ASSALAMUALAIKUM PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUSITIS Ada 8 cara yang dapat kita lakukan untuk memeriksa keadaan hidung dan sinus paranasalis, yaitu :
• Pemeriksaan dari luar : inspeksi,
palpasi, & perkusi. • Rinoskopia anterior. • Rinoskopia posterior. • Transiluminasi (diaphanoscopia). • X-photo rontgen. • Pungsi percobaan. • Biopsi Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu : • Kerangka dorsum nasi (batang hidung). • Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial. • Bibir atas. • Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu : • Lorgnet pada abses septum nasi. • Saddle nose pada lues. • Miring pada fraktur. • Lebar pada polip nasi. • Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat tersebut. • Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis, yaitu : • Dorsum nasi (batang hidung). • Ala nasi. • Regio frontalis sinus frontalis. • Fossa kanina. • Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis 2. Rinoskopia Anterior
• Ada 5 alat yang biasa kita gunakan
pada rinoskopia anterior, yaitu : • Cermin rinoskopi posterior. • Pipa penghisap. • Aplikator. • Pinset (angulair) dan bayonet (lucae). • Spekulum hidung Hartmann. • Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan. • Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu : • Pemeriksaan vestibulum nasi. • Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah. • Fenomena palatum mole. • Pemeriksaan kavum nasi bagian atas. • Pemeriksaan septum nasi. • Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan “iii” dimana akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring berubah menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila palatum mole tidak bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu : • Paralisis palatum mole pada post difteri. • Spasme palatum mole pada abses peritonsil. • hipertrofi adenoid • Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid. • Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas 3. Rinoskopia Posterior
Prinsip kita dalam melakukan
rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring. Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu : Tahap 1 : Pemeriksaan Tuba Kanan • Posisi awal cermin berada di paramedian yang akan memperlihatkan kepada kita keadaan kauda konka nasi media kanan pasien. Tangkai cermin kita putar kemudian ke medial dan akan tampak margo posterior septum nasi. Selanjutnya tangkai cermin kita putar ke kanan, berturut-turut akan tampak konka nasi terutama kauda konka nasi inferior (terbesar), kauda konka nasi superior, meatus nasi medius, ostium dan dinding tuba. Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri • Tangkai cermin kita putar ke medial, akan tampak kembali margo posterior septum nasi pasien. Tangkai cermin terus kita putar ke kiri, akan tampak kauda konka nasi media kanan dan tuba kanan. Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring • Kembali kita putar tangkai cermin ke medial. Tampak kembali margo posterior septum nasi pasien. Setelah itu kita memeriksa atap nasofaring dengan cara memasukkan tangkai cermin sedikit lebih dalam atau cermin agak lebih kita Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior • Kita memeriksa kauda konka nasi inferior dengan cara cermin sedikit ditinggikan atau tangkai cermin sedikit direndahkan. Kauda konka nasi inferior biasanya tidak kelihatan kecuali mengalami hipertrofi yang akan tampak seperti murbei (berdungkul-dungkul). 4. Transiluminasi (Diaphanoscopia) Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus maksilaris, yaitu : Cara I Mulut pasien kita minta dibuka lebar- lebar. Lampu kita tekan pada margo inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral berwarna terang. Cara II Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup. Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya dinding depan dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan sabit. 5. X-Photo Rontgen
Untuk melihat sinus maksilaris, kita
usulkan memakai posisi Water pada X-photo rontgen. Hasil foto X dengan sinus gelap menunjukkan patologis. Perhatikan batas sinus atau tulang, apakah masih utuh ataukah tidak. 6. Pungsi Percobaan
Pungsi percobaan hanya untuk
pemeriksaan sinus maksilaris dengan menggunakan troicart. Kita melakukannya melalui meatus nasi inferior. Hasilnya jika keluar nanah atau sekret mukoid maka kita melanjutkannya dengan tindakan irigasi sinus maksilaris. 7. Biopsi
Jaringan biopsi kita ambil dari sinus
maksilaris melalui lubang pungsi di meatus nasi inferior atau menggunakan Caldwell-Luc. SILAHKAN BERTANYA
KAMI USAHAKAN MENJAWAB
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH