Anda di halaman 1dari 2

Tema Kultum: KREDIT MACET SUMBER: Memangkas Sumber Bencana Ekonomi III: UTANG BUKU: QURANOMICS: THE CRISIS

M LUTHFI HAMIDI Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa mengantarkan seseorang ke surga, dan sebaliknya juga menjerumuskan seseorang ke neraka. dalam Islam, hutang dikenal dengan Al Qard (Memberi Pinjaman), menyerahkan harta utk orang yg mengambil manfaat dengannya & mengembalikan gantinya, atau mengambil manfaat dengannya tanpa membayar karena mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa taala pd kedua cara itu. Memberi hutang bagi yang membutuhkan memang mulia. apalagi jka yang berhutang itu adalah sahabat yang anaknya sakit keras, terdesak biaya sekolah yang mengancam prestasi maupun kelanjutan pendidikannya, atau sedang ditimpa musibah yang lain. Islam memuji pedagang yang menjual barang kepada orang yang tidak mampu membayar tunai, lalu memberi tempo, membolehkan pembelinya berutang. Islam menjanjikan pedagang itu berpotensi masuk surga, sebagaimana hadits Rasulullah saw: Bahwasanya ada seseorang yang meninggal dunia lalu dia masuk surga, dan ditanyakanlah kepadanya, amal apakah yang dahulu kamu kerjakan? Ia menjawab, Sesungguhnya dahulu saya berjualan. Saya memberi tempo (berutang) kepada orang yang dalam kesulitan, dan saya memaafkan terhadap mata uang atau uang. (HR. Muslim) Siapa yang memberi pinjaman atas kesusahan orang lain, maka dia ditempatkan di bawah naungan singgasana Allah pada hari kiamat. (HR. Thabrani, Ibnu Majah, Baihaqi) Barangsiapa meminjamkan (harta) kepada orang lain, maka pahala shadaqah akan terus mengalir kepadanya setiap hari dengan jumlah sebanyak yang dipinjamkan, sampai pinjaman tersebut dikembalikan. (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah). Contohnya, si Fulan meminjam uang sebesar Rp. 1.000 kepada Fulanah. Fulanah akan mengembalikan uang tersebut dalam tempo 10 hari. Maka selama sepuluh hari itu si Fulan mendapatkan pahala shadaqah Rp. 1.000 setiap harinya. Dua kali memberikan pinjaman, sama derajatnya dengan sekali bershadaqah. (HR. Bukhari, Muslim, Thabrani, Baihaqi). Menghindari Utang. Meski hutang diperbolehkan dan pemberi hutangnya bakal mendapat pahala, menurut Rasulullah SAW, Umat Islam sebaiknya menghindari hutang. Islam menyuruh pembeli menghindari utang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai. Hutang merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Utang juga dapat membahayakan akhlaq, kata Rasulullah, Sesungguhnya seseorang apabila berutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri. (HR. Bukhari). Rasulullah pernah menolak menshalatkan jenazah sesorang yang diketahui masih meninggalkan utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Sabda Rasulullah, Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya. (HR. Muslim). Adab bagi pengutang Sebaik-baik orang adalah yang mudah dalam membayar utang (tidak menunda-nunda). (HR. Bukhari, Nasai, Ibnu Majah, Tirmidzi). Yang berutang hendaknya berniat sungguh-sungguh untuk membayar. (HR. Bukhari, Muslim) Menunda-nunda utang padahal mampu adalah kezaliman. (HR. Thabrani, Abu Dawud). Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari. (HR. Baihaqi). Bagi yang memiliki utang dan ia belum mampu membayarnya, dianjurkan banyak-banyak berdoa kepada Allah agar dibebaskan dari utang, serta banyak-banyak membaca surat Ali Imran ayat 26. (HR. Baihaqi) Disunnahkan agar segera mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) setelah dapat membayar utang. (HR Bukhari, Muslim, Nasai, Ahmad). Bila ada orang yang masuk surga karena piutang, kelak akan ada juga orang yang kehabisan amal baik dan akan masuk neraka karena lalai membayar utang. Tidak diperbolehkan bagi orang yg mampu utk menunda-nunda hutang. Yaitu penundaan yg dilakukan oleh orang yg mampu membayar apa yg wajib di tunaikan. Yang demikian itu sesuai dgn apa yg ditegaskan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Artinya : Penundaan pembayaran hutang oleh orang-orang yg mampu adl sesuatu kezhaliman. Dan jika salah seorang diantara kalian diikutkan kpd orang yg mampu, maka hendaklah dia mengikutinya *HR Malik II/674, Ahmad II/245, 252, 377, 380, 463-465, Al-Bukhari III/55, 85 Muslim III/1197

nomor 1564, Abu Dawud III/460-461 nomor 3345, At-Tirmidzi III/600 nomor 1308, An-Nasai VII/316 & 317 nomor 4688 & 4691, Ibnu Majah II/803 nomor 2403 Ad-Darimi II/261, Abdurrazzaq VIII/316, 317 nomor 15355 & 15356, Ibnu Abi Syaibah VII/79, Ibnu Hibban XI/435 & 487 nomor 5053 & 5090, Ath-Thahawi di dalam kitab Al-Musykil II/412 & VII/176-178 nomor 951-953, 2752, 2753, Al-Qudhai I/60, 61 nomor 42, 43, Ibnul Jarud II/155 nomor 560, Al-Baihaqi VI/70, Al-Baghawi VIII/210 nomor 2152.] Sabda Rasulullah SAW: Barangsiapa (yang berutang) di dalam hatinya tidak ada niat untuk membayar utangnya, maka pahala kebaikannya akan dialihkan kepada yang memberi piutang. Jika masih belum terpenuhi, maka dosa-dosa yang memberi utang akan dialihkan kepada orang yang berutang. (HR. Baihaqi, Thabrani, Hakim). Karenanya, bagi siapa yang berkecukupan atau bahkan berlebihan tapi dia sengaja menunda-nunda pembayaran utangnya hingga memudharatkan orang yang mempunyai piutang. Maka pemilik piutang boleh menggugat orang tersebut di hakim agar hakim memaksa dia utk membayar hutangnya atau menjual sebagian barangnya utk menutupi hutangnya. Peringatan Bagi Orang yang Berhutang dan Doa Hutang Tidak patut bagi seorang muslim untuk meremehkan urusan utang atau mengecilkan perkaranya atau lalai dalam melunasinya. Banyak dalil-dalil dalam hadits yang menunjukan bahaya hal itu. Bahwa mayit tertahan oleh utangnya hingga dilunasi. Imam Ahmad meriwayatkan dari Saad bin al-Athwal radhiyallahu anhu dia berkata, Saudaraku wafat dan meninggalkan 300 dinar. Beliau meninggalkan pula anak kecil. Maka aku ingin menginfakkan hartanya kepada anak kecil tersebut. Namun Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda kepadaku, Sungguh sauda ramu tertahan oleh utangnya. Pergi dan lunasi utangnya. Beliau berkata, Aku pergi dan melunasi utangnya. Kemudian aku datang dan berkata, Wahai Rasulullah, aku telah melunasi utangnya kecuali seorang perempuan mengklaim memiliki piutang atasnya sebanyak 2 dinar, namun dia tidak punya bukti. Beliau bersabda, Berilah dia karena dia seorang yang jujur. *Musnad Ahmad 4/136, dan dinyatakan shahih oleh al Albani dalam Shahih at-Targhib no 1550] Beliau meriwayatkan pula dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda: Jiwa seorang muslim tergantung selama ada utangnya. [Musnad Ahmad 2/440, dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib no 1811] Oleh karena itu wajib atas muslim jika memiliki utang hendaknya bersegera melunasinya sebelum dia dijemput kematian, agar jiwanya tidak ditahan dengan sebab utangnya serta tergadai dengannya. Apabila seseorang tidak memiliki utang maka hendaklah memuji Allah Subhanahu wa Taala atas afiat yang didapatkannya. Lalu menjauhkan diri dari berutang selama tidak ada kebutuhan yang mengharuskan atau kondisi darurat yang memaksa. Hendaknya seseorang menyelamatkan diri dari kerisauan utang, mengistirahatkan dirinya dari akibatnya dan mengamankan diri dari dampak negatifnya. Dalam al-Musnad dari hadits Uqbah bin Amir, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, Jangan kamu menakuti diri-diri kamu sesudah keamanannya. Mereka berkata, Apakah itu wahai Rasulullah? Beliau bersabda, Utang. [Musnad Ahmad 4/146, dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam asSilsilah ash-Shahihah no 2420]

Anda mungkin juga menyukai