Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

DEPRESI Gangguan depresi dalam beberapa literatur berada di bawah naungan gangguan mood. Mood sendiri merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain. Pasien dengan keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit konsentrasi, hilangnya nafsu makan, berfikir mati atau bunuh diri. Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri. Depresi adalah penyakit yang menyerang "keseluruhan hidup seseorang", meliputi seluruh tubuh, suasana perasaan dan pikiran.Ia juga mempengaruhi pola makan dan tidur. Gangguan ini tidak sama dengan seorang yang dalam keadaan kelelahan atau malas. Seorang yang mengalami gangguan depresi tidak dapat "menguasai diri" dan keadaaannya untuk dapat kembali pada keadaannya seperti semula.Tanpa penanganan yang baik maka gejala-gejala tersebut mengakibatkan terganggunya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya dari seseorang dan gejala tersebut berlangsungnya jadi lebih lama.Penatalaksanaan yang sesuai dapat menolong seseorang yang mengalami depresi untuk cepat kembali seperti semula lebih baik.Definisi gangguan depresi adalah gangguan mental yang dikarakteristikan dengan rasa sedih yang dalam dan berkepanjangan.Penderita hilang minat (interest) pada sesuatu yang sebelumnya menyenangkan baginya. Biasanya disertai dengan perubahan-perubahan lain pada dirinya misalnya berkurangnya energi, mudah lelah dan berkurangnya aktivitas, konsentrasi dan perhatian yang berkurang, harga diri dan kepercayaan diri yang berkurang, rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.

Berdasarkan PPDGJ III, episode depresi memiliki gejala utama yaitu afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi dan menurunnya aktivitas. Dan disertai gejala lainnya berupa: Menurunnya konsentrasi dan perhatian, berkurangnya rasa percaya diri, adanya gagasan rasa bersalah, pesimistis, gagasan melukai diri atau bunuh diri, gangguan tidur, nafsu makan berkurang. Untuk episode depresif diperlukan sekurangkurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis. Berdasarkan gejala dan ketentuan diatas, episode depresif pada PPDGJ III di bagi menjadi Depresif ringan, sedang, berat, dan berat dengan gejala psikotik. Dikatakan episode depresif ringan jika memenuhi minimal 2 dari 3 gejala utama, ditambah minimal 2 dari gejala lainnya, tidak boleh ada gejala berat dan memenuhi kriteria lainnya. Episode depresif sedang harus memenuhi gejala utama minimal 2 dari 3, dan ditambah 3 dari gejala lainnya, dan memenuhi kriteria lainnya. Episode depresif berat memenuhi ketentuan semua gejala utama harus ada, ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, pasien tidak mampu meneruskan kegiatan sosial, dan memenuhi kriteria lainnya. Episode depresif berat dengan gejala psikotik adalah memenuhi gejala depresi berat di tambah gejala psikotik seperti halusinasi atau waham.

Epidemiologi Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%.Pada anak sekolah didapatkan prevalensi 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresi berat. Gangguan ini pada perempuan 2 kali lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial, dan perilaku menjadi perbedaan. Rata-rata usia sekitar 40 tahun. Hampir 50% awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat terjadi pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi terjadi pada usia 20 tahun.

Etiologi Faktor Organobiologi. Dilaporkan terdapat kelainan di metabolit amin biogenic seperti asam 5 hydroxyindoleacetic, asam homovanilic, dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal. Faktor Genetik. Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks.Tidak hanya sulit untuk mengabaikan efek psikososial, tetapi juga faktor nongenetik kemungkinan juga berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood setidaknya pada beberapa orang. Faktor Psikososial. Peristiwa kehidupan dengan stresful sering mendahului episode pertama, dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengatakan adanya stress sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Faktor kepribadian. Semua orang, apapun pola kepribadiannya dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya.Orang dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsi, histrionic dan ambang berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibanding dengan gangguan kepribadian paranoid atau antisocial. Teori kognitif. Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan kecenderungan seseorang menjadi depresi.

Patofisiologi Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat. Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan. Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik). Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin.
3

Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik. 2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik. 3. Menurunnya aktivitas dopamin. 4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.

Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps.Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase. Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil.Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi. Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan.

Tanda dan Gejala Suatu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga.Emosi pada mood depresi duka cita atau kesedihan yang normal. Gejala lainnya dapat berupa : a) Konsentrasi dan perhatian berkurang b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f) Tidur terganggu g) Nafsu makan berkurang.

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga pasien. Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua per tiga pasien depresi, dan 10 15 persen diantaranya melakukan bunuh diri. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik baginya. Hampir semua pasien depresi mengeluhkan penurunan energy dimana mereka kesulitan menyelesaikan tugas, dan menurunnya motivasi.Sekitar 80% mengeluhkan maslah tidur, khususnya terjaga dini hari dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi.Kebanyakan juga menunjukkan penningkatan atau penurunan nafsu makan begitu pula dengan berat badan.Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90% pasien depresi.

Diagnosis Dalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III terbitan Departemen Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO : ICD-X, digunakan istilah gangguan jiwa dan tidak ada istilah penyakit jiwa. Pendekatan gangguan jiwa adalah pendekatan sindrom atau kumpulan gejala, dalam hal ini sindroma atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia. Pemahaman diatas memberi gambaran bahwa untuk membuat diagnosis gangguan jiwa perlu didapatkan butir-butir : 1. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola perilaku, sindrom atau pola psikologik 2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, seperti rasa nyeri, tidak nyaman, gangguan fungsi organ dsb. 3. Gejala klinis menimbulkan disabilitas dalam aktivitas sehari-hari seperti mengurus diri (mandi, berpakaian, makan dsb).

Mengumpulkan gambaran klinis menuju diagnosis untuk mendapatkan terapi setiap gangguan emosi termasuk gangguan depresif, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah menghubungi dokter, psikiater dan psikolog klinis yang tersebar di puskesmas, rumahrumah sakit yang mempunyai bagian psikiatri, atau rumah sakit jiwa. Para profesional dalam bidang kesehatan jiwa akan memulai evaluasi keadaan kesehatan melalui wawancara terstruktur. Departemen Kesehatan cq Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah menerbitkan Modul Anxietas dan Gangguan depresif bagi Dokter, dimana di dalamnya terdapat algoritma MINI (Mini International Neuropsychiatric Interview). MINI merupakan alat diagnostik untuk mengenali gangguan jiwa secara cepat setelah suatu pelatihan. Alat ini berupa rangkaian pertanyaan yang diajukan melalui wawancara, yang harus dijawab penderita dengan ya atau tidak. Mini Gangguan depresif dibuat oleh Lecrubier dan Sheehan (1998) dan dialih bahasakan oleh Yayasan Depresi Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (2002) MINI terlampir dalam buku ini. Dengan alat wawancara ini kita dapat mengenal berbagai jenis gangguan depresif. Uraian riwayat sakit fisik dan jiwa, riwayat keluarga, obat yang pernah diberikan terapis sebelumnya serta gangguan di

masa lalu perlu diambil dalam memahami terjadinya gangguan depresif dalam diri individu untuk penanganan selanjutnya. Riwayat penggunaan obat antidepresan atau obat lainnya perlu diperoleh, guna membantu menentukan obat dan efektivitas obat yang dipilih. Berikut ini klasifikasi gangguan depresif menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III, Departemen Kesehatan) : F 32 Episode depresif Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat : afek depresi kehilangan minat dan kegembiraan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas Gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.

Pedoman Diagnostik F.32.0 Episode depresi ringan Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut di atas Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang dilakukannya

F 32.1 Episode depresi sedang Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut diatas Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
7

Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga

F32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode gangguan depresif berat masih dapat dibenarkan Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas.

F32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas Disertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)

Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa

tujuan.Pertama, keselamatan pasien harus terjamin.Kedua, kelengkapan evaluasi diagnostik pasien harus dilaksanakan.Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan.

Psikoterapi Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif.Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antar terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya. Terapi keluarga dapat membantu pasien dengan gangguan mood untuk mengurangi dan menghadapi stress dan untuk mengurangi adanya kekambuhan. Terapi keluarga menguji peran pasien pada seluruh keluarga, juga sebaliknya untuk menangani gejala pasien.

Terapi Farmakologi Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresif : Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala Fase kelanjutan untuk mencegah relaps Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

Farmakoterapi yang dapat digunakan merupakan golongan trisiklik, SSRI, dan MAOI.Penggunaan secara spesifik farmakoterapi diperkirakan kemungkinan sembuh dua kali lipat dalam waktu satu bulan. Anti depresan membutuhkan waktu 2 sampai 4 minggu untuk memberikan efek terapi yang signifikan, meskipun ada yang menunjukkan efek terapi lebih

awal, dan secara relatif semua antidepresan menjadi toksik pada dosis yang kelebihan dan menunjukkan efek samping. Edukasi pasien yang adekuat tentang kegunaan antidepresan sebagi hal penting untuk kesuksesan terapi termasuk pemilihan obat dan dosis yang paling sesuai. Perlu ditekankan tidak akan menjadi ketergantungan dengan obat antidepresan, karena obat tidak memberikan kepuasan segera dan dosis obat akan diturunkan secara perlahanlahan sesuai dengan evaluasi dari gejala.Apabila pada minggu ke 2 atau ke3 setelah pemberian obat antidepresan, pasien belum memperlihatkan perbaikan gejala atau perbaikan gejala kurang dari 20% maka perlu mengganti antidepresan dengan golongan lain.

Prognosis Kemungkinan prognosis baik: episode depresi ringan, tidak ada gejala psikotik, singkatnya waktu rawat inap, indicator psikososial meliputi mempunyai akrab, fungsi keluarga stabil, lima tahun sebelum sakit secara umum fungsi social baik. Kemungkinan prognosis buruk: depresi berat bersamaan dengan distimik,

penyalahgunaan alcohol dan zat lain, ditemukan gejala gangguan cemas, ada riwayat lebih dari sekali episode depresi sebelumnya.

10

Anda mungkin juga menyukai