Anda di halaman 1dari 25

BAB 1 KONSEP TEORI 1.1 Konsep Teori Lansia 1.1.1 Batasan Lansia 1.

DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut: a. Kelompok menjelang usia lanjut (45 - 54 th) sebagai masa VIRILITAS b. Kelompok usia lanjut (55 - 64 th) sebagai masa PRESENIUM c. Kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM 2. WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu: a. Usia lanjut : 60 - 74 tahun b. Usia Tua : 75 - 89 tahun c. Usia sangat lanjut : > 90 tahun

1.1.2

Proses Menua Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah. Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan: 1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial. 2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. 3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996).

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah masalah yang menyertai lansia yaitu: 1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain. 2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya. 3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah. 4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak. 5) Belajar memperlakukan anak anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak. Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya. Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992) Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah: 1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya. 2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi. 3) Selalu mengingat kembali masa lalu.

4) Selalu khawatir karena pengangguran. 5) Kurang ada motivasi. 6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik. 7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan. Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal terhadap diri dan orang lain.

1.1.3

Teori Proses Menua 1. Teori Biologi a. Teori Genetic Clock Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut b. TeoriError Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis Error Castastrophe (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat

kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. c. TeoriAutoimun Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994). d. Teori Free Radical Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati. e. Wear &Tear Teori Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak. f. Teori kolagen Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan. 2 Teori Sosiologi

a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung. b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang

menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress. c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni : 1) Kehilangan peran 2) Hambatan kontak sosial 3) Berkurangnya kontak komitmen d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan.

Teori Psikologis a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna. b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan. c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya. d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.

Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.

Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan sosial. Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi tua. Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired. Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas dengan apa yang diperolehnya.

1.1.4

Perubahan Proses Fisiologis Proses Menua 1. Perubahan Mikro a. Berkurangnya cairan dalam sel b. Berkurangnya besarnya sel c. Berkurangnya jumlah sel 2. Perubahan Makro a. Mengecilnya mandibula b. Menipisnya discus intervertebralis c. Erosi permukaan sendi-sendi d. Osteoporosis e. Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi kemampuannya menurun) f. Emphysema Pulmonum g. Presbyopi h. Arterosklerosis i. Manopause pada wanita

j. Demintia senilis k. Kulit tidak elastic l. Rambut memutih

1.1.5

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan 1. Hereditas atau ketuaan genetic 2. Nutrisi atau makanan 3. Status kesehatan 4. Pengalaman hidup 5. Lingkungan 6. Stres

1.1.6

Karakteristik Penyakit Pada Lansia 1. Saling berhubungan satu sama lain 2. Penyakit sering multiple 3. Penyakit bersifat degenerative 4. Berkembang secara perlahan 5. Gejala sering tidak jelas 6. Sering bersama-sama problem psikologis dan social 7. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut 8. Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat yang tidak sesuai dengan dosis)

1.1.7

Perubahan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


1. Perubahan Fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen. a. Sistem pernafasan pada lansia. 1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal. 2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret. 3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml. 4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50m), menyebabkan terganggunya prose difusi. 5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan. 6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri. 7) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

b. Sistem persyarafan. 1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan. 2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir. 3) Mengecilnya syaraf panca indera.

Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. 4) Berat otak menurun 10-20 % (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya setiap hari) 5) Kurang sensitive dengan sentuhan.

c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.


1) Penglihatan

a) Kornea lebih berbentuk skeris. b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa). d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap. e) Hilangnya daya akomodasi. f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang. g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2) Pendengaran

a) Presbiakusis

(gangguan

pada

pendengaran),

Hilangnya

kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun. b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis. c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.

3) Pengecap dan penghidu.

a) Menurunnya kemampuan pengecap. b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
4) Peraba.

a) Kemunduran dalam merasakan sakit. b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.

d. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut. 1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku. 2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. 3) Kehilangan Kurangnya elastisitas efektifitasnya pembuluh pembuluh darah perifer darah. untuk

oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak ). 4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi

pembuluh darah perifer (normal 170/95 mmHg ).

e. Sistem genito urinaria. 1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. 2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi

10

BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin. 3) Pembesaran prostat 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun. 4) Atropi vulva. 5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna. 6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.

f. Sistem endokrin / metabolik pada lansia. 1) Produksi hampir semua hormon menurun. 2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah. 3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH. 4) Menurunnya aktivitas tiriod BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat. 5) Menurunnya produksi aldosteron. 6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron. 7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).

g. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut. 1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

11

2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap ( 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit. 3) Esofagus melebar. 4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun. 5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi. 6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ). 7) Liver (hati), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.

h. Sistem muskuloskeletal. 1) Tulang kehilangan densikusnya rapuh. 2) Resiko terjadi fraktur. 3) Kyphosis. 4) Persendian besar & menjadi kaku. 5) Pada wanita lansia > resiko fraktur. 6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas. 7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi badan berkurang). 8) Gerakan volunter / gerakan berlawanan. 9) Gerakan reflektonik / Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan pada lobus. 10) Gerakan involunter / Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus. 11) Gerakan sekutu / Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.

12

i. Perubahan sistem kulit & Jaringan ikat. 1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak. 2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adipose. 3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi. 4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen. 5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik. 6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh. 7) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu. 8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun. 9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun. 10) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas otot.

j. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual. 1) Perubahan sistem reproduksi. a) Selaput lendir vagina menurun/kering. b) Menciutnya ovarium dan uterus. c) Atropi payudara. d) Testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur berangsur.

13

e) Dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik. 2) Kegiatan sexual. Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi : a) Fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi. b) Rohani, Secara rohani tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola-pola yang baku seperti binatang. c) Sosial, Secara sosial kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang paling diharapkan dalam menjalani sexualitas. Sexualitas pada lansia tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk pasangannya. Sebagai pihak yang lebih tua tanpa harus berhubungan badan, masih banyak cara lain untuk dapat bermesraan dengan pasangan. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

2. Perubahan-Perubahan Mental/Psikologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah : a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa. b. Kesehatan umum c. Tingkat pendidikan d. Keturunan (herediter).

14

e. Lingkungan f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian. g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family. i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep diri. 1.2 Tinjauan Teori Diabetes Melitus 1.2.1 Definisi 1. Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. 2. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin / insensitivitas sel terhadap insulin ( Elizabeth; 2000 ). 1.2.2 Etiologi 1. IDDM a. b. c. a. b. c. d. 1.2.3 Faktor genetik. Faktor Imunologi Faktor Lingkungan Usia. Obesitas/ Kegemukan. Riwayat Keluarga. Golongan etnik tertentu. : Proses autoimun. : Terjadi destruksi pankreas.

2. NIDDM

Fisiologi Pankreas adalah sebuah organ abdomen difus besar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Fungsi endokrin pankreas adalah memproduksi dan melepaskan hormon insulin, glukagon dan somatostatin. Hormon hormon ini masing masing diproduksi oleh sel sel khusus yang berbeda di pankreas, yang disebut pulau langerhans. 1. Insulin Insulin adalah hormon anabolik ( pembangun ) utama pada tubuh dan memiliki berbagai efek. Insulin meningkatkan transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang pembentukan protein, serta menghambat

15

penguraian simpanan lemak, protein, dan glikogen. Insulin juga menghambat glukoneogenesis ( pembentukkan glukosa baru ) oleh hati. 2. Glukagon Glukagon adalah suatu hormon protein yang dikeluarkan oleh sel sel alfa pulau Langerhans sebagai respons terhadap kadar glukosa darah yang rendah dan peningkatanasam amino plasma. Fungsi hormon ini terutama adalah katabolik ( penguraian ) dan secara umum glukagon bekerja sebagai antagonis insulin dengan menghambat perpindahan glukosa ke dalam sel. Glukagon merangsang glukoneogenesis hati dan penguraian simpanan glikogen digunakan sebagai sumber energi selain glukosa. Glukagon merangsang penguraian lemak dan pelepasan asam asam lemak bebas ke dalam darah, untuk dugunakan sebagai sumber energi selain glukosa. Fungsi fungsi tersebut bekerja untuk meningkatkan kadar glukosa darah. 3. Somatostatin Somatostatin disebut juga hormon penghambat hormon pertumbuhan dan merupakan salah satu hormon hipotalamus yang mengontrol pelepasan hormon pertumbuhan dari hipofisis anterior. Hormon ini mengatur metabolisme dengan menghambat sekresi insulin dan glukagon. 1.2.4 Klasifikasi Ada 2 tipe diabetes melitus : 1. Diabetes melitus Tipe I 2. Diabetes melitus Tipe II 1.2.5 Manifestasi Klinik 1. IDDM Tahap Awal a. Polidipsi. b. Polifagi. c. Poliuri. d. Kelelahan. e. Kelemahan. f. Berat badan turun. g. Hiperglikemi. Tahap Lanjut a. Dehidrasi. b. Gangguan elektrolit. : Diabetes tergantung insulin (IDDM). : Diabetes tak tergantung insulin (NIDDM).

16

c. Syok hipovolemi. d. Kesadaran menurun. e. Koma. f. Ketoasidosis metabolik. 2. NIDDM Tahap Awal Biasanya tidak menunjukkan awitan gejala yang menonjol, diagnosa diketahui berdasarkan tes laboratorium. Tahap Lanjut a. Polidipsi. b. Polifagi. c. Kelemahan. d. Kesemutan ekstremitas/ mati rasa. e. Gatal-gatal. f. Gangguan Neuropati Perifer. g. Somnolen. h. Sindrom HHNK i. Bila ada luka sukar sembuh. 1.2.6 Pemeriksaan Laboratorium 1. IDDM a. GD. Puasa > 140 mg/dl. b. GD 2 jam P.P > 200 mg/dl. c. GD sewaktu > 200 mg/dl. d. Osmolalitas serum 300 m Osm/kg. e. Urine : Glukosa Keton Aseton : Positif. : Positif. : Positif atau negatif.

2. NIDDM a. GD Puasa : > 140 mg/dl. b. GD 2 jam PP > 200 mg/dl. c. GD sewaktu > 200 mg/dl. d. Osmolalitas serum 300 m Osm/kg. 1.2.7 Komplikasi Diabetes Melitus 1. IDDM

17

a. Ketoasidosis Diabetik. b. Hipoglikemi. 2. NIDDM a. Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik (HHNK). b. Hipoglikemi. 3. Komplikasi Lanjut : 1) a. b. 2) a. b. 3) 1.2.8 Penyakit Makrovaskuler. Penyakit serebrovaskuler. Penyakit vaskuler perifer. Penyakit Mikrovaskuler. Retinopati diabetik. Netropati diabetik. Neuropati Diabetik.

Penatalaksanaan Medik Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan dabetes melitus : 1. Pengaturan diet. 2. Terapi pengobatan, obat-obat hipoglikemi dan insulin. 3. Pemantauan kadar gula darah. 4. Latihan fisik. 5. Pendidikan kesehatan.

1.3 POHON MASALAH Teori Error Menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia (misal : pola makan, kebiasaan aktivitas ) Kesalahan metabolisme Kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.

18

Sensitivitas sel terhadap insulin menurun Defisiensi insulin Glukosa dalam darah masuk sel menurun Kadar GD meningkat Menurunkan fungsi Glomerulus GFR menurun Kebocoran glomerulus Sel mengalami Kelaparan Impuls kepusat lapar Gangguan mikroseluler dan makroseluler Penurunan perfusi Neuropati sensorik Persepsi lapar Penurunan sensasi nyeri Poliphagi Resiko Injuri Luka tak terdeteksi Poliuria Resti Infeksi Nutrisi lebih dari Kebutuhan tubuh Energi menurun Kelelahan Dehidrasi PK Hipokalemia Pus(+), Bau(+) Intoleransi aktivitas Gangguan HDR Gatal PK hiponatremi Kekurangan volume cairan Kerusakan integritas kulit Gangguan body image Terputusnya kontinuitas jaringan Nyeri Prosedur amputasi Penyembuhan terhambat Ganggren Defisit Na+, K+

1.4 Tinjauan Asuhan Keperawatan 1.4.1 Pengkajian Asuhan Keperawatan 1). Anamese Riwayat kesehatan klien : 1. Apakah klien diketahui mengidap diabetes mellitus? 2. Apakah pasien sedag menjalani terapi diabetes mellitus : diet saja, obat-obat DM oral/ atau insulin?

19

3. Apakah ada riwayat merokok dan penggunaan alkohol? 4. Apakah pasien memiliki alergi? Riwayat keluarga dan sosial : 1. Adakah riwayat diabetes mellitus dalam keluarga? 2. Apakah diabetes mellitus mempengaruhi kehidupan? 3. Siapakah yang memberikan suntikan insulin/ tes gula darah (pasangan, pasien/ perawat)? 2). Pengkajian 1. Kaji manifestasi DM : Poliuria, poliphagi, polidipsi, penurunan BB 2. Aktifitas /istirahat : Lemah, letih, lesu, kram, gangguan tidur 3. Sirkulasi : Riwayat Hipertensi, ulkus dengan penyembuhan yang lama, kulit kering, terasa panas 4. Integritas Ego : Ansietas, peka rangsang 5. Eliminasi : Poliuria, kesulitan bak, bising usus lemah/ menurun 6. Makanan/ Cairan : Nafsu makan turun, mual/muntah, penurunan BB, kulit kering dan bersisik 7. Neurosensori : Pusing, kelemahan otot, parastesia, gangguan penglihatan 8. Kenyamanan : Nyeri, wajah menyeringai 9. Pernafasan : batuk tanpa/ dengan sputum, frekwensi pernafasan 10. Seksualitas : Vagina cenderung infeksi, kesulitan orgasme pada perempuan, Impotensi pada laki-laki 3). Pemeriksaan Diagnostik 1. Glukosa darah : meningkat lebih dari 200 mg/dl 2. Aceton Plasma : Positif secara mencolok 3. Asam Lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat 4. Gas darah arteri : Ph rendah dan penurunan HCO3/ Asidosis Metabolik 5. Urine : Gula dan Aseton positif 1.4.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik atau kehilangan cairan berlebihan Batasan Karakteristik : 1. 2. 3. Peningkatan haluaran urine. Kelemahan, haus, penurunan berat badan tiba-tiba. Kulit dan membran mukosa kering.

20

4. 5.

Turgor kulit tidak elastis. Hipotensi dan takikardia.

Tujuan Keperawatan : Kekurangan volume cairan teratasi. Kriteria Hasil : 1. Menunjukan hidrasi yang adekuat ditandai oleh : a. b. c. d. 2. 3. 4. TD : Sistole 110 130 mmHg & Diatole 80 90 mmHg. Nadi : 70 80 x/mnt. Suhu : 36C 37,5C. RR : 16 20 x/mnt.

Turgor kulit elastis dan mukosa lembab. Tidak ada ekspresi lemah atau lelah. Intake output seimbang.

Intervensi : 1. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 8 jam. R: Untuk menunjukkan hidrasi yang adekuat 2. Observasi turgor kulit, kelembaban dan kondisi selaput mukosa. R: Untuk mengetahui derajat hidrasi 3. Ukur intake output tiap hari. R: Untuk memonitor Keseimbangan volume cairan 4. Berikan cairan sekurang-kurangnya 2500 ml atau sesuai program medik dan jika tidak ada kontraindikasi. R: Untuk mempertahankan hidrasi 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan infus sesuai indiksi. R: Untuk mencegah dehidrasi Diagnosa 2: Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan intake yang berlebih Batasan Karakteristik : 1. 2. 3. 4. Kelebihan berat badan Obesitas Asupan melebihi kebutuhan metabolik Pola aktivitas monoton

Tujuan Keperawatan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi seimbang Kriteria Hasil : 1. Pemasukkan jumlah kalori/ nutrisi sesuai.

21

2. 3. 4. 5.

Menunjukkan kestabilan berat badan. Pasien mematuhi diitnya Kadar gula darah dalam batas normal Tidak ada tanda hiperglikemia/hipoglikemia

Intervensi : 1. Observasi status nutrisi dan kebiasaan makan. Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat. 2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali. Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ). 4. Identifikasi perubahan pola makan. Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik. Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi. Diagnosa 3 : Risiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

hilangnya sensori nyeri Batasan Karakteristik : 1. Kadar glukosa darah meningkat. 2. Klien mengeluh gatal. 3. Adanya ulserasi yang tak sembuh-sembuh. Tujuan Keperawatan : Integritas kulit tetap terjaga. Kriteria Hasil : 1. Tidak timbul luka dan ruam pada kulit. 2. Ulserasi kering. 3. Kebersihan kulit tetap terjaga. Intervensi : 1. Anjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi R: Meningkatkan aliran darah keseluruh tubuh

22

2. Ubah posisi tiap 4 jam R: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah 3. Lakukan perawatan pada kulit yang luka atau iritasi R: Mencegah kerusakan yang lebih parah pada kulit 4. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma R: Mempertahankan keutuhan kulit 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik. R: mencegah kerusakan kulit yang lebih parah Diagnosa 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan fungsi saraf sensorik yang hilang Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi Kriteria hasil : Tidak terjadi tanda- tanda infeksi Intervensi : 1. Observasi tanda- tanda infeksi R: Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi lebih awal 2 Lakukan teknik aseptik dan antiseptik setiap melakukan tindakan keperawatan R: Mencegah infeksi silang 3. Lakukan perawatan kulit pada kulit yang luka atau iritasi R: Mencegah kerusakan pada kulit, iritasi kulit dan infeksi 4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan. R : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi. 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik. R: Mencegah terjadi infeksi / sepsis Diagnosa 5 : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Batasan karakteristik : Pasien mengatakan luka operasi tampak nyeri Pasien tampak kesakitan Tujuan : Nyeri berkurang/ hilang dalam waktu 2x 24 jam

23

Kriteria hasil : 1. 2. Intervensi : 1. Observasi tingkat nyeri R: Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan tindakan selanjutnya 2. Ajari tehnik relaksasi R: Untuk menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat menurunkan intensitas nyeri 3. Ajari teknik distraksi R: Mengalihkan perhatian untuk mengurangi nyeri 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgesik R: Analgesik menghambat transmisi otak pada titik lain didalam lintasan nyeri Pasien mengatakan nyeri berkurang/ hilang Pasien rileks

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. (1997). Keperawatan Medical Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC Doengoes, Marilyn E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta. Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach , JB Lippincott company, Philadelpia. Noer, Syaifoellah, Prof., dr., H.M. (1996). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1 (Edisi 3). Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC. Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

24

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia. Soeparman. (2001). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3 . Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

25

Anda mungkin juga menyukai