Anda di halaman 1dari 37

GASTROESOFAGEAL REFLUKS DISEASE ( GERD ) Definisi : Penyakit refluks gastroesofageal adalah suatu keadaan patologis sebagai refluks isi

lambung ke dalam esofagus dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, laring, faring dan saluran nafas. Gejala yang timbul akibat refluks dapat di esofagus ( heartburn, regurgitasi, disfagia) dan di ekstra-esofagus ( batuk dan/atau wheezing, keserakan/hoarseness, sakit dada ). Banyak ahli yang menggunakan istilah refluks esofagitis yang merupakan keadaan terbanyak dari penyakit GERD. Klasifikasi : 50% penderita dengan refluks berkembang menjadi esofagitis. Esofagitis diklasifikasikan menjadi 4 tingkat : Grade I Erythema Grade II Linear nonkonfluen erosion Grade III Sirkuler konfluen erosion Grade IV Striktur atau Barrett esofagus Klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari pasien GERD yaitu klasifikasi Los Angeles. Derajat kerusakan : A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esofagus) Epidemiologi : Prevalensi esofagitis : Amerika Serikat 7%, China 1,5%, Korea 2,7%, Indonesia 22,8%. - Tingginya gejala refluks di Negara Barat diduga disebabkan faktor diet dan meningkatnya obesitas. - Di Amerika, satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks ( heartburn dan/ regurgitasi ) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. - Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia. ( Dispepsia : berkurangnya daya / fungsi pencernaan, biasanya terjadi perasaan tidak nyaman pada epigastrium setelah makan ). Ras : laki-laki kulit putih beresiko tinggi untuk Barrett esophagus dan adenocarcinoma. Rasio pria : wanita = 2:1-3:1 untuk esofagitis dan 10:1 untuk Barrett esofagus. Umur : semua umur tapi meningkat pada usia lebih dari 40 tahun. Etiologi : Refluks gastroesofageal abnormal disebabkan : - gangguan fungsional dan mekanik pada sphincter esophageal lower (LES) - kontak dalam waktu lama antara bahan refluksat dengan mukosa esophagus - penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus walaupun kontak dengan bahan refluksat tidak lama

Makanan ( kopi, alkohol ), obat-obatan ( calcium channel blockers, nitrat, betablockers), hormon ( progesteron ) menurunkan tekanan LES. Obesitas merupakan faktor penyerta GERD karena dapat meningkatkan tekanan intraabdominal.

Patogenesis Pada pasien yang mengalami GERD, biasanya didapatkan 1 atau lebih kelainan seperti di bawah ini:
1. Kelainan pada Lower Esophageal Sphincter Biasanya kelainan yang didapatkan berupa penurunan tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) karena berbagai hal, diantaranya Hernia Hiatus, Panjang pendeknya LES, Obat-obatan, dan Pengaruh Hormon. Semakin pendek LES, maka semakin rendah pula tonus LES nya sehingga memudahkan terjadinya refluks ke esophagus. Hernia Hiatus juga menyebabkan tonus LES semakin lemah dan bersihan asam pada esophagus menjadi terhambat sehingga kerusakan pada esophagus akibat asam semakin parah. Obat-obatan seperti Antikolinergik, Theofilin, beta adrenergik dan opiat juga menyebabkan penurunan tonus LES. Hormon yang berpengaruh di sini adalah progesteron. Pada wanita hamil, hormon progesteronnya meningkat, sehingga pada wanita hamil tonus LESnya melemah sehingga lebih memungkinkan terjadinya refluks. 2. Sekresi asam lambung yang berlebihan Sekresi asam lambung yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya refluks. Asam berlebihan tersebut jika kembali ke esophagus, maka dapat merusak epitel esophagus dan lama kelamaan dapat menyebabkan barret esophagus. 3. Menurunnya bersihan asam dikarenakan kelainan peristaltik dan produksi saliva yang abnormal. Bersihan asam pada esophagus dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur dan bikarbonat. Refluks dihambat oleh faktor-faktor di atas. Pada malam hari (pada saat tidur), faktor-faktor yang diatas menjadi tidak aktif, sehingga kerusakan pada esophagus menjadi lebih parah. 4. Keterlambatan pengosongan gaster atau refluks asam empedu dan pankreatik enzim dari duodenum. Keterlambatan pengosongan gaster dapat menyebabkan distensi gaster sehingga terjadi Transient Lower Esophageal Sphincter Relaxation (TLESR), yaitu terbukanya LES (relaksasi) dalam waktu 5 detik tanpa disertai proses menelan. Hal ini biasanya ditemukan pada pasien dengan tonus LES normal. Tetapi dengan adanya TLESR ini, refluks dapat terjadi meski tonus LESnya normal. 5. Kerusakan epitel Konsumsi nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus. Selain konsumsi nikotin, konsumsi alcohol dan aspirin dapat meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H.

Gejala klinik 1. heartburn 2. disfagia 3. mual 4. rasa pahit di lidah 5. nyeri dada non kardiak 6. suara serak 7. laryngitis 8. batuk

Dasar diagnosis Anamnesis 1. Adanya rasa terbakar dan nyeri di daerah ulu hatinya sejak kurang lebih 1 bulan terakhir. 2. Keluhan epgastralgia tersebut hanya dirasakan di epigastrium, sering disertai adanya heartburn. 3. Keluhan epgastralgia dirasakan lebih parah pada saat malam hari, berbaring telentang, dan setelah makan. 4. Hampir setiap pagi hari penderita merasa mulutnya asam/pahit disertai adanya nausea, kadang disertai vomitus. 5. Penderita sering merasakan adanya meteorismus terutama bila terlambat makan. 6. Penderita mengeluh batuk-batuk non-produktif sejak 1-2 minggu terakhir dan suaranya jadi parau waktu berbicara apalagi bernyanyi. 7. Penderita kadang-kadang mengalami insomnia. Pemeriksaan Fisik Pada leher didapatkan pharynx hyperemis. Pada abdomen: auskultasi : Bowel Sound meningkat dan ditemukan meteorismus. Palpasi : ditemukan nyeri tekan epigastrium Pemeriksaan Laboratorium Hematologi: netrofil segmen meningkat LED meningkat Urinalisis : kejernihan keruh Keton positif

Pemeriksaan penunjang 1. Endoskopi saluran cerna bagian atas 2. Esografi dengan barium 3. Pemantauan pH 24 jam 4. Tes Bernstein Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transanal dan melakukan ferfusi bagian distal esophagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang 1 jam. 5. Sintigrafi gastroesofageal Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi. 6. X-rays 7. EKG 8. Seroimmunologi untuk mendeteksi infeksi H.pylori (IgG dan IgM) 9. Esophageal Acid Testing 10. Esophageal motility testing 11. Gastric Emptying Studies 12. Acid perfusion test

Komplikasi Ulkus Striktur Barretts esophagus Sebagai dampak dari adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esophagus,dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamosa menjadi epitel kolumnar yang hiperplastik. Batuk dan asma Inflamasi laring dan tenggorokan Inflamasi dan infeksi paru-paru Disphagia Perdarahan esophagus Aspirasi pneumonia

Penatalaksanaan Para ahli merekomendasikan perubahan gaya hidup jika GERD tidak dapat diatasi dengan obat. Terbukti dari hasil penelitian tahun 2006 dengan perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi kendala. Makanan dan gaya hidup sangat mempengaruhi GERD : Kopi, alkohol, dan penimbunan vitamin C dapat merangsang pengeluaran asam lambung. Antasid yang mengandung calsium carbonat dapat meningkatkan keasaman lambung. Makanan berlemak dan merokok dapat mengurangi kemampuan sphinter oesophageal bagian bawah. Makanan berlemak juga dapat menunda pengosongan lambung Makan antara 2-3 jam sebelum tidur Carbonated soft drink Chocolate and peppermint Makanan asam, seperti jus jeruk

Penatalaksanaan bertujuan mengendalikan gejala, mengobati oesophagitis dan mencegah terjadinya kembali esophagitis ataupun segala komplikasinya. Penatalaksanaannya berdasarkan perubahan gaya hidup dan pengendalian pengeluaran asam lambung. Perubahan pola hidup meliputi: o penurunan berat badan o menghindari alcohol, cokelat, dan makanan asam o menghindari makanan besar o tunggu 3 jam setelah makan sebelum tidur

FARKMAKOLOGI Ada beberapa obat yang terdaftar untuk mengatasi GERD, dan telah digunakan para dokter di negara barat. Obat ini dapat dikombinasikan dengan obat lain, walaupun beberapa antasid dapat mempengaruhi kerja obat lain.

Proton pump inhibitors adalah yang paling efektif dalam mengurangi pengeluaran asam lambung. Antacids sebelum makan atau ketika gejala timbul dapat mengurangi keasaman lambung Alginic acid (Gaviscon) dapat membungkus mukosa dan dapat meningkatkan ph dan mengurangi reflux Gastric H2 receptor blockers seperti ranitidine atau famotidine dapat mengurangi pengeluaran asam lambung. Prokinetics memperkuat esophageal sphincter bagian bawah(LES) dan mempercepat pengosongan Sucralfate (Carafate) dapat juga digunakan mencegah kerusakan oesophageal karena GERD. o Antacids adalah standar pengobatan GERD dan tetap efektif dalam mengontrol gejala GERD. Antacid diminum setelah makan dan sebalum tidur. o Histamine H2 receptor antagonists adalah obat pertama yang diberikan pada pasien dengan gejala sedang dan grade1-2 esophagitis. Histamine H2 receptor antagonists effective untuk mencegah relaps. o Additional H2 blocker o PPIs adalah obat terkuat. Bekerja dengan memblok tahap akhir dari pengeluaran ion H+ dari sel parietal. o Prokinetic agents meningkatkan pergerakan esophagus dan lambung.

Drug Category: H2 receptor antagonists

Drug Name Description Adult Dose

Ranitidine (Zantac) Inhibits histamine stimulation of the H2 receptor in gastric parietal cells, which, in turn, reduces gastric acid secretion, gastric volume, and hydrogen concentrations. 150 mg PO bid (300 mg PO bid or 150 mg qid) <12 years: Not established >12 years PO: 1.25-2.5 mg/kg/dose q12h; not to exceed 300 mg/d IV/IM: 0.75-1.5 mg/kg/dose q6-8h; not to exceed 400 mg/d

Pediatric Dose

Contraindications Documented hypersensitivity May decrease effects of ketoconazole and Interactions itraconazole; may alter serum levels of ferrous

sulfate, diazepam, nondepolarizing relaxants, and oxaprozin Pregnancy

muscle

B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals Caution in renal or liver impairment; if changes in renal function occur during therapy, consider adjusting dose or discontinuing treatment Cimetidine (Tagamet) Inhibits histamine at H2 receptors of gastric parietal cells, which results in reduced gastric acid secretion, gastric volume, and hydrogen concentrations. 400 mg PO bid (800 mg bid or 400 mg PO qid) Not established Suggested dose is 1-2 mg/kg/d PO/IV divided q6h; not to exceed 40 mg/d Can increase blood levels of theophylline, warfarin, tricyclic antidepressants, triamterene, phenytoin, quinidine, propranolol, metronidazole, procainamide, and lidocaine B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals Elderly people may experience confusional states; may cause impotence and gynecomastia in young males; may increase levels of many drugs; adjust dose or discontinue treatment if changes in renal function occur Famotidine (Pepcid) Competitively inhibits histamine at H2 receptor of gastric parietal cells, resulting in reduced gastric acid secretion, gastric volume, and hydrogen concentrations. 20 mg PO bid (40 mg bid) Not established; 1-2 mg/kg/d PO/IV divided q6h suggested; not to exceed 40 mg/dose May decrease effects of ketoconazole and itraconazole B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals

Precautions Drug Name Description Adult Dose Pediatric Dose

Contraindications Documented hypersensitivity Interactions

Pregnancy

Precautions

Drug Name Description Adult Dose Pediatric Dose

Contraindications Documented hypersensitivity Interactions Pregnancy

Precautions Drug Name Description Adult Dose Pediatric Dose Interactions Pregnancy

If changes in renal function occur during therapy, consider adjusting dose or discontinuing treatment Nizatidine (Axid) Competitively inhibits histamine at the H2 receptor of the gastric parietal cells, resulting in reduced gastric acid secretion, gastric volume, and hydrogen concentrations. 150 mg PO bid (300 mg PO qhs) Not established None reported C - Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus Caution in renal or liver impairment; if changes in renal function occur during therapy, consider adjusting dose or discontinuing treatment

Contraindications Documented hypersensitivity

Precautions

Drug Category: Proton pump inhibitors These agents inhibit gastric acid secretion by inhibition of the H+/K+ ATPase enzyme system in the gastric parietal cells. These agents are used in cases of severe esophagitis and in patients not responding to H2 receptor antagonist therapy. Drug Name Description Adult Dose Pediatric Dose Omeprazole (Prilosec) Used for up to 4 wk to treat and relieve symptoms of active duodenal ulcers. May use for up to 8 wk to treat all grades of erosive esophagitis. 20 mg PO qd or bid Not established

Contraindications Documented hypersensitivity May decrease effects of itraconazole and ketoconazole; may increase toxicity of warfarin, Interactions digoxin, and phenytoin Pregnancy Precautions Drug Name Description C - Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus Bioavailability may increase in the elderly Lansoprazole (Prevacid) Inhibits gastric acid secretion. Used for up to 8 wk to treat all grades of erosive esophagitis.

Adult Dose Pediatric Dose

15-60 mg PO qd or 15 mg bid Not established

Contraindications Documented hypersensitivity May decrease effects of ketoconazole and itraconazole; may increase theophylline Interactions clearance Pregnancy Precautions Drug Name Description Adult Dose Pediatric Dose C - Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus Consider adjusting dose in liver impairment Rabeprazole (Aciphex) For short-term (4- to 8-wk) treatment and relief of symptomatic erosive or ulcerative GERD. In patients not healed after 8 wk, consider additional 8-wk course. 20 mg PO qd for 4-8 wk Not established

Contraindications Documented hypersensitivity None reported Interactions Pregnancy Precautions Drug Name Description Adult Dose Pediatric Dose C - Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus Symptomatic response does possibility of malignancy Esomeprazole (Nexium) S-isomer of omeprazole. Inhibits gastric acid secretion by inhibiting H+/K+ ATPase enzyme system at secretory surface of gastric parietal cells. 20-40 mg PO qd for 4-8 wk Not established not exclude

Contraindications Documented hypersensitivity None reported Interactions Pregnancy Precautions C - Fetal risk revealed in studies in animals but not established or not studied in humans; may use if benefits outweigh risk to fetus Symptomatic relief with proton pump inhibitors may mask symptoms of gastric malignancy

Drug Category: Prokinetics These agents increase LES pressure to help reduce reflux of gastric contents. They also accelerate gastric emptying. Drug Name Description Adult Dose Pediatric Dose Contraindications Metoclopramide (Reglan) GI prokinetic agent that increases GI motility, increases resting esophageal sphincter tone, and relaxes pyloric sphincter. 10 mg PO qid Not established Documented hypersensitivity; pheochromocytoma or GI hemorrhage, obstruction, or perforation; history of seizure disorders May antagonize effects of metoclopramide; opiate analgesics may increase metoclopramide toxicity in CNS B - Fetal risk not confirmed in studies in humans but has been shown in some studies in animals Caution in history of mental illness and Parkinson disease

Interactions

Pregnancy Precautions

NON FARMAKOLOGI
Pembedahan Standar terapi pembedahan, kadang digunakan setelah penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama disebut Nissen fundoplication. Pada 80% pasien GERD dapat recurrent tapi tak progresif yang dikontrol menggunakan obat-abatan. Untuk pasien yang mengalami peningkatan gejala maka pembedahan dapat dilakukan untuk menghindari hal yang lebih parah.

Indikasi fundoplication: pasien yang tidak dapat diobati menggunakan PPI pasien dengan Barrett esophagus pasien muda Poor patient compliance to medications Wanita postmenopause dengan osteoporosis Pasien dengan cardiac conduction defects Cost of medical therapy

Prognosis: Quo ad vitam : Dubia ad Bonam Quo ad sanationam :Dubia ad Bonam Quo ad functionam: Dubia ad Bonam

Diare 5.1 Definisi Diare: Buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 mL/24 jam. Kalau memakai kriteria frekuensi : buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. BAB encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut: diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dgn jmlh lbh banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik: diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare persisten: diare antara 15 30 hari sebagai kelanjutan diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari) 5.2 Etiologi Diare akut banyak disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain (dapat dilihat di tabel No 1 Infeksi a. Enteral Bakteri: Shigella sp. E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia entero colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus, V. NAG., Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV), echovirus, virus HIV Parasit: Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Etiologi

Cryptosporidium parvum, Balantidium Coli Worm: A. Lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S. Stercoralis, Cestodiasis Fungus: Kandida/moniliasis b. Parenteral: Otitis media akut (OMA), pneumonia. Travelers diarrhea: E. Coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica.

Makanan: Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin Alergi: susu sapi / makanan tertentu Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida, disakarida, lemak, protein, vitamin, dan mineral 2. Imunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granulomatous kronik, def Ig A 3. 4. 5. Terapi obat antobiotik, kemoterapi, antasid Tindakan tertentu sprti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonimik (neuropati diabetik)

5.3 Epidemiologi Epidemiologi berdasarkan etiologi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. E. Coli Vibrio Cholerae Ogawa Aeromonas sp Shigella Flexneri Salmonella sp Entamoeba histolytica Ascari Lumbricoides Etiologi Frekuensi (%) 38,29 18,29 14,29 6,29 5,71 5,14 3,43

5.4 Klasifikasi diare 1. Lama waktu diare :

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, didefinisikan sebagai tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare persisten yaitu diare yang berlangsung 15-30 hari, yang merupakan kelanjutan diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut berlangsung lebih dari 30 hari)

2. Penyebab infeksi atau tidak :


o o

Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Diare non infektif bila tidak ditemukan infeksi.

3. Penyebab organik atau tidak :


o

Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik.

Diare fungsional bila tidak ditemukan penyebab organik.

4. Mekanisme patofisiologik :
o o o o o o

Diare osmotik Diare sekretorik / non invasif Diare invasif Diare eksudatif / inflamatorik Diare malabsorbsi Diare gangguan motilitas

5.5 Patofisiologi Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi / patomekanisme sebagai berikut: 1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2 ), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa. Akumulasi bahan-bahan yang tidak dapat diserap dalam lumen usus mengakibatkan keadaan hipertonik dan meninggikan tekanan osmotik intra-lumen yang menghalangi absorpsi air dan elektrolit dan terjadilah diare. Contoh :intoleransi laktosa,malabsorpsi asam empedu. Diare osmotik terjadi bila bahan-bahan tertentu yang tidak dapat diserap ke dalam darah dan tertinggal di usus. Bahan tersebut menyebabkan peningkatan kandungan air dalam tinja, sehingga terjadi diare. Makanan tertentu (buah dan kacang-kacangan) dan heksitol, sorbitol juga manitol (pengganti gula dalam makanan dietetik, permen dan permen karet) dapat menyebabkan diare osmotik. 2). Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antar lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat,dll). Diare sekretorik terjadi jika usus kecil dan usus besar mengeluarkan garam (terutama natrium klorida) dan air ke dalam tinja. Hal ini juga bisa disebabkan oleh toksin tertentu seperti pada kolera dan diare infeksius lainnya. Penyebab meliputi : a. Toksin bakteri, seperti yang disertai dengan kolera dan strain toksigenik dari E.coli,melekatkan dirinya pada reseptor pada membran lumen usus sebelum memasuki sel dan mengaktifkan adenyl-cyclase,yang memperantarai sekresi klorida dan bikarbonat secara aktif. b. Asam lemak dan empedu-dihydroxy bile acid (cheno-dan deoxycholic acid)dan asam asam lemak rantai panjang menimbulkan pengurangan absorpsi cairan Sindroma malabsorpsi. Sindroma Malabsorbsi disebabkan oleh beberapa keadaan seperti: 1.Sariawan non-tropikal 2. Insufisiensi pankreas 3. Pengangkatan sebagian usus.(2) 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati. Dalam keadaan normal, usus halus anak adalah relative steril. Bakteri tumbuh lampau dapat terjadi pada setiap kondisi yang menimbulkan stasis isi usus. Jumlah bakteri usus dapat meningkat pada bayi dengan diare nonspesifik yang persisten dan dengan intoleransi monosakarida sekunder. Organisme coliform biasanya predominan, walaupun bakteri anaerob (seperti Bacteroides) mungkin meningkat secara kuantitatif. Dekonjugasi garam-garam empedu oleh bakteri mengakibatkan pembentukan dihydroxy bile acids ataupun menurunnya garam-garam empedu terkonjugasi yang menimbulkan gangguan absorpsi lemak. Lemak dalam diet dikonversi menjadi hydroxyl fatty acids oleh flora kolon (dan mungkin oleh flora usus halus yang abnormal). Kedua dihydroxy bile acids

dan-hydroxy fatty acids merupakan well-established colonic secretagogues dan menyebabkan diare. Adanya asam-asam empedu bebas dalam lumen jejunum nampaknya mempunyai efek negatif terhadap absorpsi monosakarida. Reseksi distal ileum menyebabkan keluarnya asam-asam empedu dekonjugasi menuju kolon, di mana dekonjugasi bakteri menginduksi pembentukan diarrheogenic dihydroxy bile acids atau yang disebut juga oleh beberapa penulis dengan cholerrhoeic diarrhoea. 4). Diare invasif Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non- invasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenoik a.l. kolera (Eltor). Enterotoksik yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. 5).Diare eksudatif Diare eksudatif terjadi jika lapisan usus besar mengalami peradangan atau membentuk tukak, lalu melepaskan protein, darah, lendir dan cairan lainnya, yang akan meningkatkan kandungan serat . Diare ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit seperti: 1. Kolitis ulserativa 2. Penyakit Crohn (enteritis regional) 3. Tuberkulosis. 6). Motilitas dan waktu transit usus abnormal Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus. Pasca vagotomi, hipertiroid. Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan/atau absorpsi. Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya stasis dan bakteri turnbuhl ampau, sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkant ransit nutrisi yang cepat di usus dan menimbulkan kontak

lama dengan mukosa yang inadekuat. Berkurangnya motilitas usus terdapat pada diabetes dan skleroderma. Motilitas usus yang bertambah berhubungan dengan isi usus yang meninggi (seperti pada diare osmotik),inflamasi usus dan keadaan-keadaan terdapatnya circulating humoral agents (seperti prostaglandin dan serotonin) yang meningkat secara aktif. Pada short bowel syndrome (sering pasca-bedah), terdapat daerah permukaan absorpsi yang inadekuat dikombinasi dengan transit cepat yang akan mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada transient hypergastrinemia juga dapat menghasilkan diare segera sesudah operasi. Bayi dengan usus halus kurang dari 40 cm jarang dapat hidup, terutama bila valvula ileosekaldireseksi. Perubahan motilitas usus bisa menyebabkan diare.Untuk mendapatkan konsistensi yang normal, tinja harus tetap berada di usus besar selama waktu tertentu..Banyak keadaan dan pengobatan yang dapat mempersingkat keberadaan tinja dalam usus, diantaranya: Hipertiroid Pembedahan perut Pengobatan tukak yang memotong saraf vagus.

5.6 Manifestasi klinis Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir mulut dan bibir kering. Kehilangan cairan (dehidrasi) dan kehilangan elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium dan klorida. Jika sejumlah besar cairan dan elektrolit hilang, tekanan darah akan turun dan dapat menyebabkan pingsan, denyut jantung tidak normal (aritmia) dan kelainan serius lainnya. Resiko ini terjadi terutama pada anak-anak,orang tua,orang

dengan kondisi lemah dan penderita diare yang berat. Hilangnya bikarbonat bisa menyebabkan asidosis,s uatu gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah. Infeksi bisa terjadi secara tiba-tiba menyebabkan diare,muntah,tinja berdarah demam,penurunan nafsu makan / kelesuhan selain itu terdiri dari : 1 Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). 2 Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. 3 Dehidrasi sedang meliputi kulit keriput,mata dan ubun-ubun menjadi cekung. - Tanda-tanda dehidrasi : 1 Penurunan berat badan. 2 Penurunan frekuensi berkemih. 3 Warna air kemih menjadi lebih gelap dan lebih pekat-denyut nadi cepat. Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya natrium dan kalium) sehingga bagi menjadi rewel,terjadi gangguan irama jantung. 5.7 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah tepi lengkap Pemeriksaan elektrolit serum Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin PH faeces yang asam (5,5 atau kurang) menunjukkan intoleransi karbohidrat. Infeksi enteroinvasive pada usus besar meneybabkan peningkatan leukosit terutama neutrofil pada faeces. Tetapi bila tidak ditemukan leukosit pada feces, tidak berarti menyingkirkan kemungkinan invasi organism enteroinvasive. Pemeriksaan eksudat pada feces, dapat menunjukan terjadinya colitis (80%) Cultur bakteri dan tes sensitivitas antibiotik. Enzyme immunoassay

5.8 Penatalaksaan diare akut 1. Rehidrasi Tujuan dari pada pemberian cairan adalah : 1. Memperbaiki dinamika sirkulasi ( bila ada syok ). 2. Mengganti defisit yang terjadi. 3. Mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang berlangsung ( ongoing losses ).

Apabila keadaan umum pasien baik, dan tidak terjadi dehidrasi pangobatan pertama tama dapat diberikan minuman ringan, sari buah, sup, krakers kering, atau keripik. Namun jika penderita kehilangan cairan yang banyak, dan dehidrasi maka dapat diberikan rehidrasi oral menggunakan cairan isotonik ataupun dengan intra vena. Seperti oralit, Pedialit, dan cairan Ringer Laktat. Pada umumnya cairan diberikan 50 200ml/kgBB/24jam akan tetapi jumlah ini tergantung dari tingginya derajat dehidrasi.

Cara menentukan derajat dehidrasi Penilaian Keadaan umum A Baik,sadar B Gelisah, rewel C Lesu, lunglai, atau tidak sadar Mata Normal Cekung Sangat cekung dan kering Air mata Mulut dan lidah Rasa haus Ada Basah Minum biasa, tidak haus Turgor kulit Kembali cepat Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak Kembali lambat Tidak ada Sangat kering Malas minum, tidak bisa minum Kembali sangat lambat Derajat Dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi sedang Dehidrasi berat

Menurut Metode Pierce berdasarkan klinis a) Dehidrasi ringan kebutuhan cairan = 5% x berat badan b) Dehidrasi sedang kebutuhan cairan =8% x berat badan c) Dehidrasi berat kebutuhan cairan = 10% x berat badan Terapi Kausal Antibiotik hanya untuk Diare disentri : Kotrimoksazol 50mg/kgbb/hr dibagi 2 dosis selama 5hari atau Klorafenikol / tiamfenikol 50mg/kgbb/hr dibagi 3 dosis selama 2 3 hari Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgbb/hr diberikan dalam 4 dosis selama 2 3 hari Ameba, giardia : metronidazol 30 50 mg/kgbb/hr dibagi 3 dosis selama 5 hari

Anti diare Salazar-Lindo E dkk dari Department of Pediatrics, Hospital Nacional Cayetano Heredia, Lima, Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril (acetorphan) yang merupakan enkephalinase inhibitor dengan efek anti sekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan pada anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak kembung. Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi saja17. Pemberian obat loperamide sebagai antisekresi-antidiare walaupun cukup efektif tetapi sering kali disertai komplikasi kembung.

Diet (sesuai dengan penyebab diare) Intoleransi karbohidrat : susu rendah sampai bebas laktosa Alergi protein susu sapi : susu kedelai Malabsorpsi lemak : susu yang mengandung medium chain trigliseride (MCT) Rencana Terapi A (mengobati diare di rumah) 1) Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi 2) Gunakan oralit, makanan yang cair (sup) Berikan larutan sebanyak anak mau Teruskan pemberian hingga diare berhenti

Berikan anak makanan untuk mencegah kurang gizi Bila anak masih menyusui teruskan ASI atau beri susu pengganti Untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat, maka dapat diberi susu yang diencerkan dengan air yang sebanding selama 2 hari Bila anak sudah diberi makanan padat Berikan bubur atau campuran tepung lainnya,bila mungkin dapat dicampur dengan kacang kacangan, sayur, daging, atau ikan Beri sari buah atau pisang untuk menambah kalium Berikan makanan yang segar Dorong anak untuk makan

3)

Anak harus diberi oralit dirumah bila Setelah mendapat rencana terapi B dan C

4)

Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan jika memburuk

Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita Buang air besar yang encer sekali Muntah berulang ulang Sangat haus Makan atau minum sedikit Demam Tinja berdarah

Cara memberikan oralit Berikan sesendok teh tiap 1 2 menit untuk usia < 2 tahun Berikan beberapa teguk pada anak yang lebih tua Bila anak muntah, tunggu sekitar 20menit lalu berikan lagi oralit.

Usia

Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB (ml) 50 100 100 200 200 300 300 400

Jumlah oralit yang disediakan di rumah ( ml/hari) 400 (2 bungkus) 600 800 800 1000 1200 - 2800

< 1 tahun 1 4 tahun > 5 tahun Dewasa

Rencana Terapi B Untuk Terapi Dehidrasi Bila berat badan anak tidak diketahui, dapat menggunakan tabel ini Usia (tahun) Jumlah oralit (ml) Hal hal yang perlu diperhatikan Berikan sesendok teh tiap 1 2 menit untuk usia < 2 tahun Berikan beberapa teguk pada anak yang lebih tua Bila anak muntah, tunggu sekitar 20menit lalu berikan lagi oralit Bial kelopak mata anak bengkak hentikan dahulu pemberian oralit, beri ASI atau susu lain setelah bengkak hilang dapat diberi lagi <1 300 1-5 600 >5 1200 Dewasa 2400

Setelah 34 jam nilai kembali menggunakan bagan, lalu putuskan rencana terapi apa yang cocok Apabila tidak ada dehidrasi anak biasanya kencing dan lelah kemudian akan tertidur

Rencana Terapi C Dapat diberi cairan intra vena, bila penderita bisa minum berikan oralit. Berikan 100 ml/kg cairan ringer laktat dibagi sbb Usia (tahun) Pemberian 30 ml/kgbb dalam jam Bayi < 1 tahun Anak 1 1 Kemudian 70 mg/kgbb dalam jam 5 2

Nilai kembali penderita tiap 1 2 jam.bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan i.v Juga berikan oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bisa minum Setelah 6 jam nilai kembali penderita menggunakan tabel untuk menentukan langkah selanjutnya

5.9 Pencegahan 1. Penyuluhan Pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 4-6 bulan Karena enzim amilase pada bayi belum sempurna pada usia kurang dari 4 bulan, sehingga pemberian karbohidrat kompleks tidak diberikan pada usia kurang dari 4 bulan karena dapat menimbulkan diare osmosis Memperbaiki cara penyapihan Menggunakan air bersih Mencuci tangan dengan sabun / air mengalir Menggunakan jamban tertutup Membuang tinja bayi secara baik dan benar Imunisasi campak Alat makan dan minum harus steril Contoh : alat makan dan minum adalah salah satu penyalur dari virus dan bakteri untuk masuk ke dalam tubuh bayi. Maka dari itu harus di usahakan agar tetap steril. Kebersihan bayi beserta ibu/orang yang mengasuh

Contoh : tangan bayi yang kotor(membawa bakteri ataupun virus) masuk ke dalam mulut. Pengasuh yang memberi makanan pada bayi dapat menjadi penyalur untuk bakteri bisa masuk. 2. Pencegahan dehidrasi Intake dan uptake air adekuat Contoh : Agar dehidrasi dapat terhindarkan. Penyuluhan pada ibu dan pengasuh tentang rencana terapi A

5.10 Komplikasi Dehidrasi ringan berat Renjatan hipovolemik Hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradycardy, perubahan pada elektrokardiogram) Hipoglikemia Malnutrisi protein karena selain diare dan muntah pasien mengalami kelaparan Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan villi mukosa usus Terganggunya keseimbangan elektrolit Multiple Organ Failure

5.11 Prognosis Quo ad Vitam = Bonam Quo ad Fungtionam = Bonam Quo ad Sanationam = Bonam

Hepatitis B Definisi Peradangan Hati yang disebabkan karena virus hepatitis B yang bersifat akut maupun kronik. Hepatitis B virus is present in the blood, saliva, semen, vaginal secretions, menstrual blood, and to a lesser extent, perspiration, breast milk, tears, and urine of infected individuals Etiologi dan Klasifikasi Hepatitis Karena infeksi virus hepatitis: Virus Hepatitis A bersifat akut dan tidak berlanjut menjadi kronis.Transmisi fecal oral. Virus Hepatitis B Dapat bersifat akut maupun kronik. Virus Hepatitis C Berifat akut tapi sering menjadi kronik dan mengarah ke sirosis hati dan karsinoma. Virus Hepatitis D Membutuhkan HBV untuk bereplikasi. Virus Hepatitis E bersifat akut dan tidak berlanjut menjadi kronis tapi merupakan penyakit yang cukup berbahya.Transmisi fecal oral. Belum ada vaksinasi untuk virus ini. Bukan karena virus hepatitis: Insidensi HBV menginfeksi sekitar 2 miliar orang diseluruh dunia dan 350 juta menderita chronic HBV infection . Diperkirakan 500.000- 1.000.000 juta orang meninggal karena hepatitis kronik, cirrhosis dan hepatocelluler carcinoma (HCC)yang berhubungan dengan infeksi HBV. Meninggal karena HCC sekitar 320.000 per tahun, merupakan penyakit No.10 paling mematikan di seluruh dunia. Daerah yang mempunyai prevalensi tinggi yaitu di Asia tenggara, China, and Africa. Sedangkan daerah dengan endemi rendah yaitudi America Utara, Europe, and Australia. HBV lebih sering mengenai orang kulit hitam dari pada kulit putih. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Lebih sering mengenai usia muda. Virus Mumps Virus Rubella Virus Cytomegalovirus Virus Epstein-Barr Virus Herpes

Virus Hepatitis B (HBV) HBV merupakan suatu prototype dari hepadnavirus. Hepadnavirus mempunyai kecenderungan untuk menginfeksi sel hepar, tetapi dalam jumlah kecil dapat ditemukan juga dalam ginjal, pankreas, dan sel mononuclear tanpa menyebabkan penyakit ekstrahepatik. Terdapat 3 bentuk morfologi, jumlah terbanyak adalah partikel bulat berdiameter 22 nm. Partikel ini dibuat secara tersendiri oleh HBsAg seperti juga bentuk filamentosa., yang berdiameter sama, tetapi panjangnya bisa mencapai 200 nm, dan dihasilkan dari produksi HBsAg yang berlebihan. Virion HBV (partikel Dane) berukuran 42 nm dengan amplop lipoprotein yang mengandung glikoprotein (surface antigens). Permukaan luar atau amplop yang mengandung HBsAg mengelilingi suatu nukleokapsid bagian dalam yang berukuran 27 nm yang mengandung HbcAg.

Figure 1. Structure of HBsAg-Associated Particles (Phosphotungstic AcidNegative Stain). Panel A shows HBV virions (Dane particles) and filaments. Panel B shows 20-nm HBsAg particles. Genom virus mengandung sebagian DNA sirkuler untai ganda (circular partially duplex DNA) dengan panjang 3200 bp dan polymerase yang berguna dalam sintesis DNA virus dalam sel yang terinfeksi. Terdapat empat kerangka pembacaan terbuka (Open Reading Frames/ ORFs) yang mengkode tujuh polipeptida. Ini termasuk protein struktural dari permukaan virion dan inti, transaktivator transkripsional kecil, dan protein polimerase besar (P) yang meliputi polimerase DNA, reverse transkriptase, dan aktivitas Rnase H. Gen S mempunyai tiga kodon permulaan dalam kerangka yang mengkode HBsAg utama, juga polipptida-polipeptida yang mengandung pre-S2 atau deretan pre-S1 dan pre-S2. Gen C mempunyai kodon permulaan dalam kerangka dan mengkode HBcAg ditambah proteih HBe yang diproses untuk menghasilkan HBeAg yang terlarut.

Replikasi Virus Hepatitis B

Virion HBV mengikat reseptor permukaan hepatosit kemudian masik ke dalam sel. Partikel core virus masuk ke dalam nukleus, dimana genome virus akan diperbaiki membentuk ccc DNA (covalntly closed DNA) yang merupakan template untuk transkripsi mRNA virus. Hasil tanskripsi mrNA kemudian dibawa ke sitoplasma kemudian ditranslasi menghasilkan permukaan, core, polymerase dan x protein virus. Selain itu juga terjadi pembentukan progenitor capsid virus yang kemudian bergabung dengan RNA virus (RNA packaging). RNA ini kemudian di-reverse transcribed menjadi DNA. Core yang terbentuk dapat melakukan budding melalui retikulum endoplasma atau kembali lagi ke nukleus untuk dikonvesi lagi menjadi ccc DNA.

Pathogenesis Hepatitis B

VHB masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah, partikel Dane masuk ke dalah hepatosit dan terjai proses replikasi. Selanjutnya, hepatosit akan mensekresikan partikel Dane utuh dan partikel HbsAg dalam bentuk bulat dan tubuler, dan HbeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang innate immune response yaitu sel NK. Untuk proses eradikasi, diperlukan specific immune response dengan mengaktivasi limfosit T dan limfosit B. Aktivasi sel CD8+ melalui MHC kelas II atau sebelumnya melalui aktivasi sel CD4+ melalui MHC kelas I APC. Proses eliminasi oleh sel CD8+ terjadi dalam 2 mekanisme yaitu: sitolitik (ALT tinggi) dan melalui pengeluaran interferon gamma dan TNF alfa. Aktivasi limfosit B akan menghasilkan antibodi anti-HBs, anti-HBc dan anti-HBe yang berfungsi untuk mencegah kembalinya virus ke dalam sel. Bila proses eliminasi ini berlagsung secara efisien, maka infeksi akan berakhir. Tetapi bil respon imun kurang efisien maka akan terjadi infeksi yang persisten. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya nfeksi persisten antara lain: 1. Faktor virus: a. terjadi immunotoleransi terhadap virus VHB b. Hambatan terhadap sel sitotoksik c. Terjadinya mutan VHB yang tidak menghasilkan HBeAg d. Integrasi genom VHB dengan genom sel hati 2. a. b. c. d. e. Faktor pejamu faktor genetik kurangnya produksi IFN Kelainan fungsi limfosit Respons antiidiotipe Faktor kelamin dan hormonal.

Ada tiga fase dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik yaitu: 1. Fase immunotoleransi Pada masa anak-anak atau dewasa muda sistem imun toleran terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi tetapi tidak menyebabkan terjadinya peradangan yang berarti. VHB dalam keadaan replikatif, titer HBsAg sangat tinggi., HBeAg positif, anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan ALT yang relatif norml. 2. Fase Immunoactive/ immune clearance Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB. Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan hepatosit yang terinfeksi. 3. Fase Nonreplikatif / residual

Individu dapat menghilangkan VHB tanpa kerusakan hepatosit yang berarti. Titer HBsAg rendah, HBeAg negatif, anti-Hbe menjadi positif secara spontan dengan ALT yang normal.

Patofisiologi terjadinya Ikterus Infeksi Virus Terjadi proses Inflamasi Melukai dan meng-obstruksi bile-canaliculi Cholestasis dan Obstructive Jaundice Bilirubin direk yang sudah terbentuk tidak bisa dibawa ke usus Bilirubin direk masuk ke dalam darah Bilirubin direk serum meningkat Bilirubin urin (+) Tabel perbedaan ikterus prehepatik, ikterus hepatic dan ikterus posthepatik:

Gejala Klinis Fatigue Nausea Biasanya tanpa gejala, diketahui tanpa sengaja (contoh: Screening donor darah, test fungsi liver rutin) Ikterus

DASAR DIAGNOSIS Tn.P, pria, 27 tahun Keluhan : - fatigue (sejak 1-2 bulan) - nausea (kadang-kadang) disangkal - vomitus, hematemesis - perdarahan hebat - menerima transfusi darah - BAB acholis - BAK seperti air teh - poliuria - polidipsia - febris

* BAK lancar

RPD : ikterus (2-3 tahun lalu) dan sempat dirawat di RS HBsAg (+), IgM Anti HBc (+), IgM Anti HAV (-) Pemeriksaan Fisik : - sklera subikterik - hebar teraba 1-2 cm bac, kenyal, tepi tajam, permukaan rata, nyeri tekan (-) Pemeriksaan Lain : - caput medussae (-) - spider naevi (-) - palmar erythema (-) - white nail (-) Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit 4500/mm3 SGOT 124 IU/L SGPT 135 IU/L Bilirubin total 2,8 mg/dL Bilirubin direk 1,7 mg/dL Serum Gamma globulin 3,5 mg/dL Pemeriksaan Serologis : HBsAg (+) HBeAg (+) Anti HBe (-) IgM Anti HBc (-) IgG Anti HBc (+) HBV-DNA (+) (5000-10000) (8-40) (3-60) (0,1-1,1) (0,1-0,4) (0,64-1,42)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Tes Fungsi Hati a. Tes yang berhubungan dengan fungsi ekskresi Ekskresi zat di dalam tubuh secara fisiologis : bilirubin dan urobilinogen / urobilin. Peninggian kadar bilirubin serum menunjukkan penyakit hati yang makin memburuk. b. Tes yang berhubungan dengan fungsi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak Hepar merupakan pusat pembentukan protein plasma. Bila terjadi kerusakan difus dari parenkim hepar mengakibatkan gangguan dalam protein plasma. Protein yang dibentuk di hepar : albumin, globulin (1, 2, dan ), fibrinogen. -globulin dibentuk di luar hepar yaitu oleh sel-sel plasma dan jaringan limfoid (RES). Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan protein total dalam serum Nilai rujukan : albumin 3,5 - 4,5 g/dL globulin 2 - 3 g/dL Albumin -- indeks dari berat dan prognosis penyakit hepar yang kronis Globulin -- besarnya respon imun yang timbul Fraksionasi protein dilakukan dengan elektroforesis. Protein serum dipecahkan menjadi albumin, 1, 2, , dan -globulin. - 1 globulin terdiri dari mukoprotein dan glikoprotein -- penyakit akut dengan febris dan karsinoma - 2 dan globulin terdiri dari lipoprotein -- penyakit dengan kadar lipid meningkat. Contoh : sirosis bilier - globulin merupakan antibodi -- penyakit infeksi kronis dan penyakit dimana proliferasi RES c. Tes yang berhubungan dengan sistem enzimatik

Pemeriksaan : Alkali fosfatase Alkali fosfatase adalah enzim yang menghidrolisis ester asam fosfat. Harga normal : 4,5 9,5 U (metode King-Amstrong) 1 4 U (Bodansky) -- penyakit hepar dengan atau tanpa ikterus Gamma Glutamil Transferase (GGT) Sebagian besar enzim GGT dalam serum berasal dari sel-sel hati, tidak ditemukan dalam tulang, otot rangka, atau otot jantung. -- hepatitis akut dan kelainan hepar minimal 5`-Nucleotidase (5`-NT) Terdapat luas di seluruh jaringan tubuh. Dikeluarkan dari darah oleh hepar ke saluran empedu. Peninggian enzim ini lebih spesifik daripada alkali fosfatase. -- penyakit hepatobilier intra atau ekstrahepatik yang berhubungan dengan sekresis empedu. Transaminase - Glutamic oxalo-acetic transaminase (GOT) / Aspartate amino- transferase (AST) GOT terdapat dalam serum dan jaringan tubuh (menurut banyaknya) yaitu : jantung, hepar, muskulatur, ginjal, dan pankreas. - Glutamic pyruvic transaminase (GPT) / Alanine aminotransferase (ALT) GPT tersebar di seluruh tubuh, tetapi jumlah terbanyak dalam hepar. Penentuan SGOT dan SGPT dapat dipakai untuk diagnosis banding pada berbagai penyakit dan penyakit hepar. Pada Virus hepatitis terdapat peningkatan SGPT jauh melebihi peningkatan SGOT. Pada fase akut Virus hepatitis (sebelum lewat 48 jam) peningkatan SGOT melebihi SGPT merupakan early sign menunjukkan aktivitas GOT meningkat pada hepatosit. Peningkatan SGPT khas untuk nekrosis jaringan hepar. d. Tes yang berhubungan dengan fungsi detoksifikasi Hepar berperan penting untuk detoksifikasi macam-macam zat baik eksogen (obat) dan endogen (hormon). 2. Tes masa protrombin 3. Marker untuk infeksi virus hepatitis B HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen) - Manifestasi pertama pada infeksi HBV dan petunjuk dini adanya infeksi akut - Terdeteksi sesudah masa inkubasi dalam waktu 1-3 bulan - Menetap selama gejala klinik masih ada dan menghilang setelah kurang lebih 3 bulan - Bila HBsAg menetap lebih dari 6 bulan maka ke arah infeksi HBV menahun atau carrier - Individu dengan HBsAg (+) mempunyai potensi menularkan infeksi HBV disebabkan oleh komponen core dari HBV Anti-HBs (Antibodi terhadap HBsAg) - Ditemukan dalam darah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah HBsAg hilang. - Petunjuk berakhirnya infeksi HBV dan terjadi proses penyembuhan - Timbul 1-4 bulan sejak timbul gejala pada infeksi akut dan dapat lebih lambat terutama pada infeksi menahun Window Period = waktu antara hilangnya HBsAg sampai munculnya Anti-HBs Anti-HBc (Antibodi terhadap Hepatitis B core Antigen)

- Merupakan petunjuk dini infeksi yang baru terjadi. IgM Anti-HBc (Antibodi IgM terhadap Hepatitis B core Antigen) - Merupakan petunjuk bagi infeksi yang akut - Terdeteksi dalam darah dalam waktu kurang lebih 3-6 bulan - Pada keadaan Window Period , maka IgM Anti-HBc merupakan satu-satunya petunjuk - Merupakan petunjuk adanya replikasi virus aktif / stadium infeksi yang masih aktif - Bila menetap lebih dari 6 bulan menunjukkan terjadinya HBV yang kronis HBeAg (Hepatitis B e Antigen) - Indikator dini untuk infeksi akut aktif - Merupakan petunjuk daya penularan tinggi (biasanya 3-6 minggu) - Bila menetap lebih dari 10 minggu menunjukkan perkembangan ke arah menahun / karrier Anti-HBeAg (Antibodi terhadap HBeAg) - Petunjuk bagi prognosis yang baik - Muncul setelah HBeAg negatif, bertahan 3-4 minggu - Bila terdapat bersama-sama dengan Anti-HBc merupakan pemastian bagi berlangsungnya tahap akut walau HBsAg (-) / Anti-HBs (-) 4. Biopsi Hepar o Sangat penting untuk pasien Hepatitis B Kronik terutama pasien dengan HBeAg (+) dengan kadar ALT 2x nilai normal tertinggi atau lebih. o Pada Segitiga Portal terdapat infiltrasi sel radang terutama limfosit dan sel plasma, dapat terjadi fibrosis yang makin meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel radang dapat masuk ke lobulus sehingga terjadi erosi limiting plate. Hepatosit dapat mengalami degenerasi baluning dan dapat terjadi badan asidofil. Jarang didapatkan gambaran kolestasis. o Berdasarkan aktivitas portal dan lobular / intensitas nekrosis, dibagi menjadi : Grade 0 tidak ada peradangan portal atau peradangan portal minimal Grade 1 peradangan portal / lobular tanpa nekrosis Grade 2 limiting plate necrosis ringan (Interface hepatitis ringan) dan atau nekrosis lobular yang bersifat fokal Grade 3 limiting plate necrosis sedang (Interface hepatitis sedang) dan atau nekrosis fokal lobular (Confluent necrosis) Grade 4 limiting plate necrosis berat (Interface hepatitis sedang) dan atau bridging necrosis o Berdasarkan progresi struktural penyakit hati, dibagi menjadi : Stage 0 tidak ada fibrosis Stage 1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar Stage 2 Pembentukan septa periportal atau septa portal-portal dengan arsitektus yamg masih utuh Stage 3 Distorsi arsitektur (Fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas Stage 4 kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

Perbedaan Parameter Hepatitis B Akut dan Kronik

HBs Agb Hbe Ag Anti HBe Anti HBc IgM anti HBc IgG anti HBc Anti HBs HBV DNA

AKUT + hilang + hilang + menurun + menetap + + + tinggi

KRONIK + menetap + menetap + menetap + menetap Turun s/d hilang + + tinggi, turun, tetap

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Sebenarnya untuk kasus ini tidak didapatkan DD, karena dari hasil tes serologis sudah menunjukan bahwa HBV DNA (+) yang menandakan bahwa pasien ini terinfeksi virus hepatitis B. sebab hanya virus hepatitis B yang merupakan virus DNA. Hepatitis yang lain merupakan virus yang menyerang RNA : a. Hepatitis A = RNA b. Hepatitis B = DNA c. Hepatitis C = RNA d. Hepatitis D = RNA e. Hepatitis E = RNA Pada hepatitis B sering kali disertai dengan infeksi virus hepatitis D, karena itu diferrential diagnosis yang diambil adalah hepatitis D.

HEPATITIS D Hepatitis D ini sering dijumpai pada penderita hepatitis B, karena virus hepatitis D ukurannya sangat kecil dan untuk menginfeksi sangat tergantung pada virus hepatitis B untuk menumpang dalam menginfeksi hospesnya. Virus hepatitis D ini memerlukan s Ag yang ada pada virus hepatitis B. virus hepatitis D adalah virus yang cacat karena ia tak mampu menginfeksi jika tidak ada bantuan dari virus hepatitis B. Seseorang dapat terjamgkit hepatitis B dan D secara bersamaan. Sebagian besar dapat sembuh dengan sendirinya tergantung ketahanan tubuhnya. Penderita hepatitis B kronik dapat terkena virus hepatitis D akut, dan biasanya hepatitis Dnya berubah menjadi kronis. Dan juga dapat berubah menjadi sirosis hati. Penularannya dapat melalui hubungan sex, jarum suntik, transfusi darah, dimana proses infeksi sama dengan virus hepatitis B.

Penatalaksanaan Terdapat 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik. 1. imunomodulasi a. interferon b. timoxin alpha 1 c. vaksinasi terapi 2. terapi antivirus a. lamivudin b. adepovir dipivoksil Tujuan pengobatan ini untuk mencegah atau menghentikan progresi jejas hati dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan injeksi. Terpai imunomodulator 1. interferon Interferon (IFN alpha) merupakan kelompok protein intrasel yang ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Khasiat IFN: antivirus, imunomodulator, antiproliferative dan antifibrotik. Khasiat IFN pada hepatitis B kronik terutama disebabkan oleh khasiat imunomodulator. Penelitian menunjukkan, pasien menunjukkan penurunan produksi IFN sebagai salah satu akibat terganggunya penampilan molekul HLA kelas 1 pada membran hepatosit yang sangat diperlukan agar T sitotoksik dapat mengenali sel hepatosit yang terkena infeksi HBV. IFN salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg + dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang yang belum mengalami sirosis. Efek samping IFN: Gejala seperti flu Tanda tanda supresi sum- sum tulang Flare up Depresi Rambut rontok Berat badan turun Gangguan fungsi tiroid Dosis 5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Kontraindikasi: Sirosis dekompensata Depresi atau riwayat depresi di masa lalu Dan adanya penyakit jantung berat Timoxin alpha 1 Timosin alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit Menurunkan repiklasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB Tidak ada efek samping seperti IFN Dikombinasikan dengan IFN dapat meningkatkan keefektifan dari obat ini. Vaksinasi Terapi Salah satu langkah maju dalam bidang ini.prinsip dasar vaksinasi terapi adalah fakta bahwa pengidapVHB tidak memberikan respons terhadapvaksin Hepatitis B konvensional

yang mengandung HBsAg karena individu individu tersebut mengalami imunotoleransi terhadapHBsAg.salah satu dasar pemberian vaksin adalah penggunaan vaksin yang menyertakan epitop yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat Human Leucocyte Antigen (HLA) restricted. Sehingga diharapkan sel ini dapat menghancurkan sel sel yang rusak tersebut. Yang digunakan adalah vaksin yang mengandung protein Pre S. Strategi kedua adalah menyertakan antigen kapsid yang spesifik untuk sel limfosit T sitotoksik (CTL). Strategi ketiga adalah vaksin DNA. Terapi Antivirus 1. Lamivudin Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkiptase yang berfungsi dalam transkipsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi HVB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi. Tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang terinfeksi karena pada sel yang terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent closed circular (ccc DNA), oleh karena itu ketika obat dihentikan maka titer DNA VHB akan kembali naik. Apabila diberikan dosis sebanyak 100mg tiaphari, maka lamivudin akan menurunkan konsentrasi DNA VHB sebesar 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu. Khasiat Lamivudi semakin meningkat apabila diberikan dalam jangka waktu yang panjang. Ada penelitian yang mendapatkan bahwa apabila digunakan lamividin dalam jangka waktu yang lama dan sedini mungkin maka akan mengurangi resiko terkena karsinoma hepatoselular. Keuntungan dari Lamivudin adalah Keamanan penggunaan Harga yang relatif murah Toleransi pasien Kerugian dari penggunaan Lamivudin ini adalah seringnya terjadi kekebalan pada pasien. 2. Adefovir Dipivoksil Merupakan suatu nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase. Mekanisme khasiat obat ini hampir sama dengan Lamivudin. Penelitianmenunjukkan jika pemakaian adefovir dengan dosis 10 atau 30 mg tiap hari selama 48 minggu menunjukkan perbaikan. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg tiap hari. Keuntungan penggunaan Adefovir adalah jarangnya terjadi kekebalan. Harganya yang lebih mahal dari Lamivudin yang menjadikan obat ini merupakan pilihan kedua apabila pasien resisten terhadap Lamivudin.

Komplikasi 1. Sirosis Hepatis 2. Karsinoma hepar Pencegahan 1. Pendidikan kesehatan 2. Jamban keluarga 3. Sanitasi lingkungan 4. Menghindari pemakaian tinja untuk dijadikan sebagai pupuk 5. Menghindari makan sayuran mentah 6. Hindari menggunakan jarum suntik bekas 7. Jarum untuk akupunktur atau tattoo harus steril. 8. Hindari pemakaian bersama alat - alat seperti pisau cukur 9. Hindari aktivitas sex dengan berganti-ganti pasangan. 10. Hindari mendapat donor darah yang tidak resmi. 11. Lakukan pemeriksaan darah untuk hepatitis B pada wanita hamil sehingga calon bayi dapat diberikan hepatitis B imunoglobulin dan vaksinasi 12 jam setelah lahir. Prognosis Pada umumnya Dubia ad malam.

ULKUS PEPTIKUM Definisi Suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran > 5 mm kedalaman submukosal pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung. Insidensi Insidensi dan kekambuhan /rekurensi saat ini menurun sejak ditemukan kuman Helicobacter pylori sebagai penyebab dan dilakukan terapi eradikasi Di Britania Raya sekitar 6-20 % penduduk menderita tukak pada usia 55 tahun Etiologi Ulkus terjadi jika mekanisme pertahanan yang melindungi duodenum atau lambung dari asam lambung menurun, misalnya jika terjadi perubahan dalam jumlah lendir yang dihasilkan. Hampir setiap orang menghasilkan asam lambung, tetapi hanya 1 diantara 10 yang membentuk ulkus. Setiap orang menghasilkan asam lambung dalam jumlah yang berlainan dan pola pembentukan asam ini cenderung menetap sepanjang hidup seseorang. Bayi dapat digolongkan sebagai penghasil asam yang rendah, sedang atau tinggi. Penghasil asam yang tinggi memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menderita ulkus peptikum dibandingkan dengan penghasil asam yang rendah. Tetapi sebagian besar penghasil asam yang tinggi tidak pernah memiliki ulkus dan beberapa penghasil asam yang rendah memiliki ulkus. Karena itu jelas terlihat, bahwa terdapat faktor lainnya yang berperan dalam pembentukan ulkus, selain pengeluaran asam. Banyak penderita ulkus duodenalis yang memiliki bakteri Helicobacter pylori dalam lambungnya, dan bakteri ini diduga merupakan penyebab utama dari ulkus peptikum. Bagaimana peran bakteri dalam terbentuknya suatu ulkus, masih belum jelas. Bakteri bisa mempengaruhi pertahanan normal terhadap asam lambung atau menghasilkan racun yang berperan dalam pembentukan ulkus. Ulkus duodenalis hampir tidak pernah berubah menjadi suatu keganasan (kanker). Ulkus gastrikum berbeda dengan ulkus duodenalis, yaitu bahwa ulkus gastrikum cenderung timbul di kemudian hari. Obat-obat tertentu (terutama aspirin, ibuprofen dan obat anti peradangan non-steroid lainnya), menyebabkan timbulnya erosi dan ulkus di lambung, terutama pada usia lanjut. Erosi dan ulkus ini cenderung akan membaik jika pemakaian obat tersebut dihentikan dan jarang kambuh kembali kecuali jika obat digunakan kembali. Beberapa ulkus gastrikum yang ganas juga akan membaik secara perlahan, sehingga sulit untuk membedakannya dari ulkus gastrikum yang jinak. Gejala Klinik Ciri khas dari ulkus adalah cenderung sembuh dan kambuh kembali. Gejalanya bervariasi tergantung dari lokasinya dan usia penderita. Anak-anak dan usia lanjut bisa tidak memiliki gejala yang umum atau bisa tidak memiliki

gejala sama sekali. Ulkus ditemukan hanya setelah terjadinya komplikasi. Hanya separuh dari penderita yang memiliki gejala khas dari ulkus duodenalis, yaitu nyeri lambung, perih, panas, sakit, rasa perut kosong dan lapar. Nyeri cenderung dirasakan pada saat perut kosong. Keluhan biasanya tidak timbul pada saat bangun tidur pagi, tetapi baru dirasakan beberapa saat kemudian. Nyeri dirasakan terus menerus, sifatnya ringan atau agak berat dan terlokalisir di tempat tertentu, yaitu hampir selalu dirasakan tepat dibawah tulang dada. Minum susu, makan atau minum antasid bisa mengurangi nyeri, tetapi nyeri biasanya akan kembali dirasakan dalam 2-3 jam kemudian. Penderita sering terbangun pada jam 1-2 pagi karena nyeri. Nyeri sering muncul satu kali atau lebih dalam satu hari, selama satu sampai beberapa minggu dan kemudian bisa menghilang tanpa pengobatan. Tetapi nyeri biasanya akan kambuh kembali, dalam 2 tahun pertama dan kadang setelah beberapa tahun. Penderita biasanya memiliki pola tertentu dan mereka mengetahui kapan kekambuhan akan terjadi (biasanya selama mengalami stres). Gejala ulkus gastrikum seringkali tidak memiliki pola yang sama dengan ulkus duodenalis. Makan bisa menyebabkan timbulnya nyeri, bukan mengurangi nyeri. Ulkus gastrikum cenderung menyebabkan pembengkakan jaringan yang menuju ke usus halus, sehingga bisa menghalangi lewatnya makanan yang berasal dari lambung. Hal ini bisa menyebabkan perut kembung, mual atau muntah setelah makan.

Penderita esofagitis atau ulkus esofagealis, biasanya merasakan nyeri pada saat menelan atau pada saat berbaring. Gejala yang lebih berat akan timbul jika terjadi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya perdarahan).

Anda mungkin juga menyukai