Anda di halaman 1dari 70

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya kea rah bentuk tubuh orang dewasa. Terjadi pula perubahan sikap dan sifat yang menonjol terutama terhadap teman sebaya, lawan jenis, terhadap permainan anggota keluarga. Secara biologis seorang remaja memasuki masa pubertas, menunjukkan perubahanperubahan khusus bagi anak-anak yang mengalami perkembangan fisik. Yang perlu dipahami adalah perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam masa remaja (adolesensi) yang menyebabkan remaja sanggup melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan (Hurlock, 2007). Salah satu ciri remaja adalah memperhatikan tampangnya, bagi seorang remaja kebaikan atau kejelekan penampilan merupakan hal yang penting. Remaja selalu membandingkan dirinya dengan gambar-gambar reklame dan dalam film-film. Seorang anak remaja yang merasa bahwa penampilannya kurang baik di antara anakanak lainnya mengundurkan diri dari kegiatan-kegiatan bersama anak-anak lainnya dan mengembangkan sikap-sikap negatif, senantiasa cemas mengenai pendapat orang lain mengenai dirinya sehingga merasa malu dan rendah diri (Rini J, 2007). Pada masa remaja, sikap individu mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik berupa timbulnya jerawat. Individu yang mengalami masalah jerawat seringkali mempunyai

masalah yang berkaitan dengan harga diri, keyakinan terhadap diri sendiri, pergaulan sosial, kemurungan, dan kegusaran. Masalah jerawat sering terjadi pada bagian muka, belakang badan dan dada. Masalah ini memberikan kesan psikologis yang buruk pada remaja, terutama remaja dalam alam persekolahan. Pada tahap ini, faktor image remaja dan aktivitas pergaulan sosial amat penting. Walaupun masalah dianggap ringan dan boleh diobati sendiri tetapi jika tidak dirawat akan mengakibatkan kesan fisik dan emosi yang buruk (Willis, S. Sofyan, DR,M.Pd. 2005). Keluhan yang sering dialami oleh kebanyakan orang khususnya remaja putri pada wajahnya adalah jerawat. Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang meresahkan. Kondisi peradangan abnormal pada kulit yang terjadi menahun (kronik) akibat penyumbatan kelenjar minyak dan produksi kelenjar minyak yang berlebihan mengakibatkan jerawat. Ketakutan bahwa kulit yang berjerawat akan dinilai orang lain memiliki pengaruh terhadap kehidupan fisik dan sosial seseorang (Lubis, 2007). Menurut Kligmann dalam Efendi Z (2007), jerawat adalah salah satu penyakit kulit yang paling banyak diderita oleh manusia, tidak ada satupun orang di dunia ini melewati masa hidupnya tanpa sebuah jerawat dikulitnya. Ada beberapa faktor pemicu jerawat. Pertama, jerawat bisa disebabkan kelebihan hormon. Faktor kedua, jerawat disebabkan bakteri yang menempel pada kulit wajah. Ketiga, berkaitan dengan ras. Keempat, faktor makanan. Kelima, bisa juga disebabkan stress. Dalam beberapa penelitian disebutkan, anak perempuan yang menderita depresi dan kecemasan beresiko 68% memiliki jerawat.

Sumber lain juga menyatakan, sebanyak 80-100% terjadi dalam usia remaja 14 17 tahun pada wanita, dan 16 19 tahun pada pria. Berdasarkan penelitian Goodman (1999), jerawat dialami pada usia 16 17 tahun, dimana wanita berkisar 83 85 % dan pria berkisar 65 80%. Dari survey di kawasan Asia Tenggara, terdapat 40 80% kasus jerawat. Sedangkan di Indonesia, catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita pada tahun 2008 dan 80% pada tahun 2009. Dari kasus di tahun 2009, kebanyakan penderitanya adalah remaja dan dewasa usia antara 11 25 tahun (Efendi, 2007). Remaja putri tampak kurang menyukai perubahan fisik ketika beranjak remaja, khususnya mengenai jerawat. Jerawat ini dapat menyebabkan remaja putri seringkali merasa malu dan menutup diri terhadap lingkungan. Berbeda dengan remaja putra yang cenderung menerima apa adanya yang mereka alami seiring pubertas. Dengan munculnya jerawat pada masa remaja, maka kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konsep diri remaja putri (Al-Hoqail, I.A.,2008). Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Ali, 2006). Menurut Keliat (2002) konsep diri terdiri dari lima komponen yaitu: Citra diri (body image), ideal diri, harga diri, penampilan peran, identitas personal. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.

Semua perempuan pada dasarnya menginginkan kulit muka yang bersih, begitu pun remaja di mana masa membentuk diri dalam segala segi dengan sebaikbaiknya. Kondisi lingkungan sekitar erat kaitannya dengan timbulnya jerawat. SMK Negeri 1 Indramayu yang letaknya di pinggir jalan dan banyak debu dari kendaraan yang lalu lalang serta udara yang panas merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya jerawat. Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan pada tanggal 6 Pebruari 2012 terhadap murid perempuan kelas X SMK Negeri 1 Indramayu yang berjumlah 269 orang, ternyata 145 orang atau (54 %) di antaranya menderita jerawat dan hasil wawancara terhadap 10 siswi yang berjerawat, 7 siswi mengatakan tidak menginginkan adanya jerawat yang mereka alami saat melewati masa pubertas sehingga membuat mereka kurang percaya diri untuk tampil di depan umum, ada yang merasa takut dan rendah diri karena wajahnya tidak cantik akibat tumbuhnya jerawat bahkan lima diantaranya merasa terganggu karena perubahan bentuk wajah mereka membuat mereka tidak bisa menarik perhatian orang lain untuk melihatkan bakat yang dimilikinya. Komponen konsep diri remaja yang mempunyai jerawat sering terganggu, berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap (10%) 15 murid perempuan yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, terdapat 12 murid perempuan mengalami gangguan konsep diri. Hal tersebut dapat dilihat pada murid perempuan di SMK Negeri 1 Indramayu yang mempunyai jerawat, mereka merasa ada yang berubah terutama pada citra dirinya karena ketidak nyamanan disekitar wajah dan tidak sama seperti teman sebayanya yang tidak mempunyai jerawat serta mengakibatkan harga dirinya rendah. Citra tubuh menunjukkan gambaran diri yang

dimiliki setiap orang, penyakit atau gangguan kulit dapat merusak konsep dirinya, mengadaptasi perilaku yang diakibatkan timbulnya jerawat dapat mempengaruhi identitasnya dan menghalangi perannya didalam masyarakat atau lingkungan sekolah. Dilihat dari cara pergaulannya, mereka merasa kurang percaya diri, malu, kurang kontak mata saat diajak bicara, berusaha selalu memalingkan muka serta kurang semangat dalam melakukan aktifitas. Tetapi tidak semua remaja yang berjerawat dapat mengalami gangguan konsep diri. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan informasi yang didapat dari media, baik cetak maupun elektronik (Farozin, 2004). Salah satu tugas mandiri perawat yaitu mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan fungsi perawat sebagai pelaksana yaitu melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu dan keluarga, serta masyarakat khususnya kaum remaja, sehingga perawat harus mengetahui apa saja yang terjadi pada masa remaja dan bagaimana harus menangani remaja dalam menghadapi masalah khususnya yang berhubungan dengan perubahan fisik (Sukardi, 2007). Selain itu peran perawat sebagai pendidik, yaitu mampu memberikan bimbingan serta konseling kepada remaja putri yang menghadapi masalah di antaranya melalui bimbingan sosial pribadi. Dengan bimbingan pribadi dan sosial ini diharapkan dapat membantu siswa yang menghadapi masalah dalam diri siswa itu sendiri baik di lingkungan sekolah maupun dalam berinteraksi di masyarakat (Ali, 2009).

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Gambaran Konsep Diri Pada Remaja Putri yang Menderita Acne Vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu tahun 2012.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, semua perempuan pada dasarnya menginginkan kulit muka yang bersih, begitu pun remaja di mana masa membentuk diri dalam segala segi dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan terhadap murid perempuan kelas X SMK Negeri 1 Indramayu yang berjumlah 269, ternyata 145 (54 %) di antaranya berjerawat. Dengan munculnya jerawat pada masa remaja, maka kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat 4mempengaruhi konsep diri remaja putri. Komponen konsep diri remaja yang mempunyai jerawat sering terganggu, berdasarkan hasil observasi terhadap (10%) 15 murid perempuan yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, terdapat 12 murid perempuan mengalami gangguan konsep diri. Hal tersebut dapat dilihat pada murid perempuan di SMK Negeri 1 Indramayu yang mempunyai jerawat, mereka merasa ada yang berubah terutama pada citra dirinya karena ketidak nyamanan di sekitar wajah dan tidak sama seperti teman sebayanya yang tidak mempunyai jerawat serta mengakibatkan harga dirinya rendah. Berdasarkan uraian latar belakang diatas bahwa permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: Bagaimana gambaran konsep diri remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu?.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran konsep diri pada remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran citra diri remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu. b. Mengetahui gambaran ideal diri remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu. c. Mengetahui gambaran harga diri remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu. d. Mengetahui gambaran peran diri remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu. e. Mengetahui gambaran identitas diri remaja putri yang menderita acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Responden (Remaja Putri) Sebagai bekal pengetahuan bagi remaja dalam menghadapi masa pubertas serta mengetahui perubahan yang terjadi sehingga remaja dapat menerima serta mengerti hal-hal yang mungkin terjadi selama tumbuhnya jerawat.

2. Bagi Masyarakat Umum Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna dalam meningkatkan pengetahuan khususnya tata cara mengatasi dan mencegah jerawat. 3. Ilmu keperawatan Penelitian ini bisa diaplikasikan pada klien yang mengalami jerawat ke dalam pemberian asuhan keperawatan di komunitas. 4. Bagi Peneliti a. Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta mengasah

kemampuan analisis bagi peneliti. b. Dapat meningkatkan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor resiko

yang berhubungan dengan kejadian jerawat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Remaja

a. Pengertian Remaja Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2004). Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak-anak tetapi tidak juga termasuk golongan orang dewasa. (Soetjiningsih, 2004). b. Tahapan Perkembangan Remaja Menurut WHO Remaja batasan remaja adalah suatu masa dimana : 1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2) Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri (Soetjiningsih, 2004).

10

Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati sebagai berikut: 1) Masa remaja awal /dini (Early adolescence) umur 11 - 13 tahun. 2) Masa remaja pertengahan (Middle adolescence) umur 14 -16 tahun. 3) Masa remaja lanjut (Late adolescence) umur 17 - 20 tahun. Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Remaja Tahapan Remaja Pra remaja Remaja Awal Remaja Menangah Remaja Akhir Sumber : (Soetjiningsih, 2007). 1) Masa Pra Remaja Masa pra remaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja yang sesungguhnya. Pada masa ini ada beberapa indikator yang telah dapat ditentukan untuk menentukan indentitas gender laki-laki atau perempuan. Ciri-ciri Umur (tahun) Laki-laki < 11 11-14 14-17 > 17 Umur (tahun) perempuan <9 9-13 13-16 > 16

perkembangan seksual pada masa ini antara lain ialah : perkembangan fisik yang masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa ini juga mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya (Soetjiningsih, 2004). 2) Masa Remaja Awal Merupakan tahap awal remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu: fisik sudah mulai matang dan berkembang, remaja sudah mulai mencoba melakukan

11

onani karena telah sering kali terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar testosteron pada laki-laki dan estrogen pada perempuan. Hampir sebagian besar dari laki-laki pada periode ini tidak bisa menahan untuk tidak melakukan onani, sebab pada masa ini mereka sering kali mengalami fantasi. Selain itu tidak jarang dari mereka yang memilih untuk melakukan aktivitas non fisik untuk melakukan fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya yaitu dengan bentuk hubungan telephone, surat menyurat atau menggunakan sarana computer (Soetjiningsih, 2004). 3) Masa Remaja Menengah Pada masa ini para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami haid. 4) Remaja Akhir Pada masa ini remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa, mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran. Pada tahap ini juga remaja telah mencapai kemampuan untuk mengembangkan cita-citanya sesuai dengan pengalaman dan pendidikannya (Soetjiningsih, 2004). c. Perubahan Psikologis Remaja Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanakkanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Semakin

12

maju masyarakat semakin panjang usia remaja karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan dirinya dengan masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya (Soetjiningsih, 2004). Remaja dalam mengalami perubahan-perubahannya akan melewati perubahan fisik, perubahan emosi dan perubahan sosial. Yang dimaksud dengan perubahan fisik adalah pada masa puber berakhir, pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna dan akan sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja (Soetjiningsih, 2004). Perubahan emosi pada masa remaja terlihat dari ketegangan emosi dan tekanan, tetapi remaja mengalami kestabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Sedangkan perubahan sosial pada masa remaja merupakan salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit, yaitu berhubungan dengan penyesuaian sosial pada perubahan sosial ini, remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah (Soetjiningsih, 2004). d. Ciri Remaja Ciri remaja pada anak wanita biasanya ditandai dengan tubuh yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak lahir. Perubahan yang cukup menyolok terjadi ketika remaja memasuki usia antara 9 15 tahun, pada saat itu mereka tidak hanya tubuh menjadi lebih tinggi dan besar saja, tetapi terjadi juga perubahan-perubahan di dalam tubuh yang memungkinkan untuk bereproduksi atau keturunan.

13

Perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa atau sering dikenal dengan istilah masa pubertas ditandai dengan datangnya menstruasi pada anak perempuan. Datangnya menstruasi pertama tidak sama pada setiap orang. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut salah satunya adalah karena gizi. Saat ini ada seorang anak perempuan yang mendapatkan menstruasi pertama di usia 8-9 tahun. Namun pada umumnya adalah sekitar 12 tahun. Remaja perempuan, sebelum menstruasi akan menjadi sangat sensitif, emosional, dan khawatir tanpa alasan yang jelas (Soetjiningsih, 2004). 2. Konsep Diri

a. Pengertian Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Andayani, B dan Afiatin, T. 2006). Konsep diri menurut Potter dan Perry (2005) adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahan pada seluruh aspek kepribadiannya. Menurut Beck, Willian dan Rawlin (2006) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual, sosial dan spiritual. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 2005). Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan sosial yang maladaptif (Keliat, 2002).

14

b. Komponen Konsep Diri Konsep diri terdiri dari lima komponen, antara lain: 1) Citra diri (body image) Citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 2002). Menurut Stuart dan Sundeen (2005) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu. Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan penuaan terlihat jelas terhadap citra diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri yang lain. Selain itu, citra diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakat menentukan norma-norma yang diterima luas mengenai citra diri dan dapat mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik tubuh serta tato dan sebagainya (Alimul, 2008). Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukkan tanda dan gejala seperti: a) Syok psikologis Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.

15

b) Menarik diri Individu menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak mungkin maka individu akan lari atau menghindar secara emosional. c) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap Setelah individu sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka muncul setelah fase ini individu mulai melakukan realisasi dengan gambaran diri yang baru (Stuart dan Sundeen, 2005). Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala berikut secara menetap maka respon individu dianggap maladaptive sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu: (1) menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah. (2) tidak dapat menerima perubahan-perubahan struktur dan fungsi tubuh. (3) mengurangi kontak sosial sehingga individu menarik diri; (4) perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh. (5) preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang. (6) mengungkapkan keputusan. (7) mengungkapkan ketakutan ditolak. (8) dipersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh. 2) Ideal diri Menurut Keliat (2002) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe seseorang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri adalah persepsi

16

individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart dan Sundeen, 2005). Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup. Diri ideal dipengaruhi oleh norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter dan Perry, 2005). 3) Harga diri Harga diri menurut Alimul (2008), adalah penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2005). Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain. Harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas. Seseorang yang menghargai dirinya dan merasa dihargai oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter dan Perry, 2005). Menurut Mars (1990) dalam Potter dan Perry (2005) harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa

17

keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan orang lain dari pada kemampuan pribadi. Coopersmith (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 2005) menguraikan empat cara meningkatkan harga diri pada anak yaitu memberi kesempatan berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi, membantu membentuk koping. Coopersmith (1998) dalam Stuart dan Sundeen (2005) membagi harga diri kedalam empat aspek: a) Kekuasaan (power) Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. b) Keberartian (significance) Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. c) Kebajikan (virtue) Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. d) Kemampuan (competence) Sukses memenuhi tuntutan prestasi. Menurut Burn (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri seperti: (1) Perkembangan individu Faktor presdiposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak diantar dan mengakibatkan anak gagal

18

mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang terdekat atau penting baginya, ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak percaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap perilakunya. (2) Ideal diri tidak realistis Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standar yang tidak dapat dicapai seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. (3) Gangguan fisik dan mental Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri. (4) Sistem keluarga yang tidak berfungsi Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri dengan baik. Orang tua member umpan balik yang negatif dan berulangulang akan terganggu jika kemampuan penyesuaian masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan dilingkungannya. (5) Penanganan traumatik yang berulang-ulang misalnya akibat

penganiayaan fisik, emosi dan seksual. 4) Peran diri Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk, 2006). Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi

19

yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Alimul, 2008). Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki, dan teman. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter dan Perry, 2005). 5) Identitas diri Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. Menjadi diri-sendiri adalah hal yang terpenting dari identitas (Keliat, 2002). Identitas sering didapat dari observasi diri seseorang dan dari apa yang kita katakan tentang diri kita (Stuart dan Sundeen, 2005). Menurut Erikson (1963) dalam Potter dan Perry (2005), selama masa remaja tugas emosional utama adalah perkembangan rasa diri atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif, dan sosial. Jika remaja tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mereka

mengidentifikasikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintregasi bukan terbelah.

20

c. Rentang respon konsep diri Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu perubahan dalam citra diri, idealdiri, harga diri, peran diri dan identitas personal. Rentang individu terdapat konsep diri berfluktuasi sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif sampai maladaptif.

Gambar 2.1 Rentang respon konsep diri (Sumber: Stuart dan Sundeen, 2005) 1) Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman sukses. 2) Konsep diri yang positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam mewujudkan dirinya. 3) Harga diri yang rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif. 4) Kerancuan identitas adalah kegagalan individu mengintregasikan aspekaspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.

21

5) Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak dapat membedakan diri dengan orang lain. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut Stuart dan Sundeen (2005), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor tersebut terdiri dari: 1) Teori perkembangan Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembangan melalui kebiasaan eksplorasi atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal dan kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. Remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka tentang diri mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh. Remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene, berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan mereka sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan tentang ketidak sempurnaan yang diserap (Perry dan Potter, 2005). Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005). Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik

22

tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk. 2) Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat) Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interpretasi diri pandangan orang lain terhadap diri, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengannya dan pengaruh orang terdekat atau orang penting sepanjang siklus kehidupan. Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas yaitu dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan membentuk kelompok. Ketika remaja mengalami masalah kulit (jerawat) mereka seringkali merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dengan temannya. Banyaknya informasi serta interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan temannya, maka akan mengakibatkan remaja tersebut tidak merasa tersingkirkan dari lingkungannya. Interaksi yang terjadi antara remaja dengan lingkungannya mempuyai kualitas yang berbeda-beda. Suatu interaksi dikatakan berkualitas, jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. 3) Self Perception (persepsi diri sendiri) Persepsi individu terhadap diri sendiri, serta pengalamannya mengenai masalah fisik (jerawat) yang mereka alami, antara lain:

23

a) Life Style (gaya hidup) Gaya hidup yang dimiliki oleh kebanyakan dari remaja sekarang lebih cenderung pada gaya hidup yang serba instan dan modern misalnya dalam perawatan muka. Pada remaja putri bagian wajah seringkali dipoles dengan kosmetik, tujuannya selain untuk mempercantik diri juga untuk melindungi kulit dari sinar matahari. Namun pada sore hari kosmetik yang tidak segera dihapus dan dibersihkan akan menjadi populasi bersama keringat dan debu yang menempel di wajah sehingga bisa menyebabkan terjadinya jerawat. b) Tipe kepribadian Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004). Orang dengan kepribadian tipe A (introvert) lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya stress dari pada orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert). Ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) yaitu tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, mudah gelisah, mudah bermusuhan dan mudah tersinggung, sedangkan orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert) mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A (introvert). Remaja putri yang mempunyai kepribadian introvert sering kali sulit bergaul, hati tertutup dan sulit berhubungan dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan remaja putri tersebut tidak ada keinginan

24

untuk mencari tahu tentang penyelesaian masalah dari orang lain dan cenderung berfikir dengan pengalaman yang mereka dapatkan (Farozin, 2006). Remaja putri yang mempunyai kepribadian ekstrovert seringkali mudah bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan remaja putri tersebut selalu mencari solusi dari masalah jerawatnya yaitu dengan bertanya dan cenderung tidak ingin berprasangka dengan pemikiran mereka sendiri (Farozin, 2006). c) Bentuk Anatomi Tubuh Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit dapat menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian, kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup, kulit juga mempunyai fungsi lain yaitu estetik, ras dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain. Menurut Dwikarya (2006), terdapat empat jenis kulit wajah yaitu: (1) Kulit kering Pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat hanya dalam jumlah sedikit. Jenis kulit kering mempunyai ciri penampakan kulit kusam. (2) Kulit berminyak Pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan keringat terdapat dalam jumlah yang banyak. Jenis kulit berminyak mempunyai ciri kulit dahi, dagu dan

25

hidung tampak berminyak, tekstur kulit terasa kasar, pori-pori cenderung besar dan terlihat jelas, make-up cenderung cepat luntur sehingga tidak bertahan lama, kulit cenderung berkomedo dan berjerawat. Pada jenis kulit ini populasi bakteri atau jamur yang senang memakan lemak (lipofibik) mudah mengalami peningkatan. Masalah yang sering terjadi pada jenis ini adalah jerawat dan reaksi gatal diwajah saat berkeringat. (3) Kulit normal Pada jenis kulit normal, jumlah kelenjar sebasea dan keringat tidak terlalu banyak karena tersebar secara merata. Ciri jenis kulit normal adalah kulit tampak lembut, cerah dan jarang mengalami masalah. (4) Kulit kombinasi Pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea dan keringat tidak merata. Jenis kulit kombinasi mempunyai ciri kulit dahi, hidung dan dagu tampak mengkilap, berjerawat, tetapi kulit dibagian pipi tampak lembut. e. Kriteria Kepribadian yang Sehat Menurut Andayani, B dan Afiatin, T (2006), kriteria kepribadian yang sehat sebagai berikut: 1) Citra tubuh yang positif dan akurat Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa lalu. 2) Ideal dan realitas Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.

26

3) Konsep diri yang positif Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalam hidup. 4) Harga diri tinggi Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. 5) Kepuasan penampilan peran Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain serta membina hubungan interdependen. 6) Identitas jelas Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan. f. Karakteristik Konsep Diri Rendah Menurut Carpenito, 1995 dalam Taylor, 1997 dalam Tarwoto dan Wartonah Andayani, B dan Afiatin, T (2006), karakteristik konsep diri rendah sebagai berikut: 1) Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu 2) Tidak mau berkaca 3) Menghindari diskusi tentang topik dirinya 4) Menolak usaha rehabilitasi 5) Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat 6) Mengingkari perubahan pada dirinya

27

7) Meningkatkan ketergantungan pada orang lain 8) Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis 9) Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya 10) Tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat-obatan dan alcohol 11) Menghindari kontak social 12) Kurang bertanggung jawab. g. Faktor Resiko Gangguan Konsep Diri Faktor resiko gangguan konsep diri menurut Andayani, B dan Afiatin, T (2006), antara lain: 1) Gangguan identitas diri meliputi: perubahan perkembangan, trauma, jenis kelamin yang tidak sesuai, budaya yang tidak sesuai 2) Gangguan citra tubuh meliputi: hilangnya bagian tubuh, perubahan perkembangan, kecatatan 3) Gangguan harga diri meliputi: hubungan interpersonal yang tidak harmonis, kegagalan perkembangan, kegagalan mencapai tujuan hidup, kegagalan dalam mengikuti aturan moral. 4) Gangguan peran meliputi: kehilangan peran, peran ganda, konflik peran, ketidakmampuan menampilkan peran. 2. Dampak Konsep Diri Terhadap Perilaku Menurut Rakhmat (2002), individu cenderung bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Apabila individu mempunyai konsep diri yang positif maka ia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang positif sesuai dengan caranya memandang diri dan lingkungan. Begitu pula sebaliknya, apabila individu mempunyai konsep diri

28

yang negatif, maka ia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang cenderung negatif sesuai dengan caranya memandang diri dan lingkungannya. 3. Jerawat a. Pengertian Acne vulgaris (jerawat) merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel pilosebasea (folikel rambut) yang rentang dan paling sering ditemukan di daerah muka (Smeltzer, 2006). Menurut Wasitaatmadja, S., (2007), jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar polisebasea. Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Adhi, D. Hamzah, 2006). b. Etiologi Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun menurut Harahap (2006) ada berbagai faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit akne vulgaris antara lain: 1) Kenaikan ekskresi sebum Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Aktifitas kelenjar sebasea diatur oleh androgen yang berperan dalam proses ini. Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormone androgen yang normal beredar dalam darah (testoteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestoteron). Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.

29

Meningkatnya produksi sebum disebabkan oleh organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa pada kebanyakan penderita lesi akne hanya ditemukan di beberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea. 2) Adanya keratinisasi folikel Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi korneosit pada saluran pilosebasea, pelepasan korneosit yang tidak adekuat. Pada penderita akne terjadi hiperkeratosis duktus pilo-sebasea yang secara klinis tampak sebagai komedo. Penyebab terjadinya hiperkeratosis adalah androgen selain menstimulasi kelenjar sebasea juga berpengaruh pada hiperkeratosis saluran kelenjar, dan pada penderita akne komposisi sebum menunjukkan penurunan konsentrasi asam linoleat yang signifikan dan terdapat hubungan yang terbalik antara produksi sebum dan konsentrasi asam linoleat. Hal ini secara teori dikatakan dapat menginduksi hiperkeratosis folikel serta penurunan fungsi barier epitel

(Soetjiningsih, 2007). 3) Bakteri Tiga macam mikrobia yang terlibat dalam patogenesis akne adalah Corynebacterium Acne (Propionibacterium Acne), Staphylococus epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Tampaknya ketiga macam bakteri bukanlah penyebab primer pada proses patologi akne. Beberapa lesi disebabkan oleh mikroorganisme yang memegang peranan penting, sedangkan pada lesi yang lain timbul tanpa ada mikroorganisme.

30

Bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi didalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo. 4) Proses inflamasi (peradangan) Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh Corynebacterium Acne, seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses peradangan. Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel dapat menarik lekosit nukleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel, PMN dapat mencerna Corynebacterium Acne dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea. Limfosit merupakan pencetus terbentuknya sitokin. Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat didalam sel tanduk, serta lemak dari kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi nonspesifik, yang disertai oleh makrofag dan sel-sel raksasa. Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh Corynebacterium Acne, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement pathways). Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibodi terhadap Corynebacterium Acne juga meningkat pada penderita akne hebat.

31

c. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Acne (Jerawat) antara lain: 1) Faktor genetik Faktor genetik memegang peranan penting terhadap kemungkinan seseorang menderita akne. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terdapat pada 45% remaja yang salah satu atau ke dua orang tuanya menderita akne, dan hanya 80% bila ke dua orang tuanya tidak menderita akne. Ada hubungan antara sindrom XYY dengan akne yang berat (Soetjiningsih, 2007). 2) Faktor ras Warga Amerika berkulit putih lebih banyak menderita akne dibandingkan dengan yang berkulit hitam dan akne yang diderita lebih berat dibandingkan dengan orang jepang (Soetjiningsih, 2007). 3) Hormonal Beberapa faktor fisiologis seperti menstruasi dapat mempengaruhi akne. Pada wanita, 60-70% akne yang diderita menjadi lebih parah beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu setelah menstruasi (Soetjiningsih, 2007). Menurut Harahap (2006), hormon androgen memegang peranan penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormone ini. Pada wanita, kadar testoteron plasma sangat meningkat pada penderita akne. Berbeda dengan konsentrasi testosterone pada penderita akne pria tidak berbeda dengan yang tidak menderita akne. Progesteron dalam jumlah fisiologik, tak mempunyai efek terhadap aktifitas kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadangkadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual.

32

4) Diet Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan terhadap akne akan tetapi dari penyelidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak, berpengaruh terhadap akne (Harahap, 2006). Tidak ditemukan adanya hubungan antara akne dengan asupan total kalori dan jenis makanan, walaupun beberapa penderita menyatakan akne bertambah parah setelah mengkonsumsi makanan tertentu, seperti coklat dan makanan berlemak (Soetjiningsih, 2007). 5) Iklim Cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi pada stratum korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne, misalnya pada akne tropikal atau akne akibat kerja, sebagai contoh, pekerjaan ditempat yang lembab dan panas seperti di dapur atau di tempat cuci pakaian. Pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat memperburuk akne (Soetjiningsih, 2007). Menurut Cunliffe, 1989 (dalam Harahap, 2006), pada musim panas didapatkan 60% perbaikan akne, 20% tidak ada perubahan, dan 20% bertambah hebat. Bertambah hebatnya akne pada musim panas bukan disebabkan oleh sinar UV, melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut. 6) Lingkungan Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan. Berbagai faktor mungkin berparan antara lain: genetik, iklim, polusi dan lain-lain (Soetjiningsih, 2007).

33

7) Stress Akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita dengan stress emosional (Soetjiningsih, 2007). Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi beradang yang baru. Teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat (Harahap, 2006). d. Epidemiologi Akne merupakan kelainan kulit yang paling sering terjadi pada remaja. Insiden akne bervariasi antara 30-60% dengan insiden terbanyak pada umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria. Kligmann melaporkan 15% remaja mempunyai akne klinis (akne major) dan 85% akne fisiologis (akne minor), yaitu akne yang hanya terdiri dari beberapa komedo (Soetjiningsih, 2007). e. Manifestasi Klinis Lesi jerawat terutama terdapat di wajah, punggung, dada dan lengan atas. Akne vulgaris ditandai oleh lesi yang polienorfi, walaupun dapat terjadi salah satu bentuk lesi yang dominan pada suatu saat atau sepanjang perjalanan penyakit. Manifestasi klinik jerawat dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan komedo tertutup) lesi inflamasi superficial (papul, pustul dan lesi inflamasi dalam (nodul) (Widjaja, E., 2008).

34

1) Komedo Komedo adalah suatu tanda awal dari jerawat, sering muncul 1-2 tahun sebelum pubertas. Lesi dapat berupa komedo terbuka atau komedo tertutup. Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang dasar atau sedikit meninggi dengan sunbu folikel yang berwarna gelap, berisi keratin dan lipid. Ukuran bervariasi antara 2-3 mm, biasanya bahan keratin terlepas dan tidak terjadi inflamasi kecuali bila terjadi trauma. Komedo tertutup berupa papul kecil, biasanya kurang dari 1mm, berwarna pucat, mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami inflamasi sehingga dianggap lebih penting secara klinis (Widjaja, E., 2008). 2) Papul Papul merupakan reaksi radang dengan diameter < 5mm. papul superficial sembuh dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut, tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi, terutama pada remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul yang lebih dalam, penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat meninggalkan jaringan parut (Widjaja, E., 2008). 3) Pustul Pustul jerawat merupakan papul dengan puncak berupa pus atau nanah. Biasanya usia pustul lebih pendek dari pada papul. 4) Nodul Merupakan lesi radang dengan diameter 1cm atau lebih, disertai nyeri dan lesi dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Lesi bentuk inilah biasanya yang menyebabkan jaringan parut (Soetjiningsih, 2007).

35

f. Patofisiologi Jerawat berasal dari folikel sebasea dan lesi awal berupa komedo. Pemberitahuan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan keratin sehingga dinding felikel menjadi tipis dan menggelembung. Secara bertahap akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan dilatasi (Soetjiningsih, 2007). Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis, komedo terbuka mempunyai lubang patulous dan bahan keratin tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut sebagian pusatnya. Komedo tertutup mempunyai keratin yang tidak padat dan lubang folikelnya sempit. Komedo terbuka jarang mengalami inflamasi, kecuali bila sering terkena trauma. Mikrokomedo dan komedo tertutup merupakan sumber timbulnya lesi yang inflamasi (Wasitaatmadja, S., 2008). Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan kemudian timbul reaksi selular pada dermis. Ketika pecah, seluruh isi komedo masuk ke dermis, reaksi yang timbul lebih hebat dan terdapat sel raksasa sebagai akibat keluarnya bahan keratin. Pada infiltrate ditemukan bakteri difteroid gram positif dengan bentuk khas P.Acnes di luar dan didalam sel lekosit (Adhi, D., Hamzah, M., Aisyah, S., 2007). Lesi yang pecah nampak sebagai pustul, nodul atau nodul dengan pustul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selajutnya kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbukan jaringan parut (Soetjiningsing, 2007).

36

g. Klasifikasi Menurut bagian ilmu penyakit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dikutip dari Sukardi (2008), klasifikasi jerawat yaitu: 1) Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul pada jerawat atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah. 2) Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul atau terdapat 5-10 pustul dan nodul pada wajah. 3) Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah. h. Diagnosis Diagnosis jerawat pada umumnya mudah ditegakkan. Keluhan penderita dapat berupa rasa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan kulit didapatkan erupsi kulit pada tempat predileksi yang bersifat polimorfi, yang terdiri dari komedo (tanda patognomonik akne vulgaris), papul, pustul dan nodul. Salah satu dari tipe lesi ini dapat lebih menonjol, sehingga diagnosis yang ditegakkan berdasarkan atas lesi yang dominan, misalnya akne vulgaris komedonal bila lesi yang dominan adalah komedo (Soetjiningsih, 2007). i. Penatalaksanaan Tujuan utama dalam penatalaksanan ini adalah untuk mengurangi koloni bakteri, menurunkan aktivitas kelenjar sebasea, mencegah agar folikel tidak tersumbat, mengurangi inflamasi, memerangi infeksi sekunder, meminimalkan pembentukan jaringan parut dan mengeliminasi faktor-faktor predisposisi terjadinya akne (Smelzter, 2008).

37

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan akne, yaitu: 1) Perhatian terhadap keadaan emosional remaja tidak boleh diabaikan. 2) Pengobatan perlu waktu beberapa bulan dan pengobatan topical sering menyebabkan akne lebih parah dalam 3-4 minggu. 3) Diet makanan tidak meningkatkan keparahan akne sehingga pembatasan

diet tidak diperlukan, kecuali pada penderita yang mengeluhkan penyakitnya memburuk setelah mengkonsumsi makanan tertentu. 4) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik Penderita wanita perlu diperiksa adanya histurisme, alopsia dan obesitas. Perlu ditanyakan tentang siklus menstruasi dan penggunaan pil kontrasepsi oral (Soetjiningsih, 2007). B. Kerangka Teori Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri: Teori Perkembangan Remaja

Significan (Orang terpenting terdekat)

Other yang atau 1. 2. 3. 4. 5. Citra diri Ideal diri Harga diri Peran diri Identitas diri

Self Perception (Persepsi Diri Sendiri) Life Style Hidup) (Gaya

Konsep Diri

Tipe Kepribadian

Bentuk Anatomi Tubuh (Kulit berminyak/ berjerawat)

Jerawat

38

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep yang digunakan sebagai berikut, (Notoatmodjo, 2005)

INPUT

PROSES

OUTPUT

Remaja putri yang menderita acne vulgaris

Konsep Diri: 1. Citra diri 2. Ideal diri 3. Harga diri 4. Peran diri 5. Identitas diri

Kategori: 1. Positif 2. Negatif

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

39

B. Definisi Operasional Definisi operasional variabel digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional ini bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2005). Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel/ Sub variabel Citra diri Definisi Operasional Citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat Identitas adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh
Konsep diri adalah pandangan keyakinan nilai yang diketahui remaja tentang dirinya dan mempengaruhi remaja berhubungan dengan orang lain. Komponen konsep diri mencakup: citra diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri

Alat ukur Kuesioner

Ideal diri

Kuesioner

Harga diri

Kuesioner

Cara Ukur Melihat hasil jawaban responden Melihat hasil jawaban responden Melihat hasil jawaban responden

Skala Ordinal 1. 2. Ordinal 1. 2. Ordinal 1. 2.

Kategori Positif, jika Skor 25 Negatif, jika < 25 Tinggi, jika Skor 25 Rendah, jika < 25 Tinggi, jika Skor 25 Rendah, jika < 25

Peran diri

Kuesioner

Melihat hasil jawaban responden

Ordinal

1. 2.

Positif, jika Skor 25 Negatif, jika < 25

Identitas diri

Kuesioner

Melihat hasil jawaban responden

Ordinal

1. 2.

Realistis, jika Skor 25 Kurang, jika < 25

Konsep diri

Kuesioner

Melihat hasil jawaban responden

Ordinal

1. 2.

Positif, jika Skor 125 Negatif, jika < 125

40

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid perempuan kelas X SMK Negeri 1 Indramayu yang menderita jerawat sebanyak 145 orang. 2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Adapun besarnya sampel diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

N N .d 2 1 145 145 145 n 2 145(0,05) 1 145(0,0025) 1 0,3625 1 145 n 106,4 1,3625 n 106 n

41

Keterangan : n d N : Jumlah sampel : Presisi (kesalahan yang ditoleransi) ditetapkan sebesar 5% : Jumlah Populasi

Teknik pengambil sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Notoatmodjo, 2005). Adapun kriteria sampel penelitian sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam, 2005). Adapun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti adalah : 1) Berjenis kelamin perempuan 2) Usia 15 sampai 19 tahun (Remaja) 3) Masih aktif sebagai siswi SMK N 1 Indramayu 4) Siswi kelas X di SMK N 1 Indramayu 5) Siswi yang berjerawat di SMK N 1 Indramayu 6) Bersedia menjadi responden b. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek memenuhi kriteria inklusi namun tidak dapat diikut sertakan dalam peneliti (Nursalam, 2005), yang meliputi :

42

1) Siswi yang tidak masuk karena sakit. 2) Semua siswa laki-laki 3) Siswi mengalami cacat fisik permanen C. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau unsur yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian tertentu (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu konsep diri remaja yang menderita acne vulgaris dengan subvariabel yaitu: citra diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri. D. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di SMK Negeri 1 Indramayu pada tanggal 25 sampai dengan 26 Mei 2012. E. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang disusun secara tertulis dalam rangka penelitian yang merupakan laporan tertulis dalam rangka penelitian yang merupakan laporan diri sendiri, pengetahuan dan faktor-faktor yang terjadi dalam masyarakat (Nursalam, 2005). Alat pengumpul data untuk mengetahui variabel konsep diri remaja putri yang menderita jerawat menggunakan angket/kuesioner dengan skala likert sebanyak 50 butir soal yang terdiri dari pernyataan favourable dan unfavourable yang disusun dan dikembangkan sendiri oleh peneliti. Instrumen pengumpul menggunakan skala likert yang menyediakan alternatif jawaban sebagai berikut:

43

Tabel 4.1 Penilaian Skor Skala Likert Pernyataan positif Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Skor 4 3 2 1 Pernyataan negatif Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Skor 1 2 3 4

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Pelaksanaan uji coba instrumen penelitian konsep diri dilakukan pada tanggal 8 Mei 2012 dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan sebelum penelitian dengan menyebarkan instrumen penelitian kepada 10 murid perempuan di SMK Negeri 2 Indramayu yang bukan merupakan anggota subyek penelitian. Skor uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian direkap dan dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel lalu ditempatkan di Program SPSS untuk mengetahui hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian menggunakan kaidah keputusan: jika rhitung > rtabel, berarti valid/reliabel dan jika rhitung < rtabel, berarti tidak valid/tidak reliabel. Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Konsep Diri Remaja Putri yang Berjerawat No r tabel r hitung (Corrected tem-Total Correlation) 0,858 0,702 0,904 0,757 0,757 0,757 0,757 Keterangan r hitung Keterangan (Cronbachs Alpha) 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

1 2 3 4 5 6 7

0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632

Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

44

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632

0,940 0,858 0,829 0,940 0,858 0,904 0,757 0,757 0,940 0,858 0,829 0,940 0,858 0,858 0,702 0,904 0,757 0,757 0,757 0,757 0,940 0,858 0,829 0,940 0,858 0,904 0,757 0,757 0,940 0,858 0,829 0,940 0,858 0,904 0,757 0,757 0,940 0,858 0,904 0,757 0,757 0,757 0,940

Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991 0,991

Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel

45

G. Etika Penelitian Pada saat akan melakukan penelitian, penelitian mengajukan permohonan ijin kepada Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Indramayu yang menjadi tempat penelitian untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian kuesioner dikirimkan ke subjek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi: 1. Informed Concent Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden, tujuannya adalah responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika responden bersedia untuk diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan, jika responden menolak diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap mengormati haknya. 2. Anonimity Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencatumkan nama responden pada lembar pengukuran data (kuesioner). Lembar tersebut hanya akan diberi nomor atau kode tertentu. 3. Confidentiality Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti. 4. Keadilan Peneliti menekankan prinsip keadilan yaitu dengan memperlakukan responden dengan perlakuan yang sama ketika berpartisipasi dalam penelitian (Nursalam, 2005).

46

5. Manfaat dan kerugian yang ditimbulkan Peneliti melakukan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian supaya mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian. Peneliti juga meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (Nursalam, 2005). H. Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data

a. Data Primer Data primer adalah secara langsung diambil dari objek atau objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi (Riwidikdo, 2008). Data primer yang diambil dalam penelitian ini adalah data siswi yang berjerawat dan data konsep diri remaja putri. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain (Riwidikdo, 2008) Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan melalui catatan yang ada disekolah baik dari kepala sekolah maupun guru lain, yang berupa jumlah siswi dan jumlah kelas yang didapat dari hasil wawancara Kepala Sekolah dan guru BP 2. Langkah-langkah Pengumpulan Data Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data meliputi: a. Langkah Persiapan

47

1) Mengurus perizinan kepada kepala sekolah SMKN 1 Indramayu. 2) Melakukan survai pendahuluan untuk mengetahui jumlah siswi yang berjerawat. b. Langkah Pelaksanaan 1) Menyerahkan surat izin untuk mengadakan penelitian di SMKN 1 Indramayu. 2) Menetapkan sampel penelitian. 3) Penyebaran Kuesioner 4) Memproses dan menganalisa data-data yang terkumpul. I. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data Menurut Nadzir (2005), setelah data terkumpul melalui lembar kuesioner, kemudian data diolah dengan cara sebagai berikut: a. Editing, tahap pemeriksaan kelengkapan data dan kesinambungan data

serta keseragaman data, Penulis melakukan pemeriksaan biodata karakteristik responden, kelengkapan hasil jawaban responden. jika terdapat kesalahan atau kekurangan maka penulis dapat segera melakukan perbaikan dengan mengembalikan instrumen penelitian untuk diisi dengan lengkap. b. Coding, tahap memberikan simbol-simbol tertentu (biasanya dalam

bentuk angka) untuk setiap jawaban sesuai dengan simbol untuk masing-masing skor untuk selanjutnya data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor untuk setiap jawaban sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan.

48

c.

Scoring, pemberian skor dimana setiap jawaban diberi skor sesuai

dengan penilaian skor skala likert, hasil jawaban responden yang telah diberikan pembobotan dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor ideal kemudian dipersentasekan dengan jumlah dikali 100%. Kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup dengan alternatif yang telah ditentukan. d. Entry data, tahap memasukkan data-data hasil penelitian dari masing-

masing skor per item dengan dengan menggunakan Microsoft Excel dan disajikan dalam bentul tabel distribusi frekuensi. e. Tabulating Data, tahap mengelompokkan sesuai dengan variabel dan

kategorinya guna memudahkan dalam menganalisisnya. 2. Analisis Data Menurut Al Rasyid (1994) dalam Mulyana (2008), penafsiran kategori konsep diri secara kualitatif membandingkan skor total hasil jawaban responden terhadap nilai median. Adapun rumus median sebagai berikut: Median : skor minimal + skor maksimal 2 Keterangan : Skor minimal

: skor total minimal responden : skor minimal setiap item x jumlah item (50) : 1 x 50 = 50 : skor total maksimal responden : skor maksimal setiap item x jumlah item (50) : 4 x 50 = 200

skor maksimal

Median : 50 + 200 = 250 = 125 2 2

49

Selanjutnya dari hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : Skor > 125, maka kategori konsep diri positif Skor < 125, maka kategori konsep diri negatif Sedangkan penafsiran citra diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri secara kualitatif membandingkan skor total jawaban responden terhadap kuesioner dengan nilai median. Adapun rumus median yang digunakan sebagai berikut: Skor minimal : skor total minimal responden : skor minimal setiap item x jumlah item (10) : 1 x 10 = 10 : skor total maksimal responden : skor maksimal setiap item x jumlah item (10) : 4 x 10 = 40

skor maksimal

Median : 10 + 40 = 50 = 25 2 2 Selanjutnya dari hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : Skor > 25, maka kategori positif/realistis/tinggi Skor < 25, maka kategori negatif/kurang realistis/rendah Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel sesuai variabel yang hendak diukur. Setelah proses tabulasi kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi, setelah itu dilakukan pembahasan dan dibuat suatu kesimpulan dari penelitian tersebut (Arikunto, 2006:138).

50

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Konsep Diri Responden Hasil pengumpulan data konsep diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan hasil penelitian disajikan pada tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsep Diri SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012 Kategori Positif Negatif Jumlah Frekuensi (F) 70 36 106 Persentase (%) 66 34 100

Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa konsep diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 66% termasuk kategori positif. B. Citra Diri Responden Hasil pengumpulan data citra diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan hasil penelitian disajikan pada tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Citra Diri SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012 Kategori Positif Negatif Jumlah Frekuensi (F) 57 49 106 Persentase (%) 53,8 46,2 100

Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa citra diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori positif.

51

C. Ideal Diri Responden Hasil pengumpulan data ideal diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan hasil penelitian disajikan pada tabel 5.3 berikut: Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ideal Diri SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012 Kategori Tinggi Rendah Jumlah Frekuensi (F) 56 50 106 Persentase (%) 52,8 47,2 100

Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa ideal diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 52,8% termasuk kategori tinggi. D. Harga Diri Responden Hasil pengumpulan data harga diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan hasil penelitian disajikan pada tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Harga Diri SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012 Kategori Tinggi Rendah Jumlah Frekuensi (F) 57 49 106 Persentase (%) 53,8 46,2 100

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa harga diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori tinggi.

52

E. Peran Diri Responden Hasil pengumpulan data peran diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan hasil penelitian disajikan pada tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Diri SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012 Kategori Positif Negatif Jumlah Frekuensi (F) 55 51 106 Persentase (%) 51,9 48,1 100

Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa peran diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 51,9% termasuk kategori positif. F. Identitas Diri Responden Hasil pengumpulan data identitas iri remaja putri yang berjerawat berdasarkan hasil penelitian disajikan pada tabel 5.6 berikut: Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Identitas Diri SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012 Kategori Realistis Kurang realistis Jumlah Frekuensi (F) 61 45 106 Persentase (%) 57,5 42,5 100

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa identitas diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 57,5% termasuk kategori realistis.

53

BAB VI PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab rumusan masalah tentang gambaran konsep diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu. A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Konsep Diri Remaja Putri yang Berjerawat Konsep diri adalah semua ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 2005) sedangkan menurut Hurlock (2008), konsep diri adalah gambaran yang dimiliki oleh orang lain tentang dirinya. Konsep diri mencakup citra diri fisik dan citra diri psikologis. Citra tubuh biasanya terbentuk pertama-tama dan berkaitan dengan penampilan fisik dan daya tarik. Citra psikologis didasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi. Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.1, diketahui bahwa konsep diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 66% termasuk kategori positif. Ini menunjukkan bahwa responden lebih dari setengah responden memiliki konsep diri positif, dan masih ada kurang dari setengah responden masih memiliki konsep diri negatif akibat jerawat yang dideritanya. Menurut Puckett (2007), bagi banyak remaja putri yang menderita jerawat bukan saja berdampak pada fisiknya tetapi juga pada

54

emosi, dan pada mentalnya, yang kemudian dapat berpengaruh terhadap hubungannya dengan orang lain, mereka cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif terhadap dirinya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Agung (2004), bahwa jerawat dan kecantikan merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh seseorang akibat gangguan hormonal ataupun berhubungan dengan masalah gizi terutama pada wanita. Pada era modern ini ada tujuh masalah kecantikan yang dialami wanita pada umumnya : keriput, kulit kusam, pigmentasi dan warna kulit yang tidak merata, kulit kasar, pori-pori besar, kering atau berminyak dan berjerawat. Akibat terjadinya hal tersebut dapat menurunkan aktivitas kerja seseorang karena adanya rasa kurang percaya diri dengan tampilannya. Hal tersebut dapat merugikan produktivitas kerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chris (2005), tentang konsep diri pada wanita penderita jerawat, dimana didapat bahwa wanita yang berjerawat menilai secara negatif terhadap penampilan fisiknya dan merasa tidak puas dengan kondisi fisiknya tersebut. Penderita jerawat akan menampilkan kesan yang negatif seperti rasa malu dan rendah diri terhadap orang lain, perasaan malu dan rendah diri yang dirasakan oleh penderita jerawat berhubungan dengan keadaan fisik yang dirasakan tidak sempurna lagi dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Tetapi tidak semua remaja yang berjerawat dapat mengalami gangguan konsep diri, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan/ informasi yang didapat dari

55

media seperti televisi, majalah yang diterima oleh setiap remaja (Ruswan, 2005). Peran guru dalam meningkatkan konsep diri yang positif pada siswa di sekolah sangat penting, dengan memahami dan memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dengan memberikan pengetahuan tentang penyakit jerawat. 2. Citra Diri Remaja Putri yang Berjerawat Citra diri atau gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar atau tidak sadar termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Gambaran diri ini harus realistis karena lebih banyak seseorang menerima dan menyukai tubunnya akan lebih aman sehingga harga dirinya meningkat. Perubahan pada tubuh seperti perkembangan payudara, perubahan suara, menstruasi, tumbuhnya jerawat dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang (Hurlock, 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.2, diketahui bahwa citra diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori positif. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja putri SMK Negeri 1 Indramayu yang memiliki jerawat memiliki citra diri positif, dan kurang dari setengahnya memiliki citra diri negatif akibat jerawat.

56

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat

Ruswan (2005),

munculnya jerawat sering terjadi pada masa pubertas, tubuh mengalami perubahan hormonal disertai peningkatan jumlah kelenjar minyak.

Peningkatan produksi minyak mengakibatkan muara kelenjar tersumbat dan timbul bintil-bintil kasar pada kulit (komedo). Dengan munculnya jerawat pada masa remaja, maka kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konsep diri remaja putri. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurtati (2010), berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa remaja yang menderita jerawat memikiki citra diri negatif. Jerawat yang dimiliki individu membuat remaja putri memiliki citra diri negatif dalam pergaulan, sebaliknya jika individu memiliki citra diri yang rendah maka akan semakin rendah perilaku dalam kehidupan sehari-harinya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Walgito (2003) mengatakan bahwa gambaran fisik pada remaja

mempengaruhi perilaku sehari-hari. Gambaran fisik ini oleh (Tresnasari, T. 2004) disebut citra raga, dimana citra raga merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Menurut Hawari (2003), salah satu daya tarik seseorang ditentukan oleh penampilan fisiknya, tak salah kalau sebagian remaja putri terobsesi untuk menggunakandaya tarik fisik ini sebagai akses menuju sukses dan menjadi merasa bahagia. Seorang perempuan yang menarik adalah yang

57

langsing dan berwajah cantik. Berwajah cantik tentu saja yang kulitnya mulus dan putih (tidak berjerawat), berhidung mancung dan sebagainya. Akibatnya remaja putri seperti inilah yang beruntung dan selebihnya yang tak memenuhi standar tersebut banyak yang terpuruk. Besarnya reaksi emosi dan kurang mampuanya menyesuaikan tergantung pada penampilan wajah dan kemampuan menyesuaikan dengan merasa hina (Long, 2006) Kesan antara tubuh serta ciri fisik para remaja dengan gambaran tentang dirinya terdapat hubungan yang sangat penting. Selama masa kanakkanak seseorang membentuk gambaran dirinya. Persepsi tentang gambaran ini menunjukkan kepada citra tubuh. Sejak tahun-tahun permulaan remaja telah mulai sadar, bahwa mereka cukup cantik atau tampan dibandingkan dengan yang lainnya. Mereka juga sadar akan ciri fisik lainnya seperti jerawat yang dapat mempengaruhi kesan orang lain tentang dirinya (Hamalik,2005). Hal ini dikuatkan dengan pendapat Taylor (2005), bahwa kehilangan wajah yang menarik akan mengubah penampilan fisik penderita jerawat dan dapat berpengaruh pada cara pandangnya terhadap gambaran tubuh. Wanita merasa minder, terabaikan, merasa tidak sempurna lagi sebagai seorang wanita. Ditambah lagi efek-efek pengobatan jerawat, yang dapat membuatnya mengalami rasa gatal dan meninggalkan bekas jerawat. Hal ini sejalan dengan pendapat Chris (2005), selain menimbulkan bekas jerawat, efek utamanya adalah pada jiwa seseorang, seperti krisis percaya diri atau minder dan depresi. Komponen konsep diri yang sering

58

terganggu pada remaja dengan munculnya jerawat yaitu gambaran diri dan harga diri, dimana pada masa remaja fokus individu terhadap fisik lebih menonjol dari periode kehidupan lain. Bentuk tubuh merupakan bagian dari gambaran diri, pada remaja yang berjerawat mengakibatkan perubahan bentuk tubuh dari remaja tersebut yang akan berdampak pada interaksi atau hubungan sosial dilingkungan, dimana remaja menjadi minder dan merasa tidak percaya diri yang akan mengakibatkan rendahnya harga diri. 3. Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar ini dapat berhubungan dengan tipe orang atau sejumlah aspirasi cita-cita nilai yang di capai. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi oleh orang penting dari dirinya yang memberikan tuntutan atau harapan. Pada masa remaja, ideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman (Hurlock, 2008). Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa ideal diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 52,8% termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja putri memiliki ideal diri tinggi ketika menderita jerawat, namun masih ada kurang dari setengah remaja putri yang memiliki ideal diri rendah ketika menderita jerawat.

59

Hal ini sejalan dengan penelitian Herawati (2005), terungkap bahwa wanita yang menderita jerawat akan mengalami gangguan body image dan ideal diri yang tidak realistis yaitu merasa menjadi wanita yang kurang sempurna dan ada kecenderungan timbulnya negativistic (penolakan) pada penderita jerawat khususnya pada wanita yakni berupa keputus-asaan, sehingga perlu suatu pendekatan secara humanistic pada penderita jerawat. Hal ini diperkuat dengan penelitian Agung (2004), remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai dengan 21 tahun. Setiap tahap usia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Tugas perkembangan remaja adalah remaja harus dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif, namun sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang tidak menginginkan adanya jerawat dan cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu (Agung, 2004). Pada periode remaja, akan banyak muncul perubahan fisik (biologis) perubahan kognitif, maupun perubahan sosial. Perubahan tersebut merupakan pemicu timbulnya gangguan penyesuaian sosialnya karena terjadi perubahan persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku ketika menderita jerawat. Memasuki masa remaja ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap penyesuaian sosialnya. Remaja putri cenderung

60

seorang penilai yang penting terhadap penampilan dan kebersihan wajahnya sendiri sebagai rangsang social. Bila ada penyimpangan pada diri remaja, maka kemungkinan akan yang berhubungan dengan penilaian diri dari sikap sosialnya (Dariyo, 2003). Menurut Hurlock (2008), remaja menyadari bahwa merupakan hal yang menyenangkan memiliki fisik yang menarik dan tubuh yang ideal. Hal ini dapat mempertinggi kesempatan mereka dalam penerimaan sosial. Perkembangan fisik yang dialami remaja menyebabkan remaja memiliki citra terhadap fisiknya atau yang disebut dengan body image. Body image ini sifatnya subjektif, tiap remaja memiliki tingkat keparahan jerawat yang berbeda mengenai keadaan fisik wajahnya yang bisa menimbulkan rasa puas terhadap dirinya. Cara individu memandang diri sendiri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan mengukur bagian tubuh akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 2002). Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor dari penyesuaian diri sosial yang telah disimpulkan oleh Tejo (2006) faktor-faktor tersebut yaitu kepribadian, jenis kelamin, intelligensi, pola asuh dan konsep diri. Kepribadian terdiri dari sifatsifat psikologis stabil dan khas. Sifat-sifat ini ikut menentukan dan membedakan bagaimana perilaku individu yang satu dengan individu yang lain dalam berhubungan dengan lingkungan sosial.

61

4. Harga Diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai degan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri yang tinggi berakar dari penerimaan diri tanpa syarat sebagai individu yang berarti dan penting walaupun salah, gagal atau kalah. Harga diri diperoleh dari penghargaan diri sendiri dan dari orang lain yaitu perasaan dicintai, dihargai dan dihormati (Hurlock, 2008). Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa harga diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan, masih ada remaja putri yang memiliki harga diri rendah ketika menderita jerawat dimana dukungan dan penerimaan dari berbagai pihak merupakan hal yang sangat berarti bagi penderita jerawat. Hasil penelitian ini didukung oleh Anggraini (2006), bahwa kebutuhan dukungan social pada wanita penderita jerawat sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sharp (1994), dalam Agung (2004) bahwa wanita yang menderita jerawat memiliki tingkat kebutuhan dukungan social yang tinggi, dukungan social tersebut menurut Keliat (2002) termasuk orang tua, teman dekat, guru, atasan, konselor dan sebagainya. Menurut Herawati (2005), beberapa remaja akan merasa malu dan minder sehingga menarik diri dari masyarakat atau menghindari untuk berhubungan dengan orang lain yang menyebabkan harga diri rendah. Apabila seorang remaja terus menarik diri dari pergaulan, maka dia juga akan mengalami kemunduran perkembangan kognitif karena merasa takut dan

62

malu untuk mendapatkan informasi-informasi baru dan hal ini akan terus berpengaruh pada proses tumbuh kembang remaja. Karena informasi yang didapat hanya sedikit, maka remaja akan cenderung mengambil keputusan sendiri untuk mengatasi masalahnya yang justru akan memperparah masalah yang dihadapi. Remaja yang memiliki citra diri tinggi dinilai memiliki citra diri yang positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri tersebut juga didukung pendapat Rini (2004) bahwa individu yang memiliki citra diri tinggi dinilai memiliki harga diri positif yang dapat dilihat dari kepedulian diri (self care). Individu mempunyai perhatian pada persoalan kesehatan seperti pilihan dalam pergaulan seharihari. Sebaliknya, individu yang memiliki citra diri rendah dinilai memilliki harga diri negatif. Individu merasakan ketidakpuasan pada tubuh, pemikirannya hanya terfokus pada wajah, merasa kurang cantik, kurang bersih dan berpikir bagaimana menjadi ideal yang menyebabkan individu menjadi tidak perhatian terhadap pergaulannya. 5. Peran Diri Peran adalah pola sikap, prilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi di masyarakat dapat menjadikan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Hurlock, 2008).

63

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.5, diketahui bahwa peran diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 51,9% termasuk kategori positif. Ini menggambarkan masih banyak remaja putri yang memiliki peran diri negatif ketika menderita jerawat. Hal ini didukung oleh pernyataan Elvira (2008), bahwa penderita jerawat mengalami gangguan keseimbangan hidup dan stress akibat mengerahkan seluruh perangkat jiwa untuk menerima jerawat, mereka merasa kehilangan kemampuan dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai wanita di dalam pergaulan maupun perannya di lingkungan sekolah. Menurut Keliat (2002), faktor psikologis yang dialami oleh penderita jerawat sering mempengarui pandangannya terhadap wajahnya yakni gangguan citra diri, jerawat akan mengakibatkan perubahan peran diri sehingga mempengaruhi kehidupan sosialnya di lingkungan masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan penelitian Agung (2004), bahwa jerawat yang diderita seseorang mempunyai peranan dalam penyesuaian diri sosial pada remaja putri. Penyesuaian diri sosial yang baik akan menjadi salah satu bekal penting karena akan membantu remaja pada saat terjun dalam masyarakat luas. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa remaja yang menilai dirinya baik maka akan dapat menyesuaikan diri dengan baik tanpa mengalami hambatan. Hal ini didukung oleh pendapat Partosuwido (2004) bahwa remaja yang memiliki peran diri yang positif maka penyesuaian dirinya akan tinggi pula begitu juga sebaliknya, remaja yang memiliki peran diri negatif maka penyesuaian dirinya juga akan rendah. Konsep diri adalah

64

semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahu individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, dalam Kelliat 2002). Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa bagian salah satunya yaitu body image (Kelliat, 2002). Hal ini juga diungkapkan Willis, S (2005) yang menyatakan salah satu komponen pentingnya dalam konsep diri yaitu body image mempunyai pengaruh

terhadap peran diri pada remaja pada lingkungan sosialnya. 6. Identitas Diri Identitas adalah kesadaran akan diri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat adalah seseorang yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain termasuk persepsinya terhadap jenis kelamin, memiliki otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek diri, mampu dan menguasai diri, mengatur diri sendiri dan menerima diri (Hurlock, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang terliha pada tabel 5.6, diketahui bahwa identitas diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 57,5% termasuk kategori realistis. Hal ini menunjukkan

65

bahwa masih banyak remaja putri yang memiliki identitas diri yang kurang realistis ketika menderita jerawat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chris (2005) tentang konsep diri pada wanita berjerawat, didapat perasaan malu dan rendah diri yang dirasakan oleh subjek berhubungan dengan keadaan fisiknya yang dirasakan tidak sempurna lagi dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Penderita jerawat merasa tidak memiliki rasa percaya diri untuk menjalin hubungan sosialisasi dengan orang lain. Kondisi fisik yang tidak menarik menyebabkan penderita jerawat merasa memiliki kelemahan yang berdampak pada perasaan tidak memiliki kemampuan dalam melakukan sesuatu hal. Hasil penelitian ini diperkuat dengan pendapat Robecca Prescolt (2007), penderita jerawat sering mengalami penurunan konsep diri terutama pada remaja karena pada usia ini paling sering dipengaruhi oleh kehidupan social sangat mempengaruhi akan kesempurnaan fisik, pemikiran ini ditunjukkan bukan hanya oleh tubuh langsing tapi kulit yang sempurna. Penderita jerawat dari yang sedang sampai yang berat dapat terganggu kepercayaan diri dan indetitas dirinya, kita akan menjadi merasa tidak sempurna dan menghakimi diri kita sebagai warga kelas dua, sehingga ketika kita bertemu dengan orang lain, situasi baru, lawan jenis akan menarik diri, yang akhirnya akan menurunkan konsep diri. Menurut Herawati (2005), seorang remaja yang tidak mempunyai jerawat bila remaja tersebut merasa puas dan dapat menerima keadaan fisiknya, sedangkan seorang remaja dikatakan memiliki jerawat merasa tidak

66

puas dengan kondisi fisiknya. Remaja yang melihat keadaan wajahnya tidak berjerawat maka hal ini akan memberikan kepuasan pada dirinya dan dia akan mengembangkan konsep diri yang sehat (Hurlock, 2008). Keadaan jerawat merupakan evaluasi dan persepsi diri terhadap keadaan fisik. Jika seorang remaja tidak mempunyai jerawat, akan merasa percaya diri dan dapat melakukan penyesuaian diri yang baik karena tidak ada hambatan dalam diri remaja tersebut. Remaja tersebut dapat mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya. Remaja yang memiliki jerawat yaitu remaja yang merasa kurang puas dengan keadaan fisiknya dan tidak bisa menerima keadaan fisiknya, remaja tersebut merasa tidak mendapat respon

menyenangkan dari lingkungan sekitarnya dan canggung untuk melakukan interaksi dengan orang lain, maka remaja tersebut akan merasa ragu-ragu dalam melakukan penyesuaian diri sosial dan mengembangkan sikap-sikap negatif. Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Putriana (2004) yaitu bahwa orang-orang yang menunjukkan identitas diri realistis maka akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi sedangkan orang-orang yang menunjukkan identitas diri negatif maka akan memiliki kepercayaan diri yang rendah pula. Demikian dapat dikatakan bahwa orang-orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi cenderung lebih bisa menerima diri sendiri termasuk kepuasan terhadap bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh, tidak menampilkan dirinya sebagai pribadi yang lemah dan pribadi yang tidak bisa melakukan apa-apa dan remaja tersebut akan berani memasuki

67

lingkungannya yang baru dengan mengembangkan sikap diri yang yakin akan dirinya dan akan mampu melakukan penyesuaian diri sosial dengan baik. Menurut Agung (2004), gambaran dan penilaian seseorang terhadap tubuh dan penampilan fisiknya. Hal ini juga berpengaruh terhadap cara pandang atau penilaian dirinya sendiri secara positif atau negatif. Identitas diri yang positif berkaitan erat dalam membentuk kepercayaan diri

seseorang, sehingga merasa mampu untuk berinteraksi dengan lingkungannya tanpa rasa malu dan minder. B. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan beberapa keterbatasan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Keterbatasan Kuesioner Dalam pembuatan kuesioer tentang konsep diri mengenai jerawat, peneliti belum menemukan standar baku dalam penulisan kuesinoer. Namun peneliti sudah berusaha untuk menyusun kuesioner berdasarkan pada kerangka konsep dan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti sebelumnya serta telah diuji cobakan sebelum dipakai dalam penelitian. 2. Keterbatasan Sampel Responden yang diambil memiliki tingkat keparahan jerawat yang berbeda, sehingga bisa jadi penilaian mereka terhadap konsep diri menyesuaikan dengan tingkat keparahan jerawat. Sehingga subyektifitas responden dalam menjawab pertanyaan kuesinoer sangat besar.

68

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Konsep diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 66% termasuk kategori positif. 2. Citra diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori positif. 3. Ideal diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 52,8% termasuk kategori tinggi. 4. Harga diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori tinggi. 5. Peran diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 51,9% termasuk kategori positif. 6. Identitas diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 57,5% termasuk kategori realistis. B. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasannya, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

69

1. Bagi Subjek Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri yang memiliki konsep diri positif meskipun memiliki jerawat hendaknya tetap

mempertahankan kepercayaan diri dalam pergaulan sedangkan bagi yang memiliki konsep diri negatif, agar meluangkan waktu untuk menambah pengetahuan tentang jerawat melalui buku, internet maupun majalah-majalah kesehatan. 2. Bagi Sekolah Diperlukan peran guru BP/BK dalam meningkatkan konsep diri yang positif pada siswa, dengan memberikan bimbingan konseling dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dengan memberikan pengetahuan tentang jerawat. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tema yang sama, disarankan untuk mempertimbangkan variable-variabel lain yang

berhubungan dengan penyesuaian diri sosial pada remaja, sehingga dapat ditentukan faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi konsep diri. b. Peneliti selanjutnya bila ingin meneliti tema yang sama, disarankan untuk meneliti pada subjek yang lain, sehingga dapat diketahui bila ada perbedaan dengan hasil penelitian peneliti. c. Peneliti selanjutnya bila ingin meneliti tema yang sama disarankan untuk menambah dengan melakukan penelitian dengan metode kualitatif dan menggunakan metode analisis yang lebih mendetail.

70

Anda mungkin juga menyukai