Anda di halaman 1dari 4

SAHAM –Go Public

Periode 1980-1990
Setelah mengalami stagnasi sejak tahun 1977,diakhir tahun 1980 an hingga akhir tahun
1990 masyarakat di akrab kan dengan istilah go public.
Puncaknya akhir tahun 1989-1990.Dapat dikatakan ada masa tiada hari tanpa go public.
Agustus -November 1989,iklan Prospektus Penawaran Saham muncul sangat gencar:

Prospektus Ringkas Penawaran Umum Pertama saham biasa PT Lippo Pasific Finance
(Kompas 31-8-1989)
Prospektus Ringkas Penawaran Umum Pertama saham biasa PT Gajah Surya Multi
Finance(Kompas 8-9-1989)
Prospektus Ringkas Penawaran Umum Pertama PT Bayu Buana Travel ServiceLtd
(Kompas 23-9-1989)
Ringkasan Prospektus Penawaran Umum PT Unggul Indah Corporation
(Kompas 27-9-1989)
Penawaran Umum Pertama saham biasa Bank Surya
(Kompas 30-9-1989)
Penawaran Umum Pertama saham biasa PT Astra Graphia
(Kompas 9-10-1989)
Prospektus Ringkas Penawaran Umum Perdana Bank Niaga
(Kompas 11-9-1989)
Prospektus Ringkas Penawaran Umum PT Indocement Tunggal Prakarsa
(Kompas 2-10-1989)
Prospektus Ringkas Penawaran Umum Perdana saham biasa PT Inter Delta
(Kompas 1-11-1989)

Merebaknya perusahaan yang go public saat itu,menjadi prestasi tersendiri dalam catatan
sejarah pasar modal Indonesia.
Sayangnya,tanpa pengetahuan teknis yang memadai tentang seluk beluk kepemilikan dan
transaksi saham di bursa,banyak anggota masyarakat yang hanya ikut-ikutan membeli
saham.Masyarakat yang awalnya “buta” tentang kepemilikan saham pun,tiba-tiba
melek.Mereka bangga bisa memiliki saham perusahaan konglomerat.Bangga dengan
predikat investor.Tidak mengherankan pada setiap penawaran perdana yang dikenal
dengan initial public offering selalu terjadi antrean panjang,bahkan sampai ada yang
pingsan.
Kisah-kisah tentang mendapat keuntungan besar dalam waktu sekejap dan dalam waktu
singkat memang nyata dan nyaris tak dapat dipercaya.Akan tetapi tanpa pengetahuan
yang memadai,banyak diantara mereka yang terperosok dilubang kerugian.Banyak
diantara mereka hanya ikut-ikutan,bahkan tergoda bujuk rayu para marketing.

Surat Pembaca yang dimuat di Majalah Tempo 9 Juni 1990 berjudul “Bursa
saham:Siapkah Penegak Hukum Kita?” yang ditulis oleh Hotman Paris Hutapea SH,coba
mencermati “demam” go public dari sisi yang lain.
Isi surat pembaca tersebut berkaitan dengan tuntutan kebenaran dan siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap isi prospektus perusahaan yang akan go public.Banyak
perusahaan berlomba go public,dan prospektus selalu berisi informasi bahwa
perusahaannya menjanjikan keuntungan yang menggiurkan bagi calon investor.

Tulisan diatas menjadi sangat menarik karena selang tidak lama,September 1990
“meledak” kasus Bank Duta dengan kerugian ratusan milyar rupiah atau sekitar US$ 200
juta, akibat perdagangan valas yang saat itu diperkenalkan sebagai Future Trading.Ada
beberapa persoalan,salah satu diantaranya,betulkah kesulitan dalam perdagangan valuta
asing itu sudah diketahui sejak Agustus 1989-seperti diutarakan (mantan) Komisaris
Utama Bank Duta,Bustanil Arifin?Jauh sebelum go public!

Pernyataan ini membuat kebakaran jenggot banyak pihak.Preskom boleh lalai,namun


pihak lain?Pejabat BI,Bapepam,Penjamin Emisi?Merekapun meradang:”pernyataan Pak
Bustanil itu terus terang mengaggetkan kami.Karena kalau benar itu terjadi sejak tahun
lalu,berarti ada hal yang tak ter record oleh kami” kata Lukmanul Hakim,direktur PT
Indovest,penjamin emisi utama PT Bank Duta ketika go public.

Thn 1993
“Perkenalan” dengan Dunia Hitam Pasar Modal.
Saham Palsu
Tahun ini adalah tahun “perkenalan” Pasar Modal Indonesia yang sedang hingar bingar
dan asal tubruk yang dengan jeli dimanfaatkan “dunia hitam”.
Ditemukannya transaksi saham palsu di Bursa Efek Jakarta yang melibatkan Lukman
Hartono-Herlina Kasim cs(akhirnya di cekal oleh dirjen imigrasi walau dikabarkan telah
lolos ke Hongkong).

Insider Trading
Jual beli saham berdasarkan informasi kalangan intern perusahaan untuk mengeduk
untung besar-sedangkan pihak lain dirugikan,adalah permainan licin yang sudah biasa
dilakukan di bursa modal.Mulai samar didengar walau ini sulit dibuktikan.Maka
beberapa kejadian di BEJ yang menyangkut insider”s trading berubah menjadi
hembusan desas-desus belaka.
(Sumber :Tempo April 1993)
Thn 1997
Bursa Saham Dalam Dilema
Jatuhnya Bursa saham Hongkong yang merembet ke Bursa seluruh dunia,berimbas ke
bursa domestic .Seolah melengkapi kondisi bursa dalam negeri yang sudah mulai melesu
setelah “eforia” go public.
Situasi diatas “memakan korban” pada beberapa perusahaan yang go public.Tak ada lagi
antrian panjang saat penawaran perdana yang dikenal dengan initial public
offering,Saham Bank Mayapada dan PT Sunson Textile .Saham Bank Mayapada dilepas
tanggal 29 Agustus 1997 di harga perdana Rp. 800,-- dengan total saham sebesar 65 juta
lembar.Begitu listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ) harganya tidak naik seperti layaknya
emiten yang listing di bursa.Banyak kalangan investor tidak menduga saham bank yang
juga dimiliki Grup Lippo ini bisa terpuruk di pasar perdana.Bank Mayapada tidak
sendirian.
Harga saham PT Sunson Textile Manufacturer anjlog sebesar 26,5 % pada hari pertama
listing.Dari harga perdana Rp.850,-/lb saham,pada awal perdagangan dibuka dengan
harga Rp. 725,--/lb saham dan dipenutupan dengan harga Rp.625,-/lb saham.
Listing tanggal 20 Agustus 1997,harga sahamnya tak pernah mendekat kembali diharga
perdana.Malah tambah melorot mencapai Rp.400,-/lb saham.Padahal fundamental
perusahaan dinilai cukup baik.Banyak investor melepas saham meski harus menderita
kerugian(cut loss)
(Sumber:Info bank Desember 1997)

Kecanggihan daya jual,termasuk kepiawaian para marketing memang diperlukan untuk


memasarkan suatu produk,seperti yang digambarkan dalam pemasaran saham.Sayangnya
seringkali keagresifan marketing dalam menyampaikan informasi tidak diikuti dengan
keseimbangan penyampaian sisi lain produk yang dipasarkan.Akibatnya jika terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan konsumen terhadap produk yang dibelinya,tentu
berakibat kekecewaan yang bisa berakibat fatal dikemudian hari.Ya,factor kekecewaan
yang berkembang menjadi trauma akibat pengalaman pahit yang dialami inilah yang
menjadi alasan yang mengemuka mengapa industri pasar modal kembali melambat.

Thn 2002
Oktober 2002,Transaksi Saham Fiktif
Setelah saham palsu dan insider trading,ditahun 2002 muncul kasus Transaksi Saham
Fiktif/Transaksi Semu.
Transaksi Semu berupa transaksi yang dilakukan pihak yang sama,bisa saja dalam satu
konsorsium.Sesungguhnya pengalihan saham tidak terjadi.Saham hanya berganti posisi
dari pemilik satu ke pemilik lain.

Mestinya pihak bursa langsung menghentikan transaksi begitu pergerakan harga saham
melonjak 30 persen dalam sehari sejak sesi pembukaan.
(Sumber:Judiono Diterpa Skandal Saham-Happy S,Irawati Maxi,dan Yadi Hendriana-Trust Oktober 2002)
Koleksi Klipping Purnomo Iman Santoso

Anda mungkin juga menyukai