Anda di halaman 1dari 75

Nama :R.R Bono Pazio Nim :2011730160 Apa saja yang dipelajari selama sp respirasi .

Hal-hal ini lah yang saya pelajari selama tutorial Bagaimana Fisiologi sistem pernapasan ?

Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu : a. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya. Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekananantara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada

,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi : Tekanan udara atmosfir Jalan nafas yang bersih Pengembangan paru yang adekuat

b. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.

Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi. Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg. Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi : Luas permukaan paru Tebal membran respirasi

Jumlah darah Keadaan/jumlah kapiler darah Afinitas Waktu adanya udara di alveoli

c. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.

Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi : Curah jantung (cardiac Output / CO) Jumlah sel darah merah Hematokrit darah Latihan (exercise)

Anatomi sistem pernapasan

d. Saluran Nafas Atas

Hidung Terdiri atas bagian eksternal dan internal Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidungPermukaan mukosa

hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paruparu Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia

Faring Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring) Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif

Laring Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas : Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan Glotis : ostium antara pita suara dalam laring Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adams apple) Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid) Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu

Trakea Disebut juga batang tenggorok Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

b. Saluran Nafas Bawah

Bronkus Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus) Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

Bronkiolus Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

Bronkiolus Terminalis Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

Bronkiolus respiratori Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori

Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas

Duktus alveolar dan Sakus alveolar Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli

Alveoli Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2 Terdiri atas 3 tipe : Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps) Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

Paru-paru Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya

Pleura Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis

Terbagi mejadi 2 : Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru

Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolaps paru-paru

Gambar 1. Anatomi saluran pernapasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah : e. Tahap Perkembangan Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.

f. Lingkungan Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.

Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

g. Gaya Hidup Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.

h. Status Kesehatan Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakitpenyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.

i. Narkotika

Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.

j. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi pernapasan yaitu : Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan. Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan napas. Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagianbagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang

berakumulasi didalam darah. Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.

k. Perubahan pola nafas Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena

usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.

l. Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas. Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi Penyebab dahak yang bewarna coklat ?

Paru sangat berguna didalam tubuh manusia,disamping untuk pertukaran gas co2 dan 02,paru juga terkadang dilewati oleh bermacam macam polutan,mencegah allergen,virus dan mikroba lain nya. Pemaparan debu organic dan anorganic pada umum nya akan menyebabkan obstruksi pada saluran pernafasan yang ditunjukkan dengan penuran kadar FEV%/FVC .hal ini bisa kita ketahui dengan pemeriksaan spirometri yang bertujuan untuk mengetahui fungsi fisiologis dari paru tersebut. pekerjaan sapu jalanan mempunyai resiko yang sangat besar terhadap terhirup nya polusi.polutan tersering berupa debu,ditambah tanpa ada pemakaian pelindung seperti masker akan memperberat keadaan tersebut. Debu merupakan partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatankekuatan alamiah atau mekanis seperti pengolahan, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lainlain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik. Debu di bagi atas dua : Debu organik: nabati, hewani Debu anorganik: pertambangan, industri, logam, keramik disini terjadi pengendapan debu dimana mekanisme nya berupa : 1.inertia(kelembaban)

karena ukuran partikel relative besar ,partikel sulit mengikuti aliran udara yang berkelok kelok,sehinga mudah membentur selaput lender dan terperangkap di percabangan bronkus besar. 2.sedimentasi(gravitasi) partikel umum nya akan mengendap di percabangan bronkus kecil dan broknkioli.gravitasi pengendapan partikel dimungkinkan karena kecepatan aliran udara cukup lamban. 3.gerakan brown(proses difusi) akibat gerakan brown ini maka partikel akan membentur permukaan alveoli dan mengendap. Semakin lama seseorang terpajan debu akan semakijn besar resiko terjadi nya gangguan fungsi paru. Penyebab muncul nya dahak(Mucus) biasanya adanya gangguan fungsi ventilasi paru dimana berkurang nya jumlah udara yang masuk kedalam paru akan berkurang dari normal.gangguan fungsi ventilasi paru yang utama adalah :
Restriksi yaitu penyempitan saluran paru paru yang diakibatkan oleh bahan bahan yang bersifat allergen seperti debu,spora,dll. Adanya penyakit paru bissa mengakibatkan kapasitas vital berkurang,khusus nya kapasitas total paru,dengan berkurang nya kapasitas vital maka kadar FEV%/FVC akan menurun. Obstruksi juga dapat mengakibatkan penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan oleh penimbunan debu debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas.

Karena keadaan abnormal ini dimana sering menghirup polutan ,produksi mucus yang berlebihan karena gangguan fisik,kimiawi,atau infeksi yang terjadi,menyebabkan proses pembersihan ini tidak berjalan dengan normal,sehingga mucus jadi tertimbun .bila hal ini terjadi.membran mucosa akan terangsang dan mucus akan dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi.dan sehingga keluar secret mucus yang tadi.sputum yang dikeluarkan ini hendak nya diperiksa volume nya,sumber,warna dan konsistensi nya.biasanya sputum yang bewarna ini bisa diakibatkan karena adanya tanda edema paru atau infeksi dari bacteri pneumococcus.

Klasifikasi sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson


Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah. Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif (eg. Abses paru) Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda bronkhitis/ bronkhiektasis. Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm

sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis kronik. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/ bronkhiektasis. (Price Wilson)

Klasifikasi sputum Berdarah atau Hemoptisis, sering ditemukan pada tuberculosis Rusty berwarna - biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam pneumonia) Bernanah - mengandung nanah. Warna dapat memberikan petunjuk untuk pengobatan yang efektif pada pasien bronkitis kronis. Warna (mukopurulen) berwarna kuning-kehijauan menunjukkan bahwa pengobatan dengan antibiotik dapat mengurangi gejala. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase . Berlendir putih, susu, atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak akan efektif dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau virus, meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu. Berbusa putih - mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan Edema. Dispnea / sesak nafas a. Definisi Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda intensitasnya. Merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologis dan perilaku sekunder. b. Mekanisme Dispnea sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam sistem respirasi informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan meproses respiratory related signals dan menghasilkan pengaruh

kognitif, kontekstual, dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.

Gambar 3. mekanisme Dispnea

c. Pembagian Dispnea Dispnea akut : sesak napas yang berlangsung < 1 bulan Dispnea kronik : sesak napas yang berlangsung > 1 bulan

d. Etiologi Sistem Kardiovaskular, yaitu dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung, misalnya : infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat. Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat penyakit katup jantung sebelumnya. Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur; disebutParoxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien mengambil posisi duduk.

Sistem respirasi; Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan berkurang dengan perubahan posisi. Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari ekspirasi dan wheezing (mengi). COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan exertional (latihan). Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung. Hematogenous dispneu Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya berhubungan dengan exertional (latihan). Neurogenik dispneu; Psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot pernafasan. Sistem metabolic/ ginjal; Pada CKD dan sindrom nefrotik. Sistem Endokrin Pada hipertiroid. Intoksikasi Pada overdosis aspirin, shock anafilaktik. Obesitas Pada obesitas masif.

Psikogenik; Pada gangguan somatisasi, ansietas dan depresi.

Gambar 4. tabel kondisi dispneu pada berbagai sistem

f. Patofisiologi 1. Kekurangan oksigen (O2) Gangguan konduksi maupun difusi gas keparu-paru Obstruksi dari jalan nafas, misalnya pada bronchospasme & adanya benda asing Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang paru, emfisema. Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada. pneumotoraks, efusi pleura dan barrel chest. Penekanan pada pusat respirasi

2. Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi Gangguan neuro muscular Gangguan pusat respirasi, misal karena pengaruh sedatif Gangguan medulla spinalis misalnya sindrom guillain-barre Gangguan saraf prenikus, misalnya pada poliomielitis Gangguan diafragma, misalnya tetanus

Gangguan rongga dada, misalnya kifiskoliosis Gangguan obstruksi jalan nafas: Obstruksi jalan nafas atas, misal laringitis/udem laring; Obstruksi jalan nafas bawah, misal asma brochiale dalam hal ini status asmatikus sebagai kasus emergency

Gangguan pada parenkim paru, misalnya emfisema dan pneumonia Gangguan yang sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan ARDS dan keadaan kurang darah.

3. Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen di dalam paru-paru berkurang. Hal ini oleh karena 3 hal, yaitu : Kadar Hb yang berkurang Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi misalnya CO ( pada kasus keracunan ketika inhalasi gas) Perubahan pada inti Hb, misalnya terbentuknya met-Hb yang mempunyai inti Fe 3+. 4. Stagnasi dari aliran darah, dapat dibagi atas : Sentral, yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung. Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock), contoh syok hipovolemik akibat hemototaks. Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2 , terdapat contohnya pada intoksikasi sianida. 5. Kelebihan carbon dioksida ( CO2 ) Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran dari kanan ke kiri. 6. Hiperaktivasi refleks pernafasan Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal ini disebabkan olek karena refleks pulmonary stretch. 7. Emosi

8. Asidosis Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena kompensasi metabolik. 9. Penambahan kecepatan metabolisme Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit penyerta seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis).

g. Diagnosis Banding
tabel 1. diagnosis banding dispnea

Dispnea akut m. Jantung: CHF, CAD, aritmia, perikarditis, AMI, anemia. n. Pulmoner: COPD, asma, pneumonia, pneumotoraks, efusi pleura, edema pulmonal, GERD dengan asfiksia. c. o. Psikogenik: Panic attack, hiperventilasi, sensasi nyeri, ansietas. p. Obstruksi saluran napas atas: Epiglotitis, croup, Epstain-Barr virus q. Endokrin Asidosis metabolic r. Sentral: Neuromuscular disorder, nyeri, overdosis aspirin, hipoksia b. a. Jantung:

Dispnea kronik CHF, CAD, aritmia, pericardiac disease, valvular heart disease Pulmoner: COPD, asma, efusi pleura, bronkiektasis, keganasan. Noncardiac nonpulmonary Tromboemboli Hipertensi pulmonal Obesitas massif Anemia berat Sirosis Hepatis Uremia Penyakit tiroid Neuromuscular (myasthenia gravis) Laryngeal disease Tracheal

Penyakit paru yang terpenting:


1. Atelektase (kolaps paru)

Definisi : berkurangnya volume paru akibat tidak memadainya ekspansi rongga udara. Ada 4 kategori atelektase : a. A.Resorpsi b. A.Komporesi c. A.Mikroatelektasis d. A.Kontraksi (Sikatriks) 2. Penyakit Paru Obstruktif dan Restriktif a) Penyakit paru obstruktif---gangguan sumbatan jalan nafas. Utama tumor, inhalasi/aspirasi , asma, emfisema, bronkitis, brinkiektasis, fibrokisitk dan bronkiolitis FVC(forced vital capacity) normal/meningkat. FEV (forced expiratory volume) Kecepatan aliran udara menurun FEV / FVC menurun Obstruksi ekspirasi terjadi akibat penyempitan jalan nafas---pada asma dan emfisema. b) Penyakit paru restriktif---berkurangnya ekspansi paru dan kapasitas total. Utama : 1. ggn ekstra paru 2. penyakit intersititum paru FVC menurun FEV normal atau berkurang scr proprosional. FEV/FVC ---- mendekati normal. 3. Penyakit Paru Obstruktif a) Asma Brokospasme episodik reversible Hipersensitif bronkoskonstriksi thd rangsangan Hipotesis : peradangan bronkus persisten Gejala : dyspnea, batuk, mengi 5% org dewasa 7%-10% anak-anak. Dua kategori utama : 1. Asma ekstrinsik---terpapar antigen ekstrinsik----reaksi hipersensitifitas tipe 1

2. Asma intrinsik---pemicu nonimun, minimal tapi beraksi hipersensitif. Ex ; aspirin, infeksi paru stress psikis, olahraga, inhalasi iritan. Tidak ada manifes alergi keluarga/pasien.---disebut dietasis asmatik. b) Patogenesis Denominator----respon bronkokonstriksi hiperresponsivitas Terpapar antigen ---histamin metakolin Dasar : peradangan bronkus persisten dan hiper responsifitas bronkus : 1. Sel radang : eosinofil, sel mast dan limfosit 2. Kerusakan epitel bronkus Asma ekstrinsik---rx hipersensitifitas tipe I Asma intrinsik----tidak jelas Asma ekstrinsik = alergi=rx. Hipersensitifitas I Sensitisasi sel CD4+tipe TH2 Sel TH2---produksi sitokin (IL4,5 dan 13) Sitokin meningkatkan sintesis IgE, sel mast dan eosinofil. Patogenesis Asma Ekstrinsik: Dasar : induksi respon TH2----sitokin----sel mast, eosninofil dan IgE meningkat dan aktif. Ada 2 fase ; 1) Fase awal ---30-60 menit stlh inhalasi Ag 2) Fase lanjut4-8 jam kemudian 3) Sel mast di mukosa ---membuka tight junction Stimulasi reseptor vagus /subepitelmemicu rfx bronkokonstriksi Mediator yg diproduksi sel mast aktif (fase awal): 1) Leukotrien---bronkokonstriksi,permiabelitas kapiler meningkat,sekresi musin meningkat. 2) Prostaglandinbronkokonstriksi dan vasodilatasi 3) Histamin---bronksopasme dan permebelitas kapiler meningkat. 4) Platelet activaring fc 5) Triptase sel mastbronkodilatasi normal. 6) Fase lanjut (reaksi seluler)---didominasi oleh rekruitment leukosit, basofil dan eosinofil

Mediator fase lanjut : 1) NECF(Fc kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik) serta leukotrien B : merekrut dan mengaktifkan eosinofil dan neutrofil 2) IL4 dan IL5 memperkuat respon TH2sel CD4+ dg sintesis IgEserta kemotaksis dan proliferasi eosinofil 3) Platelet activating fc : kemotaktik kuat bagi eosinofil bila ada IL-6 4) TNF (tumor necrosis fc) : meningkatkan molekul perekat (adhesion molecules) di endotel vaskuler serta sel radang

Degranulasi sel mast + leukosit --- menimbulkan 2 efek : 1) Leukosit produksi mediator yg aktifkan sel mast dan memperkuat respon awal 2) Leukosit menyebabkan kerusakan epitel.

Kerusakan epitel merupakan sumber mediator : endotelin dan nitrit oksida yg menyebabkan kontraksi dan relaksasi otot polos. Jadi kerusakan epitel berperan dalam hiper responsifitas jalan nafas melalui nitrit oksida Eosinofil 1) Fase lanjut the most important 2) Kemotaksis eosinofil di tempat reaksi alergik ditunjang kemotaktik sel mast 3) Paling poten : eostaksin (prod. oleh epitel bronkus aktif, makrofag dan otot polos jalan nafas) 4) Mediator yg diproduksi eosinofil : Mayor basic protein (MBP) Protein kation eosinofil (eosinophil cationic protein,ECP) yg toksis thd sel epitel. Peroksidase eosinofil kerusakan jaringan mll stress oksidatif Leukotrien t.u leukotrien C4 Platelet activating fc

eosinofil memperkuat dan mempertahankan respon peradangan tanpa pajanan lebih lanjut ke antigen pemicu

Patogenesis Asma Intrinsik: Yg berperan : infeksi saluran nafas oleh virus dan polutan inhalan (ex sulfur dioksida, ozon dan NO2).

Zat zat polutan meningkatkan hiper reaktifitas jalan nafas pada penderita asma (dan org N) --- sesak nafas penderita asma akibat spasme Efektor2 seluler dan humoral dari inflamasi mirip dgn asma ekstrinsik infeksi respiratory syncitial virusmemicu bronkospasme t.u anak-anak. Postulat : Infeksi respiratory syncitial virus memicu sekresi sitokin dominanTH2 dari sel T spesifik- antigen -----memicu infiltrasi eosinofil. Saat infeksi virus---epitel full of sitokin pro infamasi ---sebagian sitokin berperan dalam pematangan dan kemotaksis eosinofil. Eosinofil berperan sbg pemain kunci kedua jenis asma. Bronkospasme juga sering dipicu oleh aspirin ----melalui leukotrien C4

Morfologi asma : Spesimen biopsi dari : mukosa pasien yg diberi alergen dan autopsi pasien meninggal krn status asmatikus. Makroskopik : peregangan paru berlebihan dan mengandung daerah atelektasis. Mikroskopik : oklusi bronkus dan bronkiolus oleh sumbatan mukus yg kental dan lengket. Mukus ini terdiri atas gelungan epitel2 eksfoliatif (spiral curschman dan eosinofil, kristal CharcotLeyden (kumpulan kristaloid protein eosinofil). Mikroskopik asma : Edema , hiperemia dan infiltrat radang dinding bronkus t.u eosinofil, sel mast, basofil, makrofag, limfosit(t.u CD4+ tipe TH2) sel plasma dan neutrofil. Peningkatan sel goblet dan ukuran kelenjar mukus submukosa Bercak nekrosis dari epitel2 terlepas. Penebalan membran basalkarena kolagen menebalkrn proliferasi miofibroblas (diperantarai sitokin) penghasil kolagen Hipertropi dan hiperplasia otot polos dinding bronkus

Perjalanan penyakit asma : Dispnea berat pada saat ekspirasi

Mengi/wheezing Hambatan saat proses ekspirasi sehingga tjd hiperinflasi progressif paruudara terperangkap di distal bronkus. Bronkus konstriksi Bronkus tersumbat juga oleh mukus kental dan lengket. Serangan bisa 1-beberapa jam lalu mereda dg spontan atau dgn pengobatan.

4. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan uji fungsi paru dan bukti objektif obstruksi/hambatan jalan nafas /udara ireversibel. Terdiri atas 2 penyakit utama : a. Bronkitis kronik b. Emfisema c. Perbedaan PPOK dan asma adalah pada obstruksi jalan nafasnya---PPOK bersifat irreversible sedangkan asma reversible. A. Emfisema Tanda utama emfisema : a. Dilatasi permanen rongga udara yg terletak distal dari bronkiolus terminalis yaitu bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveolus disertai destruksi dinding rongga tsb. b. Bila terjadi dilatasi permanen rongga udara tanpa destruksi dinding rongga disebut overinflation c. Jadi emfisema didefinisikan berdasarkan kelainan morfologik d. Bronkitis kronik didefinisikan berdasarkan gambaran klinis ex batuk kronik rekurren,dahak berlebihan. Jenis emfisema : berdasarkan sifat anatomi lesi dan distribusinya di lobulus dan asinus : Asinus mencakup bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveolus. Kelompokkan asinus 3-5 asinus disebut 1 (satu) lobulus Ada 3 jenis emfisema : -Sentra asinasr -Pan asinar -Asinar distal

Emfisema sentraasinar (sentrilobular) -Lobulus yg terlibat bagian sentral atau proksimal asinus oleh bronkiolus respiratorik -Duktus alveolaris dan alveolus tidak terlibat -Yang sering terkena : lobus atas t.u segmen apeks. -Pada emfisema parah, bagian distal (duktus alveolaris dan alveolus) juga terkenasehingga sulit dibedakan dg panasinar ex perokok berat tapi tidak menderita defisiensi 1- antitripsin Emfisema panasinar(panlobular) -Bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris sampai alveolus terkena. -Yang sering terkena : zona paru bawah -Pada penderita : defisiensi 1-antitripsin Emfisema asinar distal (Paraseptal) -Bagian proksimal asinus normal (bronkiolus respiratorik) -Bagian distal (duktus alveolaris dan alveolus( yang terkena. -Yang sering terkena : lebih nyata di dekat pleura, sepanjang septum jaringan ikat lobulus dan tepi lobulus. -Emfisema terjadi dekat daerah fibrosis, jaringan parut atau atelektasis/ lebih parah di separuh atas paru. -Sering merupakan dasar terjadinya pneumothoraks spontan pasien dewasa.

Patogenesis emfisema:
Belum pasti Causa : ketidakseimbangan dalam 2 hal 1. Ketidakseimbangan protease-antiprotease 2. Ketidakseimbangan oksidan-antioksidan Hasil akhir :kerusakan jaringan Ketidakseimbangan protease-antiprotease didasarkan pada : 1. defisiensi antitripsin (antiprotease) 2. 1% penderita 3. antitripsin secara normal berada dalam serum, cairan jaringan dan makrofag. 4. antitripsin ---inhibitor utama protease.

Protease dihasilkan neutrofil saat inflamasi

Enzim antitripsin dihasilkan lokus inhibitor protease (Pi) pada Kr.14 lokus Pi

Lokus Pi 1. bersifat sangat polimorfik 2. Banyak alel berbeda 3. Yg tersering : alel normal (M) dan fenotifnya PiMM 4. 0.012% populasi AS homozigot untuk alel Z(PiZZ) 5. Alel PiZZ berkaitan erat dengan penurunan defisiensi antitripsin 6. Mutasi lokus Pi----menderita emfisema simptomatik

Neutrofil (produksi protease) sekuestrasi di kapiler perifer dan paru (termasuk beberapa ke alveolus)

Setiap rangsangan yang meningkatkan neutrofil dan makrofag di paru maupun proses degranulasi mengandung proteaseaktifitas proteolitik.

Pada defisiensi antitripsin ---anti protease----destruksi jaringan elastik tidak terkendalitimbul emfisema.

Emfisema ---e.c efek destruktif jaringan paru peningkatan enzim protease dan aktifitas enzim -antitripsin yg rendah.

Percobaan : enzim protease pappain diteteskan intratrakea pd paru-paru hewan----degradasi elastin oleh protease neutrofi---emfisema.

Perjalanan Penyakit: Sesak nafas (dyspnea)perlahan tapi progressif Pasien yg sudah mengidap bronkitis kronik atau bronkitis asmatik kronik---keluhan awal nya batuk dan mengi. BB menurun FEV menurun , FVC normal/memdekati normal. Ratio FEV/FVC berkurang.

Emfisema tanpa bronkitis : Barrel chest (dada bentuk tong) Posisi membungkuk--- saat duduk maju ---untuk memeras udara saat ekspirasi Ruang udara besar tapi kapasitas difusi rendah. Dispnea dan hiperventilasi Pink puffersdispnea menonjol tapi oksigenasi hemoglobin adekuat.

B. Bronkitis kronik Penderita---perokok >>> dan polutan asap / kabut. 20-25% laki-laki usia 40-65 thn Diagnosis berdasarkan data klinis Definisi : batuk produktif persisten selama minimal 3 bulan berturut-turut paling sedikit 2 tahun berturut-turut. Karakteristik bronkitis kronik : 1. Bronkitis kronik sederhana >>> 2. Sering disertai gejala hipersensitifitas jalan nafas dan episode asma intermitten 3. Obstruksi jalan nafas pasien bronkitis kronik berdasarkan uji fungsi paru---dis. Bronkitis obstruktif kronik.

Patogenesis penyakit: Hipersekresi mukus Sering pada perokok dan terkena polutan asap Hipertropi kelenjar mukosa Pembentukan sel metaplasia goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Infiltrasi sel-sel radang limfosit(sel TCD8+), neutrofil makrofag

Eosinofil jarang ditemukan (beda dgn asma yg dominan atau pasien dg bronkitis asmatik)

Dipostulasikan bahwa : polutan >>. Sbg iritan epitel permukaan mll reseptor fc pertumbuhan epitel (EPGF)

Infeksi berperan sekunder---peradangan jadi lebih lama dan gejala bertambah parah.

Perjalanan penyakit: Batuk dan sputum berlebihan dan terus-menerus tanpa disfungsi ventilasi PPOK sering disertai obstruksi aliran udara ekspirasi---hiperkapnea, hipoksemia, sianosis. Penyulit : Hipertensi pulmonal Gagal jantung Infeksi berulang Gagal nafas

C. Bronkiektasis Definisi : a. Pelebaran menetap bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot dan jaringan elastik yang berkaitan dgn infeksi kronik nekrotikans. b. bukan penyakit primer c. Akibat obstruksi / infeksi persisten. d. Gejala : batuk dan sputum purulen jlh besar Diagnosis :

-Berdasarkan riwayat penyakit dan pembuktian dilatasi bronkus pada radiografi.


Patogenesis : Ada 2 proses yg saling berkaitan pada Br.ektasis :

1. Obstruksi menghambat proses pembersihan normalinfeksi sekunder 2. Infeksi persisten kronik.kerusakan dinding bronkuspelemahan dan dilatasi dinding bronkus. Infeksi nekrotikans persisiten di bronkus/bronkiolus---sumbatan sekret/obstruktif---inflamasi dindingfibrosis peribronkusskar menyebabkan traksi jaringan parut. Perjalanan penyakit: Batuk hebat persisten, episodik, dan sputum mukopurulen Sputum berbau busuk Bisa berbercak darah/hemaptoe Jari tabuh/gada Hipoksemia, hiperkapnea, hipertensi pulmoner dan kor pulmonale (kasus berat) Penyulit : abses otak dan amiloidosis.

5. Penyakit Paru Restriktif Akut Ciri khas : penurunan compliance (diperlukan tekanan besar untuk mengembangkan paru karena paru menjadi kaku). Kelainan parenkim Cairan dan fibrosis interstitium ---paru kaku(stiff lung)---menurunkan compliance----shg upaya bernafas ditingkatkan(dispnea). Cedera Paru Akut dan Sindroma Gawat Nafas Akut. Cedera paru akut (ALI,acute lung injury) dan sindrom gawat nafas akut (ARDS, acute respiratory distress syndrome)----gagal nafas berkelanjutan yg progressif yg didefinisikan oleh : 1. Dispnea akut 2. Penurunan akut tekanan oksigenarteri(hipoksemia) 3. Infiltrat paru bilateral pada radiografi 4. Tak ada klinis gagal jantung kiri primer. ALIawal dari ARDS---kerusakan pada membran kapiler alveolusedema paru nonkardiogenik. Patogenesis :

Cedera endotel atau epitel atau keduanyapermiabelitas kapiler meningkat---edema alveoli2. Hilangnya kapasitas difusi kelainan luas surfaktan akibat kerusakan sel pneumosit tipe II. 1. Penelitian terakhir : ALI dan ARDS disebabkan oleh ketidakseimbangan sitokin proinflamasi an antiinflamasi--neutrofil yg dominan dlm kapiler, interstitium dan alveolus, diikuti oleh macrophage inhibitory factor(faktor penghambat makrofag)---mempertahankan peradangan dgn memproduksi IL-1 dan TNF.----dsiertai transforming growth factor (TGF-) dan platelet derived growth factor (PDGF)--merekrut fibroblas dan serat-serat kolagen ---perbaikan cedera paru.

6. Penyakit Paru Restriktif Kronik Penyakit restriktif(interstitium) kronik pada parenkim paru. Penurunan FVC dan FEVsehingga ratio FEV/FVC tetap. 15% penyakit non infeksi paru. Terdiri atas : 1. Fibrosis paru idiopatik---firbrosis intersititium difus---hipoksemia berat dan sianosis. Berasal dari cedera alveolus---edema interstitium dan akumulasi sel radang intra alveolus (alveolitis).---fc penyebab tetap adafibrosisi kronik. Morfologi ALI dan ARDS : Pneumonitis dan radang intersititum Reaksi radang granuloma non perkejuan pada multi organ. Pada dewasa 40 tahun Gangguan pengendalian imun pada predisposisi genetik yg terpajan agen lingkungan Respon seluler sel T CD4+ 2. Sarkoidosis

Penumpukkan limfosit TCD4+ intra alveolus dan intersititium---ratio CD4+/CD8+ = lebih dari 3.5 Kelainan imunologik sistemik , genetik dan lingkungan. Mikroskopik : granuloma non perkejuan disertai banyak sel datia dan kadang-kadang badan Schaumman .

3. Pneumonitis hipersensitif/alergik Sering berhubungan dgn pekerjaaan---peningkatan kepekaan thd antigen inhalan ex jerami---farmers lung Gula tebu berjamur (aktimisetes feeni) bagasosis Dll

4. Sindroma perdarahan alveolus difus. 5. Angitis dan Granulomatosis paru Wagener 6. Paru pada gangguan vaskuler kolagen 7. Patologi transplantasi---reaksi penolakkan transplantasi bisa minimal, ringan, sedang dan berat.

PARASITOLOGI
A. Paragonimus westermani

Trematoda Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut: Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercariametacercaria---cacing dewasa.

Genus dari trematoda (1) Schistosoma (2) Paragonimus (3) Clonorchis (4) Echinostoma

Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sebagai berikut: 1) Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum 2) Trematoda paru: Paragonimus westermani 3) Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum 4) Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantic .

Paragonimus westermani Pertama ditemukan berparasit pada harimau Bengali di kebon binatang di Eropa tahun 1878. Pada dua tahun kemudian infeksi cacing ini pada manusia dilaporkan di Formosa. Ditemukan cacing pada organ paru-paru, otak dan viscera pada orang di Jepang, Korea dan Filipina. Sekarang parasit ini telah menyebar ke India Barat, New Guenia, Salomon, Samoa, Afrika Barat, Peru, Colombia dan Venezuela. Paragonimiasis termasuk dalam penyakit zoonosis. Paragonimus westermani merupakan Trematoda paru-paru yang mempunyai beberapa nama lain, yaitu: The Lung Fluke Distoma wetermani Paragonimus ringeri Trematoda paru jenis ini menyebar didaerah Asia Timur, antara lain RRC, Jepang, Korea, Taiwan, juga ditemukan di Indonesia, Filiphina, Vietnam, India, Afrika dan Amerika. Species-species yang lain adalah: Paragonimus africanus (Afrika) Paragonimus mexicanus (Mexico dan Amerika Latin) Paragonimus uterobilateralis (Nigeria) Paragonimus kellicotti (Jepang) HOSPES Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing

Hospes perantara I : Keong air tawar/ siput (Melania/Semisulcospira sp) Hospes perantara II : Ketam / kepiting HABITAT: Di jaringan paru-paru PENYAKIT: Paragonimiasis MORFOLOGI:

Telur: Telur berukuran 80-120 x 50-60 mikron Bentuk oval Memiliki operculum khas yang berdinding tebal Berwarna kuning kecoklatan Berisi sel-sel ovum yang belum matang

Cacing dewasa: Bersifat Sistem antara 3 5 mm. Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis bercabang, berjumlah 2 buah. Ovarium berlobus terletak di atas testis. Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan. reproduksinya hermaprodit. ovivar.

Bentuknya menyerupai daunberukuran 7 12 x 4 6 mm dengan ketebalan tubuhnya

SIKLUS HIDUP Telur dikeluarkan bersama feses . Telur yang masuk dalam air akan

menetas mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong air (siput Bulinus / Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan serkaria. Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke2, yiatu ketam/kepiting. Setelah masuk ke tubuh kepiting, serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.) didalam kulit di bawah sisik. Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi kepiting yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang.Metaserkaria akan

mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva. Larva menembus dinding usus halus rongga perut diafragma menuju paru paru. CARA INFEKSI: Manusia dapat terinfeksi oleh Paragonimus westermani karena memakan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria.

PATOLOGI dan GEJALA KLINIK:

Penyakit akibat infeksi cacing ini dinamaan Paraginiasis. Selama invasi hanya memberi sedikit gangguan. Cacing dewasa dapat memberi gangguan di: Paru-paru: Berupa kerusakan jaringan Tampak juga infiltrasi sel jaringan Reaksi jaringan membentuk kapsul fibrotik (kista), di dalamnya terdapat cacing dan juga telur, jika kista ini berada di bronchus maka akan dapat pecah. Gejala mula-mula batuk kering, kemudian batuk darah. Ektopik infeksi: Telur-telur yang berada di jaringan organ merupakan pusat dari pseudo tuberculosis (TB palsu). Di otak = gejala cerebral (epilepsi) Di usus = abses dengan gejala diare Di jaringan otot = ulcersa Di hepar, dinding usus, pulmo, otot, testis, otak, peritoneum, pleura terdapat bentuk kista DIAGNOSA: Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadangkadang telur juga di temukan dalam tinja.

PENGOBATAN: Klorokuin 0,75 gr/hari sampai 40gr bhitional.

PENCEGAHAN: Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga tidak terinfeksi oleh metaserkaria yang ada dalam ikan/kepiting tersebut

B. Pneumocystis carinii

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi oportunistik yang terjadi pada populasi imunosupresi, terutama pasien dengan infeksi virus

human immunodeficiency canggih. Presentasi klasik batuk nonproduktif, sesak napas, demam, infiltrat interstisial bilateral dan hipoksemia tidak selalu muncul. Metode diagnostik pilihan termasuk induksi dahak dan lavage bronchoalveolar. Obat pilihan untuk pengobatan dan profilaksis adalah trimetoprim-sulfametoksazol, tetapi alternatif sering diperlukan karena efek samping atau, kurang umum, kegagalan pengobatan. Terapi kortikosteroid adjunctive meningkatkan kelangsungan hidup moderat untuk kasus yang parah. Komplikasi seperti pneumotoraks dan kegagalan pernafasan

meramalkan kelangsungan hidup lebih miskin. Profilaksis secara dramatis menurunkan risiko penyakit pada populasi rentan. Meskipun PCP telah menurun dalam kejadian di negara maju sebagai hasil dari profilaksis dan terapi antiretroviral yang efektif, diagnosis dan pengobatan tetap menantang. Sebelum epidemi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada awal tahun 1980, Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi langka yang terjadi pada pasien imunosupresi dengan malnutrisi protein atau leukemia limfositik akut, atau pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid. Infeksi oportunistik sekarang paling sering dikaitkan dengan immunodeficiency virus canggih manusia (HIV). Munculnya PCP pada pria gay yang sebelumnya sehat adalah salah satu tandatanda awal dari munculnya AIDS. 1 Sebelum meluasnya penggunaan profilaksis, PCP adalah penyakit terdefinisi AIDS dalam 60 persen kasus dan akhirnya mempengaruhi 80 persen pasien dengan AIDS . 2 , 3 diagnosis awal HIV, ART dan profilaksis yang efektif telah berkontribusi pada penurunan 75 persen dalam kasus, 4 meskipun PCP tetap penyakit terdefinisi AIDS yang paling umum. Intravena pengguna narkoba, pasien patuh dan orang-orang yang status HIV tidak diketahui beresiko sangat tinggi. Intoleransi agen antipneumocystis umum, membuat manajemen menantang. Kontroversi mengenai apakah ada PCP merupakan reaktivasi infeksi yang diperoleh di awal kehidupan atau apakah paparan berulang dan infeksi ulang menyebabkan penyakit. Percobaan pada hewan imunosupresi dan laporan dari kasus cluster mendukung teori kedua. 5 Organisme diperoleh jika terhirup dan menganut tipe I sel alveolar. Proliferasi menghasilkan berbusa, eosinofilik

eksudat yang mengisi ruang alveolar, menyebabkan oksigenasi menurun, sebuah interstitium menebal dan, akhirnya, fibrosis. 6

C. Ascaris lumbricoides Ascaris lumbricoides adalah cacing gelang raksasa manusia, termasuk dalam filum Nematoda. Sebuah nematoda ascarid, ia bertanggung jawab untuk ascariasis penyakit pada manusia, dan merupakan cacing parasit terbesar dan paling umum pada manusia. Seperempat dari populasi manusia diperkirakan terinfeksi oleh parasit ini. Ascariasis adalah lazim di seluruh dunia dan lebihlebih di negara-negara tropis dan subtropis.. Hal ini dapat mencapai panjang hingga 35 cm. Siklus Hidup

Ascaris lumbricoides, atau "cacing gelang", infeksi pada manusia terjadi ketika telur cacing tertelan melepaskan larva cacing yang menembus dinding duodenum dan memasuki aliran darah. Dari sini, hal itu dilakukan ke hati dan jantung, dan memasuki sirkulasi paru-paru untuk membebaskan diri dalam alveoli, di mana ia tumbuh dan molts. Dalam 3 minggu, larva lulus dari sistem pernapasan yang akan batuk, menelan, dan dengan demikian kembali ke usus kecil, dimana jatuh tempo untuk cacing jantan dan betina dewasa. Pemupukan sekarang dapat terjadi dan betina menghasilkan sebanyak 200.000 butir per hari selama setahun. Telur-telur dibuahi menjadi menular setelah 2 minggu di dalam tanah, mereka dapat bertahan dalam tanah selama 10 tahun atau lebih

Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. Etiologi Ascariasis Penyebab: Ascaris lumbricoides panjang 20 cm 35 cm panjang 3 mm 6 mm bertelur 200.000 butir/ hari Telur ini keluar dari tubuh manusia melalui faeces, ukuran telur : 35 - 50 Ascaris lumbricoides tersebar luas di daerah tropis Infeksi ascaris pada anak < 10 tahun = 60% - 100% Cara Infeksi Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur menjadi larva Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan paru Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/ Atypical Pneumonia Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi cacing dewasa, cacing betina bertelur lagi Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa 3 bulan

Gejala Klinik Biasanya tanpa gejala.

Enek, muntah, sakit perut, tidak ada nafsu makan, kurus, sukar tidur, cengeng, sedikit panas, kolik. Massa dari cacing dapat menyebabkan obstruksi usus. Dapat juga menyebabkan perforasi usus, intususepsi, paralitic ileus.

Diagnosis Ditemukan telur ascaris dalam faeces Keluar cacing ascaris bersama faeces/ muntah

BRONKIEKTASIS Sindroma :
Infeksi kronik

Dilatasi/destruksi dinding bronkus Gejala klinik yaitu Batuk kronik dan Sputum purulen

Patogenesis : Pasca infeksi paru (pneumonia) dan Infeksi sekunder pada daerah paru yang kolaps/atelektatik Faktor predisposisi : Defek mekanisme pertahanan saluran napas , alergi dan heriditer. Klasifikasi dibagi menjadi 2 berdasarkan reversibilitas yaitu Psedobronchiectasis dan True bronchiectasis. Berdasarkan bentuk kelainan yaitu Fusiform ,Silindris dan Sakuler. Diagnosis dengan pemeriksaan Laboratorik, Radiologik (Foto R polos, Foto R dengan kontras dan CT-scan) Pengobatan yang diberikan dengan cara Konservatif seperti Fisioterapi, Mencegah jangan sampai dehidrasi dan Antibiotika. Dan dengan cara Operatif seperti Segmentektomi, Lobektomi/pneumektomi. Dapat pula terjadi komplikasi Cor pulmonale. Untuk pencegahan dengan identifikasi adanya faktor predisposisi.

Bronkitis
Bronkitis akut : radang bronkus akut ,umumnya disertai radang akut saluran napas bawah lainnya, Tidak pernah berdiri sendiri , Trakeobronkitis akut (Bronkitis) Bronkitis kapiler (Capillary Bronchitis) dibagi menjadi Bronkitis dan Pneumonia interstitial Bronkitis asmatika merupakan salah satu bentuk asma Bronkitis secara umum biasanya di sebabkan oleh virus dan bronkitis secara spesifik disebabkan oleh Influenza, Pertusis ,Campak (morbilli), Salmonella, Difteria , Scarlet fever Faktor yang berpengaruh dalam bronkitis adalah Asap rokok , Alergi , Cuaca , Keadaan umum yang jelek (Poor health) , Infeksi kronik alat napas atas . Pada pemeriksaan fisis di temukan adanya Panas yang hilang timbul, Mukosa(nasofaringitis , konjungtivitis , rhinits virus) , Suara napas kasar Ronki basah kasar menjadi halus dan Mengi (Wheezing).ditemukan adanya sputum jernih beberapa hari keruh 5-10 hari jernih kemudian batuk hilang.

Gejala dan tanda lain bronkitis akut antara lain Rasa tidak enak di bawah tulang dada : Seperti terbakar dan sakit , suara napas berbunyi seperti siulan , Sesak dan Muntah Penanggulangan bronkitis akut dengan cara Simptomatis , Pengeluaran lendir/sputum seperti mengubah posisi tidur , Jaga kelembaban udara dan Sering minum , Kodein harus berhati-hati pemakaian karena sangat jarang diperlukan, Antihistamin : Hati-hati Atropin like effect, Ekspektoran tidak perlu , Antibiotika kadang tidak ada gunanya, Indikasi dan Bronkitis akut berulang ada komplikasi . Komplikasi bronkitis akut seperti Otitis , Sinusitis dan pneumonia (terutama kalau gizi buruk) Batuk kronik berulang pada anak bronkitis kronik tidak ada dan pada dasarnya adalah penyakit paru dan penyakit sistemik

Pneumonia inflamasi parenkim paru (alveoli dan interstisiil) definisi klinis: penyakit respiratorik ditandai batuk, sesak, demam, ronki, dan infiltrat pada foto Rontgen istilah lain : pneumonitis (non-infeksi); alveolitis (Eropa)

Etiologi sebagian besar : kuman (virus, bakteri, dll); aspirasi, radiasi, dll pneumonia kuman : virus atau bakteri ? konsekuensi tata laksana awal : virus komplikasi bakteri pola kuman sesuai distribusi umur terpenting : Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B

Bakteri penyebab Streptococcus pneumoniae Hemophilus influenzae Staphylococcus aureus Streptococcus group A B Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosa Chlamydia spp Mycoplasma pneumoniae

Pembagian jenis pneumonia Community acquired pneumonia kuman gram positif Hospital acquired pneumonia kuman gram negatif Patogenesis aspirasi kuman penyebaran langsung dari respiratorik atas viremia / bakteremia penyebaran langsung dari infeksi intra-abdomen terbanyak : 2 pertama

Patologi Bakteri parenkim paru rx jaringan udem Stadium hepatisasi merah

alveoli : lekosit, fibrin, eritrosit, bakteri Stadium hepatisasi kelabu deposisi fibrin, fagositosis Stadium resolusi degenerasi netrofil, fibrin melonggar, fagosistosis bakteri

Manifestasi klinis tergantung : kuman, usia, status imuno-logis, beratnya penyakit neonatus bisa tanpa gejala khusus gejala : umum, pulmonal, pleural, ekstra-pulmonal umum : demam, menggigil, sefalgia, resah, gelisah, gastrointestinal (muntah, kembung, diare)

Manifestasi klinis gejala tanda pemr fisis

demam

demam

ronkhi

napas cepat

takipnu

mengi

batuk

dispnu

suara n lemah

muntah

retraksi

pekak

tdk mau minum

napas cuping

fremitus lemah

Iritabel

merintih

meningismus

letargi

sianosis

pl friction rub

Manifestasi klinis tanda pulmonal : berguna, tapi pd awitan mungkin belum ada otot bantu napas : chest indrawing / retraksi frekuensi napas : indeks paling sensitif, anak tenang / tidur batuk : pada anak besar, kering produktif, suara napas, ronkhi basah halus (bayi - ) klinis : sulit membedakan bakteri / virus

Manifestasi klinis sederhana (WHO) Napas cepat (tachypnea) Respiratory thresholds Umur < 2 bulan 2 - 12 bulan 1 - 5 tahun frekuensi nps 60 50 40

Chest Indrawing (tarikan dinding dada ke dalam)

Pemeriksaan penunjang Rontgen toraks : menunjang diagnosis, luasnya kelainan foto : AP & lateral pneumatokel S aureus normal dalam 3-4 minggu tidak rutin diulang; kecuali pneumatokel, pneumotoraks / komplikasi lain

Grl, 6,5 yrs Ro. Large intertitial infiltrate, ec S pneumoniae: IgG pneumolysin increase, L ESR 35 mm/hour I, CRP 9 mg/l.

Boy, 1,9 yrs, Ro. alveolar infiltrate in right lower lobe ec. S pneumoniae: IgG pneumolysin significant increase, leuco 13.800, ESR 125/hour I, CRP 332 mg/l.

Grl, 2,8 yrs, Ro. alveolar infiltrate in left lower lobe ec. rinovirus: leuco 17700, LED 64 mm/jam I, CRP 128 mg/l.

Grl, 0,3 yrs, Ro. alveolar infiltrate in right upper lobe ec parainfluen human herpes virus, leuco 17000, ESR 8 mm/l, CRP 22 mg/l

Pemeriksaan penunjang Analisis gas darah lekositosis (>15.000/ul) lazim dijumpai dominasi netrofil, pergeseran ke kiri bakteri trombosit >500.000/ul bakteri

trombopeni virus LED dan CRP tidak khas biakan darah : spesifik, hanya 10-15%

Analisis gas darah Hipoksemia (PaO2 < 80 mm Hg) dengan O2 3 L/min tanpa O2 % Ventilatory insufficiency (PaCO2 < 35 mmHg) Ventilatory failure (PaCO2 > 45 mmHg ) Asidosis metabolik intake &/ hipoksemia 44,4 % 4.8 % 87,5 % 52,4 % 100

Diagnosis terbaik : etiologik, dengan pemr kendala : teknis, biaya utama : klinis + penunjang lain masalah : virus atau bakteri ? mikrobiologik

Tatalaksana Community acquired pneumonia > rawat rumah adekuat

rawat inap : sesak nyata, bayi < 3bulan terapi penunjang & etiologik penunjang : oksigen, cairan, makanan terapi etiologik : antibiotik deteksi dan tatalaksana komplikasi

Tatalaksana ideal : seuai dengan kuman penyebab kendala diagnostik, viral ~ bakterial, inf bakteri sekunder antibiotik untuk semua pneumonia antibiotik : 5-10 hari, bisa 14 hari sampai 2-3 hari bebas demam

Komplikasi Pneumotoraks Pneumomediastinum Efusi pleura Gagal napas Mungkin diperlukan tindakan agresif dan perawatan ICU disertai alat bantu ventilator

Bronchiolitis Bronchiolitis Bronchioles inflammation Clinical syndromes: fast breathing, retractions, wheezing

Predominantly < 2 years of age (2 6 months) Difficult to differentiate with pneumonia

Bronchiolitis Etiology Predominantly RSV (Respiratory Syncytial Virus), adenovirus etc. Diagnosis Etiological diagnosis Microbiologic examination Clinical diagnosis Signs and symptoms Age Resource of infection

Bronchiolitis Clinical Manifestations cough, cold, fever,fast breathing, retraction, wheezing, irritable, vomitus, poor intake Physical Examinations tachypnea, tachycardia, retraction, expiration >, wheezing, fever,pharyngitis, conjunctivitis, otitis media.

Radiologic examination diffuse hyperinflation flat diaphragm, subcostal >

retrosternal space > peribronchial infiltrates pleural effusion (rare) Management Supportive Severe disease hospitalization intra venous fluid drip oxygen (antibiotics) Bronchodilator: controversial Corticosteroid: controversial Natural history & complications Improved clinical findings : in 3-4 days Improved radiological features: in 9 days Persistent respiratory obstruction : 20% Respiratory failure : 25 % Lung collaps (rare) Correlation with Asthma 30 % - 50 % becomes asthmatic patients Similarity in :
-

- pathogenic mechanisms

pathologic disorders

TUBERKULOSIS PARU A. Definisi

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. B. Etiologi TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium. C. Tanda Dan Gejala 1. Tanda a. Penurunan berat badan b. Anoreksia c. Dispneu d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning. 2. Gejala a. Demam Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. b. Batuk Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.

c.Sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. d. Nyeri dada Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis) e.Malaise Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. D. Patofisiologi Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.

Web Caution (Pathway)

Individu dengan penyakit TBC

Resiko infeksi

Paru-paru terinfeksi Metabolisme meningkat

Jaringan paru di invasi makrofag Batuk dan nyeri dada

Membentuk jaringan fibrosa Pola nafas tidak efektif

Berkurangnya luas tota permukaan membran Penurunan kapasitas difusi paru Berkurangnya oksigenasi darah

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan


Iritasi jaringan paru Batuk darah cemas Kurang perawatan diri

malasi e Intoleransi aktivitas

Peningkatan sekresi

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

E. Pemeriksaan Penunjang Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 72 jam; dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapt BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keada an infeksi berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain. Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus, paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura, kavitas dan gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari bilasan lambung, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked immunoabserben assay) untuk mendeteksi antibody atau uji peroxidase anti peroxidase (PAP) untuk menentukan Ig G spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan

sensitif dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum dapat membedakan TB aktif atau tidak. Tes tuberkulin positif, mempunyai arti : 1. Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi penyakit. 2. Menderita tuberkulosis yang masih aktif 3. Menderita TBC yang sudah sembuh 4. Pernah mendapatkan vaksinasi BCG 5. Adanya reaksi silang (cross reaction) karena infeksi mikobakterium atipik. F. Epidemiologi Dan Penularan TBC Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Reservour, sumber dan penularan Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet. 2. Masa inkubasi Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun. 3. Masa dapat menular Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau dibersinkan. 4. Immunitas Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.

G. Stadium TBC 1. Kelas 0

Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna). 2. Kelas 1 Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna) 3. Kelas 2 Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik). Status kemoterapi (pencegahan) : Tidak ada Dalam pengobatan kemoterapi Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter) Tidak komplit

4. Kelas 3 Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain. Status bakteriologis : a. Positif dengan : Mikroskop saja Biakan saja Mikroskop dan biakan Tidak dikerjakan

b. Negatif dengan : Status kemoterapi : Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi tes kulit tuberkulin : a. Bermakna b. Tidak bermakna 5. Kelas 4

Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini). Status kemoterapi : a. Tidak mendapat kemoterapi b. Dalam pengobatan kemoterapi c. Komplit d. Tidak komplit 6. Kelas 5 Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda) Kasus kemoterapi : a. Tidak ada kemoterapi b. Sedang dalam pengobatan kemoterapi. H. Penanganan a. Promotif 1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC 2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko 3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif 1. Vaksinasi BCG 2. Menggunakan isoniazid (INH) 3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab. 4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini. c. Kuratif Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang

yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun. Baru-baru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat malam sekitar 3 minggu.

I. Nursing Care Plan 1. Pengkajian a. Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan penderita

b. Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum, fungsi pernafasan, nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan pengertian tuberkulosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan laboratorium. 2. Diagnosa keperawatan a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan parenkim paru Intervensi 1. Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan 2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku. 3. Dorong bernafas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. 4. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan. 5. Kolaborasi periksaan AGD dan pemberian oksigen tambahan yang sesuai. b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum Intervensi : 1. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori. 2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukus/batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. 3. Berikan pasien posisi semi fowler atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam. 4. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. 5. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid).

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia Intervensi : 1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare. 2. Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai/tidak disukai. 3. Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik. 4. Dorong dan berikan periode istirahat sering. 5. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan. 6. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. 7. Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

A. Pengertian Bronkopneumonia Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.

Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. Pada keadaan normal, alveolus terisi udara, namun pada pasien dengan bronkopneumonia, alveoli akan terisi dengan pus dan cairan, sehingga menyebabkan nyeri dada, hambatan oksigenasi dan sesak napas.9,10

B. Etiologi Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumonia sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.11

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah 33,8 juta kasus baru di seluruh dunia dengan 3,4 juta kasus pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi di negara berkembang. RSV adalah patogen yang menjadi etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.11

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia12 Usia Lahir - 20 hari Etiologi yang jarang Bakteri Bakteri anaerob Streptococcus grup D Haemophillus influenza Streptococcus pneumonie Virus CMV HMV 3 minggu 3 Bakteri Bakteri bulan Clamydia trachomatis Bordetella pertusis Streptococcus Haemophillus influenza tipe pneumoniae B Moraxella catharalis Virus Adenovirus Staphylococcus aureus Influenza Virus Parainfluenza 1,2,3 CMV 4 bulan 5 Bakteri Bakteri tahun Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis Streptococcus Staphylococcus aureus pneumoniae Neisseria meningitides Virus Adenovirus Virus Rinovirus Varisela Zoster Influenza Parainfluenza 5 tahun remaja Bakteri Bakteri Clamydia pneumonia Haemophillus influenza Mycoplasma pneumoniae Legionella sp Streptococcus Staphylococcus aureus pneumoniae Virus Adenovirus C. Faktor Risiko Faktor-dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah : 1. Kemiskinan yang luas Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.11 Etiologi yang sering Bakteri E.colli Streptococcus grup B Listeria monocytogenes

2. Derajat kesehatan rendah Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekuat memperburuk derajat kesehatan.11 3. Status sosio-ekologi buruk Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.11 4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak adekuat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang.11 5. Proporsi populasi anak lebih besar Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.11

D. Patogenesis Sebagian besar bronkopneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.13

Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme : 1. Filtrasi partikel di hidung 2. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis 3. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk 4. Pembersihan ke arah kranial oleh mukosiliar 5. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar 6. Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal 7. Drainase melalui sistem limfatik.14 Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh dan patogen dari luar, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.15 Gangguan pertahanan tubuh akan menyebabkan mikroorganisme sampai ke alveoli dan menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 1. Stadium Kongesti atau Hiperemis (4-12 jam pertama) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.16 Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen haemoglobin.16,17 2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian

dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.16,17

Gambar 2. Stasium hepatisasi merah. Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (neutrofil)17 3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3-8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.16,17

Gambar 3. Stadium hepatisasi kelabu. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil17 4. Stadium Resolusi (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.16

E. Gambaran Klinis 1. Anamnesis Gejala yang timbul biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas (rhinitis atau faringitis). Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi kecil sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh sesak, nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.18,19 2. Pemeriksaan Fisik Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, napas cuping hidung, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, napas cuping hidung, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.19 Tanda takipneu ditandai dengan napas cepat yang dihitung selama satu menit dalam keadaan tenang. Frekuensi napas yang patut dicurigai pneumonia adalah : a. Anak usia kurang dari 2 bulan : lebih dari atau sama dengan 60 kali/ menit b. Anak 2-11 bulan : lebih dari atau sama dengan 50 kali/ menit c. Anak 12-59 bulan : lebih dari atau sama dengan 40 kali/ menit.1,20 WHO menyebutkan bahwa takipneu merupakan temuan yang sensitif dan spesifik untuk pneumonia. Sensitivitasnya mencapai 61% dengan spesifisitas 79% pada pasien malnutrisi. Pada pasien dengan gizi normal, nilai sensitivitas meningkat hingga 79% dan spesivitasnya 65%.1 Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.19 3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah Pada bronkpneumona virus jumah leukosit dapat normal atau menurun (leukopenia), sedangkan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. >15.000/mm3 Pemeriksaan darah pada

bronkopneumonia karena bakteri umumnya didapatkan leukositosis hingga seringkali dijumpai dengan dominasi

polimorfonuklear (netrofil) pada hitung jenis. Trombositosis >500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.22,23 b. Pemeriksaan Radiologi Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia ditemukan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkhial.18,24

Gambar 4. Foto toraks PA pada bronkopneumonia25

c. C-reaktif Protein Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor

(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dibandingkan pada infeksi bakteri. CRP kadangkadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.26 d. Uji Serologis Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.26 e. Pemeriksaan Mikrobiologi Bila pasien dalam keadaan kritis, atau pengobatan antibiotik belum dapat memperbaiki kondisi klinis, perlu dipikirkan pemeriksaan mikrobiologi. Namun pemeriksaan tersebut juga sulit dilakukan karena anak-anak sulit mengeluarkan dahak, pemeriksaan dengan darah juga sulit karena kurang dari 10% kasus yang berhubungan dengan bakteriemia. Pemeriksaan terbaik biasanya dilakukan dengan sekret yang diaspirasi dari nasofaring.27 f. Pemeriksaan Lain Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan TBC dewasa. Pada setiap anak dirawat inap dengan bronkopneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry.26 4. Dasar Diagnosis Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan dasar diagnosis bronkopneumonia secara ringkas adalah sebagai berikut : a. Anamnesis Pada alloanamnesis ditemukan : demam, batuk, dan sesak napas yang timbul tidak mendadak.18,19 b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum pasien tampak sesak atau sianosis 2) Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan peningkatan suhu, takipneu, dan dapat diikuti dengan takikardi 3) Pada hidung dapat ditemukan napas cuping hidung 4) Pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda :

Inspeksi Palpasi Perkusi

: gerakan paru simetris, dan ditemukan retraksi : vokal fremitus paru kanan = kiri : bisa sonor atau redup, tergantung jumlah konsolidasi

Auskultasi : suara dasar vesikuler meningkat, ronkhi basah halus di seluruh lapang paru, dan krepitasi.19,20 c. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan darah yang khas adalah ditemukannya leukositosis dengan dominasi leukosit polimorfonuklear pada infeksi bakteri, sedangkan pada infeksi virus dapat ditemukan leukopenia 2) Pemeriksaan foto thorak posisi akan ditemukan bercak-bercak infiltrat homogen di seluruh lapang paru 3) Pemeriksaan penunjang lain jarang digunakan sebagai dasar diagnosis.22,23,24 5. Differensial Diagnosis Pada penegakan diagnosis bronkopneumonia, perlu diperhatikan diagnosis banding penyakit ini, sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat terarah. a. Bronkiolitis Bronkiolitis adalah sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi kurang dari 2 tahun. Kondisi penyakit mirip dengan bronkopneumonia, yaitu adanya batuk, demam, dan sesak yang tidak mendadak. Perbedaannya adalah pada temuan pemeriksaan fisik. Pada bronkiolitis terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan mengi. Foto thoraks ditemukan adanya hiperaerasi dan diameter anteroposterior yang membesar.28 b. Asma bronkhial Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (noktural), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Berdasarkan penjelasan tersebut, penyingkiran diagnosis asma sudah dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti. Pada pemeriksaan fisik, biasanya terdapat mengi, dan tidak ditemukan ronkhi. Untuk mendukung diagnosis, dapat dilakukan nebulisasi dengan bronkodilator, anak dengan

asma akan memberikan respon terhadap pengobatan, sedangkan anak dengan bronkopneumonia tidak.28 c. Tuberkulosis (tb) paru Pada tb paru, gejalanya adalah batuk lama (lebih dari 3 minggu), demam lama (lebih dari 2 minggu), dan adanya penurunan berat badan atau status gizi kurang. Pemeriksaan dengan skoring tb termasuk uji tuberkulin di dalamnya dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan tb paru.29

F. Tata Laksana 1. Kriteria Rawat Inap Neonatus hingga usia 20 hari dengan gejala dan tanda curiga bronkpneumonia sebaiknya dirawat inap untuk monitoring dan mencegah komplikasi.12 Bayi - Saturasi oksigen 92%, sianosis - Frekuensi napas > 60 x/menit - Distress pernapasan, apnea intermitten, atau grunting - Tidak mau minum/ menetek - Keluarga tidak bisa merawat di rumah. 5,30 Anak - Saturasi oksigen < 92%, sianosis - Frekuensi napas > 50 x/menit - Distress pernapasan - Grunting - Terdapat tanda dehidradi - Keluarga tidak bisa merawat di rumah.5,30 2. Tatalaksana Umum - Pasien dengan saturasi oksigen 92%, berikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi >92% - Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat - Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk - Nebulisasi dengan 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucociliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya 4 jam sekali, termasuk saturasi oksigen.5

3. Pemberian Antibiotik - Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, cefaclor, eritromisin, dan azitromisin - M. Pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak 5 tahun - Makrolid diberikan jika M. Pneumoniae atau C. Pneumoniae dicurigai sebagai penyebab - Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab - Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi flucioxacillin dengan amoksisilin - Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral (misalnya karena muntah) atau termasuk dalam pneumonia berat - Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav, cefuriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime - Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapatkan antibiotik intravena - Rekomendasi untuk community acquired pneumonia adalah sebagai berikut : Neonatus 2 bulan : ampisilin dan gentamisin Lebih dari 2 bulan : lini pertama ampisilin, jika dalam 3 hari tidak ada perbaikan ditambahkan kloramfenikol. Lini kedua sefriakson. Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti dengan preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.5

Tabel 2. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia5


Antibiotik Penisilin G Dosis 50.000 unit/ kg/ kali, dosis tunggal max 4.000.000 unit 100 mg/ kg/ hari 100 mg/ kg/ hari 50 mg/ kg/ hari, dosis tunggal max 2 gram 50 mg/ kg/ hari, dosis tunggal max 2 gram 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal max 1,2 gram 10 mg/ kg/ kali, dosis tunggal maks 1 gram Frekuensi Tiap 4 jam Keterangan S. pneumonia

Ampisillin Kloramfenicol Cefriaxone

Tiap 6 jam Tiap 6 jam 1 x/ hari

S. pneumonia, H. influenza

Cefuroxime

Tiap 8 jam

S. pneumonia, H. influenza

Clindamycin

Tiap 6 jam

Eritromisin

Tiap 6 jam

Group A. Streptococcus, S. Aureus, S. Pneumoniae (alternatif jika alergi beta laktam) S. pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia

4. Nutrisi - Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau itravena. - Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi, karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.5 5. Fisioterapi Dada/ Postural Drainase Postural drainase (PD) adalah cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan mempergunakan gaya berat dari sekret itu sendiri. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi, maka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas, tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis.31 6. Kriteria Pulang - Gejala dan tanda pneumonia hilang - Asupan per oral adekuat - Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral) - Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.5

G. Pencegahan Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan

pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan nonimunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor risiko seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan dan lain-lain. 1. Imunisasi Pencegahan pneumonia yang berkaitan dengan pertusis dan campak adalah imunisasi DPT dan campak dengan angka cakupan yang menggembirakan; DPT berkisar 89,6 %-94,6 % dan campak 87,8 %-93,5 %.11 Dari beberapa studi vaksin (vaccine probe) diperkirakan vaksin pneumokokus konjungat dapat mencegah penyakit dan kematian 20-35% kasus pneumonia pneumokokus dan vaksin Hib mencegah penyakit dan kematian 15-30% kasus pneumonia Hib. Pada saat ini di banyak negara berkembang direkomendasikan vaksin Hib untuk diintegrasikan ke dalam program imunisasi rutin dan vaksin pneumokokus konjugat direkomendasikan sebagai vaksin yang dianjurkan.1,11 2. Non Imunisasi Di samping imunisasi sebagai pencegahan spesifik pencegahan non-imunisasi sebagai upaya pencegahan non-spesifik merupakan komponen yang masih sangat strategis. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan misalnya pendidikan kesehatan kepada berbagai komponen masyarakat, terutama pada ibu anak dan balita tentang besarnya masalah pneumonia dan pengaruhnya terhadap kematian anak, perilaku preventif sederhana misalnya kebiasaan mencuci tangan dan hidup bersih, perbaikan gizi dengan pola makanan sehat. Penurunan faktor risiko lain seperti mencegah berat badan lahir rendah, menerapkan ASI eksklusif, mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal dari bahan bakar rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah dan pencegahan serta tatalaksana infeksi HIV.1,11 Suplementasi zinc dan vitamin A juga merupakan salah satu metode strategis untuk mencegah pneumonia. Zinc dan vitamin A merupakan mikronutrien

penting dalam fungsi imunitas, defisiensi zinc dapat menyebabkan regenerasi sel dan gangguan fungsi epitel. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi zinc dan vitamin A berhubungan dengan penurunan insidensi dan prevalensi pneumonia, sehingga menurunkan angka kematian anak.32,33 H. Komplikasi Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis puruenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan kompliasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.24 Ilten et al. (2004) melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak usia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim

Hemoptisis
Dahak juga dapat bercampur dengan darah. Dahak yang berwarna coklat disebut rusty sputum. Kata hemoptisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan ptisis yang berarti meludah. Lendir atau dahak yang bercampur darah sering didapati pada perokok yang masih sehat dan biasanya tidak dipedulikan oleh orang tersebut. Hemomptisis sering menunjukan adanya penyakit yang serius. Penyabab hemoptisis sangat beragam, ant ara lain bronkiektasis, emboli paru, pneumonia, tuberkulosis, benda asing, kelainan pa da jantung, trauma,

katamenial, kriptogenik, iatrogenik, aspergilosis, abses paru, idiopatik, penyakit Goodpasture, serta penyakit Wegener

Anda mungkin juga menyukai