Anda di halaman 1dari 8

PENJELASAN KHUSUS

SEKTOR PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

I. SUB SEKTOR USAHA PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Pengembangan usaha dalam sektor perumahan dan permukiman pada dasarnya harus
mengikuti:
a. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
b. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua Badan
Kebijaksanaan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional
(BKP4N) No. 217/KPTS/M/2002 tanggal 13 Mei 2002 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP).

A. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Tidak Bersusun.

Pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun harus mengikuti Kawasan


Perkotaan atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, terdiri dari:
1. Rumah sederhana.
2. Rumah menengah.
3. Rumah mewah.

Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun:


1. Pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun harus mengikuti Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum No. 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik
Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun dan peraturan perubahannya.

2. Pembangunan rumah sangat sederhana harus memenuhi Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum No. 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik Pembangunan
Perumahan Sangat Sederhana dan peraturan perubahannya.

3. Pembangunan rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah wajib


menerapkan ketentuan lingkungan hunian yang berimbang sesuai dengan Surat
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri
Perumahan Rakyat No. 648-384 Tahun 1992, No. 739/KPTS/1992 dan No.
09/KPTS/1992 dan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua
Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional No. 04/KPTS/BKP4N/1995 tentang Ketentuan Lebih Lanjut
Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteri Negara Perumahan Rakyat.

4. Bangunan rumah tidak bersusun yang belum selesai dibangun, dapat dijual dengan
syarat harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/ M/1995 tentang Pedoman Perikatan Jual
Beli Rumah.

B. Pembangunan Perumahan dan Permukiman Bersusun.

Pembangunan perumahan dan permukiman bersusun, terdiri dari:


1. Satuan rumah susun sederhana.

80
2. Satuan rumah susun menengah.
3. Satuan rumah susun mewah.

Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman bersusun:


1. Pembangunan rumah susun harus mengikuti Undang-undang No. 16 Tahun 1985
dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, serta memenuhi
persyaratan teknik pembangunan rumah susun sesuai dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.60/PRT/1992 dan peraturan tambahan/ perubahan-nya.

2. Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun dan penerbitan Sertifikat Hak Milik
atas satuan rumah susun harus memenuhi ketentuan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian
Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun dan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan
Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun.

3. Pembentukan perhimpunan penghuni rumah susun harus memenuhi ketentuan yang


tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua
Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional No. 06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan
Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan
Penghuni Rumah Susun.

4. Bangunan rumah bersusun yang belum selesai dibangun, dapat dijual dengan syarat
harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara
Perumahan Rakyat No. 11/KPTS/1994 tanggal 17 Nopember 1994 tentang
Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.

C. Pembangunan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan Lingkungan Siap Bangun


(LISIBA)

Pengusahaan pembangunan KASIBA dan LISIBA untuk keperluan perumahan dan


permukiman harus mengikuti Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang
KASIBA dan LISIBA yang berdiri sendiri.

D. Perusahaan pembangunan perumahan harus membangun dan menyediakan tanah


sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1987 dan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun 1990 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan,
Sarana Umum dan Sarana Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah.

E. Pengembang (developer) harus membangun hal-hal sebagai berikut:

1. Prasarana lingkungan seperti:


a. Jalan.
b. Saluran air limbah dan instalasi pengolahan air limbah.
c. Saluran air hujan.
d. Jaringan pengumpul air hujan dan atau sistem resapan air hujan.

2. Utilitas umum, seperti:

81
a. Jaringan gas.
b. Jaringan telepon.
c. Penyediaan air bersih.
d. Jaringan listrik.
e. Pembuangan sampah.
f. Pemadam kebakaran.

3. Pengembang (Developer) menyediakan tanah untuk:


a. Sarana pendidikan.
b. Sarana kesehatan.
c. Sarana olahraga dan lapangan terbuka.
d. Sarana pemerintahan dan pelayanan umum.
e. Sarana peribadahan.
f. Sarana pemakaman sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

F. Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (Secondary Mortgage


Facility/SMF)

Dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman


diperlukan pengerahan dan pengelolaan sumber pembiayaan melalui perusahaan
fasilitas pembiayaan sekunder perumahan (SMF) yang mengacu pada Keputusan
Menteri Keuangan No. 132/KMK.014/1998.

G. Usaha Jasa Profesional

Sebagai usaha penunjang sub sektor pembangunan perumahan dan permukiman,


terbuka kegiatan usaha jasa profesional di bidang perumahan dan permukiman yang
terdiri dari:
1. Jasa Konsultan Pembangunan Properti (Property Development Consultant).
2. Jasa Penilai Properti (Property Valuation/Appraisal).
3. Jasa Perantara Properti (Property Agent termasuk Brokerage).
4. Jasa Pengelola Properti (Property Management).

Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua
Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Nasional No. 05/KPTS/BKP4N/1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Tatalaksana
Pendaftaran Dalam Pembinaan Badan Usaha dan Jasa Profesional di Bidang
Pembangunan Perumahan dan Permukiman.

H. Bidang Usaha Prasarana dan Sarana Perumahan dan Permukiman

Bidang usaha prasarana dan sarana perumahan dan permukiman tidak hanya di
kawasan perumahan dan permukiman, tapi termasuk pula di kawasan perkotaan,
pedesaan, kawasan industri, dan kawasan fungsional lainnya.

1. Bidang Air Bersih

Terdiri dari kegiatan pembangunan, pengelolaan (termasuk pengoperasian dan


pemeliharaan), rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk sebagian atau
keseluruhan dari sistem penyediaan air bersih yang meliputi lingkup pekerjaan:
a. pengambilan air baku:
82
bangunan pengambilan/penangkapan air baku.
b. Transmisi:
1) pipa transmisi unit produksi, bangunan air baku ke unit produksi;
2) pipa transmisi unit instalasi ke distribusi.
c. unit produksi:
instalasi pengolahan air.
d. distribusi:
1) reservoir;
2) jaringan distribusi utama, sekunder, tersier;
3) sambungan pelanggan (SR).
e. pengadaan jasa:
1) pengoperasian;
2) pemeliharaan;
3) penurunan kebocoran;
4) pencatatan meter;
5) penagihan.

2. Bidang Sampah

Terdiri dari kegiatan pembangunan, pengelolaan (termasuk pengoperasian dan


pemeliharaan), rehabilitasi, penyewaan dan penambahan untuk sebagian atau
keseluruhan dari sistem pengelolaan sampah yang meliputi lingkup pekerjaan:

a. Pengadaan fasilitas:
1) tempat pembuangan sementara (TPS);
2) tempat pembuangan akhir (TPA);
3) fasilitas pengolahan sampah;
4) pengadaan alat angkut sampah;
5) pengumpulan sampah dari rumah-rumah.

b. Pengadaan jasa:
1) pengumpulan sampah;
2) pengangkutan sampah;
3) pengolahan sampah;
4) pengelolaan TPA;
5) penagihan.

3. Bidang Air Limbah

Terdiri dari pembangunan, pengelolaan, rehabilitasi, penyewaan dan penambahan


untuk sebagian atau keseluruhan dari sistem pengelolaan air limbah yang meliputi
lingkup pekerjaan:

a. Pengadaan fasilitas:
1) pembangunan jaringan pengumpul;
2) instalasi pengolahan air limbah (IPAL);
3) pengadaan alat angkut limbah;
4) pengadaan sambungan rumah.

b. Pengadaan jasa:

83
1) pengoperasian;
2) pemeliharaan;
3) pengumpulan air limbah;
4) penagihan.

Bentuk usaha di bidang prasarana dan sarana perumahan dan permukiman (air
bersih, sampah dan air limbah) dapat berupa:
a. usaha patungan/kerjasama antara swasta dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1998;
b. diusahakan oleh swasta sendiri dengan pengawasan/izin Pemerintah Daerah
setempat.

4. Pembangunan dan Pengusahaan Gedung Perkantoran

a. Kegiatan pembangunan suatu gedung perkantoran disamping harus memenuhi


standar internasional, juga harus mengacu pada ketentuan yang telah diatur
dalam Undang-undang tentang Bangunan Gedung. Yang dimaksud dengan
standar internasional adalah mempunyai persyaratan fasilitatif bagi kegiatan
administrasi modern baik di bidang pemerintahan maupun di bidang
kegiatan usaha;

b. Pembangunan gedung perkantoran mengacu kepada ketentuan tentang


bangunan gedung dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) luas lantai sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
2) lokasi gedung perkantoran sesuai dengan rencana lingkungan permukiman
(detail bestenings plan) yang disahkan dalam rangka master plan kota/
daerah yang bersangkutan;
3) mendapat izin bangunan dari suatu instansi pemerintah yang memenuhi
kualifikasi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

c. Bangunan gedung perkantoran yang belum selesai dibangun dapat dijual, yang
pelaksanaannya mengacu kepada Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan
Rumah Susun (Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No. 11/KPTS/1994).

5. Pembangunan dan pengusahaan gedung parkir, gedung asrama, gedung pusat


perbelanjaan dan lain-lain, harus memenuhi ketentuan yang berlaku untuk
pembangunan gedung perkantoran.

II. SUB SEKTOR PENGUSAHAAN JALAN/JEMBATAN TOL

Pengusahaan jalan/jembatan tol mengacu kepada Undang-undang No. 13 Tahun 1980


tentang Jalan, Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985 tentang Jalan, Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol, dan peraturan tambahan/perubahannya.

A. Peluang usaha jalan / jembatan tol, terdiri dari:


1. Penyelenggaraan jalan tol:
a. Pembangunan jalan tol.
b. Pengoperasian jalan tol.
c. Pemeliharaan jalan tol.

84
2. Usaha-usaha lain:
tempat istirahat dan pelayanan.

B. Persyaratan calon penanam modal penyelenggaraan jalan tol mempertimbangkan,


antara lain:
1. Pengalaman dalam pengerjaan proyek-proyek sejenis dengan referensi yang
diperlukan.
2. Prestasi dan kinerja perusahaan dalam pengerjaan proyek-proyek tersebut di atas.
3. Kemampuan badan hukum usaha, baik yang menyangkut aspek keuangan, tenaga
ahli, peralatan dan lain-lain.

C. Pengusahaan penyelenggaraan jalan tol dilaksanakan oleh PT. Jasa Marga (Persero)
dan atau dapat bekerjasama dengan penanam modal.

D. Calon penanam modal yang berminat untuk menyelenggarakan jalan tol agar
menghubungi PT. Jasa Marga (Persero) Kantor Pusat Tol Plaza Taman Mini Indonesia
Indah, Jalan Tol Jagorawi, Jakarta 13350.

III. SUB SEKTOR USAHA BIDANG PENGAIRAN

Pengusahaan bidang pengairan mengacu kepada Undang-undang No. 11 Tahun 1974


tentang Pengairan dan peraturan tambahan/perubahannya.

Sesuai Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menyatakan bahwa badan
hukum, badan sosial dan atau perorangan dapat melakukan pengusahaan air.

A. Peluang usaha bidang pengairan meliputi:


1. Pembangunan prasarana dan sarana dasar pengairan, antara lain:
a. Pembangunan irigasi.
b. Pembangunan jaringan pengendalian banjir.
c. Penyediaan air baku untuk perkotaan, industri dan pariwisata.
d. Reklamasi rawa dan pantai.
e. Pembangunan waduk dan bendungan.

2. Operasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Dasar Pengairan (O & P


Pengairan), antara lain:
a. O & P irigasi;
b. O & P waduk, bendungan dan situ.
c. Pengelolaan lahan di dalam daerah sempadan sumber air.

3. Perlindungan / konservasi atas air dan sumber air, antara lain:


a. Pembangunan waduk.
b. Pengendalian banjir.
c. Pengendalian sedimen lahar dan pengelolaannya.

B. Kewenangan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Pengusahaan Air

85
1. Sejalan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom dan Keputusan Presiden No.
102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Departemen, maka pengusahaan air akan ditangani
langsung oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dalam pengelolaan wilayah sungai
berdasarkan prinsip satu daerah aliran sungai, satu rencana dengan manajemen
terpadu.

2. Wilayah sungai lintas negara dan lintas provinsi menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat, wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi dan wilayah sungai yang utuh di kabupaten/kota menjadi kewenangan
Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

3. Pemerintah Pusat menentukan kebijakan normatif pengusahaan air yang berlaku


nasional, mengeluarkan norma, pedoman, standar, dan kriteria sebagai pegangan
Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengusahaan
air.

4. Instansi yang berwenang dalam pembinaan pengusahaan air di tingkat Pusat


adalah Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

5. Dalam pengusahaan air harus memperhatikan peraturan yang terkait dengan usaha
tersebut seperti Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
Air, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa, Peraturan Pemerintah
No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai, Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001
tentang Irigasi, dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Pencemaran Air.

6. Kewenangan pengusahaan air yang diberikan Pemerintah kepada badan hukum


tertentu sesuai penjelasan Pasal 4 Undang-undang No. 11 Tahun 1974
dimaksudkan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut
mengembangkan pemanfaatan serta pengusahaan air dan atau sumber air namun
disamping itu harus melakukan usaha-usaha perlindungan serta pengamanan air
dan sumber air untuk menjaga kelestariannya.

C. Calon investor atau badan hukum asing yang berminat untuk pengusahaan air baik
secara sendiri maupun dalam usaha patungan dengan pihak nasional wajib melakukan
konsultasi publik dan harus dapat menerapkan alih teknologi dan pengalaman pada
pihak Indonesia.

D. Tata Cara

1. Untuk izin penggunaan air, tata cara dan persyaratannya mengikuti pedoman yang
ada yakni Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49/PRT/1990 tentang Tata Cara
dan Izin Penggunaan Air dan atau Sumber Air.

86
2. Untuk pengusahaan oleh badan usaha swasta berpedoman pada Keputusan Presiden
No. 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam
Pembangunan atau Pengelolaan Infrastruktur.

3. Calon investor yang berminat dalam pengusahaan air dapat berkonsultasi dengan
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

IV. SUB SEKTOR JASA PENUNJANG PERMUKIMAN DAN PRASARANA


WILAYAH

Usaha/Jasa penunjang di bidang permukiman dan prasarana wilayah mengacu kepada


Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

A. Jasa penunjang permukiman dan prasarana wilayah terdiri dari:


1. Jasa Pelaksana Konstruksi.
2. Jasa Konsultasi Konstruksi.
3. Jasa Penyewaan Mesin-Mesin / Peralatan Konstruksi.
4. Jasa Pelatihan Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah.

B. Jasa pelaksana konstruksi meliputi kegiatan:


1. Bidang pekerjaan bangunan gedung.
2. Bidang pekerjaan bangunan sipil.
3. Bidang pekerjaan bangunan mekanikal.
4. Bidang pekerjaan bangunan elektrikal.

87

Anda mungkin juga menyukai