Anda di halaman 1dari 5

Secangkir Rindu dalam Doa

Malam ini, dibawah hamparan langit, kutitipkan secangkir rindu untukmu dalam doa. Mengenai perasaan ini, ah sudahlah. Tak sepatutnya bagimu mengetahuinya... Karena perasaan itu sudah jauh merasuk ke dalam qalbu, namun belum saatnya bagiku untuk mengharap terlalu jauh.. Hanya secangkir rindu dalam doa yang kupanjatkan padaNya MengharapNya akan mendengarkan untaian untaian syair dari seorang ini Untaian syair dalam secangkir doa dan pengharapan.. Ah, semua terasa berlebihan. Namun kenyataannya aku memang tak sepatutnya mengungkapkan ini padamu... Sebuah rahasia yang hanya aku dan Yang Maha Tahu yang mengerti Sebuah untaian mimpi yang kurajut tiap malam Sebuah pengharapan indah yang kudambakan Semua hanya tertuang dalam secangkir rinduku ini Ya, hanya secangkir, karena aku tidak berani berharap lebih Secangkir rindu dalam Doa inilah yang dapat kuungkapkan Berharap kita akan menyatu dalam cangkir yang sama, suatu hari nanti....

Antara Pekanbaru dan Matsuyama

Antara Pekanbaru dan Matsuyama, kutitipkan secarik doa untukmu Berharap agar kita melihat bulan yang sama malam ini Tanpa berani berharap lebih kutitipkan segores syair untukmu disana Untukmu yang telah membawaku dalam kesederhanaan Belajar mencintai dengan cara yang diridhai Karena sejatinya mencintaimu dalam diam jauh lebih indah bagiku

Antara Pekanbaru dan Matsuyama, kutuangkan segores tinta di kertas ini Berharap tinta tersebut tidak lebur hingga saatnya tiba Sekalipun kertas itu terjatuh dalam kubangan Namun akan tetap menjadi tempat tertorehnya tinta

Antara Pekanbaru dan Matsuyama, kupersembahkan untaian untaian syair untukmu Tak seindah pujangga memang, namun melukiskan ruang hati yang hanya bisa bisu dihadapanmu Yang mengubah sang siang menjadi tiada benderang baginya Yang mengubah senja menjadi lebih indah dari biasanya

Antara Pekanbaru dan Matsuyama, inginku titipkan hati ini padamu Agar dapat kau jaga dan kau poles menjadi emas pualam yang berkilau Agar dapat menjadi bidadari penawarmu kelak Ah, harapan ini terlalu tinggi untuk kubawa

Antara Pekanbaru dan Matsuyama, aku hanya dapat terdiam Menanti dan terus menanti hati yang belum pasti Jiwa yang terlalu indah untuk kurindui Untuk dapat menemani hamba yang lemah ini

Aku Mencintainya

Aku mencintainya Dari awal bertemu dengannya, ah tapi sudahlah Mustahil bagiku mengungkapkan hal ini padanya Seorang ikhwan yang mampu menorehkan pesonanya padaku Seorang yang mampu membuatku menggila dan menuliskan sajak ini

Ia nyaris sempurna menurutku Betapa tidak? Ia memiliki hampir semua yang kudamba Akhlaknya yang indah, tutur kata yang lembut dengan segala kesopanannya Kecerdasannya yang mampu membuatku memberikan senyuman manis untuknya Wajah yang rupawan dan berwibawa, dan segalanya Yang mampu membuatku dan banyak wanita mendambakannya

Sedangkan aku? Aku bukanlah apa apa dibanding mereka Aku tidak secerdas mereka para wanita cendekia yang menginginmu Wajahku tidaklah serupawan gadis gadis sekolah yang mendekatimu Tutur kataku belum selembut akhwat teman sekelasmu Dan akhlakku mungkin belum sesempurna teman pondokmu Namun aku masih memiliki hati yang tulus untuk mendambakanmu Dalam setiap doa doaku dan pengharapanku

Aku masih berharap suatu saat nanti kita akan dipertemukan oleh takdir Selama harapan itu masih ada, selama itu pula aku membungkam perasaanku Berusaha menjadi yang pantas untuk dirimu Menjadi seorang bidadari dalam istanamu kelak Allah, tolong hamba untuk mewujudkan harapan itu...

Malam ini, Rabu 4 September 2013, pukul 21.20 begitu tertulis di laptopku, Bertemankan semilir angin malam, sekotak kue pemberian teman, dan lantunan lagu Edcoustic yang romantis pisan euy, hahaa Tiba tiba teringat lagi kepadamu. Ya, kamu. Tiba tiba saja, entah mengapa angin mengantarkanku untuk ingat kamu dan semua tentang kita Tentang kita? Klise rasanya bercerita tentang kita Mengingat setiap kenangan yang pernah dilalui disaat saat itu? Ah, rasanya itu bukan kenangan yang pantas untuk diceritakan

Dulu, ya dulu. Masa masa suram itu, saat aku dan dia masih belum mengerti makna kesucian diri sebenarnya Saat aku dan dia masih dilanda cinta cinta monyet yang membuat kami menggila Yah, saat saat aku masih menggalaukan jika tetiada kabar darinya, dan ia orang yang setiap waktu menanyakan kabarku

Dan sekarang saat kami dipertemukan kembali, semuanya telah berubah Aku dan dia telah bermetamorfosa menjadi sebingkai manusia yang belajar arti hidup seutuhnya Belajar untuk menjadi lebih baik dan menjadi kecintaanNya Namun satu hal yang kuketahui, bahwa hati kecil ini masih menyimpan sesuatu Sesuatu yang tak dapat kudefinisikan Karena setiap mengingatnya akan membuat kecintaanku kepadaNya bertambah jua Karena dalam setiap sujudku kuberharap dialah imam yang akan mendampingku kelak Dialah yang akan menjadi pembimbingku menuju surgaMu

Tiada manusia yang tidak ingin harapannya tidak menjadi nyata Begitupun dengan aku, Saat ini kami, baik tepatnya dia menganggapku teman dekatnya Begitupun aku, walaupun tiada sekali kami menceritakan masalah masalah kami Tiada pernah berkeluh kesah selayaknya awan kepada hujan Sekadar hanya menatap pun, tiada pernah dilakukannya Hanya senyuman senyuman kecil, tiada layaknya seperti dia dan teman wanita lainnya

Aku merasa ia menjadi seseorang yang menjaga pandangannya saat denganku Hanyalah semangat semangat kecil yang cukup berarti yang selalu ia berikan Hanya selingan tawa kecil yang kudengar darinya Dan seperti itulah hubungan kami, ia jauh, namun yang kutahu ia selalu memperhatikanku dari dekat Dan lewat cara itu aku memperbaiki diri Memantaskan diri kepadaNya untuk mendapatkan yang kuharapkan dan pantas membimbingku Dan dalam setiap sujudku, aku selalu berharap agar kelak ialah yang menjadi imamku selamanya

Anda mungkin juga menyukai