Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH LAPORAN SGD SISTEM SENSORI & PERSEPSI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Tutor 6
Alfiah Apriliyanti Annisa Dian Pratiwi Euis Fitriana Dewi Evie Pratiwi Funny L. Sagala Fadiah Izzati Salim Intan Yunitasari Karina Delistia Lestari Nursyifa Melina Purwaningsih Nabila S.F.B Ristiyani Cahya Tio Alamsyah P 220110110113 220110110077 220110110029 220110110017 220110110089 220110110149 220110110065 220110110137 220110110125 220110110101 220110110041 220110110005 220110110053

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kerena penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah reforting kelompok 6 yang berjudul OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS ini, makalah ini di disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Sensori & Persepsi. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ibu Efri Widianti, M.Kep., Sp.Kep.J selaku dosen tutor mata kuliah Sistem Respirasi yang telah memberikan pengajaran kepada penulis; 2. Orang tua kami tercinta yang selalu memberikan doa restu dan dukungan dalam proses pembelajaran kami di Fakultas Ilmu Keperawatan; 3. Pihak lain yang tidak dapat penulis kemukakan satu per satu, terima kasih atas dukungannya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang lebih baik. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari kemudian. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di Fakultas Ilmu Keperawatan.

Jatinangor, September 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga tengah dan kavum mastoid dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya cairan dari liang telinga (otore) lebih dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak anak di bawah usia 15 tahun. OMSK ini biasanya berawal dari otitis media supuratif akut. Beberapa hal yang menyebabkan OMA menjadi OMSK antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi yang tinggi, status gizi yang kurang, dan hygine yang buruk.

Otitis media supuratif kronik dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang terbanyak, terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1- 46%. Di Indonesia antara 2,10-5,20%, Korea 3,33% dan Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika Utara. OMSK ini harus ditangani dengan baik dan tuntas, jika tidak diobati dengan baik maka akan menyebabkan berbagai komplikasi.

B. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan. Secara terperinci tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui anatomi fisiologi sistem yang mendasari kasus otitis media supuratif kronis 2. Mengetahui pengertian dari otitis media supuratif kronis 3. Mengetahui etiologi terjadinya otitis media supuratif kronis 4. Mengetahui perjalanan timbulnya otitis media supuratif kronis 5. Mengetahui pengobatan dari otitis media supuratif kronis 6. Mengetahui diagnosa yang timbul pada kasus otitis media supuratif kronis

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Telinga Telinga adalah organ pendengaran. Telinga dipersarafi oleh saraf cranial, yakni bagian koklea saraf vestibulokoklear, yang distimulasi oleh getaran yang disebabkan gelombang suara. Kecuali daun telinga(aurikel), struktur yang membentuk telinga terbungkus bagian prosteosa tulang temporal.

Struktur telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu : telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. 1. Telinga luar Telinga luar terdiri dari atas aurikel dan maetus akustik eksternal ( saluran telinga luar). MAE terletak antara aurikula dan membrana timpani, seluruhnya dilapisi kulit dengan rambut, kelenjar sebasea,kelenjar apokrin(seruminosa).Dipisahkan dengan telinga tengah oleh membrana timpani. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi . a. Aurikel ( daun telinga )

Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke gendang telinga. b. Maetus Akustik Eksternal ( saluran telinga luar ) Saluran telinga luar ini menyerupai huruf S yang kurang sempurna dan memiliki panjang sekitar 2,5 cm, memanjang dari aurikel sampai mmembranetimpani (gendang telinga). Maetus dilapisi kulit yang merupakan lanjutan dari aurikel. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga. Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan telinga tengah adalah membran timpani atau gendang telinga. Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran (osikel). Kekuatan getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani.

2. Telinga Tengah ( rongga timpani ) Telinga tengah berfungsi meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam.Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian petrosus tulang

temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam. Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang

menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah..

3. Telinga Dalam atau Labirin. Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa.

a. Labirin Tulang Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan

serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan koklea dengan kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea berbentuk seperti rumah siput, didalamnya

terdapat duktus koklearis yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas disebut skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada bagian dasar disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basiler.

b. Labirin Membranosa. Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis Mekanisme Pendengaran : Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk ke membrane timpani menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf dan membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke nukleus koklearis, thalamus kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto, 2009 : 234-253).

B. Definisi OMSK

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK )adalah

Suatu radang kronis telinga tengah

dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (Soepardi, 2001). Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999). Dalam bahasa sehari-hari OMSK dikenal dengan sebutan congek.

C. Klasifikasi OMSK OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak terkena tulang. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan muko siliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi berdasarkan aktivitas sekret yang dikeluarkan terbagi menjadi 2 : a. Penyakit aktif: OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif b. Penyakit tidak aktif (tenang ): Keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering 2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotik (Soepardi EA, 2007). Bentuk perforasi membran timpani adalah : 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom. 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma (Helmi, 2005; Soepardi EA, 2007). Primary acquired cholesteatoma adalah kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flaksida (Djaafar ZA, 2007; Nursiah, 2003; Helmi.2005, Aboet A, 2007; Paparella MM, 1994).

Secondary acquired cholesteatoma terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi

membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi) (Djaafar ZA,2007; Nursiah, 2003; Helmi, 2005; Aboet A, 2007; Paparella MM, 1994).

D. Etiologi Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan adanya riwayat Otitis Media Akut. Beberapa factor predisposisi yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah : Terapi yang terlambat diberikan Terapi yang tidak adekuat Virulensi yang tinggi Status gizi yang kurang Hygine yang buruk

Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down Sindrome. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat (Nursiah, 2003).

Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernapasan atas. Dan anak anak sering terserang ISPA sehingga lebih beresiko terkena OMA. Disamping anak sering terkena ISPA keadaan anatomi saluran estachius anak juga lebih lebih pendek, lebih lebar, dan kedudukannya lebih horizontal dari saluran estachius orang dewasa. Panjang saluran estachius pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm sedangkan orang dewasa 37,5 mm. Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik seperti streptococcus hemolitikus, stafilokokus aureus, pneumokokus.Setelah itu kadang kadang ditemukan juga hemofilus influenza, eschercia coli, streptococcus anhemolitikus, proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenosa. Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak anak yang berusia dibawah 5 tahun.

E. Manifestasi Klinis

Pasien mengeluh otorrhoe,vertigo,tinnitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan pendengaran. ( Arif Mansjoer,: 2001: 82 ) Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004). 1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli

konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea. 3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu

dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah. TANDA KLINIS Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna : a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani. c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom) d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

F. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostic

1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar. 2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane timpani. 3. Kultur dan uji sensitifitas; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani). 4. Roentgen mastoid dan CT scen kepala, untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur disekeliling telinga. 5. Pemeriksaan Audiometri ; pada pemeriksaan ini penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan ratarata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronis Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : A. Konservatif Ada 3 cara terapi konservatif (medikamentosa) otitis media supuratif kronik (OMSK) benigna, yaitu : 1. Obat pencuci telinga. Bahannya H2O2 3%. Berikan selama 3-5 hari. Pengobatan ini kita berikan bila sekret telinga keluar terus-menerus. 2. Obat tetes telinga. Lanjutkan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik & kortikosteroid setelah sekret yang keluar telah berkurang. Jangan berikan selama lebih 1-2 minggu secara berturut-turut. Juga hindari pemberiannya pada otitis media supuratif kronik (OMSK) tenang. Hal ini disebabkan semua antibiotik tetes telinga bersifat ototoksik. 3. Obat antibiotik. Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil tes resistensi obat kita terima. Berikan eritromisin jika pasien alergi terhadap golongan penisilin. Berikan ampisilin asam klavulanat bila terjadi resistensi ampisilin.

Adapun terapi konservatif (medikamentosa) hanya bersifat sementara dan kita berikan sebelum melakukan tindakan pembedahan.

B. Operasi / Pembedahan

Pengobatan OMSK Tipe Tubatimpani a. OMSK Tipe Tubatimpani Tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

b. OMSK Tipe Tubatimpani Aktif Keadaan ini harus dilakukan pembersihan liang telinga dan kavum timpani ( toilet telinga). Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme (Fairbank, 1981).

Pengobatan OMSK Tipe Atikoantral

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe tubatimpani atau tipe atikoantral, antara lain (Soepardi, 2001). Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Mastoidektomi radikal Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy) Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. Miringoplasti Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe tubatimpani dengan perforasi yang menetap. Timpanoplasti Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe tubatimpani yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.

Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty) Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe tubatimpani dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK tipe atikoantral belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma (Soepardi EA, 2007).

Antibiotika topikal yang sering digunakan untuk pengobatan OMSK adalah: 1. Ofloksasin Merupakan derivat quinolon; sediaan yang terdapat dipasaran adalah berupa otic solution 0,3%. Pada penelitian secara in vitro ofloksasin mempunyai aktivitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan Gram positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. DNA gyrase adalah suatu enzim yang berperan dalam mengontrol topologi DNA dan replikasi DNA sehingga sintesis DNA dari kuman akan terhambat.

Ofloksasin efektif terhadap kuman aerob Gram positif seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia serta untuk kuman aerob Gram negatif seperti H. influenza, M.catarrhalis, P. mirabilis dan P. Aeruginosa. Konsentrasi ofloksasin ditemukan cukup tinggi di mukosa telinga tengah. Pada penderita OMSK dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah pemberian solusio ofloksasin 0,3%. 2. Kloramfenikol Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak aktif mendapatkan bahwa sensitifitas kloramfenikol terhadap masing-masing kuman adalah sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%), Bacillus sp.(62,23%), Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp.(14,23%). Amadasun (1991) melakukan penelitian pada penderita OMSK jinak aktif yang tidak sembuh mendapatkan bahwa kloramfenikol tidak efektif terhadap kuman Gram negatif terutama Pseudomonas sp. dan Proteus sp. Penelitian

tersebut menunjukkan sensitifitas kedua kuman tersebut yang dominan pada OMSK jinak aktif terhadap khloramfenikol sebesar 16% dibanding gentamisin sebesar 28%. 3. Polimiksin B atau Polimiksin E Obat ini bersifat bekterisid terhadap kuman Gram negatif, Pseudomonas, E. coli, Klebsiella dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap kuman Gram positif seperti Proteus dan B. fragilis dan toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. 4. Ofloksasin Merupakan derivat quinolon; sediaan yang terdapat dipasaran adalah berupa otic solution 0,3%. Pada penelitian secara in vitro ofloksasin mempunyai aktivitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan Gram positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. DNA gyrase adalah suatu enzim yang berperan dalam mengontrol topologi DNA dan replikasi DNA sehingga sintesis DNA dari kuman akan terhambat. Ofloksasin efektif terhadap kuman aerob Gram positif seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia serta untuk kuman aerob Gram negatif seperti H. influenza, M.catarrhalis, P. mirabilis dan P. Aeruginosa.

H. Pendidikan Kesehatan

1. Terapi pengobatan tidak boleh berhenti kecuali sesuai anjuran dokter. 2. Usahakan pasca oprasi telinga tidak terkena air. 3. Tidak boleh berenang, karena tekanan dalam air akan memperparah membrane timpani. 4. Tidak boleh dikorek

I. Pengkajian a. Biodata Pasien Nama : Anak N Usia : 4 tahun Jenis kelamin : Perempuan

b. Keluhan Utama : Keluar sekret warna hijau dari telinga anak sejak 2 minggu terakhir. c. Riwayat Kesehatan Riwayat kesehan sekarang : keluar sekret warna hijau sejak 2 minggu terakhir. Riwayat kesehatan masa lalu : Mengalami hal yang sama saat 4 bulan yang lalu. Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami ISPA? Riwayat kebersihan : sering mandi di tempat kerbau berendam

d. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik : keluar sekret purulen dari telinga kiri, warna hijau, dan bau amis. Pemeriksaan otoskop : mengalami perforasi. melihat keadaan membrane timpani apakah intake atau sudah mengalami perforasi. Pemeriksaan Audiometri : 70 dB ( tuli berat ) Pemeriksaan bakteriologi : cek specimen didapatkan streptococcus. Jika perlu lakukan pemeriksaan ct scan : untuk mengetahui apakah sudah mengalami komplikasi ke sekitar telinga. e. Penatalaksanaan Dalam kasus dokter melakukan irigasi telinga dan memberikaan erlamisetin tetes telinga untuk 6 minggu. Catatan : Pada kasus, dari telingga pasien sudah mengeluarkan sekret itu tandanya membrane timpani sudah mengalami perforasi. Jadi tindakan yang harus dilakukan adalah pembedahan timpanoplasti. Terapi konservativ hanya untuk menunjang sebelum dilakukannya pembedahan.

f. Diagnosa 1. Perubahan persepsi/sensoris: gangguan pendengaran berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran. 2. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan

BAB III PENUTUP


Kesimpulan

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK ) adalah Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. OMSK ini terbagi menjadi 2 yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK maligna. Manifestasi yang didapat tergantung jenis dari OMSK nya sendiri. Biasanya OMSK didahului dengan adanya riwayat otitis media supuratif akut. OMSK ataupun OMA lebih sering terjadi pada anak dibawah 15 tahun. Hal itu disebabkan karena saluran estachius pada anak lebih pendek, lebar dan lebih horizontal terhadap nasoparing dibandingkan dengan dewasa. Beberapa hal yang dapat menyebabkan OMA menjadi OMSK yaitu : terapi yang terlambat diberika, terapi yang kurang adekuat, virulensi yang tinggi, status gizi yang buruk, hygine yang buruk. OMSK dapat menyebabkan ketulian, maka dari itu pengobatan OMSK harus segera ditangani dengan baik. Secara umum pengobatan untuk OMSK terbagi menjadi 2 yaitu dengan terapi konservatif dan pembedahan.

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta. George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya. Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta Fung, K., 2004, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1999. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta. Tim Penyususn. 2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. FKUI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai