Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

Usus merupakan salah satu dari beberapa organ yang termasuk dalam sistem pencernaan. Dimana organ-organ pencernaan tersebut mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Usus manusia terdiri dari usus kecil dan usus besar. Usus tersebut secara umum mempunyai fungsi membantu pencernaan makanan, membantu penyerapan makanan, penyerapan air dan tempat tinggal bakteri usus dan tempat penampungan feses. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, di dalam sistem pencernaan terdapat istilah peristaltik. Peristaltik itu merupakan gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan yang menimbulkan gerakan semacam gelombang sehingga menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Dimana gerakan peristaltik itu merupakan gerakan dari otot polos usus yang terorganisasi dengan baik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan otot polos, hormon-hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan lain sebagainnya. Salah satu penyebabnya adalah ileus.1,2 Ileus adalah gangguan passage (jalan makanan) di usus, dimana berdasarkan penyebabnya ada 2 jenis ileus yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif adalah keadaan hilangnya atau berkurangnya passage isi usus karena adanya sumbatan mekanik sedangkan ileus paralitik adalah keadaan hilangnya peristaltik usus sementara karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.1,2 Total kejadian obstruktif yang disebabkan oleh mekanik dan non mekanik mencapai 1 dari 1000 orang. Obstruktif yang disebabkan oleh mekonium mencapai 9-33% dari obstruksi ileus pada kelahiran baru. Sementara di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus paralitik pasca operasi tergantung pada lamanya operasi/narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus kontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon enzim pancreas, darah, dan urin akan juga menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematom bisa menimbulkan ileus
1

paralitik. Gangguan elektrolit seperti hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia atau hipermagnesia juga bisa menimbulkan ileus paralitik.2,3 Ileus paralitik merupakan gawat abdomen yang memberi gambaran keadaan klinis yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi perut yang bisa menyebabkan terjadinya peritonitis.4 Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skill, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus.

BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Nama Jenis Kelamin Usia Alamat MRS Medical Record 2.2 Anamnesis Keluhan Utama : Perut kembung Riwayat Perjalanan Penyakit : By Mosa merupakan pasien rujukan dari Olak Temang. Pasien masuk rumah sakit jam 17.00. Orangtua pasien menceritakan adanya keluhan-keluhan berupa dengan perut kembung. Perut kembung sudah terjadi sejak hari 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu orangtua pasien juga menceritakan pasien mengalami muntah sejak masuk rumah sakit dengan frekuensi 2 kali dalam sehari. Muntahnya adalah makanan yang dimakan oleh pasien dan sebagian air. Riwayat muntah hijau tidak ada. Orangtua pasien juga mengatakan bahwa anaknya sudah 3 hari tidak BAB. Pasien baru BAB 1 kali pada Selasa jam 12.00 tapi sedikit, BAB berdarah dan BAB berlendir. Pasien biasanya teratur dalam hal BAB. Dalam 3 hari belakang pasien sangat rewel dan sering sekali menangis serta tidak mau makan. Selain itu gejala lainnya berupa demam., pasien sudah diberi bubur cerelac sejak berusia 4 bulan. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat mengalami sakit yang sama sebelumnya disangkal : By. Mosa Arifah : Perempuan : 5 bulan : Jalan RT 12 Kel Tahtul Yaman Kec. Pelayangan : 16 April 2013 Jam 17:00 : 723191

Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat sakit yang sama disangkal 2.3 Pemeriksaan Fisik a. Status generalis: Kesadaran Pernafasan Nadi Temperatur BB sekarang BB lahir Kepala : Compos mentis : 66 x/menit : 130 x/menit : 38,3 C febris : 6300 gram : 3500 gram : Konjongtiva Pucat: -/Sklera Ikterik -/Pupil : isokor, refleks cahaya +/+ Leher Kelenjar-kelenjar Thorax Abdomen Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior Genitalia : DBN : tidak ada pembesaran : P; vesikuler, ronki (-), wheezing (-) C: bunyi jantung I,II, regular, bising (-) : distensi (+), Bising usus (-), perkusi hipertimpani : akral hangat : tidak ada kelainan : tidak ada kelaian

Status Lokalis Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : kembung (+) : agak sedikit tegang (+) : hipertimpani di seluruh bagian perut (+) : Bising usus (), metallic sound (-)

2.4 Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 16 April 2013) - Leukosit - RBC - Hb - HCT - PLT : 19.200/mm3 infeksi : 4.06 106/mm3 : 10.8 gr/dl : 35% : 552 H 10.3/mm3

2.5 Pemeriksaan Foto Rontgen (17 April 2013)

Ro Thorax CTR < 50% Aorta dan Mediastinum superior tidak melebar Trakead ditengah
5

Tampak hilus melebar Tampak peningkatan bronkovaskular peribronkial dan pericardia Tampak infiltrat di lobus superior dan medius kedua paru Kedua sudut costrofrenicus lancip Diafragma baik Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baik Abdomen 2 posisi: Distribusi udara sampai ke distal Psoas line Nampak Pre peritoneum fat terlihat Terdapat dilatasi dan distensi usus Terdapat air fluid level Tak tampak udara bebas

Kesan: Ro Thorax paru Ro Abdomen : infiltrat paru DD: bronkupneumonia : ileus paralitik.

2.6 Diagnosis Kerja Ileus paralitik dengan febris 2.7 Diagnosis Banding - Ileus paralitik
6

- Ileus obstruktif 2.8 Rencana Pemeriksaan Penunjang lainnya Pemeriksaan Colon in Loop 2.9 Tatalaksana - IVFD RL 10 gtt/i - Metronidazole 3 x 75 mg - Ceftriaxone 1 x 600mg dalam D5% habis dalam 1 jam - Aminofusien pead jika Ur dan Cr meningkat - NGT, kateter - Puasakan - Laparotomi citto 2.10 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : Bonam : Bonam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Degestivus Anatomi Usus Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katub ileosekal. Pada manusia panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada cadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3.8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2.5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum. Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1.5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar dari usus kecil. Rata-rata sekitar 2.5 inci (sekitar 6.5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum.

Gambar 3.1 Anatomi Traktus Digestivus

Persarafan Usus Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coliacus. Sedangkan saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vargus) dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangsang aktviitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik system simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus meissner dilapisan submukosa.

Fisiologi Usus Usus halus mempunyai dua fungsi utama: pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja
9

enzim-enzim pancreas yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam secret pancreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak diantara enzim-enzim ini terdapat pada brush border villi dan mencerna zatzat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas 2 jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf otonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobilier dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik ini mendorong isi salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai dengan absopsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.

Dalam proses motilitas terjadi 2 gerakan yaitu: 1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana gerakan ini pada setiap segmen akan berbeda tingkat kecepatannya sesuai dengan fungsi dari region saluran pencernaan, contohnya gerakan propulsif yang mendorong makanan melalui esogafus berlangsung cepat tapi sebaliknya dari usus halus tempat utama berlangsungnya pencernaan dan penyerapan makanan bergerak sangat lambat. 2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur makanan dengan getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada usus. Absopsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga
10

diabsorpsi. Absorpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transport aktif dan pasif yang sebagai kurang dimengerti. 3.2 DEFENISI Ileus paralitik (adynamic ileus) merupakan suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak dapat melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Peristaltik usus menjadi terhambat akibat adanya gangguan pengendalian otonom motilitas usus sehingga suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari penurunan aktivitas motorik dari saluran pencernaan yang disebabkan oleh penyebab non-mekanik dengan gejala akut abdomen seperti perut kembung (distensi abdomen).5,6,7 3.3 ETIOLOGI Penyebab dari ileus adinamik dapat berasal dari abdomen atau ekstraabdominal. Penyebab tersering dari abdomen antara lain; proses inflamasi pada usus halus/usus besar, pankreas atau saluran empedu (seperti; perforasi usus, appendisitis akut, pankreatitis akut, atau kolesistitis akut). Proses retroperitoneal (seperti; pyelonefritis akut, colic ureter, hematom retroperitoneal, trauma medula spinalis) juga dapat menjadi salah satu penyebab. Penyebab ekstra abdominal berupa severe sepsis, diabetik ketoasidosis, luka bakar berat, cedera kepala berat, dan infark miokard inferior. Berbagai penyebab dari ileus paralitik meliputi: 1. Neurologik - Pasca operasi - Kerusakan medula spinalis - Keracunan timbal - Iritasi persarafan splanknikus - Pankreatitis 2. Metabolik
11

- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia) - Uremia - Komplikasi DM - Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple 3. Obat-obatan - Narkotik - Antikolinergik - Katekolamin - Fenotiasin - Antihistamin

4. Infeksi - Pneumonia - Empiema - Urosepsis - Peritonitis - Infeksi sistemik berat lainnya 5. Iskemia usus - mesenterica emboli - thrombosis iskemia 3.4 PATOFISIOLOGI

12

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya system saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh system parasimpatis. System simpatik menghasilkan pengaruhnya melalui 2 cara: 1. Pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan 2. Pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari norepineprin pada neuron-neuron system saraf enteric. Jadi, perangsnagan yang kuat pada system simpatis dapat mengambat pergerakan makanan melalui traktur gastrointestinal. Hambatan pada system saraf parasimpatis didalam system saraf enteric akan menyebabkan terhambatnya pergerakana makanan pada traktus gastrointestinal namun tidak semua pleksus meinterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptida lainnya. Respon stres bedah mengarah pada sistem endokrin sistemik dan mediator inflamasi yang juga mempengaruhi perkembangan ileus. Rat Models menunjukkan laparotomi, eventration dan kompresi usus, mengakibatkan peningkatan jumlah makrofag, monosit, sel dendritik, sel T, Natural killer sel dan sel mast, sebagaimana pada immunohistochemistry. Makrofag pada muskularis eksternal dan sel mast merupakan pemain utama pada prosses peradangan. Kalsitonin terkait dengan peptida, oksida nitrat, peptida usus vasoaktif dan fungsi substansi P sebagai penghambat neurotransmitter dalam sistem saraf dari usus. Nitrat oksida dan inhibitor peptida vasoaktif usus dan antagonis reseptor substansi P telah dibuktikan untuk meningkatkan fungsi gastrointestinal. 3 Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.6 Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
13

peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.6 Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian. 6 3.5 MANIFESTASI KLINIS Gejala gejala yang biasanya dirasakan oleh pasien ileus paralitik antara lain perut kembung (distensi abdomen), anoreksia, mual, muntah dan obstipasi. Akan tetapi muntah tidak dirasakan oleh semua pasien ileus paralitik. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruktif. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung tanpa disertai adanya nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervariasi dari ringan sampai berat bergantung pada penyakit yang mendasarinya. Hasil temuan pada pemeriksaan fisik meliputi adanya distensi abdomen, perkusi usus menunjukkan timpani dengan bising usus yang lemah, jarang atau bahkan tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan
14

tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukannya reaksi peritoneal berupa nyeri tekan dan nyeri lepas pada abdomen. Akan tetapi bila penyebabnya peritonitis maka manifestasi klinis atau reaksi peritoneal tersebut akan ditemukan.5,7,8 Tabel 3.1 Perbandingan Klinis Macam-macam Ileus Macam ileus Nyeri Usus Obstruksi simple tinggi Obstruksi simple rendah Obstruksi strangulasi ++ (kolik) +++ (Kolik) ++++ (terus-menerus, terlokalisir) Paralitik Oklusi + +++++ ++++ +++ + +++ Menurun Menurun + ++ Distensi + Muntah borborigmi +++ Meningkat Bising usus Ketegangan abdomen -

+++

+ Lambat, fekal +++

Meningkat

Tak tentu biasanya meningkat

vaskuler 3.6 DIAGNOSA Diagnosa ileus paralitik bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang didapatkan dari anamnesis, temuan fisik dari pemeriksaan fisik dan beberapa hasil dari pemeriksaan penunjang lainnya yang mendukung diagnosa ileus paralitik. Ileus paralitik bisa ditemukan jika adanya silent abdomen (hilangnya bising usus) saat auskultasi. Pada foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus dan usus besar. Hasil Temuan Anamnesis Gejala-gejala klinis yang ditemukan saat anamnesis meliputi keluhan distensi usus, rasa mual dan kadang-kadang disertai muntah. Selain itu, pasien juga merasakaan tidak bisa BAB, tidak bisa flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri. Hasil Temuan Pemeriksaan Fisik
15

Inspeksi Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang meliputi hilangnya turgor kulit, mulut kering. Pada abdomen didapatkan distensi abdomen, parut abdomen, hernia dan masa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak ditemukan peristaltic usus. Palpasi Palpasi dilakukan untuk melihat ada tidaknya tanda-tanda iritasi peritoneum ataupun nyeri tekan yang mencakup defence muscular involunter atau rebound, atau pembengkakan atau massa abnormal untuk menentukan penyebab ileus paralitik Pekusi Ditemukan hipertimpani di semua bagian abdomen. Auskultasi Bising usus melemah atau tidak ada sama sekali.

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto Polos Abdomen5,9,10,11 Foto polos abdomen menjadi salah satu alat bantu dalam mendiagnosis terjadinya gangguan pada abdomen. Pemeriksaan foto polos abdomen dapat bermanfaat mendeteksi obstruksi usus, gas bebas dalam ekstra lumen, dan kalsifikasi abdomen. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan akut abdomen. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu: 1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP) 2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP
16

3. Tiduran miring kekiri ( Left Lateral decubitus = LLD ), dengan sinar horizontal proyeksi AP Proyeksi rutin yang digunakan adalah proyeksi supine. Film abdomen tegak dapat memperlihatkan batas udara/cairan pada kasus obstruksi, dan gas bebas di bawah diafragma pada kasus perforasi, saat menilai foto abdomen, penelian terhadap tiga askep utama akan mencakup sebagian besar penemuan abnormalitas: pola udara usus; daerah kalsifikasi; kelainan tulang. Pola gas usus harus dinilai dalam foto polos abdomen karena hal itu berkaitan dengan adanya dilatasi usus. Umumnya usus halus berada pada posisi tengah yang ditandai dengan lipatan-lipatan atau valvula conniventes yang membentuk gambaran yang menyilang usus. Namun demikian, usus besar berada di perifer, dengan haustrae yang membentuk gambaran pita transversa inkomplet. Dilatasi usus halus diperkirakan terjadi jika lebarnya melebihi 3 cm. berbagai kondisi yang dapat didiagnosa oleh perubahan pola gas usus adalah obstruksi usus halus; obstruksi usus besar; ileus paralitik; volvulus caecal, volvulus sigmoid. Pada FPA Obstruksi Ileus akan menunjukkan gambaran adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level. FPA mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan 84% pada obstruksi kolon. Gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus.

17

Gambar 3.2 Foto polos abdomen pada Ileus Obstruksi Sedangkan pada ileus paralitik

didapatkan gambaran radiologis yaitu:

Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang-kadang susah membedakan antara intestinum

tenue yang melebar atau intestinum crassum.


Air fluid level. Herring bone appearance Bedanya dengan ileus obstruktif; pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek- pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon-kolon), karena diameter kolon lebih lebar dari usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.

Gambar 3.3 Foto Polos Abdomen Normal

18

Gambar 3.4 Foto Polos Abdomen Ileus Paralitik

Gambar 3.5 Foto Polos Abdomen Ileus Paralitik

19

Gambar 3.6 Foto Polos Abdomen Ileus Paralitik

Pada gambar diatas didapatkan: Preperitoneal fat line kanan-kiri terlihat baik Kontur kedua ginjal kanan dan kiri tak tampak Tampak udara mengisi usus dan fekal material yang menutupi kontur ginjal dan psoas line Nampak gambaran hearing bone Nampak gambaran step ledder apperance Skeletal normal

2. Laboratorium Pemeriksaan yang bisa dilakukan meliputi pemeriksaan kadar amylase-lipase, kadar gula darah, kalium serum dan analisa gas darah. Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian dari ileus untuk melihat berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada
20

tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis.

3.8 TATALAKSANA1,5,6,10 1. Konservatif Penderita dirawat di rumah sakit. Penderita dipuasakan Kontrol status airway, breathing and circulation. Dekompresi dengan nasogastric tube. Intravenous fluids and electrolyte Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca-operasi klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasien ileus paralitik pasca operasi Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob Analgesik apabila nyeri.

21

3. Operatif Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi. Pintas usus : ileostomi, kolostomi. Reseksi usus dengan anastomosis Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

3.9 KOMPLIKASI 2,3,5 Komplikasi dari ileus paralitik bisa berupa nekrosis usus, perforasi usus, sepsis, syok, dehidrasi, abses. 3.10 PROGNOSIS Prognosis dari ileus bervariasi tergantung dari penyebabnya itu sendiri. Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus dimana terjadi kematian jaringan usus oleh karena itu operasi dianggap perlu untuk membuang jaringan yang nekrotik. Jika penyebab ileus dapat tertangani dengan cepat maka prognosinya akan lebih baik.5,11

22

BAB IV ANALISA KASUS

Diagnosa ileus paralisis bisa ditegakkan secara klinis melalui anamnesis. Selain itu, diagnosa bisa ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diagnosa ileus paralitik ditegakkan dengan dasar sebagai berikut: 1. Anamnesis Pada kasus ini pasien merasakan beberapa gejala seperti: Perut kembung Tidak BAB/Konstipasi yang sudah beberapa hari Muntah Perut terasa tidak nyaman 2. Pemeriksaan fisik: Suhu: 38.30 C (Demam) Pemeriksaan FisikAbdomen: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : kembung (+) : tegang (+) : hipertimpani di seluruh bagian perut (+) : Bising usus (), metallic sound (-)

3. Pemeriksaan penunjang
23

Pemeriksaan darah Rutin Leukosit : 19.200/mm3 (Normal : 3.500-10.000/mm3) tanda adanya infeksi

Abdomen 2 posisi: Distribusi udara sampai ke distal Terdapat dilatasi dan sitensi usus Terdapat air fluid level Tak tampak udara bebas

BAB V KESIMPULAN

Ileus adalah gangguan passage (jalan makanan) diusus, dimana berdasarkan penyebabnya ada 2 jenis ileus yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus paralitik adalah keadaan hilangnya peristaltik usus sementara karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Ileus paralitik merupakan gawat abdomen yang memberi gambaran keadaan klinis yang biasanya timbul mendadak. Gejala gejala yang biasanya dirasakan oleh pasien ileus paralitik antara lain perut kembung (distensi abdomen), anoreksia, mual, muntah dan obstipasi. Akan tetapi muntah tidak dirasakan oleh semua pasien ileus paralitik. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruktif. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung tanpa disertai adanya nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Diagnosa ileus paralitik bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang didapatkan adari anamnesis, temuan fisik dari pemeriksaan fisik dan beberapa hasil dari pemeriksaan penunjang lainnya yang mendukung diagnosa ileus paralitik. Ileus paralitik bisa ditemukan jika adanya silent abdomen (hilangnya bising usus) saat auskultasi. Gambaran radiologi dari ileus
24

paralitik menunujukkan adanya distensi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Terdapat gas di dalam rektum dan kolon bagian bawah. gambaran herring bone appearance (gambaran seperti tulang ikan). Tampak juga gambaran air fluid level berupa suatu gambaran line up (segaris). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan kontras kontras yang larut air. Tatalaksana dari ileus paralitik meliputi konservatif, farmakologis serta operatif. Komplikasi dari ileus paralitik bisa berupa nekrosis usus, perforasi usus, sepsis, syok, dehidrasi, abses. Prognosis dari ileus bervariasi tergantung dari penyebabnya itu sendiri. Prognosis memburuk pada kasus-kasus dimana terjadi kematian jaringan usus oleh karena itu operasi dianggap perlu untuk membuang jaringan yang nekrotik. Jika penyebab ileus dapat tertangani dengan cepat maka prognosinya akan lebih baik

DAFTAR PUSTAKA 1. Price, S.A 2000. Patofisiologi; Konsep Klinis proses-proses penyakit , Editor; Price, S.A., McCarty, L.,Wilson Editor terjemahan; Wijaya, Caroline, Jakarta: EGC. 2. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.
3. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle,

W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004. 4. 12. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004. 5. Sjamsuhidayat R, de Jongg. W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579
25

6. Yates K. Bowel Obstruction. In: Cameron P. Textbook of Adult emergency medicine. 2 nd ed. New York: Churcill Livingstone: 2004. P 306-9 7. Brown AFT. Passage Bowel Disorders. http://emedicine.medscape.com/article/178948overview. 2009 8. Edy Rumhadi Iskandar. 2008. Keselamatan Kerja Dalam Pelayanan Radiodiagnostik di Laboratorium Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi. Available from:http://edyrumhadi.blogdetik.com. 9. Staf pengajar sub-bagian radiologi, FKUI. 2000. Radilogi Diagnostik. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 10. Patel Pradip. Lecture Notes Radiologi. Ed 2. 2005. Jakarta: Erlangga. Hal 89-121. 11. Sekilas tentang abdomen. Available from: http://adramenulis.wordpress.com

26

Anda mungkin juga menyukai