Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN HIV dengan TB di Ruang 29

a. Definisi HIV o HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.

HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam famili Retroviridae subfamili Lentivirinae. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang.16 Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup.

b. Etiologi dan Pathogenesis

Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV.22 HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak

langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen. Setelah HIV mengifeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela ( window periode). Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/l. Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dll. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis. c. Factor Penyebab HIV 1. Berganti-ganti pasangan seksual. 2. Berhubungan seksual dengan ODHA. 3. Memakai NAPZA suntik bersama-sama. 4. Berganti-ganti dengan alat medis yang terkontaminasi HIV. 5. Berhubungan seksual dengan penderita IMS.

d. Cara Penularan HIV Cara penularan : o Lewat cairan darah: Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV Lewat pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik dikalangan pengguna Narkotika Suntikan Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain, misalnya : peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat facial wajah o Lewat cairan sperma dan cairan vagina : Melalui hubungan seks penetratif (penis masuk kedalam Vagina/Anus), tanpa menggunakan kondom, sehingga memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan seks lewat vagina) ; atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam hubungan seks lewat anus. o Lewat Air Susu Ibu : Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan melahirkan lewat vagina; kemudian menyusui bayinya dengan ASI. Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (Mother-to-Child Transmission) ini berkisar hingga 30%, artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV positif.

e. Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis Gejala dan tanda HIV/AIDS menurut WHO: Stadium Klinis I : 1.Asimtomatik (tanpa gejala) 2.Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe seluruh tubuh) 3.Skala Penampilan 4.Asimtomatik, aktivitas normal. Stadium Klinis II : 1.Berat badan berkurang <> 10% 2.Diare berkepanjangan > 1 bulan 3.Jamur pada mulut 4.TB Paru

5.Infeksi bakterial berat 6.Skala Penampilan 3 : <> 1 bulan) 7.Kanker kulit (Sarcoma Kaposi) 8.Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV) 9.Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan terakhir. Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditunjukan pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai Penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut : a. Rasa lelah dan lesu b. Berat badan menurun secara drastis c. Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam d. Mencret dan kurang nafsu makan e. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut f. Pembengkakan leher dan lipatan paha g. Radang paru h. Kanker kulit Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik : a. Manifestasi tumor diantaranya; 1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer. 2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun. b. Manifestasi Oportunistik diantaranya 1) Manifestasi pada Paru a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)

Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam. b) Cytomegalo Virus (CMV) Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS. c) Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan. d) Mycobacterium Tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru. 2) Manifestasi pada Gastroitestinal Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan. c. Manifestasi Neurologis Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer. f. Penatalaksanaan HIV Komplikasi TB Paru

Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada. Namun pada beberapa atudi mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 9-12 bulan (Harris dan Bolus, 2008). Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver sitokrom P450 yang memetabolisme PI dan NNRTI, sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar subterapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat

terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak direkomendasikan Askep HIV komplikasi TB ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIV-AIDS DENGAN TB PARU a. Identitas Menyajikan data identitas diri pasien secara lengkap dengan tujuan menghindari kesalahan dalam memberikan terapi dan patokan untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai. Data identitas meliputi Nama, Tgl. MRS, Umur, Diagnosa, Jenis kelamin, Suku/bangsa, Agama, Pekerjaan, Pendidikan,dan Alamat. b. Riwayat kesehatan dan keperawatan Untuk mengetahui riwayat kesehatan dan keperawatan pasien, maka dikakukan anamnesis. Anamnesis pada pasien dengan gangguan sistem vaskular meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososiospiritual. c. Keluhan utama Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan gangguan pernafasan yang terjadi selama beberapa minggu, batuk yang tidak kunjung sembuh, dan nyeri dada yang menurunkan kemampuan ekspansi dada selama proses respirasi. d. Riwayat penyakit sekarang Pengkajian mengenai riwayat penyakit yang sedang diderita pasien. Mulai dari pasien merasakan gejala awal penyakit hingga saat pengkajian berlangsung. e. Riwayat penyakit dahulu Kaji adanya penyakit terdahulu yang pernah terjadi pada pasien yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini, misalnya AIDS, pneumonia. Kaji riwayat penggunaan obat yang pernah dikonsumsi oleh klien. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. f. Riwayat penyakit keluarga Kaji tingkat kesehatan pada keluarga akan adanya penyakit yang sama atau mirip pada keluarga terdahulu, atau merupakan penyakit bawaan.

g.

Pengkajian psikososiospiritual Menunjukkan interaksi inter dan intra personal pasien. Kemungkinan akan adanya

kelainan psikologis dan gangguuan interaksi sosial. Tentang bagaimana hubungan antara pasien dengan lingkungannya dan aspek spiritual pasien. h. Pengkajian lingkungan Menunjukkan linglungan dimana klien tinggal. Keadaan lingkungan klien dapat memberikan gambaran untuk menegakkan diagnosa dan program asuhan keperawatan yang akan diberikan pada klien nantinya. i. Observasi dan pemeriksaan fisik Keadaan Umum Menunjukkan penampilan dan kesan pertama tentang klien saat dilakukan pengkajian. Tanda-Tanda Vital Pengkajian TTV meliputi RR, HR, Tekanan darah, dan suhu tubuh klien. Body System Pernapasan (B1) Batuk produktif maupun tidak produktif, nafas pendek (frekuensi pernafasan meningkat), adanya suara nafas tambahan, adanya sputum purulen, mukoid kuning, atau adanya bercak darah. - CardioVaskuler (B2) Takikardi Persyarafan (B3) Tidak ada gangguan jika bakteri TB maupun infeksi TB belum mencapai bagian persyarafan (SSP). - Perkemihan Tidak ada gangguan - Pencernaan - Eliminasi Alvi Anoreksia, penurunan berat badan secara drastis.. - Tulang - Otot Integumen Kelemahan; turgor kulit buruk, kering, dan bersisik; kehilangan lemak subkutan. j. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Radiologi

Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru paru atau pada segmen superior lobus bawah. 2. Darah Adanya kurang darah, ada sel sel darah putting yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif Sputum Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari. Test Tuberkulosis (mantoux tes) Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 72 jam tuberkulosis disuntikkan. Pemeriksaan laboratorium

Analisa Data No Data 1. DS: Klien mengatakan takut dengan penyakitnya. Klien khawatir kesetahannya. DO : Bingung Gelisah Wajah tegang Ansietas mengatakan Tidak mengetahui prognosis dan proses pengobatan akan Takut tidak sembuh Etiologi Masalah

Keterbatasan informasi mengenai penyakit Ansietas

2.

DS: pasien sessak nafas DO : Penurunan dada Penggunaan otot bantu pernafasan mengatakan

Proses inflamasi pada paru

Ketidakefektifan pola nafas

Nyeri dada gerakan Menurunnya kemampuan ekspansi paru

Sesak, RR meningkat

Ketidakefektifan pola nafas

3.

DS : Pasien sesak DO : Adanya tambahan - Perubahan pada irama dan frekuesi pernafasan. - Batuk - Adanya sputum bunyi nafas

Alveoli berkonsolidasi mengatakan Makrofag membentuk sel tuberkel epiteloid

Ketidakefektifan jalan nafas

bersihan

Lesi primer

Nekrosis bagian sentral lesi (dapat berupa cairan)

Cairan masuk ke bronkus ; peningkatan produksi sputum dan sekret yang kental

4.

DS : Dispneu Sakit kepala pada saat bangun Gangguan penglihatan. DO : Gas darah arteri tidak normal Diaforesis Gelisah

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Infeksi terjadi pada alveoli

Gangguan pertukaran gas

Kerusakan dinding alveoli

Kerusakan membran alveolar-kapiler

Gangguan pertukaran gas

5.

DS : Pasien kurangnya makan.

- Pre-terapi; dispnea, batuk, hemoptoe

Ketidakseimbangan nutrisi

melaporkan - saat terapi berlangsung : efek obat muncul < kebutuhan tubuh

Tidak mampu untuk menelan makanan. DO : Tidak untukmakan Penurunan beratbadan Bising usus hiperaktif 6. DS : Pasien tidak berpengalaman tertarik

anoreksia ;kurus

gangguan nutrisi < keb.tubuh

gangguan nutrisi < keb.tubuh mengatakan lack of nutrition intake

Resiko intoleransi aktivitas

terhadap aaktivitas yang harus dikerjakan saat ini DO : Adanya (Rrmeningkat, meningkat) masalah HR Resiko intoleransi aktivitas sumber energi tidak adekuat

sirkulasi atai respirasi kelemahan

7.

DO : DS : -

Infeksi terjadi pada alveoli

Resiko tinggi penyebaran infeksi

Penurunan kerja makrofag alveolar dan silia (jika infeksi menyebar ke bronkus)

Mudah

terinfeksi

agen-agen

infeksius;

pneumonia,dsb

Resiko tinggi terhadap infeksi 8. DO : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Gangguan pola tidur

bangun 3kali atau lebih di malam hari Menimbulkan reflek batuk

- deprivasi tidur terus menerus batuk di malam hari. DS : pasien mengatakan tidak puas tidur pasien mengatakan sulit 9. tidur DS : pasien mengatakan belum mengerti tentang penyakitnya saat ini DO : tidak mengikutiinstruksi yang akurat diberikan secara

Batuk produktif (terutama di malam hari)

Gangguan pola tidur

Keterbatasan informasi mengenai penyakit Defisiensi pengetahuan

Tidak mengetahui prognosis dan proses pengobatan

Takut tidak sembuh

Defisiensi pengetahuan 10. DO : 1. 2. Kulit memerah Suhu tubuh meningkatPelepasan mediator kimia diatas rentang normal (> 37,50 C) 3. 4. 5. RR meningkat Kulit disentuh Takikardia DS : 11. DO : Konjungtiva Hiperthermi dan Resiko ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh hangat bila Hiperthermi Hipotalamus (termoregulasi) Infeksi paru Hipertermi

membran mukosa pucat Evaporasi; berkeringat Bb menurun

Tonus otot buruk Anoreksia DS : 1. 2. Kram abdomen Nyeri abdomen Nekrosis nyeriEksudasi Nyeri Resiko kekurangan cairan Kebutuhan cairan

3. Merasa kenyang 12. DO : 1. Skala nyeri (tergantung pada pasien) 2. 3. Ekspresi non verbal menunjukkan nyeri RR, nadi meningkat DS : ambang

Kavitasi eksudat

Efusi pleuritik

pasien melaporkan nyeri Nyeri secara verbal (dengan kata-kata) 1.4.6. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret ditandai dengan suara nafas tambahan 2. Hiperthermi b.d proses infeksi pada parenkim paru. 3. Nyeri b.d nekrosis jaringan parenkim paru 4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler alveolar. 5. Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d evaporasi cairan tubuh akibat peningkatan suhu tubuh. 6. Ketidakefektifan pola nafas b.d proses inflamasi pada paru yang ditandai dengan hiperventilasi. 7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penyakit kronis yang ditandai dengan anoreksia dan penurunan berat badan. 8. Resiko penyebaran infeksi b.d peningkatan pemajanan bakterai m.tuberculosis

9. Resiko intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum akibat ketidakadekuatan intake nutrisi. 10. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyamanan akibat batuk persisten pada malam hari. 11. Ansietas b.d ancaman atau perubahan pada status kesehatan akibat kurangnya informasi yang didapat. 12. Defisit pengetahuan tantang penyakit b.d kurangnya sumber informasi.

Planing

No. Dx

Tujuan

Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

1.

Seteleh diberikan askep

1.

Frekuensi pernapasan 1. per menit) 2.

kaji frekuensi, kedalaman

Biasanya meningkat jika terjadi bronkokontriksi karena terjadi ketidak Dispnea dan terjadi peningakatan kerja napas. Ekspansi dada terbatas berhubungan dengan

pasien normal (16-20 kalinapas klien Pasien tidak merasatermasuk pengguanaan otot dan penggunaan

Catat upaya pernapasan,patenan jalan napas.

selama ...x 2. 30 menit, akan menunjukkan tanda-tanda 3. kepatenan jalan napas 4.

pasiensesak lagi, tidak ada PCHbantu/ pelebaran masal. bantu napas. tanbahan, wheezing.. tanda saturasi 5. sianosis oksigen

otot 3. Auskultasi bunyi napas danyang

catat adanya bunyi napasatelektasis atau nyeri dada pleuritik. seperti krekels, bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder bekuan/ pendarahan, misalnyamengi, gesekan pleura. 4.

Tidak ada bunyi napasadventisius

Berikan oksigen tambahan terhadap

Tidak terdapat tanda5. Tinggikan kepala dan bantukolaps jalan napas kecil (atelektasis). danmengubah posisi. BangunkanRonci dan mengi menyertai obstruksi padapasien turun dari tempat tidurjalan napas/ kegagalan pernapasan. dan untuk ambulansi sesegera memaksimalkan duduk ekspansi pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan segmen paru pengisian berbeda udara sehingga tinggi paru dan bernapas dan menurunkan kerja napas memungkinkan memudahkan

ambang normal. dan mudah

Pasien merasa nyamanmungkin. bernapas

2.

setelah diberikan askep .x.24 diharapkan suhu pasien menurun hingga ambang normal. Setelah diberikan asuhan 2. keperawatan jam klien 3. jam

Suhu selama-37,5 oC)

tubuh

pasien

Pantau

suhu

pasien

memperbaiki difusi gas. Suhu 38,9-41,1 0C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. untuk mempertahankan mengurangi

kembali normal ( 36,5 oC( derajat dan pola )

Pantau suhu lingkungan, Suhu ruangan/jumlah selimut harus batasi atau tambahkan linendiubah tempat tidur sesuai indikasi Berikan kompres mandi alcohol Kolaborasi Antipiretik. nyeriMandiri: 1. Pantau laporan nyeri, catat dan karakteristiknya Dapat mendekati normal membantu

tubuh

hangat; hindari penggunaandemam Obat yang dapat menurunkan pemberianpanas tinggi.

3.

1.

Laporan hilang/terkontrol penggunaan Metode

Menunjukkanlokasi, lama, intensitas (skala ketrampilan0-10) lain untuk 2. (dangkal, tajam, konstan) Pertahankan posisi semi

selama ...x 24relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA Doenges, E, Marilynn et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi-3. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif. (2009). Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga, jilid 1 cetakan ke sepuluh. Jakrta : media Aesculapius. NANDA Internasional. (2010). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011 . Jakarta: EGC. Wilkinson, M. Judith. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi-7. Jakarta :EGC. Anonim. (1992). Hubungan AIDS dengan TBC. [Internet]. Bersumber dari : http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1992/01/18/KSH/mbm.19920118.KSH9873.id.h tml. (Diakses pada tanggal 23 mei 2012, pukul 14.06) Anonim. (2002). Tuberculosis paru-TB. [Internet]. Bersumber dari : http://rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-. (Diakses tanggal 14 mei 2011, pukul 19.35 wib) Anonim. (2011). TBC dan HIV/AIDS-Ilmu Kesehatan Masyarakat. [Internet]. Bersumber dari : http://misskesmas.wordpress.com/2011/12/04/tbc-dan-hivaids-ilmu-kesehatanmasyarakat/. (Diakses pada tanggal 23 mei 2012, pukul 14.06) Anonim. (2012). Askep HIV-AIDS terbaru. [Internet]. Bersumber (Diakses dari : pada http://aangcoy13.blogspot.com/2012/04/askep-hivaids-terbaru.html. tanggal 23 mei 2012, pukul 14.06) Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC) . [Internet]. Bersumber dari : http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm. (Diakses tanggal 11 mei 2011, pukul 19:30 WIB.) Hasanah, zumroh. (2010). Makalah TB paru. [Internet]. Bersumber dari : http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/makalah-tb-paru/ . (Diakses tanggal 16 mei 2011, puku

Anda mungkin juga menyukai