Anda di halaman 1dari 10

Laporan Mata Kuliah Seminar

Penerapan Kulit Bangunan pada Arsitektur Karya Thomas Karsten (Studi Kasus Bangunan Jiwa Sraya)
Di susun oleh : Ayu Agung Hastuti Matien Islami Nurina Ramadhiny Kenyo Ayu Ati 21020110120074 21020110130089 21020110130095 21020110130101

Dosen Koordinator :
Ir. Hermin Werdiningsih, MT.

Dosen Pembimbing: Ir. Agung Budi Sarjono, MT Prof. Ir. Totok Roesmanto, M.Eng

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Kulit Bangunan 2.1.1 Pengertian Kulit Luar Bangunan (Second Skin) Menurut buku sumber dari Belgian Building Research Institute [BBRI], (2002), second skin dapat didefinisikan sebagai fasad tunggal tradisional yang digandakan ke dalam atau keluar sehingga menjadi fasad kedua. Pada dasarnya kedua "kulit" kaca dipisahkan oleh rongga udara. Second skin dapat pula diartikan sebagai sistem yang terdiri dari dua fasad yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga udara mengalir lewat rongga di tengahnya. Lapisan utama dari kulit tersebut sifatnya mengisolasi kondisi dalam bangunan dari kontaminasi lingkungan sekitarnya. Ruang udara di antara lapisan kulit bertindak sebagai isolasi terhadap suhu ekstrim, angin, dan suara. Ventilasi rongga dapat menjadi alami, didukung kipas atau secara mekanik, sehingga kulit terdalam dan terluar belum tentu kedap udara. Namun peralatan otomatis seperti perangkat pembayangan, dan bukaan mekanik atau kipas, sering diintegrasikan ke dalam fasad ini. Sebuah rongga ventilasi terletak di antara dua kulit bangunan dan memiliki lebar yang dapat berkisar dari 2 cm tersempit hingga 2 meter terluas. Terlepas dari jenis ventilasi di dalam rongga, asal dan tujuannya sebagian besar dapat berbeda menurut pada kondisi iklim, penggunaan, lokasi, jam kerja bangunan dan strategi HVAC. Seringkali untuk perlindungan dan ekstraksi panas bangunannya, perangkat pembayangan matahari ditempatkan di dalam rongga. 2.1.2 Sejarah Kulit Luar Bangunan (Second Skin) Pada tahun 1903 Otto Wagner memenangkan sayembara untuk Kantor Pos Bank Tabungan di Wina, Austria. Bangunan yang selesai dibangun dalam dua tahap (1904-1912) tersebut menerapkan second skin dengan skylight di ruang utamanya. Pada akhir tahun 1920-an sistem second skin mulai menyebar disertai dengan perkembangan olah pikir oleh arsitek lain. Teradapat dua kasus yang teridentifikasi secara jelas, yang pertama yaitu di Rusia, Moisei Ginzburg

bereksperimen dengan garis-garis second skin di blok bangunan perumahan komunal Narkomfin (1928) miliknya. Yang kedua yaitu saat Le Corbusieur merancang Centrosoyus di tempat yang sama, Moschow. Setahun kemudian ia bekerja untuk Cite de Refuge (1929) dan Clarte Immeuble (1930) di Paris. Sedikit kemajuan atau tidak dibuat dalam konstruksi kaca kulit ganda sampai 70-an, awal 80-an. Selama 80-an jenis fasad mereka mulai mendapatkan perhatian masyarakat. Sebagai sebuah argumen, sebagian besar fasad ini dirancang dengan mengikutsertakan rasa kepedulian terhadap lingkungan, seperti pada kantor Leslie dan Godwin. Dalam kasus lain, perhatian utama terletak pada unsur estetika dari beberapa lapisan kulit bangunan. Sedangkan di tahun 90-an dua faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan fasad second skin. Peningkatan rasa kepedulian terhadap lingkungan mulai mempengaruhi desain arsitektur baik dari sudut pandang teknis maupun pengaruh politik yang kemudian membuat citra baik "green architecture" dalam perusahaan arsitektur. (Saelens, 2002) 2.1.3 Fungsi Kulit Luar Bangunan (Second Skin)
1. Mempengaruhi sebagian besar aspek iklim serta konsumsi energi dalam

ruangan. (Kragh, 2000) 2. Mengurangi akibat panas saat kecepatan udara berkurang dan suhu lebih tinggi dalam rongga dimana ketika suhu meningkat selama periode pemanasan juga menyebabkan peningkatan suhu dekat jendela. 3. Memungkinkan adanya renovasi bangunan bersejarah atau renovasi bangunan di mana peraturan zonasi barunya tidak diperbolehkan adanya penggantian gedung yang lama dengan baru ukuran yang sama akibat peraturan tinggi atau volume yang sekarang ini semakin ketat.
4. Lapisan kulit kedua yang ditempatkan di depan fasad utama mengurangi

tingkat penyaluran suara dari sumber yang sangat berisik, seperti bandara atau daerah perkotaan dengan lalu lintas tinggi. (Lee, Selkowitz, Bazjanac,
Inkarojrit and Kohler, 2002)

5. Menurut Hendriksen, Srensen, Svensson and Aaqvist Transparansi, tingkat pencahayaan matahari dan pandangan ke luar bangunan lebih meningkat apabila fasad second skin digunakan dibandingkan dengan lapisan fasad tradisional tunggal.

6. Perluasan kaca juga akan meningkatkan pencahayaan bangunan, hal ini sangat penting untuk perencanaan kantor terbuka, di mana kekurangan pencahayaan banyak terjadi di sebuah ruang yang lebih jauh dengan tepi bangunan.
7. Menurut Compagno, (2002), perangkat pembayangan medium yang telah

ditempatkan terkombinasi dengan rongga ventilasi. Ketika radiasi matahari diserap oleh perangkat pembayangan, suhu di dalam rongga meningkat karena sekitar 25% efek panas ini dapat dihilangkan dengan adanya sirkulasi udara alami. 8. Pengurangan panas fasad second skin bersifat mengandalkan pembayangan matahari yang berada di rongga ventilasi atau sela-sela fasad kulit eksterior dan interior guna mengontrol beban surya. Eko Budiharjo, Preservation And Convation Of Culture Heritage In Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada Universty, 1997. Yulianto Sumalyo, Larchitecture colonial Hollandaise en Indonsie, Doctoral Thesis in Ecole des Hautes Etudes, Paris, France (1988). 2.1.4 Konsep/ Prinsip Kulit Luar Bangunan Uuttu (2001) menggambarkan konsep fasad second skin sebagai sepasang kulit bangunan yang dipisahkan oleh koridor udara dengan lebar mulai dari 20 cm hingga beberapa meter. Rongga terhubung dengan udara luar sehingga jendela dari fasad interior dapat dibuka, bahkan dalam kasus gedunggedung tinggi berpedoman pada tekanan angin, memungkinkan adanya ventilasi alami dan pendinginan termal massa bangunan pada malam hari. Di musim dingin rongga membentuk zona penyangga termal yang meminimalisir kerugian panas dan didapatkannya keuntungan dari termal pasif radiasi matahari. Semua jenis fasad second skin menyediakan tempat terlindung di dalam rongga ventilasi untuk mengatur pembayangan dan perangkat untuk siang hari seperti kerai dan kisi-kisinya. Karena terlindung dari angin, hujan dan salju, pemasangan sistem perangkat pembayangan ini dirasa lebih murah dari sistem lain pada bagian eksterior. Ketika radiasi matahari sedang tinggi, rongga pada fasad haruslah berventilasi baik agar tidak terlalu panas. Kata kunci kriteria di sini adalah

lebar rongga dan ukuran lubang ventilasi di kulit terluar. Perubahan udara antara lingkungan dan rongga tergantung pada kondisi tekanan angin terhadap kulit bangunan, efek stack dan koefisien debit bukaan. Ventilasi ini dapat dibiarkan terbuka sepanjang waktu (sistem pasif), atau dibuka dengan tangan maupun mekanik (sistem aktif). Sistem aktif sangat rumit dan karena itu memerlukan biaya lebih dalam segi konstruksi dan pemeliharaan. Selanjutnya kriteria dalam merancang sebuah fasad second skin adalah mengenai peraturan tentang perlindungan kebakaran dan kebisingan. Faktor-faktor tersebut telah digunakan sebagai dasar, sehingga sekarang ini berbagai solusi telah dikembangkan dalam sistem fasad second skin. The BBRI, (2002) termasuk dalam buku Sumber penjelasan yang memberikan cukup informasi tentang struktur ganda dari system fasad second skin. Lapisan-lapisan fasad dijelaskan sebagai berikut: Exterior kacanya merupakan suatu proses perkerasan kilap kaca. Eksterior faade ini dapat sepenuhnya dibuat mengkilap. Kaca Interior: Isolasi Unit glazur ganda (jelas, E rendah coating, kaca kontrol surya, dll dapat digunakan). lapisan ini hampir selalu tidak sepenuhnya mengkilap. Rongga udara antara dua panel. Hal ini dapat benar-benar alami, atau dengan dukungan kipas maupun ventilasi mekanik. Lebar rongga dapat bervariasi tergantung pada fungsi dari konsep yang diterapkan, antara 20 cm sampai lebih dari 2m. Ukuran lebar tersebut mempengaruhi cara kerja fasad yang terpasang. Jendela interior dapat dibuka oleh pengguna. Hal ini memungkinkan ventilasi alami dari kantor. Secara otomatis dikendalikan perangkat pembayangan matahari terintegrasi yang juga terletak di dalam rongga udara/ ventilasi. Sebagai pendukung fungsi konsep dan jenis kulit fasadnya, pemanas radiator dapat dipasang di samping fasad. Saelens (2002) menjelaskan bahwa fasad second skin adalah suatu wujud konstruksi selimut bangunan, terdiri dari dua permukaan transparan maupun tidak transparan yang dipisahkan oleh rongga. Tiga unsur utama yang termasuk dalam definisi ini dijelaskan sebagai berikut: Pembangunan sampul, (atrium, kaca ventilasi rumah dan finishing

koridor yang bersifat mengkilap dikecualikan) Transparansi permukaan bounding (dinding rongga dan Dinding Trombe dikecualikan) Rongga aliran udara (konstruksi jendela ganda dan konstruksi kedap udara yang transparan dikecualikan). Perlu dicatat bahwa dalam solusi adaptasi tertentu, rongga dapat ditutup untuk menghindari adanya ventilasi.

2.1.3 Pengertian Arsitektur Kolonial Arsitektur kolonial berkembang pada masa penjajahan, yaitu pada masa penjajahan Belanda. Arstitektur kolonial merupakan percampuran budaya dari daerah koloni dengan penjajah, oleh karena itu arsitektur Belanda sangat berpengaruh sekali pada masa itu. Sedangkan arsitektur Belanda itu sendiri merupakan suatu bentuk arsitektur yang berkembang di negeri Belanda. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi perkembangan arsitektur Belanda, seperti perkembangan sosial, ekonomi, budaya, pandangan, awasan, dan juga tidak kalah pentingnya yaitu faktor iklim (Samulyo, 1995). Namun menurut Prianto (1995), arsitektur kolonial di daerah tropislembab berbeda dengan gaya klasik Eropa khususnya di Belanda. Gaya klasik Eropa dapat dilihat dari bangunan yang simetris, penggunaan batu bata tanpa plester dan kaya dengan dekorasi klasiknya seperti "tonjolan", "oculus", dll.

2.1.4 Prinsip Arsitektur Kolonial pada Iklim Tropis Ada tiga segi prinsip arsitektur kolonial terhadap iklim tropis lembab di Indonesia antara lain persepsi terhadap angin, matahari, dan pengaruh curah hujan. Elemen konstruksi dibuat untuk menyelesaikan masalah penghawaan, pencahayaan dan juga perlindungan hujan, seperti: Atap serong untuk mengatasi curah hujan. Atap tinggi dengan penggunaan bahan genteng. Loteng yang berlubang sehingga menara berfungsi sebagai penangkap angin. Langit-langit ruangan tinggi (kurang lebih 3,5 m) disertai dengan ventilasi

yang menjaring di atasnya. Memiliki sistem ventilasi dan jendela dengan bukaan yang cukup luas, hampir memenuhi dinding bangunan. Penggunaan bahan lantai semen. Konstruksi bangunan terdiri 1 - 2 lantai Dinding terbuat dari batu bata, sedangkan kolom terbuat dari beton. Terdapat jalan/ celah di sekitar bangunan yang berfungsi sebagai insulator panas, koneksi antar bangunan dan daerah bayangan. (Sumalyo, 1988) Pada dasarnya penggunaan elemen Eropa lainnya telah disinkronkan, seperti menara dan kubah. Kedua elemen ini memiliki fungsi yang berbeda yaitu sebagai penerima pencahayaan dan penghawaan. Bangunan arsitektur colonial tidak dirancang untuk AC dan penggunaan kipas mekanik karena semua aspek lingkungan fisik telah dipertimbangkan dan diterapkan pada desain bangunan.

Belgian Building Research Institute [BBRI]: Ventilated double facades Classification and illustration of facade concepts, Department of Building Physics, Indoor Climate and Building Services, (2004)

Saelens, D. (2002). Energy Performance Assessments of Single Storey Multiple-Skin Facades. PhD thesis, Laboratory for Building Physics, Department of Civil Engineering, Catholic University of Leuven, Belgium.
Harrison K. & Meyer-Boake T.: The Tectonics of the Environmental Skin, University of Waterloo, School of Architecture, (2003)

Hendriksen, O. J., Srensen, H., Svensson, A., & Aaqvist, P. Double Skin Facades Fashion or a Step towards Sustainable Buildings Uuttu, S. (2001). Study of Current Structures in Double-Skin Facades.MSc thesis in Structural Engineering and Building Physics. Department of Civil and Environmental Engineering, Helsinki University of Technology (HUT), Finland. Web address: http://www.hut.fi/Units/Civil/Steel/SINI2.PDF
Harris Poirazis: Double Skin Faades for Office Buildings Literature Review. Division of Energy and Building Design, Department of Construction and Architecture, Lund Institute of Technology, Lund University, 2004. Report EBD-R--04/3

2.2 Tinjauan Arsitektur Tropis 2.2.1 2.2.2 Pengertian Arsitektur Tropis Prinsip Prinsip Arsitektur Tropis

BAB III DATA 3.1 Bangunan Karya Thomas Karsten 3.1.1 3.2.1 3.2.2 3.2.3 3.2.4 Karya Thomas Karsten di Semarang Deskripsi singkat Gedung Jiwa Sraya Sejarah Gedung Jiwa Sraya Fungsi Jiwa Sraya saat ini Penerapan Kulit Bangunan Pada Gedung Jiwa Sraya a. Tampilan Kulit Bangunan b. Fungsi Kulit Bangunan dan Selasar di Dalamnya c. Kulit Bangunan Sebagai Penyelesain Arsitektur Tropis 3.3 Iklim di Kota Semarang 3.3.1 3.3.2 3.3.3 Curah Hujan Intensitas Matahari Kecepatan Angin 3.2 Bangunan Jiwa Sraya Karya Thomas Karsten

Anda mungkin juga menyukai