Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI PENATALAKSANAAN ASUHAN GIZI (NUTRITION CARE) PADA BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) di RSUD ULIN BANJARMASIN

Bambang Soemantri *, Endang Surti **, Ida Sumiati*** *Lab.Anatomi FKUB, **RSUD Saiful Anwar Malang, ***PS Gizi FKUB ABSTRAK Ida Sumiati. 2007. Penatalaksanaan Asuhan Gizi (Nutrition Care) pada Balita Kurang Energi Protein (KEP) di RSUD Ulin Banjarmasin. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Pembimbing: (1) dr. H. Bambang Soemantri, M.Kes. (2) Ir. Endang Surti.

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, kejadian ini terutama pada anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita). KEP berat berisiko terhadap terjadinya kematian balita karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Penatalaksanaan Asuhan Gizi (Nutrition care) sangat diperlukan dalam penanganan hal tersebut. Kedua hal tersebut saling berkaitan yaitu adanya balita Kurang Energi Protein dan penatalaksanaan asuhan gizinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penatalaksanaan asuhan gizi pada balita KEP di RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan observasional non ekspremental. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 7 balita yang diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan dari 7 balita penderita KEP sebagian besar
adalah laki-laki 71,43%, berasal dari golongan umur 13-36 bulan 57,14%. Dari 7 balita KEP 71,43% lahir dengan berat badan normal dan 28,57% lahir BBLR. Balita yang imunisasi lengkap dan diberikan ASI hingga 6 bulan sebesar 71,43%. Sebagian besar menderita KEP berat dengan status gizi buruk yaitu 71,43% dengan penyakit penyerta TB Paru, GEA, tipoid, diare dan demam sewaktu masuk rumah sakit. Umur ibu balita sebagian besar 20 35 tahun 71,43% dengan pendidikan terbanyak adalah SLTA 57,14%, dan sebagian besar ibu balita tidak bekerja 85,72%. Pekerjaan ayah balita sebagian besar swasta 42,85% dengan penghasilan > UMR Banjarmasin 57,14%. Rata-rata tingkat konsumsi energi balita dalam kategori baik 42,85%, kategori sedang 42,85%, tingkat konsumsi protein dalam kategori defisit 57,14%, tingkat konsumsi lemak dalam kategori sedang 57,14% dan tingkat konsumsi karbohidrat dalam kategori baik 42,85%. Secara keseluruhan tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat balita KEP belum seimbang. Rata-rata kenaikan berat badan 57,14%, yang berat badannya tetap 28,57% tetapi ada yang mengalami penurunan berat badan sebesar 14,28%. Berdasarkan

hasil tersebut disimpulkan bahwa perlu penatalaksanaan asuhan gizi lebih lanjut terhadap balita KEP. Kata Kunci: asuhan gizi, balita Kurang Energi Protein (KEP)

ABSTRACT

Ida Sumiati. 2007. The Implementation of Nutrition Care to Toddlers Less Protein Energy (KEP) in RSUD Ulin Banjarmasin. Final assignment, Nutrition Health Study Program of Medicine Faculty of Brawijaya University Malang. Counsellor: (1). dr. H. Bambang Soemantri, M.Kes. (2). Ir. Endang Surti. Less Protein Energy (KEP) is one of main nutrition problem in Indonesia, and it happen to toddler especially children under five years. KEP acute have risk to toddler death, because KEP often cause trouble in body defense mechanism. The implementation of nutrition care very needed to cover it. Both are related, there are less protein energy toddler and the implementation of nutrition care it self. The aim of the research is to evaluate the implementation of nutrition care to KEP toddler in RSUD Ulin Banjarmasin. This is descriptive research by non-experimental observational approach. There are 7 toddlers as the sample by using purposive sampling. The results of the research shows in 7 toddlers KEP suffer almost all are boy 71,43%, and the age range 13-36 months 57,14%. From 7 toddlers KEP suffer 71,43% born with normal weight and 28,57% born with BBLR. 71,43% toddler get complete immunization and ASI until 6 months. Almost all KEP acute suffer with nasty nutrient status is 71,43% also probably have TBC, GEA, typhoid, diarrhea, and fever while hospitality (MRS). Toddler mothers age range 20-35 years is 71,43%, with senior high school level of education is 57,14%, and 85,72% mothers toddler jobless. 42,85% fathers toddler have a private job, based on Banjarmasin UMR fee 57,14%. The average of toddler energy consume level in good category 42,85%, moderate category 42,85%, protein consume level in deficit category 57,14%, fat consume level in moderate category 57,14%, and carbohydrate consume level in good category 42,85%. It is indicate that all consume level: energy, protein, fat, carbohydrate in KEP toddler is unbalance. The average of weight 57,14%, steady weight 28,57%, and descent weight 14,28%. Based on this result, the conclusion is the implementation of nutrition care be needed to toddlers less protein energy (KEP) Key words : nutrition care, toddlers less protein energy (KEP)

PENDAHULUAN Gizi pada anak hingga saat ini masih menjadi masalah. UNICEF (1998) mengungkapkan bayi yang mengalami gizi buruk di dunia mencapai 8% atau sekitar 1,8 juta. Status gizi buruk balita mencapai 34% atau sekitar 7 juta balita dan status gizi kurang mencapai 26%, atau 5,2 juta balita. Hampir 12 juta anak di bawah umur 5 tahun di dunia mengalami malnutrisi dan 55% diantaranya meninggal (Bekele, et.al, 1998). Status gizi buruk pada anak balita di Asia juga masih tinggi terutama Asia Selatan 49%,

Sub Saharan African 31%, Asia Pasifik 19% dan America Latin 9% (Mahtab,2003). Gizi buruk adalah bentuk terparah dari keadaan Kurang Energi dan Protein (KEP). Gambaran keadaan gizi masyarakat di Indonesia sampai saat ini belum memuaskan. Pada tahun 2000 diperkirakan ada 25% anak Indonesia mengalami (KEP), 7% diantaranya gizi buruk. Selain itu masih sering ditemukan anak kekurangan vitamin A (BPS,2000). Pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta) balita KEP,

19,2% (3,5 juta) anak dalam tingkat gizi kurang, dan 8,3% (1,5 juta) anak gizi buruk (Depkes,2004). Meskipun sampai tahun 2000 penurunan balita Kurang Energi Protein (KEP) cukup berarti, akan tetapi setelah tahun 2000 balita KEP meningkat kembali (Depkes,2004). Di Kalimantan Selatan pada tahun 2005 penderita KEP mencapai 2,4% balita, 1,9% balita diantaranya berhasil diselamatkan setelah mendapat perawatan di RSUD Ulin Banjarmasin, 0,5% balita lainnya mendapat perawatan di rumah sakit kabupaten/kota. Namun 0,2% balita penderita gizi buruk parah dan diduga menderita marasmus meninggal dunia. Balita yang meninggal disebabkan oleh penyakit infeksi seperti TBC, ISPA dan lain sebagainya (Dinas Kesehatan Kalsel, 2005). Untuk mengantisipasi masalah di atas, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana kesehatan seperti rumah sakit. Sistem pelayanan yang kurang memadai dapat memperburuk keadaan balita sakit yang rawat inap. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin merupakan Rumah Sakit rujukan Propinsi Kalimantan Selatan. Selama 3 tahun terakhir (2003-2005) jumlah balita KEP yang menjalani rawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin sebanyak 103 kasus dengan jumlah kematian 14 orang yang diduga sudah mengalami gizi buruk. Selama ini Rumah Sakit Umum Ulin menggunakan Pedoman Pelayanan Gizi rumah Sakit (PGRS) dan Tata Laksana Anak Gizi Buruk sebagai suatu sistem dalam penatalaksanaan balita KEP. Penatalaksanaan asuhan gizi pada balita gizi buruk yang menjalani rawat inap merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan berhasil

tidaknya asuhan gizi dan kesembuhan balita Kurang Energi Protein (KEP) (Soegianto, 2003). METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat observasional deskriptif dengan pendekatan crosssectional, untuk mengevaluasi penatalaksanaan asuhan gizi pada balita Kurang Energi Protein. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita KEP yang menjalani rawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin. Kriteria inklusi untuk sampel penelitian ini yaitu balita KEP rawat inap, berusia < 5 tahun, tidak mempunyai penyakit bawaan dan ibu balita bersedia menjadi sampel dalam penelitian. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik responden, tingkat konsumsi energi dan zat gizi dan perkembangan berat badan balita.

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Responden Pada penelitian ini jumlah seluruh responden ada 7 balita. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 5 balita (71,43%), berdasarkan usia diketahui bahwa sebaran usia responden terbanyak berusia antara 13-36 bulan yaitu 4 balita (57,14%), berdasarkan berat badan lahir => 2500 gram sebanyak 5 balita (71,43%) lahir BBLR 2 balita (28,57%). Balita yang imunisasinya lengkap ada 5 balita (71,43%), yang diberikan ASI sampai dengan 6 bulan ada 5 balita (71,43%).Balita KEP dengan penyakit penyerta ada 6 balita (85,72%). Langkah- langkah penata laksanaan Asuhan Gizi

Langkah-langkah penatalaksanaan asuhan gizi balita KEP di RSUD Ulin Banjarmasin adalah sebagai berikut : Tahap penapisan balita KEP yang rawat inap. Tahap pengkajian : Pengumpulan data dasar, diagnosa masalah nutrisi perencanaan diet. Tahap intervensi/implementasi ; menentukan kebutuhan nutrisi dan pelaksanaan pemberian makanan. Melakukan pemantauan dan evaluasi ; pemantauan asupan makanan dan pemantauan BB. Melakukan edukasi/konseling gizi Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Tingkat konsumsi dihitung dengan cara menghitung asupan zat gizi, kemudian dibandingkan dengan kebutuhan responden per hari . Rata-rata tingkat konsumsi energi dan zat gizi balita dapat dilihat pada gambar 12 dibawah ini :
4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0 Baik Sedang 00 Kurang Defisit 1 1 11 1 3 2 3 3 22 4 4

balita KEP terhadap energi, protein, lemak dan karbohidrat belum seimbang, hal ini dapat dilihat pada tabel.1. Perkembangan Berat Badan
14 12 10 8 6 4 2 0 13 13 10 9,8 9,1 8,75 9 9 9,9 9,8 10 8,8 7,7 7,9

BB MRS BB Monev

Tabel.2. Badan
Berat Badan BB Naik BB Turun Tetap Total

R es p. 1 R es p. 2 R es p. 3 R es p. 4 R es p. 5 R es p. 6 R es p. 7

Hasil

Monitoring
Jumlah n 4 1 2 7 %

Berat

57,14 14,28 28,57 100

Berdasarkan penimbangan selama dirawat maka balita yang berat badannya naik sebesar 4 balita Energi (57,14%) , yang berat badannya tetap Protein 2 balita (28,57%)dan yang mengalami Lemak penurunan berat badan 1 balita Karbohidrat (14,28%).

Secara keseluruhan tingkat konsumsi Tabel.1. Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan zat-zat Gizi Konsumsi Energi dan Zat-zat Gizi Kategori Tingkat Energi Protein Lemak Karbohidrat Konsumsi n % n % n % n % Baik 3 42,85 2 28,57 0 0 3 42,85 14,28 4 Sedang 3 42,85 1 57,14 1 14,28 Kurang 0 0 0 0 1 14,28 1 14,28 Defisit 1 14,28 4 57,14 2 28,57 2 28,57 Total 7 100 7 100 7 100 7 100 Hubungan antar variabel Pada tabel 3 sajikan hubungan antara variabel bebas dan status gizi balita KEP.

Tabel 3. Hubungan antar variabel dengan Status Gizi Balita


No 1 Variabel Bebas Umur Ibu < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun Pendidikan Ibu Tidak sekolah /SD SLTP SLTA D3/Sarjana Status Pekerjaan Ibu Bekerja Tidak bekerja Pendapatan Keluarga < UMR = UMR > UMR Umur Balita 0-6 bulan 6 12 bulan 13 36 bulan 37-59 bulan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Berat badan lahir = > 2500 gram < 2500 gram Imunisasi Lengkap Tidak Lengkap Pemberian ASI diberikan sd.6 bln diberikan < 6 bln Tidak diberi ASI Penyakit penyerta ada tidak ada Status Gizi Baik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kurang 0 1(14,28%) 1(14,28%) 0 0 1(14,28%) 1(14,28%) 1(14,28%) 1(14,28%) 0 0 2(28,57%) 0 0 1(14,28%) 1(14,28%) 1(14,28%) 1(14,28%) 2(28,57%) 0 1(14,28%) 1(14,28%) 2(28,57%) 0 0 1(14,28%) 1(14,28%) Buruk 0 4(57,14%) 1(14,28%) 2(28,57%) 0 3(42,85%) 0 0 5(71,43%) 3(42,85%) 0 2(28,57%) 0 0 3(42,85%) 2(28,57%) 4(57,14%) 1(14,28%) 3(42,85%) 2(28,57%) 4(57,14%) 1(14,28%) 3(42,85%) 1(14,28%) 1(14,28%) 5(71,42%) 0

10

PEMBAHASAN Gambaran Umum Responden Berdasarkan hasil penelitian responden pada penelitian ini sebagian besar berumur 13-36 bulan yaitu sebesar 4 balita (57,14%). Usia ini rentan terhadap berbagai penyakit karena pada usia 1 3 tahun anak tidak lagi sebagai konsumen pasif tetapi sudah mulai menjadi konsumen aktif yang bisa memilih makanannya sendiri. Namun apabila tidak diarahkan maka anak-anak tersebut akan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat atau tidak bergizi. Anak di

bawah umur lima tahun termasuk salah satu kelompok berisiko tinggi dalam hal perkembangan fisiknya apabila ada gangguan nutrisi (Gross et all,1997).

Pengaruh umur tersebut kemungkinan berkaitan dengan perubahan pola makan serta perbedaan asupan zat gizi yang diperlukan serta aktivitas fisik yang berbeda. Sedangkan umur orang tua responden pada penelitian ini sebagian besar berumur 20-35 tahun yaitu 5 orang (71,43%) mempunyai

anak balita berstatus gizi buruk lebih besar yaitu 4 orang (57,14%). Hasil penelitian menunjukkan jumlah anak laki-laki yang menderita KEP lebih banyak yaitu 5 balita (71,43%) dari perempuan yaitu 2 balita (28,57%) responden. Dari 71,43% yang menderita KEP, 57,14% berstatus gizi buruk. Berdasarkan berat badan pada saat dilahirkan, berat badan lahir balita sebagian besar adalah normal =>2500 gram yaitu 5 balita (71,43%), sisanya adalah berat badan bayi lahir rendah (BBLR) 2 balita (28,57%). Dalam penelitian ini kedua balita yang lahir BBLR berstatus gizi buruk (28,57%). Sedangkan yang lahir dengan berat badan normal juga mengalami gizi buruk sebanyak 4 balita (57,14%). Hadi (2001) Status gizi bayi non BBLR saat lahir kurang lebih sama dengan status gizi bayi di Amerika. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya umur dan asupan nutrisi yang lebih rendah dibandingkan kebutuhan serta tingginya beban penyakit infeksi pada awal-awal kehidupan maka sebagian besar bayi Indonesia terus mengalami penurunan status gizi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang imunisasinya lengkap ada 5 balita (71,43%), sedang sisanya tidak lengkap 2 balita (28,57%). Dari 71,43% balita yang imunisasinya lengkap tersebut mengalami gizi buruk sebesar 57,14%. Sedangkan balita yang imunisasinya tidak lengkap 28,57% mengalami gizi buruk 14,28% dan gizi kurang 14,28%. Program imunisasi telah digalakkan baik di posyandu, puskesmas, rumah sakit maupun dokter praktek, juga dilakukan Pekan Imunisasi Nasional.

Ikhwansyah (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa imunisasi yang tidak lengkap mempunyai risiko 3 kali lebih besar untuk menderita status gizi kurang pada anak balita bila dibandingkan dengan yang di imunisasi lengkap. Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) dalam penelitian ini diberikan sampai 6 bulan mencapai 5 balita(71,43%). Namun pemberian ASI ini tidak dapat dikatakan eksklusif karena selain ASI juga diberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), hal ini berarti pemberian ASI tidak murni/tidak eksklusif. Sedangkan yang menggunakan ASI tetapi kurang dari 6 bulan ada 1 balita (14,28%) dan yang tidak menggunakan ASI sama sekali ada 1 balita( 14,28%). Dari 71,43% balita yang diberikan ASI tersebut 42,85% berstatus gizi buruk dan yang diberikan kurang dari 6 bulan serta yang tidak diberi ASI juga berstatus gizi buruk. Anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif keadaan gizinya relatif lebih baik dibandingkan yang tidak diberikan sama sekali. Interaksi ibu dengan anak memberikan dampak positif terhadap keadaan gizi anak (Idrus Jusat,dkk.2000). Berdasarkan penyakit yang menyertai balita KEP dalam penelitian ini sebagian besar dengan penyakit penyerta 6 balita (85,72%) dan yang tanpa penyakit penyerta 1 balita (14,28%). Dari 85,72% balita yang disertai penyakit penyerta berstatus gizi buruk 71,42%. Menurut WHO (2000), anak yang tidak makan cukup energi protein serta zat gizi lain maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah terserang penyakit infeksi, kurang

nafsu makan dan akhirnya menjadi KEP. Dalam penelitian ini jenis penyakit yang menyertai balita KEP adalah diare, demam, tipoid dan TB Paru. Berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SLTA yang paling banyak yaitu 4 orang (57,14%) dibandingkan SD/Tidak sekolah 2 orang (28,57%). Dari 57,14% ibu yang berpendidikan SLTA tersebut memiliki anak yang berstatus gizi buruk sebesar 42,85%. Sedangkan yang tidak sekolah/SD memiliki anak berstatus gizi buruk 28,57% dan ibu yang berpendidikan sarjana memiliki anak dengan status gizi kurang. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Soemanto (1997) tentang hubungan faktor sosial ekonomi dengan status gizi anak di pedesaan menemukan bahwa proporsi anak yang berstatus gizi kurang ditemukan lebih banyak pada kelompok ibu yang berpendidikan SD dan yang tidak bersekolah daripada kelompok ibu yang berpendidikan lebih tinggi. Berdasarkan status pekerjaan dalam penelitian ini ibu yang bekerja sebesar 1 orang (14,28%) sedangkan yang tidak bekerja 6 orang(85,72%). Dari 85,72% ibu yang tidak bekerja memiliki anak dengan status gizi buruk sebesar 71,43%. Berdasarkan pendapatan keluarga diketahui bahwa penghasilan keluarga berada di atas UMR Banjarmasin Rp.629.000 sebanyak 4 keluarga (57,14%). Sisanya memiliki pendapatan di bawah UMR wilayah setempat 3 keluarga (42,86%). Hal ini berarti pendapatan tinggi tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya balita KEP. Hal ini berarti penghasilan yang diperoleh keluarga

tidak digunakan maksimal untuk kebutuhan pangan dan gizi keluarga terutama kebutuhan gizi dan pertumbuhan anak. Pola/Kebiasaan Konsumsi Makan Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua balita mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan frekuensi 2-3 kali sehari. Sebagian balita 5 orang (71,42%) menyukai konsumsi mie sebagai sumber karbohidrat. Sedangkan kentang dan roti jarang dikonsumsi hanya sebagai makanan selingan. Nasi jagung dan sagu tidak pernah dikonsumsi balita. Dari sumber protein hewani semua balita 7(100%) mengkonsumsi ikan yaitu ikan air tawar yang banyak terdapat pada daerah setempat seperti ikan gabus, sepat, papuyu (betok). Daging sapi dan ayam jarang dikonsumsi 4(57,14%). Beberapa anak balita yang alergi terhadap telur & ayam pedaging. Ada anak yang tidak suka daging. Konsumsi makanan sumber protein nabati hanya sebagai selingan tidak untuk makanan utama, terutama jenis kacang-kacangan 5(71,42%). Sedangkan tempe dan tahu jarang dikonsumsi. Sayuran jarang dikonsumsi baik sayuran jenis daun maupun sayuran jenis buah. Sebagian anak balita tidak suka makan sayur. Buah-buahan yang berwarna merah seperti semangka lebih sering dikonsumsi balita dibandingkan yang berwarna kuning seperti pepaya dan pisang. Semua balita menggunakan minyak dalam makanan sehari-hari. Sebagian besar balita sebelum sakit suka mengkonsumsi makanan ringan (snack chiki, taro).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pola konsumsi pangan balita belum beragam. Hal ini terlihat karena pola makan responden masih didominasi oleh nasi sebagai sumber energi sehingga asupan energi dari kelompok pangan hewani, nabati, sayuran dan buah-buahan masih relatif rendah. Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42,85% balita memiliki tingkat konsumsi energi dalam kategori baik dan sedang, 14,28% mengalami defisiensi energi. Tingkat konsumsi protein sebagian besar balita adalah defisit, yaitu 4(57,14%). Terdapat 1 balita (14,28%) dengan tingkat konsumsi protein sedang dan 2 balita (28,57%) dengan tingkat konsumsi protein baik. Kurangnya tingkat konsumsi protein ini disebabkan ada beberapa balita yang tidak menyukai menu yang disajikan. Ada anak yang tidak mau makan ayam, daging atau telur. Ikhwansyah (2004), dalam penelitiannya menyatakan bahwa konsumsi makanan khususnya protein mempunyai hubungan yang bermakna terhadap status gizi balita dibandingkan variabel lain. Menurut pendapat Suhardjo (1996) dan Kusharto (2001) bahwa bila tubuh kekurangan energi maka protein digunakan sebagai sumber energi, kelebihan protein ini tidak diubah menjadi lemak cadangan melainkan dikeluarkan melalui urine. Rendahnya konsumsi makanan atau kurang seimbang gizi makanan yang dikonsumsi mengakibatkan gizi kurang. Mutmainah (2002), menyatakan dalam penelitiannya bahwa masalah kurang gizi pada anak balita

disebabkan karena ketidakcukupan konsumsi pangan yang merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi balita. Begitu juga dengan penelitian ini bahwa balita yang berstatus gizi buruk memiliki berat badan dibawah normal serta kekurangan energi protein tingkat berat. Tingkat konsumsi lemak sebagian besar balita adalah sedang 4(57,14%) terdapat 2(28,57%) konsumsi lemak defisit dan 1(14,28%) konsumsi lemaknya kurang. Pada balita Kurang Energi Protein asupan lemak sangat penting untuk meningkatkan asupan kalori dan merangsang nafsu makan. Tetapi perlu diperhatikan apabila terdapat indikasi mual muntah maka pemberian lemak pada balita KEP perlu diperhitungkan. Sedangkan tingkat konsumsi karbohidrat pada penelitian ini sebagian besar adalah baik 3(42,85%), terdapat 2(28,57%) yang konsumsi karbohidratnya defisit dan 1(14,28%) konsumsi karbohidratnya sedang dan kurang. Secara keseluruhan tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat balita belum seimbang. Karena ada balita yang tingkat konsumsi energinya baik tetapi tingkat konsumsi proteinnya defisit. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi balita seperti kebiasaan makan pada anak yang lebih suka makan sambil bermain, makan tidak pada jam makan yang seharusnya atau ketelatenan ibu dalam memberikan makan pada balitanya, serta kesukaan terhadap menu yang disajikan. Perkembangan Berat Badan

Berdasarkan hasil penimbangan berat badan menurut umur pada saat masuk rumah sakit diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki berat badan di bawah normal yaitu < 60% baku median WHO-NCHS berdasarkan BB/U sebanyak 5(71,43%) ini termasuk dalam KEP berat/gizi buruk. Sisanya 1(14,28%) termasuk dalam KEP sedang BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan KEP ringan BB/U 70-80% baku median WHONCHS. Selama pengamatan balita yang naik berat badannya ada 4(57,14%), yang berat badannya tetap 2(28,57%) dan yang mengalami penurunan berat badan ada 1(14,28%). Rendahnya kenaikan berat badan pada balita tersebut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat asupan makanan dan lama rawat inap. Dari hasil penelitian balita yang berat badannya naik, pada waktu masuk rumah sakit berstatus gizi buruk tetapi hari rawat inapnya lebih lama yaitu 9 13 hari perawatan, sedangkan yang berat badannya tetap pada waktu MRS berstatus gizi kurang dan gizi buruk dengan lama rawat inap 5 7 hari dan balita yang berat badannya turun pada waktu MRS berstatus gizi buruk dengan lama perawatan 8 hari.

golongan umur 13-36 bulan 57,14% dan umur orang tua sebagian besar 2035 tahun 71,43% dengan berat badan lahir normal 57,14% memiliki status gizi buruk 57,14%. Balita KEP yang memperoleh ASI sampai dengan 6 bulan 71,43% dari jumlah tersebut yang berstatus gizi buruk 42,85%, sedangkan yang imunisasinya lengkap 71,43% dan mengalami gizi buruk 57,14%, serta diikuti penyakit infeksi 85,72%. Sebagian besar orang tua balita berpendidikan SLTA 57,14% dan tidak bekerja 85,72% dengan ratarata penghasilan keluarga lebih dari UMR 57,14%. 2. Langkah-langkah penatalaksanaan asuhan gizi balita KEP di RSUD Ulin Banjarmasin adalah sebagai berikut : Tahap penapisan balita KEP yang rawat inap. Tahap pengkajian : Pengumpulan data dasar, diagnosa masalah nutrisi perencanaan diet. Tahap intervensi/implementasi ; menentukan kebutuhan nutrisi dan pelaksanaan pemberian makanan. Melakukan pemantauan dan evaluasi ; pemantauan asupan makanan dan pemantauan BB. Melakukan edukasi/konseling gizi .
3.Tingkat Konsumsi a. Tingkat konsumsi energi balita KEP dalam kategori baik 42,85%, sedang 42,85% dan defisit 14,28%. Tingkat konsumsi protein baliat KEP dalam kategori baik 28,57%, sedang 14,28% dan defisit 57,14% . Tingkat konsumsi Lemak balita KEP dalam kategori sedang 57,14%, kurang 14,28% dan defisit 28,57%. Tingkat Konsumsi karbohidrat balita KEP dalam kategori baik 42,85%, sedang & kurang 14,28% dan defisit 28,57%. Perkembangan Berat Badan

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa pada Penatalaksanaan Asuhan Gizi pada Balita KEP di RSUD Ulin Banjarmasin adalah sebagai berikut : Karakteristik Balita Sebagian besar jenis kelamin Balita KEP adalah laki-laki 71,43% dari

Balita yang naik berat badannya 57,14% Balita yang berat badannya tetap 28,57% Balita yang mengalami penurunan berat badan 14,28

Depkes, RI, 1999 c. Nutrition and Imunization Status of Women and Children in Indonesia, Jakarta. Depkes, RI, 2000, Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001 2005. Dirjen Kesmas RI, Tim Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi Pusat, Jakarta Depkes,RI, 2003,Buku Bagan Tata Laksanan Gizi Buruk I dan II , Dirjen Binkesmas, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta. Depkes, RI, 2004, Pedoman Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes RI, Jakarta

SARAN Agar upaya penanggulangan balita Kurang Energi Protein lebih efektif diperlukan peran rumah sakit yang lebih proaktif dalam penatalaksanaan asuhan gizi terhadap balita KEP. Peran proaktif yang diharapkan adalah menfasilitasi pelayanan rujukan meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sarana. Perlu dilakukan kegiatan edukasi kepada ibu balita tentang pemberian makanan yang baik bagi anak sesuai dengan usia dan pertumbuhannya (pengetahuan gizi dan tumbuh kembang anak) agar dapat meningkatkan konsumsi makan dan status gizi balita. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan responden yang lebih banyak dan waktu penelitian yang lebih panjang serta rumah sakit atau lokasi penelitian yang berbeda agar hasil penelitian dapat lebih bermakna dan dapat memberikan masukan baik untuk penderita maupun untuk profesi ahli gizi. DAFTAR PUSTAKA
Bekele, Frehiwot,1998. Malnutrition : The Silent Emergency.Africa Recovery. Biro Pusat Statistik, 2005, Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) KalimantanSelatan, Banjarmasin. Depkes,RI,1997,Pedoman Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta ; Ditjen Yankes

Depkes RI, 2005 Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009, Jakarta; Ditjen Yankes Depkes RI, Jakarta Gordis, L, 2000. Epidemiology (second ed.) Philadelphia: WB.Saunders.company. Hadi, S. 2001, Research.Andi.Yogyakarta. Metodologi

Hartono Andry,dr, D.A.Nutr.2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Huffman, S.L. & Lamphere,BB. (1994) Breastfeeding performance and child survival. Idrus, Jusat, 2000. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Pertumbuhan Anak Balita. Gizi Indonesia Jakarta. Ikhwansyah, 2004, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Tesis Program Pasca Sarjana UGM-Yogyakarta. Krisno Budiyanto, Agus, 2002. Gizi dan Kesehatan, Penerbit Bayu Media, Malang Kartasapoetra, G, Marsetyo, 2002 Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja), Jakarta ; PT.Rineka Cipta

10

Lubis, dkk, 1995. Keadaan Gizi Anak Balita di desa Pakantan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Medika Mahtab, S, 2003, Early Nutrition and Health. Current Science, 25 Oktober 2003. Markum.AH. 1997. Imunisasi. FKUI-Jakarta. Matondang, C.S, 2001 Aspek imunologi Imunisasi, In Ranuh, IGN Soeyitno, H.Hadinegoro, S.R.S. Kartasasmita (Eds) Buku Imunisasi di Indonesia, Jakarta. Mutmainah, 2002, Hubungan status Imunisasi dan Frekuensi Penimbangan dengan Status Gizi Balita di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Tesis Program Pasca Sarjana UGMYogyakarta. Moore, M.C, 2000. Terapi Diet dan Nutrisi (Edisi 5) Oswar penerjemah.Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo,1993, Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta Pangastuti R, 1999. Pelatihan Gizi Klinik Bagi Tenaga Gizi Rumah Sakit RSUP Dr.Sardjito. Yogyakarta. Paryanto, E (1996), Status Gizi, Pusat Informasi Makanan Sehat Instalasi gizi RSUP, Dr. Sardjito Yogyakarta Pudjiadi, Solihin, 1990 Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Jakarta ; Fakultas Kedokteran UI Roedjito D, Djiteng, 1987 Sinopsis dan Suntingan Perencanaan Gizi, Jakarta ; PT Media Sarana Press Roedjito D, Djiteng, 1989 Kajian Penelitian Gizi, Jakarta ; PT Mediatama Sarana Perkasa Rowson, M (2001) Poverty and Health, from http://www.ruf.rice.edu Sediaoetama, Achmad Djaeni (penterjemah), Alan Berg, 1986, Peranan Gizi Dalam Pembangunan Nasional, Jakarta ; CV, Rajawali Sediaoetama, Achmad Djaeni (penterjemah), Alan Berg, Robert J, Muscat 1987, Faktor Gizi, Jakarta ; Bharata Karya Aksara

Sediaoetama, Achmad Djaeni (penterjemah),1987, Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa, Jakarta ; PT. Dian Rakyat. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk, 19985 Dasardasar Metodologi Penelitian Klinsi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI Jakarta Soekirman ,2000 , Ilmu Gizi dan aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat ; Dirjen Perguruan Tinggi; Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Sudiman, Lubis, dkk, 1997. Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita (0-59bln) dalam Lokakarya Hasil SkRT 1995. Jakarta Suhardjo, 1996,Perencanaan Pangan dan Gizi . Penerbit Bumi Aksara bekerja sama dengan Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB Sumali, M.A. 1998, Studi Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. FK- UGM Yogyakarta. Sunita Almatsier.2004. Prinsif Dasar Ilmu Gizi, edisi baru, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Supariasa, dkk. 2002 Penilaian Status Gizi, Jakarta ; PT.Gramedia Pustaka Utama. Suryatni, 2004, Faktor Risiko Kematian BBLR di RSU Pekan Baru, Pasca Sarjana UGM Stock, R. (1983). Distance and The Utilization of Health Facilities in Rural Nigeria. Soc. Sci. Med.

Tadjudin, M, 1993, hubungan Antara faktorFaktor Fertilitas Non Fisik Anak, Yogyakarta,Pascasarjana UGM. Thaha, Razak, 1999, Studi Longitudinal Program Pengembangan Anak Dini Usia di Indonesia. Data Dasar. Laporan Penelitian. Pusat Studi Pangan dan Gizi. Unhas.Ujung Pandang. Theophilus, S (2000) Imunisasi. Eunike Buletin Pendidikan Iman Anak. http://www.geocities.com.

11

Widjaya, MC,2002 Gizi Tepat untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita, Jakarta ; Kawan Pustaka

12

Anda mungkin juga menyukai