Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai struktur neurosensoris sistem tubuh yang berada dalam blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu: 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial Tutor Moderator Sekretaris Papan Sekretaris Meja Hari, Tanggal Peraturan : dr.Mezfy Unita Sp.PA(K) : Roby Juniadha : David Wijaya : Yuda Lutfiadi : Senin, 02 september 2013 : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif) 3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario kasus Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini tidak disertai demam. Saudara kembar Otoy, Oboy,juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila disuruh mandi. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum : sadar dan kreatif Vital sign : Nadi: 88x/menit, RR :20x/menit, suhu: 37,0o C Keadaan spesifik :
2

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra:terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile dan tidak nyeri tekan. Status dermatologikus: Regio extremitas inferior dextra et sinistra: Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.

2.3 Paparan I. Klarifikasi istilah: 1. bercak merah 2. keropeng : kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah : formasi darah, nanah, atau cairan kulit lainnya yang mengering diatas robekan kulit 3. gatal : sensasi kulit yang tidak nyaman yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk atau menggosok kulit 4. lepuh : tonjolan kecil berbatas tegas pada epidermis yang mengandung cairan serosa dengan ukuran kurang dari atau sama dengan 0,5 cm 5. demam 6. kooperatif 7. nodul : peningkatan suhu tubuh diatas normal : keadaan dimana pasien bisa diajak bekerja sama : massa jaringan yang kecil berbentuk benjolan, simpul, atau penonjolan yang normal ataupun patologis 8. status dermatologikus : data yang menyatakan hasil pemeriksaan keadaan kulit pasien berdasarkan lokasi 9. plak eritema : lesi kulit yang superficial, padat dan menonjol berdiameter lebih dari 0,5 cm yang berwarna
3

kemerahan akibat pelebaran pembuluh darah 10. lentikuler 11. diskret : berkenaan dengan atau berbentuk seperti lensa : dibuat dari bagian yang terpisah atau ditandai dengan lesi yang tidak menyatu 12. krusta : cairan badan yang mongering dapat bercampur dengan jaringan nekrotik dan benda asing

II. Identifikasi masalah NO KENYATAAN 1. Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu. 2. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu. 3 Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini tidak disertai demam. 4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila disuruh mandi.
4

KESESUAIAN TSH

KONSEN VVV

TSH

VV

TSH

VV

TSH

VV

5.

Hasil pemeriksaan fisik Keadaan umum : sadar dan kreatif Vital sign : Nadi: 88x/menit, RR :20x/menit, suhu: 37,0o C Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile dan tidak nyeri tekan.

TSH

6.

Status dermatologikus Regio extremitas inferior dextra et sinistra: Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.

TSH

III. Analisis masalah 1. Otoy, 4 tahun, dibawa oleh orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutupi keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu. a. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi kulit?

Kulit berfungsi sebagai penahan dua arah: membantu menyimpan cairan tubuh dan mencegah dehidrasi komponen-komponen tubuh bagian dalam, dan sekaligus mencegah masuknya organismeorganisme infeksius dan zat-zat beracun ke dalam tubuh. Kulit juga melindungi struktur-struktur internal dari kerusakan mekanis, seperti trauma eksternal dan kerusakan yang diakibatkan sumber-sumber yang kurang kentara. Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama: (i) epidermis, (ii) dermis, dan (iii) hipodermis (jaringan subkutan).

Epidermis terbentuk dari lima lapisan sel epitelial squamosa, diantaranya yang paling umum adalah keratinosit. Keratinosit adalah sel-sel yang bertanggungjawab untuk pembentukan keratin, protein struktural dari kulit, rambut, dan kuku. Sel-sel ini diyakini terlibat dalam proses imun dengan pertama kali melepaskan immunoglobulin A dan kemudian interleukin-1, yang memicu pengaktifan sel-sel T. Lapisan yang paling dalam, stratum germinativum, juga dikenal sebagai lapisan sel basal. Kurang lebih setengah dari keratinosit bergerak dari lapisan sel basal ke atas melalui semua lapisan-lapisan epidermis yang lain. Sambil bergerak melalui lapisan-lapisan, strukturnya berubah dan sel-sel mulai memipih, kehilangan inti, dan akhirnya kering. Ketika sel-sel ini mencapai lapisan yang paling luar, stratum corneum, mereka kemudian dikenal sebagai sel tanduk. Inilah sebabnya stratum corneum juga disebut lapisan tanduk. Sel-sel tanduk yang mati kemudian luruh. Siklus regenerasi ini memerlukan waktu kurang lebih satu bulan. Umumnya, kandungan kelembaban epidermis berkisar dari 10% hingga 20%. Jika kelembaban terlalu rendah, maka dapat terbentuk kulit kering, retak, dan pecah-pecah. Lapisan kedua kulit, dermis, biasanya 40 kali lebih tebal dari epidermis dan tersusun dari bahan mukopolisakarida. Pada dermis terdapat sel-sel mast dan fibroblast. Sel mast memiliki situs reseptor untuk immunoglobulin E dan mengandung sejumlah senyawa penting, seperti zat yang bereaksi lambat pada
6

proses anafilaksis, prostaglandin E2, dan histamin. Fibroblast mensintesis komponen penunjang struktural dari kulit (yaitu: serat-serat elastik, kolagen, dan serat retikulum) Lapisan ketiga dari kulit, hipodermis (atau subkutis), tersusun atas sel-sel lemak (jaringan adiposa), kolagen, dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar. Jaringan berlemak mempengaruhi regulasi panas tubuh dan

memberikan efek bantalan terhadap tekanan eksternal dan cedera. Beberapa struktur tambahan juga ditemukan pada dermis. Struktur-struktur ini dikenal sebagai tambahan epidermal (atau adneksa), oleh karena mereka berakhir pada permukaan epidermal walaupun mereka berada di dalam dermis. Mereka meliputi dua jenis kelenjar keringat yang berbeda: unit ekrin dan apokrin. Fungsi unit apokrin pada manusia tidak dimengerti dengan baik, tetapi unit ekrin bertanggung-jawab untuk pembentukan dan ekskresi keringat. Unit-unit ekrin menyuplai semua area kulit, tetapi mereka ditemukan dalam jumlah yang lebih besar pada aksila, dahi, dan telapak kaki dan tangan. Kelenjarkelenjar sebasea, tambahan yang lain, ditemukan pada semua area tubuh kecuali telapak kaki dan tangan.

b. Apa etiologi keluhan utama pada kasus? Reaksi alergi, infeksi bakteri ; gram positif, virus ; adenovirus, luka bakar dan gigitan serangga penyebab keluhan pada kasus biasanya bakteri

staphylococcus aureus koagulase positif dan streptococcus beta hemolyticus grup A.

c. Bagaimana mekanisme bercak kemerahan ditutupi keropeng kekuningan disertai gatal? Terjadinya invasi mikoorganisme streptokokus menimbulkan inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga permeabilitas kapiler. Hal ini kemudian memudahkan perpindahan cairan keruang antar sel. Inilah yang menimbulkan terbentuknya vesikel dengan dinding tipis yang mudah pecah. Serum yang keluar dari vesikel kemudian mongering menyebabkan terbentuknya krusta bewarna kuning. Delain itu, terjadinya invasi mikroorganisme streptococcus juga dapat mengaktifkan limfosit T, limfosit T mengeluarkan IL-4 lalu menghasilkan
7

IgE. Lalu faktor pertumbuhan sel mast meningkat dan mengeluarkan histamin dan terjadilah gatal. 2. Kisaran 5 hari yang lalu timbul lepuh lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu. a. Bagaimana etiologi dan mekanisme timbulnya lepuh berisi cairan bening sampai kekuningan? Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang), saudara kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan baju dan handuk bersama bakteri menempel di kulit Koloni meningkat Mengeluarkan eksotoksin Merusak desmosom (jembatan sel ) Epidermis
terenggang (akantolisis) Menyebabkan rongga antar s.korneum dan s.

Granulosum Neutrofil migrasi ke dalam rongga Lepuh berisi cairan eksudat

3. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini tidak disertai demam. a. Bagaimana mekanisme timbulnya benjolan sebesar kelereng di lipat paha? Faktor resiko (higinies kurang, pemakaian handuk bersama) infeksi bakteri pada kulit di tungkai melalui limfogen masuknya antigen / mikroba ke KGB regional(daerah inguinal) untuk identifikasi dan pemrograman penghancurannya sel KGB menghasilkan pertahanan tubuh seperti limfosit, plasma, histiosit, monosit atau sel-sel radang (neutrofil) pembesaran KGB muncul benjolan dilipat paha kanan dan kiri

b. Bagaimana makna klinis tidak adanya demam pada pasien? Karena infeksi hanya terbatas di superficial kulit dan tidak menyebar sistemik melalui hematogen sehingga tidak terjadi demam

4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila disuruh mandi.
8

a. Bagaimana hubungan kebiasaan otoy dan oboy dengan keluhan? Impetigo adalah infeksi bakteri pada epidermis kulit yang paling sering ditemukan disebabkan oleh streptococcus hemolyticus dan staphylococcus aureus. Infeksi ini menular melalui kontak langsung dengan kulit yang terkena. Bakteri berpindah ke daerah kulit yang baru dengan menggaruk atau menyentuh daerah kulit yang terinfeksi. Penularan dapat juga terjadi melalui tangan kotor, kuku kotor, dan pakaian atau benda lain yang telah menyentuh daerah kulit yang terinfeksi. Dari kebiasaan Otoy dan Oboy yang sering bermain di luar rumah, dan malas bila disuruh mandi, menunjukkan hygine yang kurang baik ; sering menggunakan baju dan handuk bersama, menunjukkan cara penularannya ; dan riwayat Oboy pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu, berarti telah terjadi penularan penyakit dari Oboy ke Otoy.

b. Bagaimana mekanisme penularan pada kasus? mekanisme penularan: 1. 2. Kontak langsung dengan pasien impetigo Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo 3. 4. 5. 6. Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik langsung (daerah yang terinfeksi digaruk, kemudian jari menggaruk daerah lain ataupun tangan yang terinfeksi menyentuh barang-barang lain sehingga menyebabkan barang tersebut terkontaminasi

5. Hasil pemeriksaan fisik a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik? Pemeriksaan fisik Keadaan Umum Nadi RR hasil kooperatif 88x/menit 20x/menit Nilai normal sadar 60-100x/menit 16-24x/menit interpretasi normal normal normal

suhu Keadaan spesifik

37C

36,5-37,2C

normal

KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile dan tidak nyeri tekan.

abnormal

Mekanisme abnormal: Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis)

6. Status dermatologikus a. Bagaimana interpretas dan mekanisme abnormal dari status

dermatologikus? Interpretasi : abnormal Plak eritem multiple : penonjolan padat, rata ,diameter 0,5 cm Lentikuler : ukuran sebesar jagung/kacang tanah Diskret : letak terpisah dekat Krusta : cairan eksudat yang mengering Mekanisme : Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm akibat inflamasi akibat invasi mikroorganisme yang dengan cepat membentuk vesikel berdinding tipis. Kemudian vesikel tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.
10

7. Bagaimana epidemiologi kasus? Impetigo nonbulosa/ krustosa/ kontangiosa lebih umum ditemui. Impetigo biasanya mengenai anak-anak (umur 2-5 tahun), bisa juga pada umur lainnya Insiden tertinggi pada iklim tropis atau selama musim panas Infeksi menular melalui kontak dengan kulit yang terkena Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).

8. Apa factor resiko pada kasus? Meskipun siapa saja bisa mengalami impetigo, anak berusia 2 sampai 6 tahun dan bayi adalah yang paling banyak mengalaminya. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Anak secara khusus rentan mengalami infeksi karena sistem imun mereka masih dalam tahap perkembangan. Karena itulah impetigo dapat dengan menyebar melalui kelompok bermain atau di sekolah. secara sengaja atau tidak melakukan kontak dengan mereka yang terinfeksi atau dengan benda yang mereka gunakan, seperti pakaian, kasur, handuk dan bahkan mainan.

Faktor lain yang meningkatkan impetigo antara lain: Bersentuhan langsung dengan mereka yang terkena impetigo atau dengan peralatan yang terkontaminasi Kondisi yang ramai Cuaca panas dan lembab Berpartisipasi pada kegiatan olahraga yang memungkinkan untuk bersentuhan kulit, seperti sepakbola atau gulat Musim: musim panas atau cuaca panas yang lembab Kebersihan/higiene: kebersihan yang kurang dan higiene yang buruk
11

Hewan peliharaan Keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga, herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar Mereka yang memiliki diabetes atau sistem imun yang lemah secara khusus lebih rentan terkena ecthyma, jenis impetigo yang lebih serius.

9. Bagaimana diagnosis banding pada kasus? DD Candidiasis Ciri khas Papula atau plak eritem, permukaan agak lembab, predileksi daerah mukosa dan intertriginosa (lipatan seperti ketiak,lipat paha,

intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki). Dermatitis Atopi Sifatnya kronik atau relaps, kulit menjadi kering, mengenai daerah flexural pada orang dewasa dan daerah facial serta ekstensor pada anak anak. Dermatitis Kontak Ektima Kemerahan dan pruritus pada daerah yang mengalami kontak dengan alergen atau bahan yang sifatnya iritan Lesi (berupa ulkus) yang ditutupi krusta yang bisa berlangsung sampai berminggu minggu karena infeksi mencapai ke lapisan dermis. Eritema multiforme bulosa Lupus eritematosa bullosa Lupus eritematosa discoid Plak berbatas tegas dengan skuama yang berpenetrasis sampai ke folikel rambut, dan bila dikelupas akan menunjukkan carpet tack sign Vesikel atau bulla yang timbul dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor) Lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal, seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan

Gigitan serangga Bulla dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di daerah yang terkena gigitan

12

Herpes simplex

Vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit

Pemfigus bulosa

Vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan plak urtikaria

Skabies

Lesi berbentuk liang dan vesikel yang tersebar, biasanya disertai dengan pruritus (gatal) pada malam hari

Sindrom steven- Vesikulobulosa (lesi gelembung mulai dari vesikel sampai bulla) yang johnson melibatkan kulit, mulut, mata dan genitalia; lesi yang dalam dengan krusta akibat perdarahan adalah gambaran khas Toxic epidermal Seperti sindrom steven-johnson yang diikuti pengelupasan kulit badian necrolysis Varisela atas (epidermis) secara menyeluruh Vesikel dengan dasar kemerahan, bermula di badan dan menyebar ke tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama

10. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus? Berdasarkan anamnesis : lepuh -lepuh berisi cairan bening di tungkai kanan dan kiri disertai gatal .Lepuh mudah pecah dan menjadi koreng. Pemeriksaan fisik :

Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan . Status dermatologikus : regio extremitas inferior dextra et sinistra; plak eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan Darah : biasanya akan menunjukkan leukositosis Kultur bakteri: bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab, sehingga akan membantu pada proses pengobatan (eradikasi bakteri) Uji sensitivitas :untuk mengetahui jenis bakteri, dan pengobatan pilihan. HISTOPATOLOGI
13

Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat vesikopustul di subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis.Pada dermis terjadi inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram positif.

11. Bagaimana working diagnosis pada kasus? Impetigo krustosa

12. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan? 1.pemeriksaan Gram-stain Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk menyingkirkan diagnosa banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylokokus dan Streptokokus. Pada pewarnaan gram akan memperlihatkan neutrofil dengan kuman gram-positif di dalam rantai atau kelompok3,4,5,14.

2. Kultur bakteri Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan S.pyogenes atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri4,14. Kultur bakteri juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), jika lesi imeptigo pecah, jika ada glomerulonefritis poststreptokokus. Eksudat diambil dari bawah krusta untuk dilakukan kultur. Kultur bakteri pada lubang hidung terkadang dibutuhkan untuk menentukkan seseorang S.aureus karier atau bukan. Jika pada kultur tersebut negatif dan penderita persisten terhadap timbulnya impetigo, maka kultur bakteri harus dilakukan pada aksila, faring dan perineum. Pada penderita dengan status S.aureus karier yang negatif dan tidak mempunyai faktor predisiposisi dapat dilakukan pemeriksaan level serum IgM. Pemeriksaan level serum IgA, IgM, dan IgG juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi yang lain.

3. Pemeriksaan Laboratorium Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama pada infeksi yang disebabkan streptokok. Level Anti DNAase (Antideoksiribonuklease) B meningkat cukup signifikan pada pasien impetigo streptokok. Urinalisis perlu
14

dilakukan untuk mengevaluasi glomerulonefritis poststreptokokus jika pada pasien timbul edema dan hipertensi. Hematuria, proteinuria, cylindruria merupakan indikator terlibatnya ginjal.

4. Pemeriksaan lainnya Selain itu dapat juga dilakukan biakan bakteriologis eksudat besi; biakan sekret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistensi. Biopsi dapat diindikasikan. Tes yang lainnya berupa : - Titer Antistreptolysin-O (ASO) memberikan positif lemah terhadap streptokokus - Streptozyme : positif untuk Streptokokus, tapi jarang dilakukan

13. Bagaimana pathogenesis pada kasus? Kulit yang normal biasanya resisten terhadap kolonisasi atau infeksi dari Staphylococcus aureus dan GABHS. Asam lipoteikoat (lipoteichoic acid/LTA), suatu molekul adhesi GABHS dan Staphylococcus aureus membutuhkan suatu reseptor, fibronectin, untuk dapat menempel dan melakukan kolonisasi. Pada kulit yang sehat (intact) tidak dapat dijumpai adanya fibronectin karena tertutupi oleh lapisan keratin pada epidermis. Adanya lesi dan trauma, baiknya sifatnya mikro, dapat membuat fibronectin di tubuh tereskpose dan memungkinkan kolonisasi bakteri.

15

Hal yang sering membuat lesi di kulit:


Garukan Dermatophytosis Varicella Herpes simplex Scabies Pediculosis Luka bakar Operasi Cedera Radiation therapy Gigitan serangga

Adanya penggunaan immunosupresan seperti kortikosteroid, penyakit seperti HIV dan diabetes, dan penyalahgunaan obat - obatan secara intra vena dapat mendukung kolonisasi bakteri. Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu. Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.
16

Infeksi Primer Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kumanmenyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma. Infeksi sekunder Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur. Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitutukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anakanak yang telah terinfeksi. Adanya kolonisasi bakteri dipermukaan kulit akan menyebabkan bakteri melepaskan toksin mereka (seperti exfoliative toxin / EF toxin pada Staphylococcus aureus). Toksin tersebut akan menyebabkan kulit mengalami inflamasi. Toxin tersebut dapat menghancurkan protein cadherin yang dikenal sebagai desmoglein (khususnya desmoglin 1/DSG1) yang merupakan komponen dari desmosome, suatu junctional complex pada sel epitel. Pada kulit, protein ini biasanya ditemui pada keratinosit di stratum granulosum sebagai molekul adhesi antar sel. Hancurnya taut antar sel inilah yang menyebabkan terbentuknya lepuh superfisial.

17

Adanya kolonisasi pada kulit akan memicu sel sel Langerhans dan Histiosit / dendiritic cell yang berperan sebagai antigen presenting cell / APC untuk melepaskan sitokin sitokin pro inflamasi seperti TNF, IL-1, Il-4 dan IL-8. TNF dan IL-1 akan mendorong terjadinya reaksi inflamasi lokal dimana terjadi vasodilatasi lokal sehingga daerah tersebut nampak lebih kemerahan dan lebih permeabel terhadap sel darah putih yang merupakan sistem pertahan tubuh. IL-4 akan menstimulasi pelepasan IgE yang akan memicu aktivasi sel mast yang kemudian akan melepaskan histamin yang salah satu efek lokalnya adalah menimbulkan rasa gatal. IL-8 merupakan faktor chemotaksis untuk neutrofil dimana sitokin tersebut dapat merekrut neutrofil untuk berkumpul di lokasi infeksi. Neutrofil yang mati inilah yang akan menjadi pus / nanah yang berwarna putih kekuningan. Lepuh yang terbentuk ini biasanya akan pecah dan membentuk krusta. Krusta yang terbentuk merupakan bekuan dari nanah (pus), darah, dan jaringan kulit yang rusak serta bakteri sehingga berwarna kuning madu.

Adanya infeksi oleh bakteri akan memicu pematangan sel T. Sebagian bakteri juga diangkut ke jaringan limfe menuju ke limfonodus regional, dalam kasus ini di lipat paha, dan mengakibatkan proliferasi dari sel limfosit, sel plasma, monosit serta histiosit pada limfonodus sehingga limfonodus akan membesar dan teraba pada pemeriksaan fisik.

14. Bagaimana tata laksana pada kasus (non-farmakologis dan farmakologis)? Pemilihan metode penatalaksanaan adalah berdasarkan luasnya lesi (krusta pada kasus ini). Jika krusta sedikit, cukup dilepaskan secara perlahan lalu diberikan antibiotik topikal, seperti : Mupirocin

18

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogene

- Asam Fusidat Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.

Bacitracin Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.

Retapamulin Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisinasam fusidat.

Sebelum diberi antibiotik topikal, lesi harus dibersihkan terlebih dahulu. Dapat menggunakan antiseptik seperti larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 atau larutan yodium pavidon 7,5% yang dilarutkan 10x.

19

Bila lesi luas atau banyak, perlu diberikan antibiotik sistemik seperti : Penisilin G prokain dan semisintetiknya o Penisilin G prokain Dapat diberikan dengan dosis 1,2 juta unit per hari intramuskular. Saat ini, obat ini sudah mulai ditinggalkan sebab tidak praktis karena harus diberikan intramuskular dengan dosis tinggi dan beresiko menimbulkan syok anafilaktik o Ampisilin Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg, diberikan sejam sebelum makan o Amoksisilin + asam klavulanat Dosisnya adalah 2 x 250-500 mg per hari selama 10 hari, kelebihanya adalah lebih praktis bila dibandingkan dengan ampisilin karena dapat diberikam setelah makan dan lebih cepat diabsorbsi sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. o Kloksasilin, Dikloksasilin, dan flukoksasilin Dosisnya kloksasilin adalah 3 x 250 mg per hari dosis pediatri 20 50 mg/KgBB/hari sebelum makan selama 10 hari. Kelebihan obat jenis ini adalah tetap berkhasiat terhadap Staphylococcusaureus yang telah resisten terhadap penisilin dengan membentuk penisilinase.

Linkomisin dan klindamisin Dosis linkomisin 3 x 500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu dosisnya lebih kecil yaitu 4 x 150 mg/hari atau 3 x 300-450 mg/hari pada infeksi yang lebih berat. Klindamisin lebih sering digunakan daripada linkomisin karena potensi antimikrobianya lebih besar, efek sampingnya lebih kecil, dan pemberian peroralnya tidak dihambat oeh makanan di lambung.

Eritromisin Dosisnya 4 x 500 mg/hari dan untuk pediatri 30 50 mg/KgBB/hari

Azitromisin Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2 sampai hari ke-4

Sefalosporin
20

Dapat digunakan bila pemberian obat obat yang lain tidak menimbulkan efek yang baik. Ada 4 generasi, namun yang berkhasiat untuk kuman gram positif seperti Streptococcuspyogenes (Group A -hemolyticus) dan

Staphylococcusaureus ialah generasi ke-I seperti sefadroksil dengan dosis 2 x 500 mg/hari atau 2 x 1000mg/hari; sefaleksin dengan dosis 2 x 250 500 mg/hari dan dosis pediatri adalah 25 50 mg/kgbb/hari selama 10 hari; dan generasi ke-IV

Pengobatan penunjang adalah :

Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah

Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak

Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh

15. Bagaimana komplikasi pada kasus? Kemungkinan terjadinya komplikasi bila dilakukan pengobatan yang tepat waktu dan tepat sasaran sangat kecil. Neonatus memiliki resiko lebih besar untuk mengalami penyebaran infeksi ke seluruh anggota tubuh karena sistem imun pada neonatus belum berkembang sempurna. Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang terlibat. Selulitis, limfangitis, dan limfadenitis supuratif terjadi pada 10% pasien dengan impetigo. Seandainya exfoliative toxin (EF toxin) stafilococcus masuk ke dalam aliran darah, dapat terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS). Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis (APSGN) adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi, meski jarang, pada impetigo non bullosa / impetigo kontagiosa. Angka insiden hanya 1 dari 1.000.000 penduduk negara industri. Strain GABHS yang dapat menyebabkan APSGN adalah serotipe M-60 dan M-49. APSGN biasanya terjadi 18 21 hari paska infeksi dengan kategori usia yang paling sering terkena adalah usia 3-7 tahun. Penggunaan antibiotik tidak membantu mencegah APSGN sebab reaksi imun tubuh biasanya sudah terlebih dahulu tersensitisasi sebelum penggunaan antibiotik. Hal ini menyebabkan penumpukan kompleks antigen-antibodi
21

menumpuk di tubulus ginjal dan memicu peradangan pada nefron ginjal sehingga terjadilah APSGN. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah : Scarlet fever Erisipelas dan selulitis Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan erisepelas, meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang mengenai jaringan subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit yang melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas, bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal Psoriasis Pneumonia Osteomyelitis Sepsis dan bacterial endocarditis

16. Bagaimana pencegahan pada kasus? Pencegahan meliputi :

Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)

Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih

Jauhkan diri dari orang dengan impetigo Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

22

Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.

Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu

Penderita impetigo harus diisolasi, dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam setelah pemberian antibiotik

17. Bagaimana prognosis pada kasus ? Quo ad vitam Quo ad fungsionam : bonam : bonam

18. KDU Tingkat kemampuan 4, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

IV. Learning Issue 1. Anatomi dan fisiologi kulit Kulit terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu: A. EPIDERMIS Lapisan Epidermis/kutikel terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: 1. Stratum Korneum Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti. Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2. Stratum Lusidum Lapisan sel gepeng tanpa inti Protoplasma berubah menjadi protein (eleidin) Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
23

3. Stratum granulosum / Lapisan Granular Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti diantaranya Mukosa tidak mempunyai lapisan ini

4. Stratum spinosum / lapisan Malphigi Lapisan epidermis yang paling tebal. Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak ditengah Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg terdiri dari protoplasma dan tonofibril Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon respon antigen kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah. 5. Stratum basale Terdiri dari sel-sel kolumnar yang tegak lurus terhadap dermis, tersusun sebagai tiang pagar atau palisade. Pada lapisan ini terdapat batas antara epidermis dan dermis yang dibatasi oleh lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermaldan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes).

24

B. DERMIS Merupakan lapisan di bawah epidermis, yang terdiri dari: a. Pars Papilare Bagian yang menonjol ke epidermis Berisi ujung-ujung serabut saraf dan pembuluh darah

b. Pars Retikulare Bagian yang menonjol ke subkutan Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks (cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas) Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang terdapat banyak p. darah , limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan kelenjar sebaseus.

C. HIPODERMIS/SUBKUTAN Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Sel Lemak sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa

25

Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi. Vaskularisasi Suplai darah pada kulit diatur oleh 2 pleksus: Pleksus superfisialis terletak di bagian atas dermis Pleksus profunda terletak di lapisan subkutis

ADNEKSA KULIT

1. Kelenjar keringat (glandula sudorifera) Terdapat di lapisan dermis Diklasifikasikan menjadi 2 kategori: Kelenjar Ekrin o Terdapat disemua kulit. o Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh. o Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik. Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap setress, nyeri dll. Kelenjar Apokrin o Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel rambut. o Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan berkurang pada sklus haid. o Kelenjar Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila. o Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K. seruminosa yang menghasilkan serumen(wax).

26

2. Kelenjar Sebasea Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.

3. RAMBUT Terdapat di seluruh kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal dari falang distal jari tangan, kaki, penis, labia minora dan bibir. Rambut terdiri dari akar ( sel tanpa keratin) dan batang ( terdiri sel keratin ) Bagian dermis yang masuk dalam kandung rambut disebut papil.

Terdapat 2 jenis rambut : Rambut terminal (dapat panjang dan pendek.) Rambut velus (pendek, halus dan lembut).

Penampang rambut terdiri atas: a) Kutikula: terdiri atas lapisan keratin b) Korteks: terdiri atas serabut polipeptida yang memanjang dan saling berdekatan. lapisan ini mengandung pigmen c) Medula: terdiri atas 3-4 lapis sel kubus yang berisi keratohialin, badan lemak, dan rongga udara. rambut velus tidak mempunyai medula Fungsi rambut :
27

Melindungi kulit dari pengaruh buruk: Alis mata melindungi mata dari keringat agar tidak mengalir ke mata Bulu hidung (vibrissae) menyaring udara, serta berfungsi sebagai pengatur suhu pendorong penguapan kerngat dan indera peraba yang sensitive.

Terdapat 3 fase pertumbuhan rambut: a) Fase pertumbuhan (Anagen) Sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya 2-6 tahun

90 % dari 100.000 folikel rambut kulit kepala normal mengalami fase pertumbuhan pada satu saat. b) Fase Peralihan (Katagen) Masa peralihan dimulai dari penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit dan bagian di bawahnya melebar dan mengalami pertandukan sehingga terbentuk gada (club).

berlangsung 2-3 minggu c) Fase Istirahat (Telogen) Berlangsung 50 Gerak Warna 100 merinding rambut + 4 lembar jika bulan, rambut terjadi rambut rontok trauma oleh , mengalami dalam stress, jumlah tiap dsbt kerontokan harinya. Piloereksi. .

ditentukan

melanin

Pertumbuhan rambut pada daerah tertentu dikontrol oleh hgormon seks( rambut wajah, janggut, kumis, dada, punggung, di kontrol oleh H. Androgen. Kuantitas dan kualitas distribusi ranbut ditentukan oleh kondisis Endokrin. Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan pada S. Cushing(wanita).

4. KUKU Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Pertumbuhan rata- rata 1 mm / minggu. Pembaruan total kuku jari tangan : 170 hari dan kuku kaki: 12- 18 bulan. Bagian kuku terdiri dari:

Matriks kuku: merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru

28

Dinding kuku (nail wall): merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi bagian pinggir dan atas

Dasar kuku (nail bed): merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku Alur kuku (nail grove): merupakan celah antar dinding dan dasar kuku Akar kuku (nail root): merupakan bagian proksimal kuku Lempeng kuku (nail plate): merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi dinding kuku

Lunula: merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih didekat akar kuku berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit

Eponikium (kutikula): merupakan dinding kuku bagian proksima, kulit arinya menutupi bagian permukaan lempeng kuku

Hiponikium: merupakan dasar kuku, kulit ari dibawah kuku yang bebas (free edge) menebal

2. Eflorensesi kulit MAKULA: adalah perubahan warna kulit tanpa disertai perubahan konsistensi dan permukaannya. Makula berukuran <> 1 cm disebut patch.

29

PAPUL: Penonjolan kulit yang solid dengan diameter < 1 cm. Terjadinya papula adalah karena adanya proses: A. Infiltrat pada papilla dermis: proses infiltrasi selular pada kasus lichen nitidus proses non-selular pada kasus lichen amiloidosis B. hiperplasi epidermis, misalnya: Veruka molluscum contagiosum

PLAK: kelainan kulit seperti papula dengan permukaan datar dan diameter > 1 cm. Plak dapat terjadi karena perluasan suatu papula, tetapi dapat juga karena gabungan atau konfluensi dari beberapa papula

Diagnosa Banding: Eczema Lichen planus Pityriasis rosea Psoriasis Seborrheic dermatitis Syphilis (secondary) Tinea corporis Tinea pedis Tinea versicolor

URTIKA: Penonjolan kulit dengan batas tegas, timbulnya cepat, tetapi hilangnya juga cepat; biasanya

30

berwana kemerahan dan pucat di bagian tengah, sering terdapat pseudopodia (kaki semu). Urtika timbul disebabkan karena adanya edema interselular yang biasanya merupakan kelanjutan dari meningkatnya permeabilitas kapiler dan hampir tidak pernah dijumpai adanya infiltrat radang. Biasanya urtika timbul akibat adanya reaksi alergi, atau reaksi hipersensitifitas. Urtika yang timbul di jaringan yang longgar, seperti di kelopak mata, bibir, dan scrotum biasanya berukuran besar (luas) dan dinamakan angioedema.

Diagnosa Banding: Angioedema Dermographism Hives Cholinergic urticaria Urticaria pigmentosa (mastocytosis)

NODUL: Penonjolan kulit dengan batas tegas, letaknya dalam, diameternya > 1 cm. Nodul terjadi karena adanya infiltrasi yang bersifat massif pada dermis dan subkutis. Tumor sebenarnya juga seperti nodul, hanya istilah tumor digunakan untuk nodul dengan diameter yang besar.

Tetapi skr ini istilah tumor sering untuk kelainan-kelainan yang bersifat neoplastik saja.

VESIKEL dan BULA adalah suatu penonjolan kulit dengan batas tegas, berisi cairan serous dan diameternya <> 1 cm disebut bula.

Vesikula dan bula dapat terjadi di lokasi yang berbeda pada lapisan kulit 1. Vesikel/bula intraepidermal atau suprabasal a. spongiosis:

31

vesikel atau bula yang terjadi karena proses spongiosis dimulai dengan terjadinya edema interselular di antara sel-sel keratinosit yang terisi cairan.

Contoh: dermatitis kontak alergi (DKA)

b. degenerasi balon: vesikel atau bula terjadi karena proses degenerasi dimulai dengan terjadinya edema intraselular biasanya karena adanya suatu proses infeksi.

Contoh: herpes zozter, herpes simplex

c. akantolisis: vesikel atau bula terjadi karena adanya proses akantolisis, yakni hilangnya spina atau akanta atau jembatan antar sel, sehingga ikatan antara sel menjadi hilang atau lepas, dan akhirnya akan terbentuk celah atau rongga yang berisi cairan.

Contoh: pemfigus

d. sub-corneal: vesikel atau bula terbentuk karena lepasnya stratum korneum dari lapisan di bawahnya. Contoh: impetigo, miliaria kristalina

2. Vesikel/bula subepidermal atau infrabasal atau intradermal: Vesikel atau bula infrabasal terjadi karena lepasnya lapisan basal dari membrana basalis. Vesikel atau bula yang terbentuk biasanya akibat proses autoimun,

misalnya: bullous pemphigoid, dermatitis herpetiformis.

PUSTULA penonjolan kulit berbatas tegas, diameter < 1 cm, berisi cairan pus/nanah.

Lokasi pus bisa intra epidermal atau subepidermal. a) Pustula intraepidermal: ada beberapa jenis, misalnya:

Pustula intra epidermal subcorneal: mis, subcorneal pustular dermatosis Pustula intraepidermal intracorneal: candidiasis
32

Pustula intraepidermal spongiform: psoriasis pustulosa

b) Pustula subepidermal Contoh: infeksi sekunder dari dermatitis herpetiformis

PURPURA Adalah perubahan warna kulit menjadi kemerahan yang terjadi karena perdarahan di dalam kulit. Bedanya dengan makula eritem atau patch eritem adalah pada purpura jika dilakukan penekanan dengan gelas objek (tes diaskopi) warna merah tidak akan hilang, sedangkan pada makula atau patch akan berubah pucat atau warna merah menghilang. Purpura dibedakan berdasarkan diameternya: A. Petechie : diameter < 1 cm B. Echymosis : diameter > 1 cm

Kadang purpura berdiameter sangat besar dan menonjol akibat perdarahan yang massif dan letaknya dalam (pada dermis maupun subkutis), disebut hematom. Contoh purpura: vaskulitis alergika

SUKUAMA adalah stratum korneum yang terkelupas dan tampak pada permukaan. Morfologi skuama : A. Micaceus : Pada Psoriasis B. Sianny : Pada Dermatitis Seboroik C. Powdery : Pada Tinea Versikolor D. Adherent : Pada Ichtyosis Vulgaris E. Coarse : Pada Keratosis Folikularis F. Greasy : pada dermatitis seboroik

KRUSTA adalah bahan cair ,eksudat, darah atau serum maupun jaringan nekrotik yang mengering.

Contoh: impetigo krustosa

33

EROSI adalah defek pada sebagian atau seluruh epidermis tetapi tidak sampai pada membrana basalis, sehingga pada proses penyembuhannya tidak meninggalkan bekas sikatrik.

Contoh: vesikel yang pecah

ULKUS adalah defek yang mengenai seluruh epidermis dan melebihi membrana basalis, bahkan mungkin sampai dermis atau subkutis, sehingga pada proses penyembuhannya sering meninggalkan sikatriks. Contoh: ulkus stasis, ulkus tropikum.

ESKORIASI adalah erosi yang terjadi karena garukan; sehingga seringkali memberikan gambaran erosi yang berderet.

FISURA adalah defek linier yang dapat mulai dari permukaan sampai lapisan dermis.

ATROPI adalah penipisan kulit, baik epidermis maupun dermis. Kulit yang mengalami atropi akan nampak mengkilat, putih, dengan gambaran permukaan yang hilang, mengkerut, dan tidak mempunyai adnexa lagi. Contoh: proses penuaan, atrofi akrena steroid Adanya atropi disertai teleangiektasi dan hipo atau hiperpigmentasi disebut poikiloderma

34

SIKATRIKS adalah penonjolan kulit akibat penumpukan jaringan fibrosa sebagai pengganti jaringan kolagen normal. Jika jaringan terus menerus tumbuh berlebihan disebut keloid

LIKENFIKASI adalah penebalan kulit yang ditandai dengan penegasan gambaran garis-garis permukaan kulit baik longitudinal maupun transfersal, biasanya disertai

hiperpigmentasi. Proses likenifikasi terjadi sebagai akibat garukan kronis dan hebat. Contoh: lichen simplex

3. Impetigo krustosa I. PENDAHULUAN Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan untuk menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada daerah permukaan kulit. Ada dua tipe impetigo, yaitu impetigo bullosa dan impetigo non-bullosa. Impetigo non-bullosa disebut juga impetigo krustosa atau impetigo kontagiosa. Sumber infeksi yang sering ditemukan pada anak-anak adalah berasal dari hewan peliharaan, kuku yang kotor, dan penularan dari teman sekolahnya. Sedangkan pada orang dewasa, penularan penyakit dapat diperoleh dari tempat cukur, salon kecantikan, kolam renang dan tertular dari anak.

Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.dan terbatas pada daerah epidermis atau superfisialis kulit. Dasar infeksi adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit. II. EPIDEMIOLOGI Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo
35

adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anakanak usia 5 sampai 15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo.

Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negaranegara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau miskin. III. ETIOLOGI Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus selain itu, dapat pula ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A betahemolytic streptococci (GABHS) yang juga diketahui dengan nama Streptococcus pyogenes). Sebuah penelitian di Jepang menyatakan peningkatan insiden impetigo yang disebabkan oleh kuman Streptococcus grup A sebesar 71% dari kasus, dan 72% dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus aureus pada saat isolasi kuman. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian. IV. PATOGENESIS Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka protein-protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit. Pada epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrate yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.

Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian. V. GAMBARAN KLINIS Penyakit ini biasanya asimetris yang ditandai dengan lesi awal berbentuk makula eritem pada wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi
36

vesikel berisi cairan bening atau pustul dengan cepat dan dikelilingi oleh suatu areola inflamasi, bila mengering akan mengeras menyerupai batu kerikil yang melekat di kulit. Jika diangkat maka daerah tempat melekatnya tadi nampak basah dan berwarna kemerahan.

VI. HISTOPATOLOGI Gambaran histopatologi berupa peradangan superficial folikel pilosebasea bagian atas. Terbentuk bula atua vesikopustula subkornea yang berisi kokus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan ringan berupa dilatasi pembuluh darah, edema dan infiltrasi PMN. Daerah lesi tampak hiperemis, edem dan infiltrasi netrofil tampak pada vesikel/pustul.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan penunjang untuk menetapkan diagnosis dilakukan biakan bakteriologis eksudat lesi, biakan secret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistens. Selain itu kultur dilakukan untuk mengetahui kuman penyebabnya. Baik staphylococcus maupun streptococcus mudah berkembang pada media aerob, contohnya blood agar. Pemeriksaan histopatologi kulit pada infeksi yang sangat superficial yaitu diatas lapisan epidermis. Pemeriksaan gram dilakukan pada stratum korneum dan lapisan diatas granuler. Hal tersebut berhubungan dengan akantolisis jaringan sub corneal epidermis. Hanya sedikit infitrat yang tampak. Pada pemeriksaan lokalisasi dan efloresensi dari penyakit ini diperoleh bahwa lesi penyakit ini biasanya terdapat pada daerah yang terpajan, terutama wajah, tangan, leher dan ekstremitas. Sementara efloresensi / sifat-sifatnya berupa macula eritematosa miliar sampai lentikular, krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.

VIII. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.
37

- Laboratorium rutin Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan proteinuria. - Pemeriksaan imunologis Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody. - Pemeriksaan mikrobiologis Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S. aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat memberikan hasil gram positif.

Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman, manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S. pyogenes membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase.

Streptococcus memberikan hasil yang negative.

IX. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari jenis impetigo ini adalah : 1. Dermatitis atopi Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat ditemukan likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak sering berlokasi pada daerah wajah dan ekstremitas ekstensor 2. Dermatofitosis Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi; dapat berbentuk vesikel, terutama berlokasi di kaki. 3. Ektima

38

Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap bermingguminggu dan dapat sembuh dengan meyisakan jaringan perut jika infeksi meluas hingga ke dermis.

4. Skabies Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat malam hari merupakan gejala yang khas.

5. Varisela Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang awalnya berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada saat yang sama.

X. PENATALAKSANAAN Perawatan Umum : 1. Memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun, memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian. 2. Perawatan luka 3. Titak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk, pakaian, dan alat cukur)

Sistemik Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo seperti eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya resistensi antibiotic. Pada impetigo superficial yang disebabkan streptococcus kelompok A, penisilin adalah drug of choice. Penisilin oral yang digunakan adalah potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila resisten bias digunakan oxacilin dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak disesuaikan dengan umur. Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 2,0 g yang diberikan 4 kali sehari. Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus aureus non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap 4-6 jam) diberikan untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin
39

eritromisin (250mg 4 kali sehari) lebih efektif dan aman, di gunakan pada pasien yang sensitive terhadap penisilin. Antibiotic oral diberikan bila : a. Erupsi memberat dan semakin meluas b. Anak lain yang terpapar infeksi c. Bila bentuk nephritogenik telah berlebihan d. Bila pengobatan topical meragukan e. Pada kasus yang disertai folliculitis

Topikal Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan dengan cara mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk krusta yang lebih luas dan berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan antiseptic atau pun bubuk kanji. Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka penyebaranya akan terhenti. Pustule dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat, sebaiknya diberikan preparat antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali sehari. Preparat antibiotic juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya menggunakan krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%-5%

XI. KOMPLIKASI Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak. Jika tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi glomerulonefritis (2-5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo pertama muncul, namun bias juga terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.

XII. PROGNOSIS Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.

XIII. KESIMPULAN Impetigo merupakan pioderma superfisialis yang terbatas pada epidermis. Impetigo terbagi atas 2 bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana, menyerang epidermis
40

dengan gambaran yang dominan ialah krusta. Organism penyebab dari penyakit ini adalah staphylococcus aureus koagulase positif dan streptococcus betahemolyticus.

41

V. Kerangka konsep

-trauma pada kulit

produksi fibronektin oleh tubuh

bakteri (Streptococcus / S. aureus ) dapat menempel infeksi produksi toksin oleh bakteri kerusakan desmosom Inflamasi

taut antar sel hilang

vasodilatasi pembuluh darah permeabilitas kapiler

aktifasi limfosit T

eritema

penambahan produksi sel sel pertahanan oleh KGB (pada kasus : inguinal)

mengeluarkan IL 4

menghasilkan IgE

perpindahan cairan ke ruang antar sel vesikel pecah serum mengering

pembesaran KGB inguinalis

peningkatan sel mast

histamin

Otoy, 4 tahun, menderita impetigo non bulossa/ impetigo krustasea

gatal

krusta/ keropeng kekuningan

- tertular dari saudara - penggunaan baju & handuk bersama -poor hygiene

42

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Oboy, 4 tahun, mengeluhkan timbulnya bercak merah, lepuh lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. yang mudah pecah menjadi keropeng berwarna kuning madu, disertai gatal, didiagnosis menderita impetigo non bulosa / impetigo krustosa.

43

DAFTAR PUSTAKA

Adhi,juanda, et al.,2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ke Enam, Jakarta: FKUI

Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit Kelamin. Ed. 5. Jakarta: FKUI.

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Guyton, dkk. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC

Wolff Klaus, Johnson Richard Allen, Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, Sixth Edition, McGraw-Hill, 2009

George A, Rubin G. A systematic review and meta-analysis of treatments for impetigo. Br J Gen Pract. Jun 2003;53(491):480-7. [Medline]. [Full Text].

Brown J, Shriner DL, Schwartz RA, Janniger CK. Impetigo: an update. Int J Dermatol. Apr 2003;42(4):251-5. [Medline].

Parks T, Smeesters PR, Steer AC. Streptococcal skin infection and rheumatic heart disease. Curr Opin Infect Dis. Apr 2012;25(2):145-53. [Medline].

44

Anda mungkin juga menyukai