingku. Aku rindu… aku rindu pada seseorang. Aku
teramat rindu padanya. Tapi dia tak mampu aku gapai, kami
terlalu jauh. Aku merindukannya. Aku merindukan
senyumnya, suaranya, pandangan matanya, semuanya
tentang dia. Oh, God…… salah kah aku seperti ini??? Ku
dekap bonekaku erat-erat, ku peluk erat dan ku cium hidung
merahnya, tanpa terasa air mataku mengalir dengan
kekacauan hatiku dengan kekaludan jiwaku serta dengan
segenap rasa rinduku padanya. Hanya “si kecil” tempatku
mengadu, meluapkan segala perasaanku, boneka Panda
bertopi merah yang membawa hatiku. Dan waktu pun terus
berlalu dan aku pun terlelap dalam rinduku.

Kala waktu terus berjalan maju, berlalu…….


3
dan melewati semuanya …….
Terkadang kita berharap ia akan mundur selangkah.
Hanya karena secuil harapan dan penyesalan.
Tapi sayangnya ia tak bisa melangkah mundur……..
Dan tak akan dapat ku ulang semuanya.
Matahari pun akhirnya bersinar, menunjukkan kehangatan
pagi bagi mereka yang terlelap dalam keheningan dan
dinginnya malam. Dan burung-burung pun berkicau riang
bernyanyi merdu menyambut sang pagi dan memberi
semangat bagi mereka yang enggan terbangun tuk lewati hari
ini. Kicaunnya seakan memberitahu kita betapa indahnya
hari ini dan mengatakan kepada kita betapa menyenangkan
hari ini. Dengan harapan burung pagi, aku pun beranjak dari
ranjangku, menata hati ku untuk hari ini. SmaNgaT!!
SmANgat!!
Bip…… bip……
“ met pagi …… Kristine q sayang …”

_Best Friend_

Sapa dari seorang sahabat di seberang sana. Sahabat yang


paling mengerti aku, dia yang selalu menemaniku di setiap
suka duka yang kini menaruh hatinya padaku ……
ungkapkan cintanya padaku …… memberikan setumpuk
kasih sayangnya padaku …… dia begitu menyayangiku,
bahkan teramat sayang padaku. kenapa aku begini ??? aku
tak mampu menolak perasaannya. Aku tak mampu
mengecewakannya, aku tak mampu untuk mengatakan
“tidak” padanya…… karena perasaannya yang begitu tulus
dan besar padaku…… sesak. Sesak sekali dadaku, aku terima
cintanya, aku bahkan membalasnya… aku butuh dia, aku
butuhkan perasaannya, aku ingin dia bersamaku karena
hanya dia yang mampu mengerti aku…… tapi…… sakit
untukku karena ternyata aku sedang belajar mencintainya.

4
Tiap kata sayang yang aku lontarkan adalah ungkapan hatiku
untuk seseorang. Semua perasaanku ku luapkan padanya……
perasaan yang sangat menyakitkan dalam hatiku yang aku
rasakan begitu menyiksa saat ini. Sebuah kenyataan, meski
sebenarnya dia tahu tapi tetap berusaha untuk mempercayai
ku. Oh, God …… begitu kejamnya anakMu ini……
mempermainkan perasaan setulus itu. Aku tak mampu untuk
melangkah, aku tak punya keberanian untuk meraih
cintaku… aku tak punya kebranian itu, untuk seseorang yang
berada dalam hatiku. Bahkan sering kali dan berulang kali
aku membuatnya jatuh dan jatuh lagi oleh kebimbanganku …
… oleh ketidak pastianku …… dan oleh keraguan serta oleh
keyakinanku. Entahlah…… apa yang musti aku lakukan.
Dan saat ini aku begitu merindukannya. Aku ingin bertemu
dengannya, aku ingin ungkapkan semua perasaanku padanya.
Perasaan yang aku tutupi …… perasaan yang aku
sembunyikan …… perasaan yang terus aku ingkari dan
perasaan yang aku sesali. Apa yang harus aku lakukan ???
haruskah aku tetap terus seperti ini ?!?!! Aku tidak mampu
lagi melangkahkan kaki menurut kehendakku bahkan aku
pun tak tahu apa yang ingin aku lakukan. Aku sakit …… aku
tersakiti oleh keputusanku sendiri. Aku bingung ……
bingung …… dan akan selalu bingung …… .

**************************

Inilah secuil ceritaku, kisah cintaku yang membingungkan


bagiku, yang meragukan dan menyiksaku selama ini bahkan
sebenarnya lebih rumit lagi. Namaku Kristine Putri, lahir
dalam keluarga sederhana yang menjunjung tinggi
pendidikan. Aku cukup pendiam diantara teman-temanku
tetapi juga cukup jail dan periang di antara orang-orang

5
sekitarku. Tak pernah seorang pun yang pernah melihatku
menangis karena aku selalu saja membuat ulah yang aneh
dan gila, tapi tak begitu sebenarnya. Aku sangat rapuh dan
sensitive. Saat mereka terlelap dalam tidur dan mimpi
mereka aku justru terlena dalam kesedihan hatiku, dalam
cucuran air mata yang ku tahan. Hidup terasa indah dan
penuh bunga dikala seorang kakak yang aku tunggu-tunggu
karena aku di lahirkan sebagai anak tunggal, selalu
menemaniku dan membuatku tertawa, sayangnya kami
terjebak oleh perasaan kami. Kami menjadi semakin dekat
dan akhirnya kami saling menaruh hati. Persaudaraan kami
berubah menjadi kedekatan yang tak seperti saudara lagi.
Sebenarnya aku tak pernah tahu seperti apa perasaanku bila
saja dia tak berhubungan dengan gadis lain. Seseorang yang
kerap ku panggil kakak ini lebih dulu menyadari perasaannya
sekaligus menyadari bahwa kami masih saudara dan tak akan
pernah dapat memungkirinya. Harusnya aku senang melihat
kakak ku sudah memiliki kekasih tapi tidak begitu
kenyataannya. Aku marah, aku jengkel, aku cemburu dan
semuanya berubah bagiku. Berubah…… dan sangat berubah.
Hari ini kami, aku, kakak, ayah dan ibu akan pergi
merayakan tahun baru bersama di rumah salah seorang
kerabat jauh. Saat-saat itu tak akan mungkin aku lupakan.
Saat kami berdua, namun juga menjadi saat-saat kelam untuk
ku. Selama perjalanan kakak menarik kedua tanganku dan
melingkarkannya ke perutnya.
“Nah, kalo beginikan enak……” ucapnya padaku
sambil tersenyum setelah melingkarkan tanganku ke
perutnya.
“Pegangan yang erat lho?!!”
“Enggak ah, enak kakak dong” sahutku dan menarik
tanganku. Tapi dasar kakak jahil, mendadak dia gas motornya
dengan keras membuatku kaget dan tersentak kedepan dan
refleks aku langsung berpegangan erat dan melingkarkan

6
tanganku ke perutnya. Kakak yang merasa usahanya berhasil,
tersenyum puas melihatku begitu kaget dan ketakutan.
Benar-benar hari yang panjang, kami bercanda tertawa
selama perjalanan. Akhirnya sampailah di rumah Tante Ana.
“Iiiih…… dingin banget……” sambil menyilangkan
kedua tanganku kedada.
“tapi sejuk yaa…… . Tante di sini tempat rekreasinya
dimana aja?” tanyaku.
“Hmm, ga banyak sech, tapi ada pantai baguss……
banget. Kamu mau kesana?”
“Wah,mau banget. Aku pengen kesana” jawabku
semangat.
“Tapi tempatnya lumayan jauh. Bisa satu jam
perjalanan” jawab tanteku.
“Yaa…… tante, kalo gitu ya jangan di tawari dong.
Jadi sebelkan?!!” sesalku dengan wajah di tekuk-tekuk dan
bermusam ria.
“Mau, kesana ta? Aku bisa anter kok” tawar kakak
padaku sambil tersenyum padaku. Tak tega melihatku yang
begitu kecewa.
“Mau……mau…… kapan? Beneran yaa……”
sahutku semangat.
“Iya, besok aja pagi-pagi. Tapi ijin ayah dulu ya?!”
jawab kakak. Tanpa panjang lebar dan menghabiskan waktu
aku langsung berlari menghampiri ayah di ruang tengah.
“Yah, aku mau ke pantai ma kakak besok. Boleh
yaa……??” pintaku manja. Ayah menjawab dengan
anggukan kepala dan senyum padaku. Wah, betapa senang
hatiku, aku melompat kegirangan dan berteriak-teriak,
sampai-sampai kakiku membentur meja. Spontan aku
kesakitan dan semua yang melihat Cuma bisa tertawa dan
sedikit menyalahkanku. Betapa senang hatiku. Senang sekali
…… bisa menghabiskan waktu berdua bersama kakak.
Melakukan banyak hal. Bermain air, naik perahu, berenang

7
hingga basah kuyup berdua di tambah lagi dalam perjalanan
pulang hujan turun deras dan kami gak bawa jas hujan.
Dingin…… dingin banget. Sampai-sampai tangan ku
berkerut-kerut kedinginan. Kakak beberapa kali memegang
tanganku yang melingkar di perutnya, menggenggam
tanganku. Entah perasaan apa ini …… aku belum juga sadar.
Malam itu bintang bertaburan indah…… banget.
Langit malam jadi begitu berwarna. Aku duduk-duduk di
teras halaman rumah tante Ana, sambil memandangi langit,
menikmati dinginnya malam itu dan sejuknya udara malam
yang tak aku temukan di kota. Dengan sweter berwarna biru
aku duduk di kursi berbentuk bulat seperti telur tetapi
tengahnya berongga terbuat dari rotan dan berbantal busa
empuk. Sesaat aku pejamkan mataku, ku hirup dalam-dalam
udara malam itu hingga memenuhi paru-paruku dan perlahan
ku keluarkan melalui mulutku. Benar-benar menyenangkan,
dan menenangkan. Perasaanku benar-benar damai dan
tentram. Suasana pedesaan yang sunyi terdengar pula
nyanyian alam yang tak pernah aku temukan di kota,
Hehehe…… nyanyian kodok desa yang menjadi bintang
malam. Tak terkatakan perasaanku…… begitu tentram. Tak
lama kemudian langit malam berhias petasan warna yang
indah tanda tahun baru telah datang dan tahun-tahun yang
lalu telah menjadi kenangan. Karena terlalu asyik tak terasa
aku pun terlena dan tertidur lelap. Tiba-tiba kurasakan
sepasang tangan mengangkatku dan entah meletakan tubuhku
di mana tapi pastinya di sebuah ranjang yang hangat dan
empuk, mungkin saja itu di kamar. Hangat sekali tangan
itu…… aku pun merasakan tangan itu membelai rambutku,
menyentuh pipiku dan bibirku…… dan sebuah sentuhan
hangat terasa menempel pada keningku dan mungkin itu
sebuah kecupan di kening dan …… sebuah kecupan lagi di
bibirku. Entah seperti tersihir oleh nyanyian malam atau
ketentraman hati, aku tetap saja tertidur dan tak mampu

8
membuka mataku. Mungkin ini seperti mimpi, di kala bibir
itu terus menciumi bibirku, terasa basah …… tapi begitu
hangat, entah mengapa terasa menggelikan di kala lidah pun
ikut bermain-main di dalam mulutku…… aneh. Dan terasa
pula tangan-tangan hangat itu membelai lagi bibirku yang
basah dan pipiku sambil berkata perlahan tapi jelas terdengar
di telingaku.
“aku sayang kamu” suara itu terdengar lirih di
telingaku. Dan ia kembali mencium dan kini salah satu
tangannya meremas sesuatu …… sebuah benda lunak yang
ada di dadaku. Merasakan itu tanpa sadar aku merintih dan
kemudian perlahan membuka mataku tapi …… Sontak aku
terperajat …… entah aku tak tahu apa ini…… aku pun gak
mengerti ada apa ini…… kepalaku terasa sakit……
jantungku pun terasa terhenti. Aku melihat sesosok pria di
depanku, dia kakak ku. Orang yang aku sayang. Apa ini
????? Oh, God…… semoga ini hanya mimpi…… aku
mohon Tuhan …… aku mohon jadikan ini sebuah mimpi.
Aku tampar pipiku untuk memastikan apa aku sedang
bermimpi atau ini kenyataan. Hatiku terasa perih… pedih
sekali. Seorang kakak yang aku sayangi meski kami tak
sedarah tetapi kami masih punya hubungan sodara dari orang
tua kami sekarang berada di hadapanku. Dia anak angkat dari
sodara jauh ayah yang orang tuanya sudah lama meninggal
sejak kakak duduk di bangku SMP. Aku menatapnya dengan
bertanya-tanya, aku terus menatapnya berharap ada sebuah
penjelasan dari mulutnya, tapi …… dia hanya tersenyum dan
pergi. Sedang aku masih terus menatapnya, hingga tatapan
mataku menjadi kosong.
“Kris, bangun……” terdengar ibu membangunkanku.
“Ayo, bangun. Kita pulang ke Surabaya sekarang.
Cepet beresin kamar ma bajumu ya” pinta ibu padaku dan
kemudian meninggalkanku yang masih berbaring. Ku buka
mataku dan aku tatap langit-langit kamarku sambil terus

9
berfikir dan mengingat kejadian semalam. Entahlah……
mimpi. Ini hanya mimpi tapi sayangnya mimpi itu terlalu
nyata. Aku beranjak dari tempat tidurku.
“Pagi, Kris……” sapa tante Ana padaku.
“Pagi……” balasku sambil tersenyum.
“Gimana semalam, kata kakakmu kamu ketiduran di
teras sangking asyiknya menikmati suasana pedesaan yaa?”
Tanya tante padaku. Rona wajahku pun berubah, ingat akan
kejadian semalam. Sesaat aku memalingkan wajahku pada
kakak, dengan tatapan bertanya-tanya dan ia hanya
membalas dengan sehelai senyum manis.
“Iya, tante…… asyik banget. Di desa enak ya.
Tenang……” sahutku semangat dan meyakinkan pada tante,
dan menutupi perasaanku yang kacau. Hatiku masih gelisah
dan kacau. Tapi aku tetap berusaha sewajarnya di depan
mereka, dan berusaha mengatakan pada diriku sendiri “Gak
ada apa-apa semalam!” ya.
Kini akhirnya aku bisa mencintai seseorang setelah
sekian lama dan dapat melupakan perasaanku pada kakak.
May Bee!! Mungkin!! Setelah kejadian itu tak lama
kemudian aku menerima sebuah undangan pernikahan kakak.
Kakak dan calon istrinya sendiri yang mengantarkannya,
kami senang sekali. Betapa tak henti-hentinya aku menggoda
kakak dan calonnya. Bertanya aneh-aneh.
“Kak, bulan madunya kemana?? Trus nanti mau
punya anak berapa lusin?” tanyaku membabi buta sambil
cengingisan. Calonnya itu hanya tersenyum tersipu-sipu oleh
ulah ku.
“kenapa? Kakak mau ke Bali. Mau ke tanah lot, ke
Kute, ke…” jawabnya sambil melirik ku dengan nada
menggoda karena ia tahu aku suka sekali jalan-jalan dan
ingin sekali pergi ke Bali. Mendengar jawaban itu rona
wajahku berubah. Bibirku bertambah beberapa senti dan
dengan riang aku berteriak…

10
“Aaaaaa…… aku ikut. Bu, aku ikut kakak bulan
madu ya??” pintaku manja.
“Huss…… orang bulan madu kok di ikutin” jawab
ibu. Sontak semua tertawa melihat ulahku itu, suasana rumah
saat itu benar-benar ramai dan riang. Semuanya tertawa
terbahak-bahak. Pipiku memerah karena malu, sambil
memancungkan bibirku beberapa senti kedepan.
Setelah makan malam, aku memisahkan diri ke
beranda. Aku duduk-duduk sambil melihat tanaman-tanaman
ayah. Wajahku pun berubah muram, aku sedih …… aku tak
bisa membohongi diriku sendiri. Aku tak benar-benar
bahagia. Aku merasa kehilangan. Kehilangan orang yang
selama ini menemaniku dan dekat padaku. Aku terlalu larut
dalam perasaanku sampai-sampai tak ku sadari kakak sudah
berada di belakangku.
“Hayo…… ngelamun aja” teriaknya mengagetiku.
Dan tak bisa di elakkan lagi aku memang benar-benar
terkejut dan sesegera mungkin menghapus air mataku.
“Ngelamunin apa sich? Aku tahu kamu sedihkan
kehilangan cowok seganteng aku?” sindirnya padaku, sambil
tersenyum.
“enggak, enak aja. Aku tambah seneng kok ga’ di
gangguin kakak yang jail. Weeeekk…… sapa lagi yang
bilang ganteng” sahutku dengan nada ketus dan kemudian
membalas dengan senyum mencibir. Tiba-tiba tangan kakak
menarikku dan memelukku. Entah, aku hanya mampu diam.
Aku terbawa perasaanku, aku membiarkan kakak
memelukku…… memelukku dengan erat dan mencium
keningku sampai-sampai kami pun terkejut saat terdengar
suara ibu memanggil dari bawah.
Lama untukku melupakan kakak, perlu proses yang
lama dan panjang serta menyakitkan. Hari-hariku terasa
sangat kosong, aku lebih sering menangis dan melamun. Aku
sedih kehilangan sekaligus aku sedih mengapa aku punya

11
perasaan seperti ini. Saat pernikahan kakak, dia memintaku
untuk mendampinginya dan menginap di rumah istrinya
sampai perayaannya selesai. Aku pun mengiyakannya, aku
tidur di kamar yang letaknya di depan kamar pengantin.
Karena terlalu lelah aku pun tertidur pulas. Malam itu juga
sangat berat bagiku karena aku melihat kakak ku menjadi
milik orang lain. Dalam lelapku, kembali aku merasakan
sentuhan itu. Sentuhan hangat dari seseorang yang
membelaiku lembut. Ingin sekali aku membuka mataku tapi
…… aku tak mampu.
“Kakak ……” tanpa sadar bibirku pun berucap,
dengan mata terus terpejam.
“Iya, dek” sahutnya lembut. Dengan tetap
membelaiku dan kemudian menciumku. Malam itu benar-
benar sangat panjang. Kenapa ini??? Kenapa? Kenapa kakak
harus berada disini malam ini bukan di kamarnya bersama
istrinya yang baru di nikahinya. Aku merasakan begitu
hangat perasaannya, aku tahu sekarang kalo kata-kata kakak
padaku dulu bukan hanya gurauan saja tapi… Dia
menyukaiku, seringkali dia utarakan tapi tak pernah ku
hiraukan. Tapi ternyata …… pernah dulu aku bertanya
padanya, apakah ia mencintai kekasihnya itu tapi jawabnya
……
“Enggak”
“Lho, trus kok jadian sich?”
“Ya, mumpung ada yang mau kenapa di tolak. Lagian
kamu sich ga’ mau tak jadikan pacarku, ya aku terima dia
deh” sambil bercanda. Itu jawabnya padaku. Oh, God apa
ini?? Apa ini?? Aku gak mengerti …… kenapa ini harus
terjadi padaku?! Kenapa?! Aku gak akan mampu …… aku
gak sanggup. Oh, God …… jangan lakukan ini padaku.
God…… apa ini?! Hati dan pikiranku beradu. Apa yang
harus aku lakukan ??? suasana dingin yang menusuk tulang
semakin dingin aku rasakan, mungkin karena beradu dengan

12
hati dan pikiran-pikiranku dengan kebingunganku ……
kakak apa yang kakak lakukan padaku??? Malam itu kakak
seperti menumpahkan semua perasaannya, seperti seseorang
yang akan pergi jauh ... tak terasa air mata pun jatuh dari
mataku, kekacauan pikiranku tak mampu lagi terbendung.
Melihat itu, dia menghapus air mataku yang mengalir dan
berkata ……
“Maaf” dengan nada penuh sesal dan lirih. Ku
beranikan diriku untuk membuka mataku. Benar mataku
terbuka tapi tubuhku terasa lumpuh, terlalu berat rasanya
menggerakan tubuhku.
“Kak, kenapa?” tanyaku dengan nada tertahan,
menahan perasaanku yang rasanya ingin meluap keluar.
Kakak hanya menggelengkan kepalanya dan kemudian
memelukku, dia memeluk erat tubuhku yang terbaring lemas.
Air mataku mengalir deras, aku menggigit bibirku sendiri
untuk menahan isakan tangis.
“Aku sayang kamu, dek” berbisik padaku. Aku
seperti tersihir oleh kata-kata itu. Kali ini aku mendengarnya
dengan jelas. Oh, Tuhan kenapa??? Aku tak henti-hentinya
bertanya kenapa pada penciptaku…… tetap saja pikiranku
berputar-putar, berpikir dengan keras, berusaha menerima
apa yang terjadi hari ini. Kakak mengangkat tubuhnya,
menatapku dalam-dalam. Tatapan mata sayu yang terasa
hampa, terasa begitu menyesakan jiwa, terpancar betapa
tersiksanya dia dengan perasaan ini. Apa ini cinta ?? Kenapa
begitu menyakitkan akhirnya. Kakaklah orang yang
memberitahuku arti cinta, seperti apa cinta itu.
Menyenangkan dan menyakitkan, manis dan sangat pahit.
Kami terbenam oleh perasaan kami sendiri, betapa tidak
usiaku saat itu masih belasan tahun dengan kakak ku sendiri
meski kami bukan sedarah. Malam pun menjadi sangat
mencekam, aku terus menangis tak kuasa melihat pandangan
mata kakak yang begitu tajam menatapku. Perlahan kakak

13
mendekatkan wajahnya padaku hingga sangat dekat, ku
beranikan diri memegang pipi kakakku dan dia pun
menciumku lembut. Berusaha ku tahan tapi ketika ku sentuh
dadanya terasa detak jantungnya berdetak sangat cepat dan
ku rasa jantungku pun demikian. Sekarang dengan nyata
dapat ku rasakan kakak menciumku lagi dengan begitu
mesrah, hangat dan lembut, baru pertama kali ini aku
rasakan. Entah apa yang harus aku lakukan…… entah. Tak
kuasa lagi aku pun terhanyut dalam suasana itu. Merasakan
betapa lembut belaian kakak, berciuman dengan kakakku
sendiri. Gila …… iya!!! mungkin aku sudah gila!! Iya, aku
gila. Perasaanku yang membuatku gila. Cinta yang
membuatku gila. Maafkan aku!! Aku tak tahu lagi harus
bagaimana, aku tahu ini salah, aku tahu …… tapi, aku tak
kuasa. Apalah aku ini yang hanya seorang anak-anak?!
Mungkin ini hanya permainan saja ……… dan MIMPI!!
Aaaaaaaaaaaaaaaa…………
“Kris, bangun ……” tersentak aku pun bangun,
terkejut dengan suara itu, aku segera melempar pandanganku
ke sekeliling kamar dan tak kudapati apa yang kucari.
Lega…… kakak sudah kembali ke kamarnya, entah kapan
mungkin saat aku tertidur lelap. Kudapati pakaian ku tertutup
rapat dan aku terselimuti dengan benar. Entah aku harus
bagaimana mengingat kejadian semalam. Aku pun tak tahu
harus seperti apa nanti bila bertemu kakak. Fuuh…… aku
menghela nafas. Ku putuskan untuk turun dari ranjangku dan
menuju kamar mandi, saat aku hendak ke kamar mandi
terdengar suara ribut-ribut di luar, di halaman depan, tanpa
pikir panjang aku pun melangkahkan kaki menuju pintu.
“Kak……” teriaku memanggil.
“Eh, Kris udah bangun. Sini cepet, kakak mau pergi
bulan madu tuh” sapa tante Susi ibu dari istri kakak. Aku pun
berlari kecil menghampiri mereka.

14
“Kok……” tanyaku terputus, melihat begitu banyak
barang yang di bawa kakak, seperti orang yang mau pergi
dalam waktu yang lama. Kakak tersenyum padaku dengan
tatapan sayunya.
“Kakak mau pergi bulan madu ke Bali, trus sekalian
pindahan. Kakak akan menetap di Bali, dia di pindah
tugaskan ke sana” tante Susi menjelaskannya padaku.
Mendengar itu, tubuhku terasa lemas. Aku tertunduk lesu.
Kakak menghampiriku dan mengelus kepalaku.
“Mau oleh-oleh apa?” tanyanya padaku dengan
lembut. Dengan tertahan ku tarik nafasku dalam-dalam, ku
coba menata hatiku dan aku tak mau mereka tahu.
“Ya, aku mau oleh-oleh paling bagus dan mahal ya
kak. Aku mau HP baru yang canggih, baju ma aksesoris lucu-
lucu” jawabku dengan penuh semangat sambil menekan
perasaanku.
“Wih, banyak banget sich. Satu aja dong?!” balas
kakak dengan wajah pura-pura terkejut dan sedikit
memohon.
“Ya, uda. Aku mau adek yang lucu yaa…… kayak
boneka. Imut” jawabku sepenuh hati dan tawa pun meledak
di sekitarku. Dan kami melepas kepergian kakak tercintaku.
Melihatnya pergi menjauh hatiku sudah tak tahan lagi, aku
melangkah masuk. Kuraih handukku dan masuk ke kamar
mandi. Di sana aku menangis sejadi-jadinya…… aku
menangis memuaskan perasanku…… aku tak berdaya.
Kakak ku pergi dengan salam perpisahan yang begitu
mengejutkan ku. Saat ku buka bajuku, betapa tidak aku
merasa hatiku teriris-iris aku sedih tersayat-sayat……
rasanya hatiku hancur lebur. Aku semakin tak berdaya ……
tubuhku lemas dan aku terduduk di dinding kamar mandi.
Kupandangi sebuah bekas kemerah-merahan di dadaku…. Itu
kenang-kenangan dari kakak sebelum ia pergi. Yaa……
Tuhan. Tolong aku ??? kakak pergi meninggalkan banyak

15
sekali…… banyak sekali untukku. Mampukah aku ??
mampukah aku melupakan kakak. Menghilangkan perasaan
ini. Kak ……

**************************

“Kristine Putri……”
“Ya……”
“Aku suka ma kamu” kata cowok bertubuh atlentis
itu padaku.
“Hah!!”
“Apa??” tanyaku lagi dengan heran tak percaya.
“Mau, kamu jadi pacarku?” tawar cowok itu padaku.
“Maaf. Aku ga bisa jadi cewekmu” jawabku sambil
melepas senyum dan berlalu pergi. Kini aku sudah duduk di
bangku SMA, entah sudah berapa tahun setelah kejadian itu.
Rasanya sudah 2 tahun dan aku tetap sama, aku tak bisa
menghilangkan perasaanku ini. Aku masih mencintai
kakakku, aku sangat merindukan kakak. Aku hanya dengar
kabarnya lewat telepon dan surat yang ia kirim. Malah
beritanya ia sudah punya seorang putri yang cantik dan lucu.
Entah harus senang atau sedih. Aku tak tahu.
“Kris, kenapa Rio nyari kamu?” Tanya sovi padaku
membuyarkan lamunanku.
“Dia bilang suka ma aku” jawabku singkat sambil
terus melangkahkan kakiku ke ruang kelas.
“Hah?! Trus??”
“Trus??! TRus apa?!” tanyaku heran.
“Lho, ya trus kamu trima ato enggak?” sambil
memasang tampang aneh.
“Enggak” jawabku singkat.
“Kamu, itu kenapa sich? Rio secakep itu di tolak.
Sebelumnya ada Andi, Bayu, Anto, trus sapa lagi yaa??!! Ah,

16
tau deh. Kamu ga normal ya?!” Tanya sovi heran sambil
menyusul duduk di bangku sebelahku yang kosong.
“Apa sich? Kalo mang ga’ minat ya ga’”
“Huh, sampai kapan sich kamu jomblo terus?” sambil
menyilangkan tangannya ke dada dan melotot padaku. Dan
pasti Sovi sangat kecewa ketika aku hanya mengangkat
bahuku dan melemparkan senyum padanya. Entahlah sampai
kapan?! Mungkinkah gak ada yang bisa menggantikan posisi
kakak di hatiku… tak terasa waktu pun berlalu dengan cepat
dan akhirnya bel pulang pun berbunyi.
“Kris. Tunggu” pinta temanku.
“Ada apa?” tanyaku.
“Pulang bareng yuk. Kamu naek angkotkan?! Tanya
Rere padaku.
“Iya. Ayo” aku dan Rere menunggu angkutan kota di
depan sekolah. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya
bang Angkot datang juga menjemput. Aku hanya diam dan
sesekali bercanda dengan Rere.
“Kris, kamu kok gitu sich?” Tanya Rere heran.
“Apanya yang gitu, Re?” tanyaku pun heran
membalas pertanyaan Rere.
“Kok, ga bersemangat sekali. Sepertinya kamu ga’
punya motivasi sama sekali. Sekolah, duduk diam trus
pulang kayak rutinitas aja” terang Rere.
“Hehehe…… mang kayak gitu?” tanyaku heran yang
sama sekali tak menyadari apa-apa. Tak lama Rere pamit
padaku karena ia sudah sampai di depan rumahnya. Aku pun
terus memikirkan kata-kata Rere padaku. Ya, mungkin benar
aku tak punya semangat lagi. Semangatku hilang di bawa
terbang oleh kakak …… semua motivasiku semuanya juga
ikut tenggelam bersama perasaanku. Sesampainya di rumah
aku lemparkan tubuhku ke ranjang kamarku. Penat
kepalaku, terasa penuh sesak. Entahlah apa saja yang aku
pikirkan. Ku palingkan kepalaku ke meja samping tempat

17
tidurku, disana terletak sebuah bingkai foto manis berwarna
coklat berukir indah dan di dalamnya terpajang sebuah foto
manis kakak dan aku. Tak terasa air mataku pun mengalir.
“sampai kapan aku terus begini?? Sampai Kapan??”
tanyaku pada diriku sendiri. Setelah lama bermalas-malasan
ku raih HPku karena teringat tadi ada sebuah sms yang
belum aku balas.

Hey, met siang. Sory rulez,key aq tgg di rmh y.


Km da tw almtq kan. On Time. Thank.
_Kristine_

Yap, dengan sigap aku beranjak dari tempat tidurku


dan meraih handuk untuk segera mandi karena setelah ini aku
akan di jemput oleh Andra teman chat ku. Dia baru saja aku
kenal saat izeng-izeng aku on airkan no Hp ku di sebuah
stasiun radio, al hasil ya…… beginilah adanya banyak cow-
cow nyasar (Bukan Sapi lho!!) setelah ku rasa cukup
persiapan yang ada dengan jaket jeans dan celana jeans pula,
yaa… aku pikir cukuplah, aku menunggunya di ruang
tengah. Suasana rumah sepi sekali hanya ada aku di sana, ibu
dan ayah kerja. oya, aku harus pamit ke ibu. Ku angkat
teleponku dan menekan no HP ibu, tak lama setelah itu suara
ibu pun terdengar menyahut di seberang sana.
“Bu, Kristine pergi maen dulu ya?” ijinku padanya.
“Kemana? Ma siapa? Pulang jam berapa?” jawab ibu.
“Ke mol ma anak2 trus pulangnya gak malem kok
sore uda pulang. Boleh ya?” pintaku lagi dengan nada manja
dan memelas.
“Ya, uda ati-ati ya”
Sukses. Aku sudah pamitan sekarang tinggal tunggu
si Andra yang belum juga nongol, mungkin dia ke susahan
mencari rumahku. Padahal beberapa hari lalu dia uda pernah
mengantarku pulang setelah ketemu di sekolah tak lama

18
sebuah sepeda Yamaha berwarna biru berhenti di depan pagar
rumah, orang itu melambaikan tangannya padaku dan aku
segera mengunci rumah dan menghampiri cowok itu.
“Hey, sory lama coz tadi aku harus ambil helm di
rumah” terangnya padaku.
“Lho, mang kamu dari mana?” tanyaku heran.
“Aku dari studio, biasa di tempat anak2” jawabnya.
“Ok”
Aku pun naik ke motornya setelah di rasa cukup
berbasa basi. Motor Yamaha itu pun melesat ke jalanan,
dengan perlahan namun pasti. Aku nikmati udara hari ini
yang cerah dan indah sekali, angin berhembus segar meski
sedikit panas. Yamaha bebek biru itu pun berhenti di sebuah
parkiran mol besar yang ada di Surabaya tentunya. Setelah
selesai memarkirkan kami pun berjalan dan memasuki area
perbelanjaan yang tidak pernah sepi pengunjung ini, kami
bicara panjang lebar, becanda sambil berjalan-jalan hingga
kami berhenti di lorong jalan mol itu untuk istirahat sejenak.
“Hey, ternyata kamu asyik juga ya?!” pujinya
“Masak sich?” tanyaku izeng aja.
“Iya, biasanya aku jalan ma cew yang baru aku kenal
bosenin. Diem aja gak banyak bicara” terangnya.
“Gimana gak bosen and bisa rame, kalo kamu sendiri
diem aja. Kamu pendiem ya?” tanyaku sambil
memandangnya. Dia hanya tersenyum dan melempar
pandangannya ketempat lain. Dan tak berapa lama di keluar
kannya Hp dari kantong celananya dan entah menulis apa.
Bip…… bip…
Kristine aq suka km. km mw jd cewQ?

_Andra_
Ternyata dia mengirim sms padaku. Aneh…… ada
aja ulahnya. Sambil tersenyum manis padaku.
“gimana?” tanyanya.

19
“Apa sich? Kamu tu aneh-aneh aja deh. Kita lho baru
kenal” tanyaku heran tak mau ambil pusing takutnya di kira
besar kepala.
“Ya, aku rasa cocok ma kamu. Setelah ngobrol-
ngobrol ma kamu seharian ini. Ya kalo kamu ga bersedia.
Ok, no problem?!” terangnya. Hmm, gimana ya ...... aku
bahkan tak punya pikiran sampai kesitu. Aku bahkan tak
berniat, selama ini aku mengeraskan diri. Dengan
penampilanku yang seadanya dan tak pernah berusaha untuk
tampil special di depan siapa pun, mana mungkin bisa di
taksir cow berbadan maco ini. Apa lagi dia anak kuliahan,
biasanya cow kuliahan selalu melihat penampilan sedangkan
aku, apa yang di lihat. Tapi ...... aku pikir-pikir gak ada
salahnya. Bener kata Sovi, apa yang aku tunggu toh ini Cuma
becanda. Aku tak mungkin jatuh cinta kecuali dengan kakak.
Bip ...... Bip .....
Yup. Aq mau.
_Kristine_

Sambil tersenyum padanya. Dia pun tersenyum


membalas jawabanku yang tak terduga itu. Kami berjalan
pulang dengan tidak lagi sendiri-sendiri tapi bergandeng
tangan bahkan sesekali ia merakul pinggangku. Sedikit risih
sich karena tak terbiasa dan baru kali ini tapi aku biarkan
saja. Akhirnya aku mau buka hatiku buat orang lain. Coba
..... aku akan mencoba melupakan kakak dalam benakku
menghapuskan perasaan bersalahku dan kekacauan hatiku.

*******************

Malam kembali datang, tak hentinya Andra


mengirimkan sms-sms romantisnya dan mengatakan “I Miss
U” tapi tak satu kata “I Miss U too” terlontar dariku. Andra
menelpon ke rumah dan kembali mengatakan perasaannya,

20
betapa dia senang sekali aku bisa menjadi cewnya.
Menyampaikan harapan-harapannya, aku tak pernah
menduga seseorang akan begitu senang padaku. Selama ini
aku hanya mampu menolak mereka tanpa pernah berfikir
perasaan mereka padaku. Entah malam itu harusnya aku
senang karena hari-hariku penuh dengan ungkapan perasaan
seseorang, tapi entah kenapa sesak ...... dadaku sesak. Aku
memikirkan semuanya betapa Andra begitu baik padaku,
haruskah aku buat dia kecewa kalo dia tahu ternyata aku gak
suka ma dia, aku Cuma izeng menerimanya??? Entahlah. Ku
raih foto kakak dan ku pandangi wajah kakak yang begitu
aku rindukan. Kakak yang aku sayangi sekarang jauh di
sana.... ku cium foto itu dan ku letakkan kembali ke
tempatnya. Ku baringkan tubuhku dan ku benamkan diriku
dalam bantal.
Bertanya pada malam, mengapa kau begitu gelap??
Kenapa kau begitu sunyi ?? dan kenapa kau begitu di
rindukan?? Kenapa semua orang hanya bisa terlelap dan
bermimpi serta tertidur pulas di pangkuan sang malam??
Malam rasanya kau begitu di nanti tapi juga di benci. Kenapa
semua hal buruk terjadi ketika gelap menjelang?? Para
pencuri mencuri ketika gelap. Perampok jalanan pun beraksi
saat gelap dan para penculik serta banyak wanita diperkosa
saat malam tiba..... malam penuh dengan jeritan dan penuh
dengan keluhan tapi ...... ia pun penuh dengan impian. Mimpi
dari anak-anak kecil, mimpi-mimpi dari seorang yang sedang
bahagia hatinya dan mimpi-mimpi dari orang renta untuk
anak-anak dan masa tuanya. Entahlah malam...... patutkah
kau di permasalahkan, patutkah semua menjadi tanggung
jawabmu...... jantungku berdetak kencang malam ini. Malam
yang sunyi dan dingin mengingatkanku pada malam itu,
malam dimana kakak dan aku bercinta. Oh, Tuhan pikiranku
kacau lagi...... patutkah itu di kenang. Rasanya hatiku begitu
merindukan kakak, belaian kakak, ciuman kakak.........

21
entahlah patutkah semua ini. Oh, My God Help me?!! Aku
merindukan kakak, perasaanku tak lagi bisa berbohong.
Malam biarkan aku berbaring di pangkuanmu dengan mimpi-
mimpi indahmu untuk ku, tolong aku tuk lewati malam ini
dengan tidur panjangmu.
“Kris, kita mau kemana nich?” tanya Andra padaku.
“Eh, terserah kamu” jawabku. Siang ini aku pergi lagi
dengan cowku, untuk melepas penatku. Meski hanya
habiskan waktu untuk jalan-jalan dan berbincang-bincang
kemudian makan yang penting aku keluar rumah dan
menyegarkan pikiranku yang akhir-akhir ini penuh dengan
kakak seorang.
“Kita putus” kataku
“Apa?! Kenapa?” tanya Andra padaku dengan
terkejut mendengar kata-kataku yang begitu mengejutkan.
Aku hanya menggelengkan kepala dan mengangkat bahu.
Aku tak tahu apa alsannya untuk aku putus dengannya. Dia
begitu baik padaku, perhatiannya dan semuanya. Kami sudah
hampir sebulan pacaran. Entahlah aku merasa aku tak pantas
dan semuanya berlalu begitu saja. Aku putus dengan Andra
tanpa alasan yang pasti yang ada hanya alasan yang tak
masuk akal. Aku merasa bersalah pada Andra, dia begitu baik
dan ku putuskan tuk kenalkan dia dengan seorang kakak
sepupuku yang sebaya dengannya. Mungkin ini keputusan
terbodohku melepaskan cow sebaik dia, tapi entahlah aku
merasa ada sesuatu yang dia sembunyikan sehingga aku
merasa tidak nyaman di dekatnya.
“Bego kamu ya Kris, mutusin dia?!” komentar
temanku Dian.
“Kenapa? Aku ngerasa gak pas buat dia” belaku.
“Kris, mana ada cow kayak dia, yang mau nunggu
kamu berjam-jam sendirian di sekolah dari siang sampai
malem trus ternyata sia-sia, kamu pulang di jemput ayahmu”
komentar Dian dengan nada sedikit keras dan tegas.

22
“Iya, sich. Dia gak marah malah bilang “iya, aku tau”
aneh??!!” sahutku.
“Tu-kan, pengertian banget gitu....” kata Dian sambil
mengenggam tangannya menahan gemez padaku. Tapi aku
harus bagaimana lagi...... aku sudah putuskan itu. Aku gak
mau buat diriku jadi serba salah tapi ..... aku sudah lakukan
itu.
“Halo, kak Lus pa kabar?” sapaku pada kakak
sepupuku.
“Hey,Kris. Kabarku baek. Kamu gimana?” tanyanya
padaku.
“Baek, kak uda punya cow?”
“Belum, mang kenapa? Mau kamu carikan ta?!”
“hehehe.... aku ada kenalan buat kakak, mau gak?”
sambil ku keluarkan Hpku dan memberikan no Andra
kepadanya. Akhirnya aku jadi mak comblang buat mantan
dan kakak sepupuku. Asyik banget, jadi mak comblang
kayak orang penting. Selalu sibuk, sibuk membuat janji,
mengatur pertemuan. Setelah ku atur pertemuan antara kak
Lusi dengan Andra usai sudah tugasku. Yaaa...... aku tak
perlu lagi merasa bersalah karena sekarang aku sudah
mencarikan pengganti untuknya. Aku aman. Tapi ternyata
justru di mulai dari sinilah semua itu. Aku jatuh cinta pada
Andra. Kenapa? Kenapa perasaanku tiba saat semuanya
hilang, saat aku kehilangan dia aku baru menyadari kalo aku
jatuh cinta padanya. Semua terlambat ....... oh, pandaku yang
malang. Semuanya terlambat ..... semua terlambat.
Tiap malam kini kegelisahanku makin bertambah.
Aku hanya mampu memeluk “si kecil” boneka tedy bertopi
merah. Ku ingat betul boneka itu hadiah valentine darinya,
bersama sekuntum mawar dan sekotak coklat. Dia jadikan
aku cew spesial malam itu. Aku yang tak pernah mendapat
kado valentine dari seorang cow begitu merasa tersanjung.
Mungkin merah sudah pipiku malam itu saat dia begitu

23
romantisnya membawakan semua itu padaku dan menyentuh
lembut pipiku di bawah sinar bintang yang indah. Ohh, God
romantise banget...... dasar bego’ aku ini ngelepasin cow
kayak dia. Sudah tak mungkin buatku untuk kembali pada
Andra. Impossible. Menurut kabar yang aku dengar kak Lusi
sayang banget ma dia, mereka sering keluar berdua, sms dan
telpon tak pernah berhenti berdering, rangkaian kata sayang
terus terlontar. Memang berbeda banget, pasti Andra juga
sayang banget ma kak Lusi, dia dapat perhatian yang dia
butuhkan dari kak Lusi dan tidak di dapat dariku. Sudahlah,
aku ikut senang melihat mereka apa lagi waktu kak Lusi
cerita kalo mereka abis ciuman. Wah, surprise banget.....
sebel sich. Entah kenapa tiap dengar ceritanya aku jengkel,
sebel, dan ..... huh, rasanya aku mau sumpel telingaku pake
kapas biar gak kedengaran apa-apa. Aku iri ..... ya mungkin
aku juga cemburu. Cemburu ?? apa mungkin?!! Ya, mungkin
saja aku mulai suka dan aku mulai cemburu. Kenapa??
Entahlah, mungkin karena aku jadi sering mendengar cerita
tentangnya dari kak Lusi.

Ndra, aq pengen ktmu km.


Tar siang jam 1 d dpn DISC TARA

_Kristine_

Setelah lama menunggu akhirnya Andra tiba juga.


Aku sudah menunggu setengah jam di depan Disc Tara
akhirnya dia nongol juga. Rasanya ingin sekali aku maki
habis-habisan dia. Dia datang dengan wajah bingung dan
tergesa-gesa, melihatku sudah menunggu dengan wajah
menyeramkan.
“Sory, telat. Nunggu lama ya?” tanyanya sambil
tersenyum.

24
“Oh, enggak kok” jawabku meluluh. Entah rasanya
rasa kesalku tadi hilang begitu saja setelah melihatnya. Aku
jadi lupa apa yang musti aku omongankan ma dia. Kami jadi
berjalan-jalan, bercanda dan tertawa bersama. Perasaanku
begitu senang waktu itu, amarahku yang sebelumnya meluap
tiba-tiba mereda dan yaa..... tak jadi marah, malah aku
bingung kenapa aku marah. Kami habiskan siang itu
bersama, rasanya seperti dulu lagi padahal ......
“Oh, ya. Ada apa katanya ada yang penting?” tanya
Andra penasaran.
“Ooo, iya. Kamu putus ma kak Lusi?” tanyaku dan ia
mengangguk membalasnya.
“Kenapa? Ada apa?” tanyaku lagi dengan nada
prihatin.
“Gak cocok aja. Dia sering nanyain tentang kamu,
gimana dulu waktu pacaran ma kamu ........ ” jawabnya
dengan kepala tertunduk. Mendengar jawabanya aku masih
belum mengerti, aneh dan terasa janggal karena ku pikir apa
hubungannya dengan ku.
“aku suka kamu” katanya. Aku hanya melotot
mendengar itu.
“Maksudku, Lusi ingatkan aku ma kamu, padahal aku
sudah bisa lupakan kamu tapi Lusi ingatkan aku ma
perasaanku ke kamu dan .....” terangnya terputus.
“dan apa?” tanyaku penasaran.
“Dan ternyata perasaanku belum berubah. Aku masih
sayang kamu” katanya sambil menatapku dalam-dalam.
“tapi, kak Lusi sayang banget ma kamu. Dia akhir-
akhir ini sering nangis karena dia sayang banget ma kamu.
Kamu juga kan?? Balik lagi ya ma kak Lusi. Please???”
pintaku dengan wajah penuh harap. Sebenarnya aku tak
berharap demikian. Entah kenapa aku jadi munafik seperti
ini. Aku menyukainya tapi justru memintanya kembali pada
kak Lusi. Yaa.... alhasil dia pun kembali ma kak Lusi, kak

25
Lusi seneng banget. Aku ..... aku tetap seperti dulu. Tapi
sedikit berubah, tak sama seperti dulu. Meski dia sudah
kembali ma kak Lusi kami jadi sering ketemu dan jalan
berdua, terkadang aku pun lupa saat asyik ngobrol di telepon
padahal harusnya waktu itu kak Lusilah yang di telpon bukan
aku. Lama kelamaan aku jadi mulai terbiasa dengannya, aku
kenal dia, tahu sifatnya dan aku menyukai senyumnya. Aku
jadi lupa kalo dia sekarang bukan cow ku lagi tapi pacar
sepupuku. Kak Lusi sempat cemburu dan berantem lagi ma
dia, saat mereka berantem aku bukan malah sedih tapi
perasaanku senang. Jahat!! Mungkin, karena Andra sering
jadikan alasan curhat untuk bertemu denganku dan aku pun
tak bisa menolak. Apa aku salah. Mak comblang kena
batunya. Ya, mungkin itu pas buat ku.
“MANG SIAPA SICH CEWNYA?! AKU APA
KAMU!!?!?” Bentak kak Lusi dengan wajah memerah
karena marah. Aku hanya bisa diam.
“Maaf, Kris bukan maksudku. Abisnya aku kesel
harusnya dia pamitnya ke aku dong bukan ke kamu trus pergi
gitu aja tanpa kabar ato apa kek ....” keluh kak Lusi. Kak lusi
sebel banget ma Andra yang uda beberapa bulan gak ada
kabar berita menghilang gitu aja trus tiba-tiba sekarang dia
minta temannya tuk hubungi aku dan ngasih tahu aku kalau
sekarang dia ada di luar kota urusan kerjaan. Kenapa juga
mesti aku bukan hubungi kak Lusi aja. Belum lagi temannya
itu ngasih kabarnya dengan cara mancing-mancing aku yang
akhirnya kepancing juga. Dia ngasih kabar kalo Andra uda
gak ada lagi .... dengar itu spontan pikiranku aneh-anehkan
jadi aku langsung bingung dan tanpa sadar aku ngomongin
perasaanku. Ketahuan deh kalau aku ternyata sayang ma
Andra. Gila si Andra aneh-aneh aja, buat aku jadi merasa
bersalah ma Kak Lusi. Kak Lusi langsung pergi setelah
mendengar kabar dariku tentunya dengan wajah kesal dan
kak Lusi memutuskan kalau mereka putus meski tak ada kata

26
putus di antara mereka. Setelah beberapa lama kemudian
Andra menghubungiku, dia memilih menghubungiku
daripada menghubungi kak Lusi.
“Halo, Kris ni aku Andra. Apa kabar?” sapanya dari
seberang telepon.
“Hey, pa kabar juga? Aku baek kok. Kamu dimana
sekarang?” balasku.
“Aku di Jateng. Baek kok. Kris apa bener kata
temenku?”
“Apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu padahal aku
tahu dengan pasti apa yang dia maksud. Aku merasa bingung
dan salting sendiri, aku harus jawab apa.
“eh, itu ..... ehmm, maaf. Iya, betul apa yang di bilang
temenmu” jawabku kemudian setelah beberapa detik aku
terdiam.
“Kenapa kamu gak bilang? Aku juga masih sayang
ma kamu. Tunggu aku ya, beberapa minggu lagi aku balik ke
Surabaya “ pintanya padaku. Oh, God .... senang sekali aku
mendengarnya, aku jadi tak sabar ingin ketumu dengannya.
Dia kemudian memutuskan telepon dan aku hanya senyum-
senyum sendiri. Aku pasti menunggunya.......menunggu ......
dan menunggu lagi. Aku menunggunya, tapi dia tak kunjung
datang. Aku mulai lelah. Aku lelah menunggu.

Kris, maaf ggu. Aq tmnx Andra. Dy ti2p pesen, ktx maaf. Dy


ga bs balik k SBY lg coz dy mnetap dsna n’ dy akn cr
penggantimu. Krn uda ga’ mungkn lg. Maaf. Thank.

Dan semuanya jelas sudah. Dasar pembohong. Dasar


cowok berengsek. Makiku. Ternyata mang gak ada cowok
yang bener di dunia ini. Semua sama aja. Kak.... aku butuh
kakak. Tak terasa aku sudah meraih HPq dan mengirim sms
yang aku sendiri tak tahu apa isinya. Aku baru menyadarinya
saat terdengar nada laporan dari HP q. Oh, My GOD!!! Apa

27
yang aku kirimkan ke kakak. Tanpa terasa tanganku mengeti
dan mengirimnya ke kakak. Apa isinya??? Aku harus
bagaiaman!!
Bip....bip....
Iya, sayang. Aku kangen banget ma km. Ada apa??
Sedih banget ya. Kalo saja aq di sana, aq pasti da peluk
Kristine q.
Cium Kristine, jgn nangis lagi ya....
I Love u.

_My Love_

Hatiku meluber rasanya, membaca balasan dari kakak. Meski


aku tahu ini tak pantas terjadi di antara saudara tapi..... tapi
dia bukan kakak kandungku. Kami tak sedarah, jadi wajar
kalau aku merasa sangat sayang padanya. Sejak kecil dia
yang terus menjagaku, yang memeberiku kasih sayang. Aku
gak’ mau kehilangan kakak. Aku gak’ rela. Tapi harus
bagaimana lagi?!! Kalo aku boleh minta ma Tuhan, aku
minta untuk di lahirkan sebagai kekasihnya bukan sebagai
adiknya. Aku ga’ rela kakakku di ambil orang. Aku ga’ rela.

********************

Prang......prang.......
“Apa ini??!!”
“Jawab, mas!! Apa ini?!!”
“Aku gak, nyangka kamu.........?!!”
“Kamu gila!! Kamu Bener-bener GILA?!!”
Brak........
Suara pintu terbanting keras dengan di ikuti luapan
amarah yang tak lagi bisa dibendung. Waktu yang menjawab
dan membuka semuanya. Suara pertengkaran antara suami
istri ini, cukup membuat kaget balita usia 3 tahun. Suara

28
tangis bayi rasanya menunjukkan betapa berat permasalahan
yang terjadi di sekitarnya, antara kedua orang tuanya. Tanpa
sengaja kak Anggi menemukan fotoku di dalam dompet
suaminya, awalnya dia pikir wajar saja toh itu foto adiknya.
Tapi anehnya tak ada foto lain selain fotoku di dompet kakak.
Kak Anggi merasa sedikit cemburu kenapa bukan fotonya ato
foto Febri anak mereka yang ada di sana, melainkan foto
adiknya. Tapi sudahlah.....
“Mas, hari ini jadi keluarkan?” tanya kak Anggi.
“Iya”
“Oya, mas. Album pernikahan kita dimana ya?”
“Ada, di lemari atas” sahut kakak yang saat itu
sedang berada di kamar mandi. Segera mungkin kak Anggi
mengambil albumnya di lemari, tapi tanpa sengaja kak anggi
melihat ada sebuah kotak di sana, yang letaknya di pojok
tertutup oleh album2 dan buku2 milik suaminya tercinta.
Karena penasaran ya, akhirnya di ambilnya juga. Kotak itu
berbentuk unik sekali. Kecil persegi dengan ukiran kayu.
Melihat kotak itu kak Anggi makin penasaran. Di bukanya
kotak itu, isinya foto2 dan sebuah buku diary. Diperhatikan
dengan seksama foto2 itu. Kak Anggi tak sedikit pun merasa
curiga melihat foto2 itu. Foto2 ku dan kakak. Foto2 kami
saat masih kecil, foto saat kami berenang bersama, fotoku
yang sedang menangis, foto kakak memakai baju cewek yang
saat itu sedang ikut festival, karena gak’ mau ninggalin aku
sendirian di festival kartinian. Akhirnya kakak nekat dandan
jadi cewek biar boleh ikut festival itu demi untuk
menemaniku. Dan foto2 seru2an antara aku dan kakak. Kak
Anggi Cuma tersenyum dan ketawa kecil melihat foto2 itu.
“Yaa, ampun mas ini ada2 aja” ucapnya sambil
terkekeh geli.
“Hmmm, diary?? Ooo, ternyata mas juga suka nulis
diary toh” kata kakak dan sangking semangatnya pengen
tahu isi diary suami tercintanya. Segera di bacanya dan

29
dengan teliti di pahami tiap kata dan tulisannya. Bagai di
sambar petir sampai ke uluh hatinya. Ketika kak Anggi
membaca tulisan dimana isinya tentang perasaan kakak ke
aku. Tentang malam perpisahan kakak dengan ku dan
semuanya.... rasanya ingin mati saja. Kak Anggi tak bisa lagi
menahan air matanya.
“Uda ketemu albumnya”
Bruuk....
Sontak kak Anggi terkejut dan menjatuhkan buku
diary kakak, dan kekacauan itu pun terjadi. Kakak hanya bisa
diam melihat istrinya begitu kacau, memaki-maki dia. Kakak
tak bisa lagi membela dirinya. Waktu yang membuka
semuanya. Sepandai-pandainya tupai melompat toh akhirnya
jatuh juga. Dan saat itu juga kak Anggi pergi membawa febri
dengan keadaan kacau.

*************

“uuhh.... panas banget sich!!” gerutuku.


“Re, tar kamu ikut ekskul ga?” tanyaku.
“Enggak, Males. Cabut yuk?!’ ajak Rere.
“Ayuk, tapi??? Kamu tau sendiri kan pak Ketu
gimana galaknya, mana mungkin bisa cabut. Bisa2 kita di
suruh muter lapangan ampe teler”
Hahahahah........... tawa kami meledak, semua orang melihat
ke arah kami. Biarlah toh aku kan emang artis TOP sekolah.
Btw, mungkin dewi fortuna sedang tersenyum padaku. Saat
kebosanan memuncak ternyata kak Dodi Ketua Exkul yang
dari tadi melotot telah dipanggil kepangkuan sang kepala
sekolah. Tanpa banyak bicara, setelah memastikan aman
akhirnya aku dan rere kabur juga dari ruangan yang penuh,
pengap. Rasanya hari itu tempat yang paling indah adalah di
balik bantal dan guling dan di atas kasur empuk.

30
“Aku pulang”
“Lho, kak Anggi kapan datang?? Sendirian aja??
Mana Kakak ma dek Febri?!” tanyaku kaget melihat kak
Anggi ada di rumah. Tapi terasa aneh suasana di rumah,
terasa panas, sesak dan rasanya menakutkan sekali. Kak
Anggi hanya membalas dengan menatapku tajam, aku
melihat kak Anggi begitu marah, kesal, benci hingga
matanya pun berkaca-kaca. Melihat sausana yang seperti itu
aku semakin bingung. Ku lempar pandanganku kepada ibu
yang saat itu ada di samping kak Anggi.
“Kris, kamu cepat ganti baju gih, trus cepet makan”
ibu menyuruhku dengan wajah yang di paksa tersenyum. Aku
pun tidak mau memperkeruh suasana dan langsung
melakukan apa yang di suruh ibu padaku.
“Bu, kak Anggi da pulang?? Kok aneh sich, mang ada
apa?!” tanyaku pada ibu berharap ada penjelasan dari beliau
apa maksud tatapan kak Anggi yang begitu padaku. Ibu
hanya diam saja, bahkan beliau tak menghiraukan
pertanyaanku atau bahkan tidak menghiraukanku. Aku
semakin tidak mengerti sebenarnya ada apa ini.
Hiks..... hiks...... hiks........
“kenapa ini mesti terjadi ?? kenapa ??”
“bagaiaman bisa Kristine dan Adi seperti itu??” isak
tangis ibu di kamar. Ibu tak bisa menahan air matanya
dengan perasaan hancur menceritakan apa yang terjadi
kepada ayah. Ayah hanya bisa diam mematung, menatap
kosong sambil mengepalkan tangannya tak tahu harus
bagaiamana.
Klontang........
Serentak mereka kaget dan melihat ke arah pintu. Dan
mendapati aku berdiri mematung di sana. Aku tak sengaja
mendengar ketika hendak mengambil piring kue untuk
camilan belajarku. Rasanya detak jantungku langsung
berhenti saat itu juga, dadaku sesak sekali, aku langsung

31
berlari ke kamarku dan menutup pintunya rapat-rapat. Entah
apa yang sudah aku pikirkan saat itu yang pasti kepala ku
terasa sakit dan otakku terasa penuh dan aku tak mampu lagi
berfikir. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi
setelah ini, setelah semuanya terbongkar. Aku pikir, ini hanya
akan aku simpan sendiri. Aku menangis sejadi-jadinya, apa
yang harus aku lakukan setelah ini?? Aku panik. Dan tanpa
banyak berfikir lagi ku ambil handphoneku dan
menghubungi sahabatku. Deni ..... Iya, Cuma Deni yang bisa
aku pikirkan saat ini. Deni pasti bisa menolongku. Setelah
menghubunginya aku langsung cepat-cepat mengenakan
jaket dan meraih kunci hondaku. Mendengar aku menyalakan
motor kesayanganku ibu berteriak memanggil namaku
berusaha mencegah aku pergi dari rumah. Ya, hanya itu yang
bisa aku pikirkan, pergi dari rumah untuk beberapa saat
hingga aku mampu menghadapi ini semua.

***************

“Sudah, Kris aku gak bisa lihat kamu begini”


“Aku gak sanggup lihat kamu seperti ini” ucap
seorang sahabat yang tak pernah absen menemaniku kapan
pun aku butuhkan.
“Den!! Aku harus gimana lagi??!”
“Hiks... Aku ..... aku da ga ngerti lagi?!!”
“se... semuanya, uda kebuka.... semuanya uda tahu?!”
ucapku sambil terbata-bata, pikiranku kalud, aku sudah tak
bisa berfikir apa-apa lagi. Aku berjalan mundar-mandir,
sebentar duduk, berdiri mondar-mandir lagi. Duduk terdiam
dan terus saja menangis. Deni semakin sedih melihat
keadaanku yang kacau seperti itu, dia semakin tak tega
melihatku begitu. Deni berdiri dan berjalan kearahku
kemudian memegang pundakku.

32
“Tenang ya.....” ucapnya perlahan dan terasa
menenangkan. Aku hanya bisa menatapnya dengan
pandangan kacau sedang Deni membalas tatapanku dengan
lembut serasa berkata “Jangan Khawatir” dan kemudian
memelukku untuk mencoba menenangkan aku. Kurasa
usahanya tak percuma karena aku benar-benar merasa tenang
dan mulai mengendalikan diriku. Aku pun duduk manis di
sofa empuk berwarna putih itu. Deni duduk di sampingku,
rasanya waktu berhenti dan semuanya hening membisu tanpa
kata-kata yang terlontar. Deni mengerti, dia sahabatku yang
paling mengerti aku. Dia tahu apa yang aku butuhkan, dia
pun tahu kalau saat ini kata-kata tak lagi aku perlukan. Tanpa
terasa aku menyandarkan kepalaku ke pundaknya dan ku
akhiri malam beratku dengan lelap karena lelah. Melihatku
yang sudah tertidur di pundaknya Deni hanya bisa
tersenyum, dia memandangi wajahku yang tertidur lelap.
Raut wajahku bagai sehelai kertas lusuh yang kusut yang
mampu menceritakan ke seluruh dunia kalau hari ini begitu
sangat berat bagiku, bagai seorang pekerja bangunan yang
terus bekerja tanpa istirahat selama 24 jam. Entahlah, aku
berharap ini semua hanya mimpi dan kalau pun ini nyata aku
ingin terus tertidur dan tak akan membuka mataku karena
aku tak akan mampu.... aku tak bisa melewati ini semua. Aku
tidak mau bertemu dengan kakak, istrinya dan kedua orang
tuaku. NEVER.....
“Uda bangun Kris?!” tanya Deni padaku. Ternyata
sekarang matahari sudah tinggi.
“Ehmm, aku dimana?” tanyaku heran.
“Kamu di rumahku, masak lupa jangan amnesia gitu
dong?!”
“Ooo, bukannya aku ada di ruang tamu kok ..... ??”
“Iya, aku gak tega bangunin kamu jadinya ya... aku
gendong kamu ke kamarku. Tapi tenang aja, aku semalam
tidur di sofa kok” jelas Deni padaku. Tapi sebenarnya dia

33
bohong. Dia bahkan tak tidur semalaman karena
menungguiku, beberapa kali aku mengigau trus. Aku tak
beranjak dari tempatku, ku terima teh hangat yang
ditawarkan Deni padaku. Oya, kebetulan Deni sedang di
rumah sendiri karena kedua orang tuanya berada di luar kota
dan dia juga bukan teman sekolahku dia sudah bekerja. Aku
kenal Deni beberapa tahun lalu lewat sms iseng. Deni sepupu
dari teman sekolahku, karena aku sangat cocok dengannya
jadi aku anggap dia sebagai The Best Friend yang paling
TOP BGT. Hmm, entahlah mungkin aku bisa disebut tak tahu
malu karena sebenarnya beberapa hari lalu Deni sempat
bilang cinta ke aku. Aku bahkan belum jawab apa2. aku
sendiri bingung dengan perasaanku, untuk saat ini aku butuh
dia tapi apa ini adil buatnya??
“Den, aku emang cew gila ya?!”
“Aku cew GAK BENER!” ucapku dengan sangat
tertekan dan mulai mengingat apa yang sudah terjadi.
“Aku PEREX!” ujarku lagi dengan teriakan histeris,
tidak kali ini aku tahan air mataku. Aku tahan perasaanku
karena rasanya semua pikiranku menuduh dan
menghakimiku.
“Hust...!!” segera Deni menyahutiku dan kemudian
memelukku. Aku hanya diam dan pandanganku kosong.
“Kamu... kamu bukan Cew Gak Bener, bukan Perex.
Bukan!! Kamu Kristine yang aku kenal ceria, kamu pasti
bisa. Jangan lihat keblakang ya. Kamu pasti bisa. Kamu gak
boleh ngomong gitu lagi” ucap Deni berusaha
menenangkanku. Tapi rasanya semua percuma, apa yang
dikatakan Deni hanya lewat di telingaku saja. Hatiku
terlanjur beku dan hancur sekali, aku terlanjur merasa sangat
berdosa, kotor dan gak layak lagi. Tiba-tiba aku melepaskan
pelukan Deni dan beranjak dari tempat tidur, mengambil tas
dan jaketku dengan tergesa-gesa.
“Kamu mau kemana, Kris?” tanya Deni heran.

34
“Aku harus pergi. Aku mau menjauh. Aku gak pantes
jadi temenmu. makasih buat semuanya Den. Makasih .......”
setelah berkata demikian sambil bercucuran air mata aku
segera membuka pintu kamar dan beranjak pergi. Deni pun
tak habis mengerti apa yang sudah aku ucapkan, dia segera
mengikutiku dan menahanku.
“Gak, kamu mau kemana?” tanyanya dengan nada
cemas.
“Kemana aja... yang pasti ke tempat dimana gak ada
yang kenal aku”
“Gak boleh!!” tahan Deni. Sambil berdiri di depan
pintu rumahnya.
“minggir Den, aku da banyak nyusahin kamu. Kamu
ga pantes punya temen kayak aku. Aku Cuma bisa nyusahin
kamu doang. Aku......”
“DIAM!!” bentak Deni karena tak mau dengar
ucapanku yang kacau.
“Cukup Kris, Cukup!! Aku gak bisa biarin kamu
pergi dengan keadaan seperti ini. Kamu kacau.... aku gak
perduli ama semua itu karena aku.....” kata Deni yang
terputus. Sedikit menghela nafas panjang dan .....
“Karena Aku Sayang kamu. Aku Cinta ma kamu,
Kris. Aku gak tahan lihat kamu kacau seperti ini. Please !!
aku mohon Kris, kamu jangan pergi kemana2 sampai
semuanya selesai. Aku bakal selalu disampingmu. Aku gak
akan ninggalin kamu. aku akan bantu kamu nyelesain
masalahmu. Okey!!” rayu Deni agar aku mengurungkan
niatku. Mendengar ucapannya rasanya aku berhenti bernafas,
aku tak pernah mengira kalau ternyata Deni menyimpan
perasaan seperti itu padaku. Aku pikir ucapannya kemarin
Cuma becanda tapi melihat Deni berbicara setegas itu aku tak
mungkin ragu dan mengira dia becanda. Aku hanya mampu
diam dan menuruti apa yang dia minta. Aku tetap tinggal di
rumahnya. Untuk beberapa hari dan Deni selalu berusaha

35
menghiburku, membuatku lupa akan masalahku. Dan
tentunya selama aku tinggal di rumahnya aku bolos sekolah
karena tak mau bertemu dengan orang lain dan karena untuk
saat ini pelajaran tak mungkin bisa masuk dalam otakku.
Tlilit.... tlilit.... suara HP ku berdering. Beberapa kali ayah,
ibu dan semua orang menghubungiku tapi selalu tak pernah
ku angkat, tapi kali ini nomor yang tak aku kenal.
“Halo....”
“Halo, Kris pa kabar? Ini aku Andra” sapa orang di
seberang sana.
“Oh, Hey. Aku baek. Ada apa? Tumben?!!” tanyaku
heran.
“Hmm, sekarang aku di Surabaya. Bisa ketemuan?
Aku kangen banget ma kamu” ajaknya. Mendengaar itu aku
sedikit heran tapi tah kenapa mendengar suaranya saja aku
sudah deg2an seperti ini. Karena tak bisa aku tolak so aku
iyakan. Kami bertemu di tempat favorit kami, di lantai atas
mol terbesar di Surabaya. Kami bicara banyak, dia sempat
bertanya kenapa aku jarang di rumah. Aku pun tak bisa
bohong kalo saat ini aku kabur dari rumah. Entah, perasaan
ini kenapa belom hilang juga padahal sudah lama sekali aku
tak bertemu dengannya dan rasa2nya kami sudah putus
kontak.
“Kris, Maaf!! Aku gak bisa lupain kamu. aku sempat
coba dengan yang lain tapi tetep aja aku gak bisa lupain
kamu” ucapnya tiba2. mendengar itu aku hanya bisa diam.
Perasaanku senang tapi sedikit mengganjal. Ya, aku
kehabisan kata2, aku diam seribu bahasa dan mencoba
mengalihkan pembicaraan sambil berjalan mencari makanan
karena perutku sudah lapar.
“KRIS.....” teriak seseorang memanggil namaku.
Spontan aku langsung membalikkan badanku dan siapa itu??
Kakak. Melihat kakak berada beberapa meter di belakangku
aku bergegas mengajak Andra untuk segera mencari pintu

36
keluar dari mol ini. Sambil sedikit berlari aku menggandeng
Andra yang kebingungan melihatku.
“Kris .... tunggu!!” pinta kakak sambil menarik
tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Aku terus
berusaha melepaskan genggaman tangan kakak, tapi
percuma.
“Kris......” kakak memanggil namaku lagi agar aku
mau melihat ke arahnya dan memperhatikan perkataannya.
Tapi aku terus saja berusaha melepaskan tanganku. Hingga
akhirnya kakak menarik tanganku dan memelukku erat. Aku
meronta berusaha melepaskan pelukannya.
“Kris..... tolong berhenti. Aku mohon.... Maafin
aku?!” ucap kakak dengan nada memohon dan lembut
membuyarkan pikiranku dan seperti runtuh rasanya hatiku.
Melihat kakak yang begitu kacau, terlihat sekilas bagaimana
wajah dan penampilannya yang tak karuan. Aku pun berhenti
dan mengganti usahaku dengan isakan tangis.
“Pulang yaa.....” ajak kakak padaku tapi aku hanya
menggelengkan kepala. Kakak menghela nafas panjang,
membelai rambutku dan terasa ada kelegaan di hatinya
karena apa yang dicarinya sudah ada di depan mata. Kakak
terus mencariku setelah mendengar kabar bahwa aku kabur
dari rumah. Sebelumnya terjadi kekacauan di rumah, ayah,
ibu dan kak Anggi minta penjelasan pada kakak. Bahkan
karena ini semua ibu jadi sakit, ibu syok sekali mendengar
semua penjeasan kakak. Ibu tak habis pikir ini bisa terjadi
dan sekarang anak gadis satu2nya kabur dari rumah, ibu terus
menyalahkan kakak atas apa yang terjadi.
“Okey, sekarang kamu tinggal dimana?” tanya kakak
padaku setelah suasana mulai cair dan tenang. Andra hanya
bisa mendengarkan dan kebingungan. Kami bertiga berjalan
keluar dari mol. Karena aku masih bingung dengan keadaan
ini aku hanya bisa diam.
“Oya, kamu siapa?” tanya kakak pada Andra.

37
“Oh, aku temannya. Aku Andra.” jawab Andra
singkat.
“Maaf, Ndra kalo aku ganggu kamu tapi untuk
sekarang ini Kristine harus pulang sama aku” ucap kakak
memberi penjelasan pada Andra.
“Okey, no problem. Klo gitu aku cabut dulu. Kris,
aku pulang dulu ya, kamu baik2. Ok” pamit Andra padaku
dan pada kakak. Setelah Andra pergi aku pun pulang dengan
kakak, kami pakai motor sendiri2. aku ajak kakak ke rumah
Deni. Tak berapa lama motorku pun sudah ada di halaman
depan rumah Deni. Mendengar suara motor, Deni segera
keluar karena sedari tadi dia khawatir kalau-kalau aku pergi
lagi.
“Kris.... kamu dari mana aja?” tanya Deni cemas.
“Aduh... kris aku pikir kamu kenapa2?! Kok ga
bilang2 klo mau pergi sich?!” tanya Deni lagi kali ini
sembari menghampiriku dan memelototiku dari ujung rambut
ampe ujung kaki takut aku kenapa2. aku hanya diam sambil
menggeleng-gelengkan kepalaku menanggapi pertanyaan
beruntun Deni. Ekspresi wajah Deni berubah saat sadar aku
pulang tak sendirian, perasaan bertanya-tanya menghinggapi
Deni saat melihat lelaki yang datang bersamaku.
“Dia siapa Kris?” tanya Deni padaku dengan tatapan
heran.
“Di...Diaa...Dia kakak ku” jawabku sambil terbata-
bata. Sesaat semua jadi hening, aku khawatir kalau terjadi
sesuatu tapi semuanya tenang. Kakak mengulurkan
tangannya berusaha memperkenalkan dirinya kepada Deni.
“Kenalin aku Adi. Kakaknya Kristine” sapa kakak
pada Deni. Deni pun menanggapi uluran tangan kakak.
“Aku Deni. Oya, ayuk masuk?!!” ajak Deni pada
kakak. Melihat itu aku seneng banget deh. Tapi ......
Buuuuukk..........

38
“Dasar BEJAD!!” teriak Deni pada kakak. Deni tiba-
tiab membalikan badannya dan memukul kakak. Aku kaget,
aku benar-benar terkejut melihat apa yang dilakukan Deni
kepada kakak. Deni terlihat sangat kesal pada kakak. Kakak
hanya diam saja sambil memegangi bibirnya yang berdarah.
“Kenapa DIAM?!! Oh, Kehabisan Alasan ya!! Dasar,
Kakak macam apa kamu yang tega ma adiknya sendiri.
Kakak BRENGSEK?!!” Deni terus memaki kakak. Aku
hanya bisa diam dan bingung menghadapi mereka, aku hanya
bisa diam dan menangis. Kepalaku terasa penuh, tia-tiba
udara jadi pengap dan menyesakkan, pandangan mataku
kabur dan seolah-olah semuanya berputar-putar. Aku pun
pingsan.
“KRIS!!!” teriak kakak dan Deni bersamaan ketika
melihatku jatuh pingsan. Kakak segera membopong aku ke
kamar di ikuti Deni yang juga membantu kakak. Deni
langsung mengambil minyak kayu putih dan air minum
untuk ku. Kakak terus berusaha membangunkanku, kakak
benar-benar sedih melihat keadaanku yang seperti ini.
“Maafin, aku Kris... aku yang salah.... ini semua gara-
gara aku!!” sesal kakak sambil mengelus kepalaku.
“Aku tak pernah mengira kalau semuanya bakal
seperti ini!!” ujarnya dengan penuh penyesalan sambil
menangkupkan kedua tangan menutupi wajahnya.
“Sekarang, kamu puas dengan semuanya ini??” Tanya
Deni sinis.
“Enggak, aku nyesel. Nyesel banget….?!!” Jawab
kakak yang terus menundukkan kepalanya.
“Heh!! Gampang ya bilang nyesel?!!” sahut Deni
emosi. Kakak hanya bisa diam dan diam menerima tiap
celaan dari Deni. Melihat kakak yang diam saja Deni
semakin kesal hingga emosinya tak mampu lagi di tahan,
Deni mencengkeram kerah leher kakak dan bogem mentah

39
siap melayang ke wajah kakak tapi tertahan beberapa senti di
depan wajah kakak.
“Aku terus mengingkari peasaanku, menahan
perasaanku tapi ……” kakak mulai bercerita dan
mencurahkan perasaannya. Kakak menyukai ku lebih dari
seorang adik, meski dia terus berusaha mengingkari
perasaannya padaku. Hingga akhirnya dia bertemu dengan
kak Anggi istrinya itu, bukan perasaan cinta yang
dirasakannya pada kak Anggi tapi justru kak Anggi menjadi
alasan untuknya membantu melupakan perasaannya padaku.
Kakak tak pernah dengan sengaja melakukan ini karena dia
sendiri tak mau melukai perasaan ibu dan ayah yang sudah
begitu baik mengangkatnya sebagai anak. Hari-harinya yang
dulu kelam tanpa kasih sayang seorang ibu dan hanya ada
kekerasan hidup, setelah bertemu dengan kami dia benar-
benar merasakan apa itu kasih sayang keluarga utuh,
keceriaan hari-harinya yang dihiasi bersama kami.
“Keceriaan Kristine yang mampu mengusir semua
tirai gelap hidupku dan membuat hari-hari ku penuh dengan
warna. Keunikannya membuatku sangat menyayanginya dan
ternyata perasaan itu bukan sekedar sayang sebagai kakak
dan adik tapi lebih. Aku sadari semuanya ketika aku menjalin
hubungan dengan Anggi, aku merasa makin jauh dengan
Kristine dan itu sangat menyiksaku. Aku lebih memilih tidak
bertemu dengan anggi seribu hari daripada aku tidak bertemu
Kristine barang seharipun. Kristine…. Kristine ….. dan
Kristine yang terus memenuhi pikiranku. Aku Gila?!!”
“Sekarang apa maumu?” Tanya Deni kesal.
“Andai bisa waktu di ulang kembali, aku mau tetap
hidup dalam kekelaman dari pada aku harus menyakiti orang
yang aku sayangi. Tapi, semuanya sudah terjadi. Entahlah
apa yang aku mau, hidupku hancur.” Jawab Kakak.

40
“Jauhi Kristine!!” Pinta Deni dengan nada meninggi
dan tegas pada kakak. Kakak hanya menatap Deni dengan
diam.
“Aku menyayangi Kristine jauh dari padamu. Kamu
sudah punya Anggi, istrimu sekarang Jauhi Kristine kalau
kau memang tidak mau membuat hidupnya makin kacau!!”
Tegas Deni, kakak hanya diam.
“JAWAB?!!” teriak Denis sambil kembali
mengacungkan tinjunya ke wajah kakak.
“CUKUP!!” teriakku. Kakak dan Deni spontan
terkejut ketika melihatku yang bercucuran air mata di depan
pintu kamar yang berhadapan dengan ruang tamu. Kakak dan
Deni tak menyadari kalau sedari tadi aku sudah berdiri disana
dan mendengarkan pembicaraan mereka.
“Hiks… Hiks… Aku lelah…. Aa…aku sangat lelah.
Aku mohon hentikan?!! Aku gak mau ada yang tersakiti
lagi.” Ucapku.
“Tapi, Kris?!! Dia…. Dia yang jadi penyebab
semuanya” sahut Deni.
“Apa menyayangi seseorang itu salah??”
“Apa mencintai seseorang itu salah??”
“Kalau ya, kamu juga salah karena kamu juga
mempunyai perasaan itu dan gara-gara itu semua kamu juga
ingin memiliki” Ucapku tegas dengan nada meninggi.
Mendengar ucapanku itu kakak hanya bisa diam. Deni ingin
sekali membenarkan kata-kataku yang kacau itu tapi dia tahu
kalau saat ini aku tak bisa dihadapi dengan kata-kata. Aku
berjalan menuju ke arah kakak dan berdiri tepat di depannya.
“Ayo, kita pulang?!!” ajakku pada kakak. Deni
terkejut mendengar ucapanku dan berusaha menahanku.
“Aku gak mau lari lagi. Ayo, kita selesaiakn bersama.
Kak?!!” jelasku. Kakak memandangiku dan mengangguk
mengiyakan permintaanku.

41
“Kris, berusahalah!! Ingat kapan pun kamu butuhkan
aku akan siap. I MISS U.” ucap Deni untuk memberiku
semangat sambil memegang tanganku.
“Thank’s Den. I know…. aku tahu dan aku gak
meragukannya. Tapi untuk saat ini aku gak bisa memikirkan
hal lain selain ini.” Jawabku.
“Ok, no problem. Aku tahu dan aku akan menunggu.
Menunggu sampai kamu siap dan bisa membuka hatimu
buatku bukan lagi sebagai sahabat tapi sebagai orang yang
siap mendampingimu.” Tegas Deni sambil mengiring kami
ke luar.
“Hey, jaga Kristine. Kamu tahu akan berurusan
dengan siapa kalau berani membuatnya menangis lagi!”
ancam Deni pada kakak. Aku dan kakak meninggalkan
rumah Deni, kami memutuskan untuk meninggalkan motorku
di rumah Deni karena dengan keadaan yang tidak
memungkinkan seperti saat ini, tak mungkin aku menyetir
motor sendiri. Selama perjalanan aku hanya mampu diam
seribu bahasa, banyak hal yang aku pikirkan hingga tak
mampu lagi otakku mengolahnya mencadi sebuah kata-kata.
Melihatku yang seperti itu kakak menarik tanganku dan
melingkarkannya di pinggannya. Aku hanya diam.
“Menangislah?!” katanya. Mendengar perkataan
kakak dadaku terasa seperti tertusuk pisau. Menancap dalam
ke dadaku, dan tak terbendung lagi air mataku pun meluncur
dengan deras. Aku menangis di balik punggung kakak,
pegangan tangan ku pererat melingkar di pinggangnya.
“Aaa…. Aku. Hiks… hiks…. Aku takut!!” kataku
sambil terisak. Perasaanku saat itu benar-benar takut. Aku
takut menghadapi apa yang akan terjadi nanti ketika bertemu
dengan ayah dan ibu dan mungkin dengan kak Anggi juga.
Kakak menghentikan motornya di pinggir jalan raya. Kakak
memegang tanganku dan melepaskannya. Aku tetap duduk di
atas motor yang kini sedikit miring letaknya. Kakak turun

42
dan kini berada tepat di depanku. Kedua tangan kakak
memegan pipiku dan mengusap air mataku, sedikit
mengangkat wajahku. Tak tahan melihatku yang penuh air
mata, kakak menarikku dan memelukku, mendekapku erat
dan aku pun semakin tak kuasa menahan air mataku. Ku
lepas semuanya, ku peluk erat kakak dan rasanya sampai
rongga dadaku tak lagi ada udara, sesak sekali.
“Maafkan aku dek……!” ucap kakak dengan nada
tertahan sambil terus mendekapku. Kudengar suara kakak
makin bergetar.
“Ini semua salahku. Maafkan aku….!!” Ucapnya lagi
dan suaranya makin berat terdengar hingga butiran air mata
pun tak kuasa di tahan olehnya. Kakak menangis. Aku tak
tahu apa yang harus aku lakukan, aku sudah membuat kakak
menangis. Untuk beberapa saat kami pun terbenam dalam
perasaan kami masing-masing, hiruk pikuk jalan raya tak lagi
bisa kami dengar, keramaian kota Surabaya pun terasa sepi
bagi kami, karena yang ada hanya suara dan pikiran-pikiran
kami yang melayang-layang entah kemana.
“Makasih kak….” ucapku memecah keheningan.
“Makasih, karena kakak sudah beri aku kesempatan
untuk memperbaiki semuanya” ucapku lagi sambil menatap
dalam-dalam ke arah matanya. Kakak tak mengerti apa arti
ucapanku.
“Enggak, dek. Harusnya aku yang bilang begitu.
Terima kasih karena kamu da beri aku kesempatan untuk
memperbaiki semuanya. Maaf, karena sudah membuat jutaan
butiran air matamu keluar karena ulahku yang gila ini.
Maaf….” Ucap kakak tegas sambil mencengkeram bahuku.
Aku hanya menggelengkan kepalaku dan lagi-lagi air mata
mengalir deras dari mataku. Butuh beberapa menit untuk ku
menenangkan diri hingga aku benar-benar siap melangkah
lagi.. Aku tak lagi menangis dan untuk membantuku
menenangkan diri kakak mencarikanku air minum. Aku

43
menunggu di atas motor hondanya, aku lemparkan
pandangan mataku di keramaian kota, dimana mobil-mobil
terus melaju. Ku tutup mataku sambil merentangkan
tanganku dan menarik nafas dalam-dalam dan perlahan
melepasnya keluar. Hey, mobil dan motor dan semua
kendaraan yang ada di jalan, bawalah padamu setiap desah
nafasku. Bawalah sejauh mungkin dan jangan kembali, kalau
desah nafasku ini memberatkanmu, leparkanlah lewat
jendelamu kea rah sungai di ujung jalan sana. Biarlah air
sungai yang kemudian membawanya hingga ke lautan yang
luas. TERIMA KASIH!! Tanpa tersadar secuil senyum sudah
menghiasi wajahku.
“Sudah tenang dek?” Tanya kakak yang ternyata
sedari tadi mengawasiku dari belakang. Dan ku jawab
dengan sebentuk senyum serta anggukan. Aku pasti bisa
melaluinya, aku pasti bisa menyelesaikannya, dan aku pasti
bisa berdiri sendiri, karena aku tak sendiri. Ada orang-orang
yang aku cintai menantiku disana, mereka yang memberiku
kekuatan dan selalu menumpahkan kasih sayangnya padaku.
Aku tak pernah sendiri.. Ya, aku tak sendiri!! Merasa sudah
cukup akhirnya kami lanjutkan perjalanan kami, perjalanan
yang berat dan seandaianya boleh aku minta, aku tak mau
melewati jalan ini..
Kulangkahkan kakiku memasuki pagar rumahku. Ku
genggam tangan kakak dan tak akan pernah aku lepaskan,aku
sudah tak bisa lagi berfikir apa yang akan aku hadapi di
depan sana. Kami mendekati pintu rumah. Kakak membuka
pintunya dan terlihat disana beberapa orang menanti kami,
duduk di sebuah sofa empuk berwaran merah meyala.
Plaaaaakkk……
Jantungku terasa berhenti berdetak saat itu juga, saat
sebuah tamparan penuh amarah mendarat di pipiku. Ku
pegang pipiku yang terasa perih oleh tamparan ayah, ku tatap
wajah ayah yang penuh amarah hingga matanya berwarnah

44
merah menyala. Dadaku sesak sekali saat itu, seperti
tertimpak balok besar hingga tak mampu lagi kugerakkan
tubuhku, hingga aku pun tertnduk layu. Melihat itu kakak
segera membelakangiku, mencoba melindungiku dari
amukan ayah. Suasana rumah terasa sangat menakutkan. Dan
aku hanya mampu membenamkan wajahku di balik
punggung kakak.
“Yah…..!!” panggil kakak, berusaha untuk
menenagkan ayah.
“Dasar anak gak tahu diri. Mau jadi apa kamu?!!
Bikin masalah saja.” Ucap ayah dengan nada keras.
“yah, sudah. Adek baru pulang, biar dia istirahat dulu.
Ayah tenangkan diri ayah!!” Suara kak Anggi meredakan
emosi ayah. Dan ayah pun membalikkan tubuhnya dan
masuk ke kamar. Ku lihat ibu duduk sambil berlinangan air
mata, tubuhnya kurus kering. Saat ku pandang kak Anggi, dia
masih menyimpan rasa kecewa yang begitu dalam padaku
hingga ia pun melemparkan wajahnya dan meninggalkan
ruang tamu kea rah kamar kakak. Saat ku pandang ibu lagi,
wajahnya memelas serasa memanggilku. Aku pun tak kuasa
menolak panggilannya dan berlri kearahnya, ku peluk ibu
dengan cucuran air mata. Ibu pun memelukku dengan
cucuran air mata pula, namun aku merasa pelukannya terasa
hambar. Ternyata tak hanya ayah dan kak Anggi saja tapi ibu
juga menyimpan kekecewaan yang begitu besar padaku
hingga sebuah kata terlontar begitu menyayat hatiku…..
“Kamu mau membunuh ibu yaaa…..??!” ucapnya
dengan nada kecewa dan tertahan. Terkejut aku mendengar
perkataan ibu tadi, ku pandang matanya dan aku pun
beranjak dari tempat itu menuju kamarku. Ruang kamarku
terasa penuh sesak, dadaku tak lagi menyimpan oksigen
hingga aku tak bisa bernafas lagi. Mengapa begini?? Ingin
mati saja rasanya. Sedikit penyesalan melayang di benakku
mengapa aku kembali ke rumah ini. Harusnya aku tetap

45
tinggal di rumah Deni, setidaknya hanya Denilah yang mau
menerimaku. Lelah rasanya, ingin sekali aku berteriak dan …
…………
AAAaaaaaaaaaaaaa@@@@@@@............................
“Dek, ada apa?” sapa ibu yang terkejut mendengar
teriakanku. Melihat ibu sudah berada di sampingku dengan
wajah cemas, kulemparkan pandanganku kesekeliling
ruangan, tiap sudut kamar. Nafasku terengah-engah dan
jantungku berdetak keras, keringat membasahi tubuhku…..
“Ibu…….” Teriakku sambil memeluk seorang ibu
yang begitu aku rindukan. Ternyata hanya mimpi. Syukurlah,
kalau semuanya hanya mimpi. Ku sentuh pipiku dan tak
terasa perih karena tamparan ayah. Ayah gak benar-benar
menamparku. Ku peluk ibu yang sangat aku rindukan itu
erat-erat. Dengan haru ibu memelukku sampai-sampai air
mata kami keluar membasaha tiap sudut wajah kami.
“Kris, ibu khawatir sekali……” ucap ibu sambil
membelai wajahku.
“Ibu sudah gak bisa ngapa-ngapain lagi, Cuma ke
pikiran kamu. Khawatir kamu kenapa-napa?! Kamu tidur
dimana?! Uda makan atau belum?! Ibu takut sekali. Jangan
pergi-pergi lagi yaa….” Pinta ibu sambil terus membelai
wajahku dan sesekali mencium dan memelukku. Aku rindu
ibu, aku rindu kasih sayang ibu. Sudah tak ada kata-kata lagi
yang terucap dariku, Cuma air mata yang terus mengalir
tanpa henti. Aku masih belum mengerti kenapa aku ada di
kamar.
“Bu, kok aku di kamar?” akhirnya terlontar juga
pertanyaan dari ku.
“Kamu tiba-tiba pingsan setibanya di rumah” jawab
ibu. Rupanya aku tertekan oleh pikiran dan bayanganku
sendiri hingga tak kuat lagi hingga tak sadarkan diri. Tak
berapa lama setelah itu, ibu meninggalkanku sendiri di
kamar, beliau memintaku untuk kembali beristirahat. Ku

46
rebahkan tubuhku di atas ranjang yang sudah lama tak ku
tempati. Ku raih panda kesayangku dan kupeluk erat, ku
pejamkan mataku dan kutarik nafas dan ku hempaskan
perlahan. “Thank’s GOD”
Kulangkahkan kakiku ke luar, aku tahu semuanya
harus bisa aku hadapi. Aku harus mampu berdiri sendiri
dengan kedua kakiku, menghadapi persoalanku dan tidak lari
lagi. Setelah waktu yang berjalan dan berbicara banyak
namun aku hanya mampu diam, mendengarkan semua orang
berbicara dan berpendapat. Mendengarkan setiap keluh,
amarah dan kecewa mereka. Tak satu kata pun terucap
hingga sebuah keputusan dijatuhkan. Aku memilih pergi dan
memang aku harus pergi, tapi kakak menahanku lagi.
Semuanya sudah berakhir, kisahku harus berakhir. Kakak
memutuskan untuk menjauh dariku….. jauh….. dan sangat
jauh. Aku harus mampu hadapi semua ini, aku harus bisa
lalui hari-hariku tanpa dia lagi dan aku juga harus belajar dan
berusaha menghilangkan perasaanku ini.
Empat tahun kini sudah berlalu dan aku mampu
membuat semuanya tetap sama. Aku mampu mengunci dan
menyimpan kisahku dalam kotak di hatiku rapat-rapat.
Terima kasih kak…. Kau mampukan aku dan membuatku
sekuat ini tanpamu dan karena Cintamu.

********************

47
“Oh Tuhan, apa yang telah seorang
wanita lakukan kepadaMu?
Dosa apa yang telah ia lakukan
hingga layak menerima hukuman
seperti ini ?
Karena kejahatan apa ia pantas
mendapatkan penyiksaan seperti ini
?
Oh Tuhan, Kau kuat dan aku lemah.
Mengapa Kau membuatku
menderita seperti ini ?
Kau besar dan Agung, sementara
aku tidak lain hanyalah makhluk
kecil yang merangkak di hadapan
singgahsana-Mu.
Mengapa Kau menginjakku dengan
kaki-Mu ?
Kau adalah prahara yang murka,
dan aku seperti debu; mengapa, oh,
Tuhan, mengapa Kau
melemparkanku ke tanah yang
dingin ?

48
Kau kuat dan aku tak berdaya;
mengapa Kau memerangiku ?
Kau penyayang dan aku sopan;
mengapa Kau menghancurku ?
Kau telah menciptakan wanita
dengan cinta, dan mengapa, dengan
cinta, Kau menghancurkannya ?
Dengan tangan kanan-Mu, Kau
mengangkatnya, dan dengan
tangan kiri-Mu Kau membuangnya
ke dalam jurang dan ia tidak tahu
mengapa.
Dalam mulutnya Kau meniupkan
nafas kehidupan, dan dalam hatinya
Kau menebar benih kematian.
Kau menunjukkan padanya jalan
kebahagiaan, namun Kau membawa
dia ke jalan kesengsaraan; di
mulutnya Kau tempatkan sebuah
lagu kebahagiaan, namun kemudian
Kau menutup bibirnya dengan
penderitaan dan lidahnya dengan
kepedihan.
Dengan jari misterius-Mu Kau
menyembuhkan lukanya, dan

49
dengan tangan-Mu Kau gambarkan
kepedihan di sekeliling
kebahagiaannya.
Di ranjangnya Kau
menyembunyikan kenikmatan dan
kedamain, namun disampingnya
kau dirikan ketakutan dan
kegelapan.
Kau memberinya kasih sayang
dengan kehendak-Mu, dan darinya
Kau ambil kasih sayang itu.
Dengan kehendak-Mu Kau
menunjukkan kepadanya keindahan
cinta, namun cintanya untuk
keindahan menjadi kelaparan.
Kau membuatnya meminum
kehidupan dari cangkir kematian,
dan kematian dari cangkir
kehidupan.
Kau menyucikannya dengan air
mata, dan dengan air mata
hidupnya mengalir menjauh.
Oh, Tuhan, Kau telah membuka
mataku dengan cinta, dan dengan
cinta Kau telah membutakanku.

50
Kau telah menciumku dengan bibir-
Mu dan mencampakkanku dengan
tangan kuat-Mu.
Kau telah menanamkan dalam
hatiku setangkai mawar putih,
namun di sekelilingnya Kau bangun
pagar berduri.
Kau telah mengikat masa kiniku
dengan jiwa seorang muda yang
kucintai, namun kehidupanku
dengan tubuh pria lain yang tak ku
kenal.
Tolonglah, aku Tuhan, untuk menjadi
kuat dalam perjuangan mematikan
ini dan Bantu aku untuk selalu jujur
dan baik sampai mati.
Kau akan melakukannya, Oh, Tuhan”

51
“Oh, Kristus, aku telah
memilih Salib-Mu dan
meninggalkan dunia Isthar
yang penuh dengan
kebahagiaan dan
kenikmatan; aku telah
mengenakan rangkaian duri
dan meninggalkan rangkaian
laurel dan mencuci tanganku
dengan darah dan airmata
bukannya wewangian da
parfum; aku meminum cuka
dan empedu dar cangkir dan
bukan anggur; terimalah
aku, Tuhanku, di antara
penganut-Mu dan bawalah
aku menuju Galilea yang
telah memilih-Mu, senang
dengan penderitaan dan

52
nikmat dengan
kesengsaraan mereka.”
“Kini aku akan kembali
dengan bahagia ke guaku
yang gelap, dimana ada
setan mengerikan di
dalamnya. Jangan bersimpati
denganku, kekasihku, dan
jangan merasa menyesal
untukku, karena jiwa yang
melihat bayangan Tuhan
tidak akan pernah takut,
begitu pula melawan hantu
dan iblis. Dan mata yang
melihat ke Surga tidak akan
pernah tertutup oleh
kepedihan dunia.”

The Story
53
By:
The Time

54

Anda mungkin juga menyukai