Anda di halaman 1dari 6

Tinjauan Pustaka

Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV

Anastasia Yoveline, Retno Wahyuningsih, Yuli Kumalawati, Saleha Sungkar


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak: Waktu yang dibutuhkan untuk mendiagnosis infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan kendala utama dalam menurunkan transmisi HIV. Pemeriksaan baku emas, yaitu kombinasi Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan Western Blot (WB) membutuhkan waktu hingga dua minggu. Hal itu menyebabkan 31% pasien dengan hasil tes HIV positif tidak kembali untuk menanyakan hasil pemeriksaannya dan menjadi sumber penularan. Akibatnya, jumlah penderita infeksi HIV dan angka kematian akibat Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) meningkat. Selain membutuhkan waktu lama, pemeriksaan ELISA dan WB memerlukan laboratorium khusus, tenaga ahli, dan mahal. Karena itu, diperlukan pemeriksaan yang dapat mendiagnosis infeksi HIV dengan cepat, murah, mudah, dan akurat. Salah satu pemeriksaan yang telah dikembangkan adalah rapid oral HIV test. Rapid oral HIV test memberikan hasil dalam waktu 20 menit. Sensitivitasnya 99,3% dan spesifisitasnya 99,9% sehingga setara dengan pemeriksaan baku emas. Rapid oral HIV test tidak memerlukan laboratorium atau peralatan khusus sehingga sesuai untuk negara berkembang, seperti Indonesia. Deteksi cepat memungkinkan penderita menjalani terapi segera dan menjaga perilakunya untuk mencegah transmisi HIV. Semakin cepat terapi dilakukan, semakin baik prognosis penderita. Oleh karena itu, rapid HIV oral test berpotensi menurunkan transmisi HIV dan angka kematian akibat AIDS. Kata kunci: AIDS, ELISA, Western Blot

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 12, Desember 2008

525

Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV

The Role of Rapid Oral HIV Test in Diagnosing HIV Infection Anastasia Yoveline, Retno Wahyuningsih, Yuli Kumalawati, Saleha Sungkar
Faculty of Medicine University of Indonesia

Abstract: The length of time that is needed to diagnose HIV infection remains as the main burden in reducing HIV transmission. The gold standard tests for diagnosing HIV infection which arecombination of both Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Western Blot (WB) take as long as two weeks. As the result, 31% patients who tested HIV-positive did not return to receive their results. Consequently, the numbers of people live with and die because of HIV/AIDS keep increasing each year. Besides time consuming, ELISA and WB require sophisticated facilities, well-trained physician and a large amount of money. In accordance with that, efforts have been made to develop novel test, which is rapid, affordable, available, and accurate, such as rapid oral HIV test. Rapid oral HIV test gives the result in 20 minutes. That non-invasive test is as sensitive and as specific as the gold standard tests. It does not require sophisticated facilities or well-trained physician that makes it suitable for developing countries, such as Indonesia. Rapid detection allows patient to start treatment earlier and prevent transmission. Patients prognosis will improve by starting treatment earlier. Due to that fact, rapid oral HIV test reveals opportunity in decreasing HIV transmission and AIDS mortality rate. Keywords: AIDS, ELISA, Western Blot

Pendahuluan AIDS merupakan kumpulan gejala yang timbul akibat kerusakan sistem imun oleh infeksi HIV. AIDS bersifat mematikan dan belum dapat diobati secara sempurna.1-6 Dua puluh lima juta penderita AIDS di seluruh dunia meninggal sehingga AIDS dinyatakan sebagai pandemi paling destruktif sepanjang sejarah manusia. Saat ini, 46 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV/AIDS. Di Indonesia, hingga Maret 2007, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 14 628 orang.6 Strategi utama penanggulangan infeksi HIV adalah pencegahan. Vaksin HIV belum dapat digunakan sehingga pencegahan HIV/AIDS terutama dengan mengubah gaya hidup sesuai slogan ABC, yaitu abstinence, be faithful, use condoms. Usaha pencegahan tersebut tidak berhasil dan jumlah penderita infeksi HIV tetap bertambah dan sebanyak 70 000 penderita baru infeksi HIV ditemukan setiap tahun.4,7-10 Diagnosis infeksi HIV secara dini sangat penting. Baku emas dalam menegakkan diagnosis infeksi HIV adalah kombinasi ELISA dan WB. Kombinasi kedua pemeriksaan tersebut mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi namun memerlukan waktu hingga dua minggu untuk memperoleh hasil.1-7 Sebagai dampaknya, 31% pasien dengan hasil HIV positif tidak kembali untuk mengambil hasil pemeriksaan. Akibatnya, pasien tersebut tidak mengetahui dirinya terinfeksi HIV dan tidak menjalani pengobatan hingga

mencapai stadium AIDS serta menjadi sumber penularan HIV bagi keluarga dan lingkungan. Dampak lain adalah peningkatan angka kematian akibat AIDS karena penderita infeksi HIV tidak mendapat pengobatan lebih dini.8,9 Selain waktu lama, ELISA dan WB memerlukan alat dan laboratorium khusus, tenaga kesehatan yang ahli dan terlatih, serta biaya yang mahal.4-6 Hal tersebut menimbulkan kendala bagi diagnosis infeksi HIV di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut, diperlukan pemeriksaan yang dapat mendiagnosis infeksi HIV secara cepat, akurat, mudah, dan murah. Salah satunya adalah diagnosis infeksi HIV menggunakan rapid oral HIV test. Diagnosis HIV Secara Serologis Diagnosis HIV secara serologis ditegakkan atas dasar penemuan antibodi terhadap virus, antigen atau RNA virus dalam cairan tubuh, seperti serum, darah, saliva, dan urin. Hingga saat ini, metode deteksi yang umum digunakan adalah deteksi antibodi terhadap virus dalam serum atau darah pasien.1-6,11,12 Uji serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV dibagi menjadi uji penapisan dan uji konfirmasi. Hasil positif pada uji penapisan perlu dilanjutkan dengan uji konfirmasi untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV.3 United Nations Joint Program for HIV/AIDS (UNAIDS) dan World Health

526

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 12, Desember 2008

Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV Organization (WHO) menetapkan tiga strategi yang harus diterapkan dalam mendeteksi infeksi HIV pada uji penapisan. Strategi disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan gejala klinis dan prevalensi HIV di daerah tertentu. Uji penapisan yang sering digunakan saat ini adalah ELISA.3,13
Tabel 1. Rekomendasi UNAIDS dan WHO tentang Strategi Diagnosis Infeksi HIV pada Uji Penapisan 3,13 Tujuan Deteksi Antibodi HIV Gejala Klinis Prevalensi HIV Strategi

Diagnosis infeksi HIV Ditemukan gejala >30% klinis infeksi HIV Ditemukan gejala <30% klinis infeksi HIV Asimtomatik >10% Asimtomatik <10%

Strategi I Strategi II Strategi II Strategi III

Pada strategi I, semua bahan uji hanya diperiksa menggunakan satu jenis uji dan harus memiliki sensitivitas tinggi. Bahan uji yang reaktif dinyatakan positif sedangkan yang tidak reaktif dinyatakan negatif. Pada strategi II, semua bahan uji diperiksa menggunakan dua jenis uji. Uji pertama harus merupakan uji paling sensitif. Uji kedua harus menggunakan antigen atau prinsip uji yang berbeda dengan uji pertama. Bahan uji yang tidak reaktif pada uji pertama dinyatakan negatif. Bahan uji yang reaktif pada kedua jenis uji dinyatakan positif HIV. Bahan uji yang reaktif pada uji pertama namun tidak reaktif pada uji kedua harus diperiksa ulang. Apabila tetap diperoleh hasil yang sama, maka dinyatakan indeterminate.3,13 Pada strategi III, semua bahan uji diperiksa menggunakan tiga jenis uji. Uji pertama harus merupakan uji yang paling sensitif. Uji kedua harus menggunakan antigen atau prinsip uji yang berbeda dengan uji pertama. Uji ketiga harus menggunakan antigen atau prinsip uji yang berbeda dengan uji pertama dan kedua. Bahan uji yang tidak reaktif pada uji pertama dinyatakan negatif. Bahan uji yang reaktif pada ketiga jenis uji dinyatakan positif. Bahan uji yang reaktif pada dua uji pertama namun tidak reaktif pada uji ketiga harus diperiksa ulang. Apabila hasil yang diperoleh tetap sama, maka dinyatakan indeterminate. Bahan uji yang reaktif pada uji pertama namun tidak reaktif pada uji kedua dan ketiga dinyatakan indeterminate bagi individu yang terpajan HIV selama tiga bulan terakhir. Apabila individu tidak pernah terpajan HIV, maka hasil tersebut dinyatakan negatif.3,13 ELISA sebagai Uji Penapisan Infeksi HIV ELISA merupakan uji penapisan infeksi HIV. ELISA memiliki sensitivitas tinggi, yaitu >99,5% sehingga dapat mendeteksi antibodi pada serum seseorang yang dicurigai terinfeksi HIV.1-6,11,12 Pada pemeriksaan ELISA, serum pasien diencerkan 400x dan diteteskan ke tabung ELISA yang berisi

antigen HIV. Apabila serum pasien mengandung antibodi terhadap HIV, maka antibodi tersebut akan berikatan dengan antigen dalam tabung.4-6 Setelah diinkubasi selama beberapa waktu, tabung dicuci untuk menyingkirkan komponen lain dalam serum dan kelebihan antibodi yang tidak berikatan dengan antigen dalam tabung. Selanjutnya diteteskan secondary antibody, yaitu antibodi terhadap antibodi manusia. Secondary antibody akan berikatan dengan antibodi pasien dalam tabung. Pada secondary antibody terdapat enzim yang mengkatalisis reaksi pada substrat dan menimbulkan perubahan warna yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Penilaian serum pasien yang diperiksa dengan ELISA adalah positif, negatif atau indeterminate. Penilaian tersebut ditentukan oleh strategi deteksi infeksi HIV yang digunakan.1-6 Pemeriksaan ELISA memiliki sensitivitas tinggi namun spesifisitas rendah sehingga kemungkinan hasil positif semu besar.1-6,11,12 Oleh karena itu, semua hasil pemeriksaan ELISA yang positif atau indeterminate perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan WB. Selain itu, hasil negatif pada pemeriksaan ELISA perlu diulang apabila terdapat gejala klinis yang mendukung infeksi HIV.3-6 WB sebagai Uji Konfirmasi Infeksi HIV WB merupakan uji konfirmasi infeksi HIV. Prinsip dasar pemeriksaan WB adalah setiap antigen HIV akan menimbulkan reaksi pembentukan antibodi spesifik. Apabila dikombinasi, spesifisitas pemeriksaan ELISA dan WB >99,99%.1-6,11,12 Pada pemeriksaan WB, protein HIV ditempatkan pada gel. Protein telah diproses sebelumnya sehingga bermuatan negatif. Gel kemudian dialiri listrik; karena bermuatan negatif, protein akan bergerak dari kutub negatif menuju positif dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan berat molekulnya. Protein pada gel akan terpisah menurut berat molekulnya.4-6 Selanjutnya, protein yang telah terpisah dipindahkan ke membran, misalnya membran nitroselulosa.1 Membran yang mengandung protein HIV kemudian direaksikan dengan serum pasien. Antibodi dalam serum pasien akan berikatan dengan protein HIV yang spesifik dan tampak sebagai pita protein pada membran. Tiap pita mewakili protein HIV spesifik dengan berat molekul tertentu. Karena protein HIV merupakan antigen, maka antibodi dalam serum menunjukkan kekebalan yang telah dimiliki pasien terhadap antigen HIV.1-6 Kriteria hasil positif pada pemeriksaan WB bermacammacam dan hingga saat ini belum diperoleh kesepakatan. Di Indonesia, digunakan kriteria Centers for Disease Control and Prevention (CDC), yaitu hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila terdapat dua di antara tiga protein HIV, yaitu p24, gp41, dan gp120/160. Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif apabila tidak ditemukan pita protein. Hasil lain di luar dua ketentuan tersebut dinyatakan sebagai indeterminate.3

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 12, Desember 2008

527

Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV Kombinasi pemeriksaan ELISA dan WB merupakan baku emas dalam diagnosis infeksi HIV (Gambar 1) namun terdapat kelemahan dalam pelaksanaannya.1-6 Pertama, keterbatasan mendeteksi infeksi HIV dalam window period, yaitu periode saat infeksi HIV telah terjadi namun belum terbentuk antibodi sehingga infeksi HIV tidak terdeteksi. Window period berlangsung tiga hingga enam bulan pascainfeksi.4-6 Kedua, pemeriksaan bersifat invasif karena diperlukan pengambilan darah untuk bahan uji. Ketiga, biaya pemeriksaan ELISA dan WB mahal. Keempat, ELISA dan WB memerlukan tenaga kesehatan yang ahli dan terlatih serta alat dan laboratorium khusus.1-6 Hal tersebut merupakan kendala bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki keterbatasan dana, fasilitas, dan sumber daya manusia. Kelima, diperlukan waktu hingga dua minggu untuk memperoleh hasil pemeriksaan ELISA dan WB.4-6 Jangka waktu tersebut mengakibatkan pasien tidak kembali untuk mengambil hasil pemeriksaannya. Selain itu, jangka waktu dua minggu memberikan beban emosional pada pasien karena harus menunggu kepastian apakah dirinya menderita HIV.8,9 Kelemahan terakhir merupakan masalah utama saat ini. Hasil penelitian CDC menyatakan 31% pasien dengan hasil tes HIV positif tidak kembali untuk menanyakan hasil pemeriksaan mereka.8,9 Pasien tersebut tidak mengetahui dirinya menderita HIV dan terlambat memperoleh pengobatan hingga mencapai stadium AIDS. Selain itu, pasien tetap melakukan hubungan seksual dan menularkan HIV kepada pasangannya. Pasangan pasien tersebut hamil tanpa mengetahui dirinya terinfeksi HIV dari pasangannya dan tidak menjalani terapi untuk mencegah transmisi HIV pada anaknya. Akibatnya, terjadi transmisi vertikal dan anak tersebut terinfeksi HIV sejak lahir.7-9 Sebagai hasil akhir, transmisi HIV tidak terkontrol dan angka kematian akibat AIDS terus meningkat. Hal tersebut terbukti dengan 70 000 kasus infeksi HIV baru yang ditemukan setiap tahun, meskipun usaha pencegahan telah dilakukan.4,7,10 Maka, dapat disimpulkan bahwa penurunan transmisi HIV dan angka kejadian HIV/AIDS tidak dapat dicapai dengan pemeriksaan ELISA dan WB.7-10 Hal tersebut mendasari CDC mengeluarkan pernyataan Advancing HIV Prevention: New Strategies for a Changing Epidemic. CDC mendeklarasikan empat prioritas dalam mencegah infeksi HIV. Salah satunya adalah menemukan strategi untuk mendiagnosis infeksi HIV secara lebih cepat sehingga mencegah transmisi HIV lebih lanjut. Hal tersebut dilaksanakan melalui pengembangan rapid HIV test.14 Rapid HIV Test Rapid HIV test merupakan uji penapisan infeksi HIV. Pemeriksaan menggunakan prinsip ELISA namun hasil lebih cepat diperoleh, yaitu setelah 20 menit.15-18 Karena menggunakan prinsip ELISA, strategi dalam mendeteksi infeksi HIV secara serologis berlaku untuk rapid HIV test.3 Saat ini, terdapat empat jenis rapid HIV test yang disetujui US Food and Drug Administration (FDA), yaitu OraQuick Rapid HIV-1/2 Antibody Test, Reveal G2 Rapid HIV-1 Antibody Test, Uni-Gold Recombigen HIV Test, dan Multispot HIV1/HIV-2 Rapid Test.15-18 Bahan uji yang diperlukan untuk rapid HIV test adalah darah atau serum pasien. Pada alat uji dipasang antigen dan jika bahan uji mengandung antibodi, maka antibodi tersebut berikatan dengan antigen. Ikatan antigen-antibodi menyebabkan reaksi pada reagen warna sehingga terjadi perubahan warna yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Perubahan warna tersebut tampak sebagai garis berwarna tertentu pada alat penguji. Hasil uji dinyatakan positif, negatif, atau tidak valid. Apabila tampak dua garis maka hasil positif. Apabila tampak satu garis maka hasil negatif. Apabila tidak

Gambar 1. Algoritma Diagnosis Infeksi HIV Menggunakan ELISA dan WB1

528

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 12, Desember 2008

Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV terlihat garis maka hasil tes tidak valid.15-18 Rapid HIV test yang disetujui FDA harus memenuhi kriteria berikut:19 1. Memiliki sensitivitas >99% dalam mendeteksi infeksi HIV-1 atau HIV-2 untuk setiap bahan uji yang digunakan, misalnya darah lengkap, serum, plasma, cairan oral, dan urin. 2. Memiliki spesifisitas >98% dalam mendeteksi infeksi HIV-1 atau HIV-2 untuk setiap bahan uji yang digunakan, misalnya darah lengkap, serum, plasma, cairan oral, dan urin. 3. Hasil tes yang tidak valid harus kurang dari 2% total bahan uji. 4. Tes harus memiliki indikator untuk memberikan tanda jumlah bahan uji sudah cukup atau alat penguji rusak. 5. Tes harus menggunakan bahan uji yang tidak perlu diproses lebih dahulu atau memerlukan proses minimal. 6. Reagen yang digunakan dalam tes harus dalam keadaan siap pakai dan tidak memerlukan manipulasi lebih lanjut. 7. Tes tidak memerlukan intervensi operator dalam memberikan hasil dan analisis. 8. Tes tidak memerlukan alat tambahan khusus dalam penggunaannya. Rapid HIV test memiliki kelebihan dibandingkan ELISA dan WB. Pertama, rapid HIV test memberikan hasil dalam waktu lebih singkat namun hasil pemeriksaan tetap akurat. Sensitivitas dan spesifitas rapid HIV test setara dengan uji konvensional. Kedua, rapid HIV test tidak memerlukan tenaga kesehatan yang ahli dan terlatih. Ketiga, pemeriksaan tidak memerlukan alat dan laboratorium khusus. Keempat, biaya pemeriksaan murah. Kelima, rapid HIV test mudah dilakukan.15-19 Selain memiliki kelebihan, rapid HIV test memiliki kelemahan, yaitu tetap memerlukan uji konfirmasi. Hasil positif pada rapid HIV test perlu dikonfirmasi dengan WB.15,17 Waktu tambahan yang diperlukan adalah lima hingga tujuh hari sehingga tetap lebih singkat dibandingkan kombinasi ELISA dan WB.16 Walaupun perlu dikonfirmasi, hasil positif rapid HIV test dapat menjadi pedoman untuk pemberian terapi profilaksis anti retrovirus. Selain itu, apabila prevalensi HIV di daerah tersebut >30% dan pasien menunjukkan gejala infeksi HIV maka, terapi anti retrovirus dapat diberikan segera. Kelemahan lain adalah rapid HIV test juga memiliki keterbatasan dalam mendeteksi infeksi HIV selama window period.15-18 Rapid Oral HIV Test Rapid HIV test berperan penting dalam menurunkan transmisi HIV sehingga berkembang cepat. Pengembangan terakhir adalah bahan uji yang digunakan dapat berasal dari cairan oral. Hanya satu rapid oral HIV test yang mendapat persetujuan FDA, yaitu OraQuick Advance Rapid HIV-1/ 2 Antibody Test.20-24 Prinsip kerja dan penilaian hasil rapid oral HIV test sama dengan rapid HIV test. Perbedaan terletak pada bahan uji, yaitu cairan oral. Cairan oral adalah campuran saliva, gingival crevicular fluid, serta produksi cairan dari mukosa mulut, makanan, dan bakteri.20 Pengambilan bahan uji dilakukan dengan cara meminta pasien untuk melakukan swab pada gusi bagian luar, baik rahang bawah maupun rahang atas. Swab dilakukan sekali dalam satu arah dengan menggunakan alat yang telah disediakan. Selanjutnya, alat tersebut dimasukkan ke dalam alat penguji. Hasil dibaca setelah 20 menit dan tidak boleh lebih dari 40 menit.20-24 Sensitivitas rapid oral HIV test mencapai 99,3% dan spesifisitasnya 99,9%.21,22 Kelebihan rapid oral HIV test adalah tidak invasif dan pasien merasa lebih nyaman karena tidak perlu ditusuk. Pengambilan bahan uji dilakukan sendiri oleh pasien sehingga lebih aman bagi tenaga kesehatan dan penggunaan alat proteksi diri khusus seperti pada pengambilan darah, tidak diperlukan. Karena itu, risiko tenaga kesehatan untuk terinfeksi HIV berkurang.20-24 Di masa yang akan datang, mungkin FDA akan melegalkan rapid oral HIV test sebagai home testing, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan sendiri di rumah tanpa pengawasan tenaga kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila Indonesia akan menerapkan rapid oral HIV test sebagai home testing.8,25,26 Pertama adalah kemungkinan penyalahgunaan rapid oral HIV test. Karena itu, perlu dipersiapkan peraturan yang jelas mengenai ketentuan penggunaan yang meliputi indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan. Kedua, hingga saat ini segala bentuk uji untuk mendeteksi infeksi HIV harus disertai konseling bagi pasien, baik sebelum maupun sesudah uji dilakukan, agar mental pasien dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan dirinya menderita infeksi HIV.8 Apabila pemeriksaan HIV dilakukan sendiri dan tanpa konseling, maka dampak psikologis dari hasil pemeriksaan perlu diperhatikan. HIV positif merupakan stigma yang akan membebani fisik dan mental pasien seumur hidup. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan risiko bunuh diri pada pasien yang mengetahui dirinya HIV positif.7 Ketiga, pasien yang mengetahui dirinya HIV positif tidak menghubungi tenaga kesehatan sehingga tidak memperoleh edukasi dan terapi antiretrovirus. Akhirnya, tujuan rapid oral HIV test untuk menurunkan transmisi HIV tidak tercapai. karena itu, apabila rapid oral HIV test akan menjadi home testing maka perlu pertimbangan dan persiapan yang matang. Kesimpulan Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis infeksi HIV, yaitu ELISA dan WB, memiliki keterbatasan dalam menurunkan transmisi HIV. Waktu hingga dua minggu yang dibutuhkan oleh kedua pemeriksaan tersebut merupakan kendala utama.

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 12, Desember 2008

529

Peran Rapid Oral HIV Test dalam Diagnosis Infeksi HIV Rapid oral HIV test merupakan alat deteksi cepat yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang setara dengan pemeriksaan baku emas. Selain itu, rapid oral HIV test murah, mudah, tidak invasif, dan tidak memerlukan laboratorium atau peralatan khusus. Deteksi secara cepat memungkinkan penderita menjalani terapi segera dan menjaga perilakunya untuk mencegah transmisi HIV. Semakin dini terapi dilakukan, semakin baik prognosis penderita. Dengan demikian, rapid oral HIV test berpotensi menurunkan transmisi HIV dan angka kematian akibat AIDS. Daftar Pustaka
Fauci AS, Lane HC. Human immunodeficiency virus disease: AIDS and related disorders. In: Kasper LD, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.1076-39. 2. Katz MH, Zolopa AR, Hollander H. HIV infection. In: Wilson WR, editor. Current diagnosis dan treatment in infectious diseases. New York: McGraw-Hill; 2001.p.1317-48. 3. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional perawatan, dukungan, dan pengobatan bagi ODHA. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2003. 4. HIV/AIDS. Diunduh dari: URL: http://www.emedicinehealth.com 5. HIV. Diunduh dari : URL: http://www.mayoclinic.com 6. HIV/AIDS.Diunduh dari: URL: http://en.wikipedia.org 7. Keenan PA, Keenan JM, Branson BM. Rapid HIV testing: wait time reduced from days to minutes. Postgraduate medicine 2005 Mar;117(3):47-52. 8. Greenwald JL, Burstein GR, Pincus J, Branson B. A rapid review of rapid HIV antibody test. Current infectious disease reports 2006;8:125-31. 9. Josefson D. Rapid HIV testing urged in the US. Br Med J. 1998 Apr 4;316:1037. 10. Paul SM, Cadoff EM, Martin E. Rapid diagnostic testing for HIV: clinical implications. Clinical Virology and Infectious Disease 2004;1-6. 11. Rouet F, EkpueviDK, Inwoley A, Chaix ML, Burgard M, Bequet L, et al. Field evaluation of a rapid HIV serial serologic testing algorithm for diagnosis and differentiation of HIV Type 1 (HIV1), HIV-2, and dual HIV-1HIV-2 infections in West African pregnant women. Journal of Clinical Microbiology 2004 Sept;42(9):414753. 1. 12. Constantine N. HIV antibody assays. HIV insite knowledge base chapter; 2006. 13. WHO. Weekly epidemiology record. 1997 Mar 21;72(12):81-8. 14. Branson BM. Rapid HIV testing update; 2005. 15. Kannangai R, Ramalingam S, Selvaraj P, Damodharan K, Sridharan G. Hospital-based evaluation of two rapid HIV antibody screening tests. Journal of Clinical Microbiology 2000 Sept;38(9):3445-7. 16. Wright AA, Katz IT. Home testing for HIV. N Eng J Med. 2006 Feb 2;354(5): 437-40. 17. De Cock KM, Bunnell R, Mermin J. Unfinished business-expanding HIV testing in developing countries. N Eng J Med. 2006 Feb 2;354(5):440-2. 18. Madhivanan P, Tholandi M, Nagamine M. Rapid tests vs. traditional tests for screening of HIV infections. Cochrane Database of Systematic Reviews 2005 Jan 24;1. 19. Australian Federation of AIDS Organization. Rapid testing for HIV; 2004. 20. Judson F, Breese P, Winters R, Columbus C, Santistevan C, George JR. Using oral fluid specimens to extend HIV antibody testing to difficult to reach urban and rural populations. Int Conf AIDS. 1998 (Jul 7-12);11:34. 21. Granade TC, Phillips SK, Parekh B, Gomez P, Piggott WK, Oleander H, et al. Detection of antibodies to HIV type 1 in oral fluids: a large-scale evaluation of immunoassay performance. Clinical and diagnostic laboratory immunology. 1998;5(2):1715. 22. Hodinka RL, Nagashunmugam T, Malamuda D. Antibodies in oral fluids. Clinical and diagnostic laboratory immunology 1998;5(4):419-26. 23. Brandtzaeg P. Do salivary antibodies reliably reflect both mucosal and systemic immunity? Annals of the New York Academy of Sciences 2007;1098:288-311. 24. Tabak LA. Point-of-care diagnostics enter the mouth. Annals of the New York Academy of Sciences 2007;1098:7-14. 25. Campbell S, Klein R. Home testing to detect HIV: boon or bane? J Clin Microbiol 2006;44(10):34736. 26. Branson BM. Home sample collection tests for HIV infection. JAMA 1998;280(19):1699-701.

SS

530

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 12, Desember 2008

Anda mungkin juga menyukai