Anda di halaman 1dari 5

BAB III ANALISA KASUS

3.1. Analisa anamnesis Dari anamnesis didapatkan 6 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami batuk tanpa disertai dahak dan tidak ada pilek. Batuk merupakan salah satu gejala dari bronkopneumonia. Selain batuk, gejala lain dari bronkopneumonia yang dapat diperoleh dari anamnesis adalah demam, dan sesak nafas. Pada penderita ditemukan demam yang tidak terlalu tinggi yang berlangsung terusmenerus. Demam tidak hilang timbul dan tidak disertai menggigil. Pada pasien juga ditemukan sesak nafas yang tidak dipengaruhi aktivitas, posisi, dan cuaca. Sesak tidak disertai nafas berbunyi seperti suara mengorok dan suara yang serak. 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien terlihat lemas, sesak bertambah berat, dan pasien merintih. Pada pasien ditemukan batuk berdahak, dan pasien dibawa ke puskesmas kemudian dirujuk ke RSUD Ibnu Sutowo Baturaja. Pada bronkiolitis akut dari anamnesis didapati gejala yang hampir sama dengan bronkopneumoni yaitu demam (subfebris), batuk, dan pilek ringan. Batuk pada bronkiolitis disertai sesak nafas dan ditandai adanya suara wheezing, berbeda dengan bronkopneumonia dimana didapati batuk tanpa suara obstruksi saluran nafas. Dari anamnesis didapatkan informasi bahwa penderita berusia 40 hari. Pada bronkopneumonia, infeksi pada parenkim paru dapat terjadi pada anak disemua umur. Berbeda dengan bronkiolitis akut yang hanya terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada anamnesis kasus ini sudah dapat dibedakan antara bronkopneumonia dan bronkiolitis. Hal ini dikarenakan meskipun pada penderita ditemukan gejala dari kedua penyakit tersebut yaitu batuk, sesak nafas, dan demam, akan tetapi pada penderita tidak ditemukan suara batu disertai suara obstruksi saluran nafas dan juga tidak disertai dengan pilek yang mana kedua gejala ini merupakan gejala dari bronkiolitis akut.

3.2. Analisis pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nafas cuping hidung yang diperoleh dari inspeksi secara umum organ hidung. Nafas cuping hidung merupakan salah satu gejala gangguan respiratori dari seorang anak dengan bronkopneumonia. Nafas cuping hidung merupakan suatu kompensasi sebagai akibat infeksi parenkim paru yang menyebabkan terjadinya edema pada parenkim paru akibat reaksi proses inflamasi. Bagian paru yang terkena infeksi mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Benda-benda tersebut menyebabkan ruang parenkim paru menjadi menyempit, sehingga oksigen yang bisa masuk kedalam parenkim paru juga sedikit sehingga tubuh mengkompensasinya dengan mempercepat ambilan oksigen. Salah satu kompensasi tersebut adalah adanya nafas cuping hidung. Adanya retraksi subkostal dan interkostal juga merupakan mekanisme kompensasi menggunakan otot-otot pernafasan untuk memperoleh oksigen di udara bebas. Pada perkusi palpasi paru tidak didapatkan krepitasi subkutis, dan pada penderita didapatkan stem fremitus kanan sama dengan kiri. Pada perkusi paru didapatkan bunyi sonor pada kedua lapangan paru. Pada auskultasi paru didapatkan bunyi nafas pokok paru (vesikuler) yang meningkat dikarenakan usaha nafas akibat adanya edema dan tumpukan sel radang di alveoli paru. Pada penderita ditemukan bunyi nafas tambahan berupa ronchi basah halus nyaring yang menjadi tanda khas dari bronkopneumonia. Sedangkan pada bronkiolitis akut ditemukan bunyi nafas pokok berupa wheezing ekspirasi dan ditemukan periode ekspirasi yang memanjang. Selain pemeriksaan fisik, dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah perifer lengkap, CRP, uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis, dan rontgen thorax. Dari pemeriksaan darah perifer lengkap bisa didapatkan leukosit dalam batas normal atau meningkat. Akan tetapi pada bronkopneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.00040.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Pada pemeriksaan CRP

menunjukkan adanya respon infeksi atau inflamasi ringan. Pada uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Pemeriksaan mikrobiologis dilakukan pemeriksaan sputum, baik untuk pewarnaan gram maupun untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran kecil. Pada pemeriksaan rontgen thorax dapat ditemukan infiltrat intersitial, infiltrat alveolar, dan bronkopneumonia yang ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa berck-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corak peribronkial. 3.3. Analisa diagnosis banding dan diagnosis kerja Diagnosis banding kasus bronkopneumonia Faktor pembeda Bronkopneumonia Demam Batuk Sesak nafas Anamnesis Bronkiolitis akut Umur Kasus

kurang Batuk disertai dahak Demam tidak dan disertai terlalu dan menerus tinggi terus

dari 2 tahun Pilek ringan

Pada semua anak Batuk demam (tidak dibatasi umur) Batuk sesak wheezing

nafas, Sesak nafas Merintih Lemas Nafas cuping hidung nafas tanda Retraksi interkostal dan subkostal Vesikuler

Pemeriksaan fisik

Pernafasan dangkal nafas hidung Retraksi thorax

cepat disertai cuping dinding

Demam subfebris Sesak dengan

tanda obstruksi saluran nafas

Suara vesikuler

nafas

Ekspirasi memanjang dan mungkin terdengar wheezing ekspirasi

meningkat Ronki basah

meningkat sampai bronkial Bising tambahan ronki basah halus nyaring Pemeriksaan Pemeriksan penunjang Serologis, Mikrobiologi,

halus nyaring

darah Pemeriksaan darah Tidak dilakukan rontgen, virus, kultur dan ELISA, PCR

perifer lengkap, CRP, rutin,

Rotgen Thorax Streptococcus grup B RSV, Adenovirus, Harus dilakukan dan bakteri gram virus Influeanza, pemeriksaan penunjang berupa dan pemeriksaan mikrobiologi negatif sepeti E.coli, Parainfluenza, Pseudomonas Klebsiella Etiologi Streptococcus Pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B, Staphylococcus aureus Pada bagan tersebut dapat disimpulkan bahwa penderita mengalami bronkopneumonia. 3.4. Analisis tatalaksana kasus Pasien dengan bronkopneumoni diberikan terapi berupa antibiotika polifragmasi selama 10-15 hari yaitu: Ampicillin 380 mg (100 mg/KgBB/hari) dibagi dalam3-4 dosis sp, Rhinovirus, sp, Mikoplasma

Kloramfenikol 95 mg-200 mg (25-50 mg/KgBB/hari untuk usia <6 bulan) dibagi dalam 3 dosis atau o Gentamisin 10 mg-20 mg (3-5 mg/KgBB/hari diberikan dalam 2 dosis) Pasien harus diberikan edukasi berupa: Imunisasi ASI yang adekuat Asupan gizi yang cukup Jauhkan anak dari polusi udara dan asap rokok

Anda mungkin juga menyukai