mengandung narkotika. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs = obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan radang yang mengandung narkotika. Efek analgesik = obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Efek antipiretik = obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik. Efek antiinflamasi = obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Pada awalnya dr. Wiwik menanyakan kepada kita, tentang apa yang kita pikirin soal AINS itu sendiri? Disini kita dapet 3jawaban yang emang itu kali yang kita pikirin soal AINS itu sendri. 3 pertanyaan itu : analgesik (anti nyeri), antiinflamasi (anti radang), ma non steroid. Jadi sebenernya kan yang jadi pertanyaan buat kita tuh non steroidnya itu. Soalnya kn kita juga uda belajar obat sejak blok 4 nii (bagi yang uda paham). Dan steroidnya itu sendiri ternyata berupa struktur kimia yang dianalogikan sebagai analgesic yang non narkotika. Sebenernya, apa sih tujuan kita belajar tentang obat itu? apa yang pengen kita tahu buat kedepannya soal obat ini? Jawabannya yaitu biar kita tahu soal apa sih oabt itu, gimana dosisnya, efek sampingnya, pengaruhnya kalo sama makanan dan minuman, absorpsi, distribusi sama interaksinya sama obat laen. Sementara analgesic sendiri ada dua macam, yaitu yang mengandung narkotik contohnya morfin sama heroin. Kalo yang satu lagi, itu tuh yang non-narkotik, contohnya tuh AINS itu sendiri.
Dari gambar disamping, diketahui bahwa obat itu memiliiki fungsi yang kompleks. Namun, pada kenyataannya tidak semua obat memiliki ketiga fungsi tersebut. Namun, kebanyakan obat hanya memiliki dua fungsi dianatara kesemuanya itu. jadi tak semua oabt kompleks.
Penggolongan AINS
AINS sendiri digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu : SALISILAT (aspirin, asetosal, diflunisal, dll) PARAAMINOFENOL (asetaminofen/parasetamol) PIRAZOLON (dipiron/metampiron, aminopirin, fenilbutazon, dll) ASAM ORGANIK LAIN (ibuprofen, asam mefenamat, indometasin, diklofenak, dll)
Gambar diatas menunjukan bahwa selama ini telah banyak diracik dan ditemukan obat untuk kepentingan pasien dan bersama. Dari obat yang tradisional yang ditemukan sebelum tahun 2000 hingga menemukan satu tingkat obat yang dinamai COXIB sejak tahun 2000. Yang ternyata fungsi utamanya ialah menghambat COX yang lebih spesifik. Penemuan obat itu sendiri tidak sembarangan, ada aturan dimana obat tersebut dipakai dan dipublikasikan. Satu diantaranya adalah setiap obat yang diteliti itu harus mempunyai manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pembandinngnya. Aspirin biasanya dijadikan pembanding dalam penentuan obat yang dipakai.
Pada gambar diatas, pada dasarnya rasa nyeri, panas, lebam, pembengkakan serta perubahan warna itu sendiri merupakan suatu tanda peradangan yang dipicu oleh prostaglandin yang disintesis dengan bantuan siklooksigenase (COX). Kemudian lebih dikenal pembagian menjadi COX-1 dan COX-2. COX-1 bersifat konstitutif artinya dihasilkan dalam jumlah tetap dan konstan secara normal. Fungsinya antara lain sebagai barrier lapisan mukosa gastrointestinal untuk melindungi dari asam lambung yang kuat. Selain itu juga mengaktikan pembentukan trombosit karena mengubah asam arakidonat menjadi tromboksan. Dengan bertambahnya trombosit maka jaringan yang terinfeksi oleh mikroba dapat segera diperbaiki dengan trombosit. COX-1 juga dihasilkan di ginjal sebagai pengatur reabsorpsi sekresi ginjal. Kemudian COX-2 bersifat inducible artinya lebih banyak dihasilkan pada proses peradangan (inflamasi) sebagai respon tubuh terhadap infeksi mikroba.
Trauma/luka mengakibatkan pelepasan komponen fosfolifid dari membrane sel oleh kortiko steroid, kemudian fosfolipid itu akan diubah menjadi asam arakidonat (merupakan fase prekusor / zat asa) oleh enzim fosfolipase. Kemudian asam arakidonat akan diubah oleh siklooksigenase (siklooksigenase / COX adalah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin) 1, 2, 3 menjadi prostalgandin. Yang telah diketahui adalah COX type I, II sedangkan type II masih dalam trial. Obat AINS sendiri menghambat kerja silkooksigenase agar prostaglandin tidak terbentuk. Prostaglandin itu sendiri merupakan mediator dalam peradangan, yang akan meningkat jika ada trauma atau jejas.
Asam arakidonat kan diubah menjadi prostaglandin seperti yang telah dijelaskan pada gambar sebelumnya. Disini lebih ditekankan pada fungsi COX itu sendiri, dimana pada bagian kanan gambar itu prostaglandin diberikan COX-2 sebagai penghambat yang lebih spesifik, sebelum terjadi demam, nyeri dan radang, sehingga COX itu sendiri menjadi anti-inflamasi. Sementara pada bagian kiri, diberikan pengahambat non-spesific COX. Yang terjadi adalah serangan pada perlindungan mukosa gater yang menyebabkan kerusakan pada gaster itu sendiri.
Efek antipiretik
NSAIDs tradisional itu merupakan zat yang menghabat kerja COX-1 maupun kerja COX-2, sehingga mempunyai fungsi yang tidak spesifik. Dan hal ini juga membahayakan pada sistem gastrointestinal, homeostasis platheles (regulasi atau keseimbangan trombosit), serta fungsi utama ginjal. COX-1 sendiri bekerja aktif protektif. Sementara bila diberikan COX-2, itu lebih aman. Sebab fungsi kerjanya tidak lagi menyangkut COX-1. Jadi ia berkerja sendiri. COX-2 meningkatkan macrofag, synoviocytes dan endhothelial cells. Bisa disebut juga menghambat peradangan. COXIb ini lebih aman untuk ginjal, namun, tidak disarankan diberikan pada orang-orang dengan jantung koroner dan hipertensi. Hal ini disebabkan Coxib dapat memperbarat penyakit tersebut. Kesimpulanya ialah penggunaan sembarangan. Pada orang-orang Coxib atau yang AINS tradisional gangguan juga tidak sistem
memiliki
pada
gastrointestinal, keseimbangan trombosit serta gangguan ginjal lebih disarankan menggunakan Coxib. Sedangkan pada orang-orang dengan jantung koroner dan hipertensi lebih disarankan menggunakan AINS tradisional. Namun, hal ini tidak mutlak, berdasarkan kandungan obat itu sendiri tidak mutlak kandungan obat itu sama. Jadi pemberian obat itu tetap sesuai pertimbangan. Contohnya: aspirin dalam dosis rendah dapat mencegah agregasi
(penggumpalan) trombosit. Dan pada pendeerita jantung koroner dengan penyumbatan pembuluh koroner. Dapat diberikan aspirin dosis rendah agar terhindar dari serangan jantung koroner dengan cara memecahkan gumpalan tadi. Sementara jika diberikan dalam dosis tinggi itu bisa menimbulkan bleeding phaletes.
Membrane fosfolipid melepaskan asam arachidonat dibantu oleh enzim fosfolipase A2, namun, AINS ini sendiri menghambat siklookgsigenase sehingga konversi asam arakidonate menjadi PGG2 terganggu. Enzim sikloogksigenase terdapat dalam 2 isoform yaitu COX-1 dan COX-2. Pada dasarnya PGG2 dan PGH2 itu disintesis, namun ada yang disintesis COX-1 ada juga yang disintesis COX-2. Untuk lebih jelasnya silahkan baca farmakologi ^^ kepanjangan soalnya
11) Iritasi saluran cerna (ulkus, perdarahan) 12) Pseudoalergi (Bronkokonstriksi) 13) Analgesik & antipiretik (300-600 mg 3x sehari) 14) Nyeri disertai inflamasi (penyakit inflamasi sendi/rheumatik), 3 6 gram/hari 15) Inflamasi sendi akut, 5 8 gram/hari 16) Pencegahan IMA 17) Topikal (metil salisilat) PARASETAMOL 1) Derivat paraaminofenol 2) Asetaminofen 3) Efek sentral dan perifer (lebih dominan perifer) 4) Efek analgesik & antipiretik 5) Efek antiinflamasi lemah 6) Efek iritasi lambung minimal 7) Hepatotoksis, NABQI (dosis tinggi : 10-12 gram) 8) Absorbsi pengosongan lambung 9) Efek 15-30 menit 10) Kadar puncak 30-60 menit 11) Lama kerja 3-4 jam 12) Frekuensi pemberian 4-6x/hari 13) Dosis 10 mg/kg BB/x 14) Dosis 500 -1000 mg/x DIPIRON 1) Derivat pirazolon 2) Metamizole, Metampiron, Antalgin 3) Efek analgesik & antipiretik 4) Efek antiinflamasi lemah 5) Efek diskrasia darah (agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia) 6) Efek iritasi lambung 7) Efek hipersensitif
8) Efek 30 menit 9) Kadar puncak 2 jam 10) Lama kerja 2-4 jam 11) Frekuensi pemberian 4-6x/hari 12) Dosis 500 -1000 mg/x 13) Analgesik tanpa disertai inflamasi 14) Kombinasi dg obat lain, INJEKSI IBUPROFEN 1) Derivat asam propionat 2) Efek analgesik sama dg aspirin 3) Efek antiinflamasi lebih lemah dibandingkan aspirin (lebih dari 2400 mg/hari 600 mg 4x/hari) 4) Metabolisme di liver 5) Waktu paruh 2,5 jam, ikatan protein plasma 99 % 6) Efek samping di lambung lebih jarang 7) Efek samping : retensi cairan dan alergi 8) Pada penderita asma bronkial dapat menimbulkan bronkokonstriksi
IBUPROFEN
Ibuprofen untuk pengobatan demam
Yang paling sering digunakan adalah ibuprofen dan parasetamol. Efektivitas ibuprofen dalam pengurangan demam, dan efektivitas dibandingkan dengan parasetamol dan aspirin, telah diteliti dengan banyak uji klinis. Hasil dari uji klinis tersebut secara konsisten menunjukan bahwa dosis tunggal ibuprofen lebih efektif dari pada parasetamol untuk menurunkan suhu >8jam. Terjadinya efek ibuprofen dimulai dalam waktu 30menit dari pemberian dosis. Ibuprofen telah terbukti lebih efektif daripada parasetamol dalam mengurangi demam tinggi, khususnya diatas 39C atau 102F.
Gejala Demam
Infeksi dapat mengganggu keseimbangan suhu tubuh, dan menyebabkan suhu lebih tinggi dari 37,4C (demam). Demam dapat mengakibatkan peningkatan hilangnya xairan tubuh dari tubuh yang mengakibatkan dehidrasi, ketidaknyamanan seorang anak, dan demam convulsion pada sebagian anak. Demam diatas 38C atau 100F harus dirawat. Kunci untuk mengobati demam adalah dengan mengatur ulang thermostat tubuh untuk membawa suhu kembali turun menjadi sekitar 37C atau 98,5F . member anak banyak minum untuk mengganti cairan yang hilang karena berkeringat. Ini penting untuk menghindari dehidrasi.
Levels of Evidence
1) Tingkat I Bukti yang diperoleh dari tinjauan yang sistematis dari semua ujia coba randomized controlled yang relevant. 2) Tingkat II Bukti yang diperoleh dari setidaknya satu properly design RCT. 3) Tingkat III.1 Bukti yang diperoleh dari percobaan terkontrol yang dirancang dengan baik tanpa randomized. 4) Tingkat III.2 Bukti yang diperoleh dari kohort dirancang dengan baik atau case control study analitik lebih dari satu pusat atau kelompok riset. 5) Tingkat III.3 bukti yang diperoleh dari beberapa rangkaian waktu dengan atau tanpa intervensi. Hasil yang dramatis pada percobaan tidak terkontrol.
6) Tingkat IV opini dari otoritas yang dihormati, berdasarkan pengalaman klinis, study deskriptif, atau laporan dari expert commites.