0.8
50
Keterangan :
B : Burden (m)
H : Kedalaman lubang ledak (m)
PC : Panjang isian lubang ledak (m)
D : Diameter lubang ledak (mm)
R
v
: Daya tahan batuan untuk diledakkan (High Compressive Strength = 1.5)
3. Pearse (1955)
Menggunakan konsep deformasi energi per unit volume, Pearse (1955)
mengemukakan persamaan Burden sebagai berikut :
B = K
j
P
R1
[
12
PB =
p
c VD
2
4
Keterangan :
B : Maksimum Burden (m)
K
v
: Konstanta tergantung dari karakteristik massa batuan (0,7-1)
D : Diameter lubang ledak (mm)
PD : Tekanan detonasi bahan peledak (kg/cm
2
)
RT : Kuat tarik batuan (kg/cm
2
)
RC : Kuat tekan uniaksial (kg/cm
2
)
VD : Kecepatan Detonasi Bahan Peledak (m/s)
4. R.L.Ash (1963)
B =
Kb
tcrkcrcksi
c
39,3
Kb
terkoreksi
= 30 x Af
1
x Af
2
A
1
= ]
std
vc
2
13
A
2
= _
S0 Ic
2
S0
std
Ic
2
std
_
13
Bobot isi batuan standart (D
std
) : 160 lb/cuft
Bahan peledak :
SG
std
: 1,2
Ve
std
: 12000 fps
Kb
standart
: 30
Keterangan :
Kb : Burden ratio
...(2)
....(3)
..............(4)
....(5)
........(6)
....(7)
6
Af
1
: Adjusment factor (faktor penyesuaian) untuk batuan yang diledakkan
Af
2
: Adjusment factor (faktor penyesuaian) untuk bahan peledak yang
diledakkan.
D : Bobot isi batuan yang akan diledakkan (lb/cuft)
De : Diameter lubang ledak (m)
SG : Berat jenis bahan peledak yang dipakai
SG
std
: Berat jenis bahan peledak standart.
Tabel 2. Hubungan Kb dengan tipe bahan peledak dan tipe batuan (Ash, 1963)
5. Langefors (1963)
Langefors dan Khilstrom mengemukakan persamaan Burden untuk menghitung
jumlah maksimum Burden (B
max
) :
B
mux
=
33
_
p
c
PRP
: ](
S
B
)
B =
22
Keterangan :
B
max
: Burden maksimum (m)
D : Diameter dibawah lubang ledak (mm)
: Konstanta batuan (kondisi peledakan dengan batuan kompak = 0,4)
f : Derajat kedalaman (lubang ledak tegak (f =1), lubang ledak dengan
inklinasi 3:1 (f=0,95) )
S/B : Spacing/Burden Ratio
e
: Densitas Bahan Peledak (gr/cm
3
)
PRP : Berat relatif kekuatan bahan peledak
Konstanta batuan jika Burden memiliki kisaran sebagai berikut :
Jika B = 1,4 1,5 m, maka = + 0,75
Jika B< 1,4 m, maka = 0,07/B +
6. C.J. Konya (1972)
B = c
[
2Su
c
Su
r
+1,S
B = S,1S Be
[
Su
c
Su
r
0,33
B = u,67 c
[
St
Su
r
0,33
Lemah Sedang Keras
Densitas rendah (0,8-0,9 gr/cm3)
dan Kekuatan rendah
Densitas medium (1 - 1,2 gr/cm3)
dan kekuatan sedang
Densitas tinggi (1,3 - 1,6 gr/cm3)
dan kekuatan tinggi
40 35 30
Tipe Batuan
Tipe Bahan Peledak
30 25 20
35 30 25
.(8)
..(9)
.(10)
.(11)
.(3.8)
..(12)
.(3.8)
7
Keterangan :
B : Burden (m)
D
e
: Diameter bahan peledak (mm)
SG
e
: Specific gravity bahan peledak (gr/cm
3
)
SG
r
: Specific gravity batuan (gr/cm
3
)
St
v
: relative bulk strength (ANFO = 100)
Setelah diketahui nilai burden dasarnya, maka menurut Konya nilai burden harus
dikoreksi lagi dengan beberapa faktor penentu, yaitu faktor jumlah baris lubang
ledak (Kr), factor bentuk lapisan batuan (Kd), dan faktor kondisi dari struktur
geologinya (Ks).
Tabel 3. Faktor koreksi terhadap jumlah baris dalam lubang ledak (Konya, 1972)
Corection for number of row Kr
One or two rows of holes
Third and subsequent rows or buffer blasts
1,00
0,90
Tabel 4. Faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan (Konya, 1972)
Corection for rock deposition Kd
Bedding steeply dipping into cut
Bedding steeply dipping into face
Other case of deposition
1,18
0,95
1,00
Tabel 5. Faktor koreksi terhadap struktur geologi (Konya, 1972)
Corection for geological structure Ks
Heavily cracked, frequent weak joint, weakly cemented layers
Thin well cemented layers with tight joints
Massive intact rock
1,30
1,10
0,95
Secara matematis persamaan burden terkoreksi dapat ditulis sebagi berikut :
B
c
= Kr x Kd x Ks x B
Keterangan :
B
c
: Burden terkoreksi (m)
B : Burden hasil perhitungan rumus dasar (m)
Kr : Faktor koreksi terhadap jumlah baris dalam lubang ledak
Kd : Faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan
Ks : Faktor koreksi terhadap struktur geologi
7. Foldesi (1980)
Foldesi mengemukakan persamaan burden sebagai berikut :
B = u,88 _
p
c
mCL
..(13)
.(3.8)
...(14)
.(3.8)
8
m = 1 +
0,6 93
In(p
c
v
2
)-InRC-1,39
CE =
g]s
s
n
1
n
2
n
3
s
n
1
=
(p
c
I p
IC)
2
(p
c
I + p
IC)
2
n
2
=
1
c
Dd
-(c-1)
Keterangan :
B : Burden (m)
D : Diameter lubang ledak (mm)
p
c
: Densitas bahan peledak (kg/m
3
)
CE : Powder Factor (kg/m
3
)
VD : Kecepatan detonasi bahan peledak (m/s)
RC : Kuat tekan batuan (MPa)
gf : Satuan dari volume batuan (m
2
/m
3
), gf = 64/M
M : dimensi maksimum material hancuran (P
80
= 0.8 m)
e
s
: Energi per massa (MJ/kg)
1
: Faktor Impedansi
2
: Faktor Coupling
3
: Faktor hancuran, normalnya adalah 0,15
8. Lopez Jimeno, E (1980)
Jimeno memodifikasi persamaan yang dikemukakan oleh R.L.Ash dengan
penggabungan kecepatan seismik terhadap massa batuan :
B = 0,76 x D x F
r = j
2,7 3500
p
r
vC
[
0,33
c = j
p
c
v
1,336 6 0
[
0,33
Keterangan :
B : Burden (m)
D : Diameter lubang ledak (mm)
F : Faktor koreksi tergantung tipe batuan dan tipe bahan peledak (F = fr x fe)
fr : Faktor batuan
fe : Faktor bahan peledak
p
c
: Densitas bahan peledak (kg/m
3
)
VD : Kecepatan detonasi bahan peledak (m/s)
9. G. Berta (1985)
Giorgio Berta mengemukakan persamaan burden sebagai berikut :
B = c _
np
c
4CL
(15)
.(3.8
..(16)
.(3.8)
(17)
.(3.8)
..(18)
.(3.8)
..(19)
.(3.8)
..(20)
.(3.8)
.(21)
.(3.8)
.(22)
.(3.8)
.(23)
.(3.8)
9
CE =
g]s
s
n
1
n
2
n
3
s
n
1
=
(p
c
I p
IC)
2
(p
c
I + p
IC)
2
n
2
=
1
c
Dd
-(c-1)
Keterangan :
B : Burden (m)
De : Diameter bahan peledak (mm)
p
c
: Densitas bahan peledak (kg/m
3
)
CE : Powder Factor (kg/m
3
)
gf : Satuan dari volume batuan (m
2
/m
3
), gf = 64/M
M : dimensi maksimum material hancuran
e
s
: Energi per massa (MJ/kg)
1
: Faktor Impedansi
2
: Faktor Coupling
3
: Faktor hancuran, normalnya adalah 0,15
10. Bruce Carr (1985)
Carr mengemukakan persamaan sebagai berikut :
- Karakteristik impedansi batuan
Z
= 1,S1 p
IC
1uuu
- Tekanan detonasi bahan peledak
P =
0,418p
c
j
vD
1000
[
2
0,8 p
c
+1
Keterangan :
p
[ C
d
.. (39)
Keterangan : C : Persentase bahan peledak yang diisi (%)
d : Diameter bahan peledak (m)
D : Diameter lubang ledak (m)
Agar hasil dari peledakan presplit ini baik, maka besarnya tekanan pada lubang
ledak decoupling harus lebih kecil daripada kuat tekan batuan dinamik insitu.
Kuat tekan batuan dinamik insitu adalah kekuatan batuan ketika menerima suatu
perubahan seperti gelombang kejut akibat peristiwa peledakan.Namun sebagai
pendekatan dapat digunakan kuat tekan uniaksial. Workman & Calder (1981)
menyatakan bahwa besarnya tekanan pada lubang ledak presplit dapat berkisar
antara 68 103MPa.
3. Klasifikasi Massa Batuan
Massa batuan yang terdiri dari kenampakan struktur geologi atau bidang
diskontinuitas, atau bidang perlapisan atau kekar dapat diklasifikasi menurut tiga
karakteristik utama yaitu,
1. Orientasi bidang diskontinuitas dan keluarga bidang diskontinuitas
2. Jarak antar bidang diskontinuitas, frekuensi bidang diskontinuitas, Rock
16
Quality Designation RQD dan ukuran blok bidang diskontinuitas
3. Kondisi bidang diskontinuitas terdiri dari beberapa karakteristik seperti;
Persisten atau kemenerusan bidang diskontinuitas
Kekasaran (roughness)
Apertur atau bukaan bidang diskontinuitas (aperture)
Isian bidang diskontinuitas (filling material)
Luahan (seepage)
Kekuatan (strength)
Untuk mengkuantifikasi inti bor dari boks tersebut maka RQD harus dihitung.
RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang minimum
10 cm dan jumlah potongan inti bor tersebut biasanya diukur pada inti bor
sepanjang 2 m, potongan akibat penanganan pemboran harus diabaikan dari
perhitungan dan inti bor yang lembek dan tidak baik berbobot RQD = 0
(Bieniawski, 1989) dan perhitungannya adalah seperti berikut.
x100%
(m) bor total Panjang
m 0.10 inti bor total Panjang
RQD
>
=
(40)
Bila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung dengan
melakukan pengukuran orientasi dan jarak antar diskontinuitas pada singkapan
batuan. Priest & Hudson (1976) mengajukan sebuah persamaan untuk
menentukan RQD dari data garis bentangan sebagai berikut.
RQD = 100 e
-0.1
(0.1 + 1) ............................................................ (41)
Keterangan: = frekuensi diskontinuitas per meter.
Untuk = 6 16/m, maka
RQD = 110.4 3.68
3.1. Slope Mass Rating
Slope Mass Rating dikembangkan berdasarkan 87 kasus studi di Valencia dan
jenis kelongsoran bidang dan toppling. Romana (1985, 1993, 1995) mengusulkan
modifikasi pada konsep penggunanan RMR (Bieniawski, 1983) khususnya untuk
kemantapan lereng.
Pada klasifikasi massa batuan lereng (SMR) ini ada penambahan satu faktor
penyesuaian, F4 yaitu faktor koreksi terhadap metode penggalian sehingga faktor
penyesuaian keseluruhan menjadi empat (F1, F2, F3, dan F4). Slope Mass Rating
(SMR) diperoleh dengan menjumlahkan faktor penyesuaian yang bergantung pada
orientasi bidang diskontinuitas dan metode penggalian
Seperti halnya pada RMR parameter penentu dalam SMR adalah bidang
diskontinu. Namun demikian, agak berbeda dengan RMR, jika material berupa
tanah dan batuan lunak yang sulit diidentifikasi adanya bidang diskontinu, maka
SMR tidak dapat dipakai untuk menilai kondisi stabilitas. Beberapa sistem
klasifikasi yang harus dihitung:
Karakterisasi massa batuan keseluruhan (joint frekuensi, kondisi air)
Perbedaan arah lereng dan kondisi kekar
Perbedaan antara sudut kemiringan lereng dan kekar kondisi ini mengontrol
blok baji lereng yang akan longsor
Hubungan kemiringan kekar dengan normal dari kekuatan geser kekar (bidang
atau baji)
17
Hubungan tegangan tangensial, yang berkembang sepanjang kekar dengan
geseran (topping)
Tabel 7. Pembobotan Massa Batuan menurut Bieniawski (Bieniawski, 1989)
Usulan Slope Mass Rating didapat dari RMR dengan mengurangkan faktor
penyesuaian yang bergantung pada kekar hubungan lereng dan menambahkan
suatu faktor bergantung pada metode penggalian.
SMR = RMRB - (F1 x F2 x F3) + F4 .. (42)
RMR
B
dihitungan dengan menggunakan RMR Bieniawski (1989)
F1 bergantung pada kesejajaran antara kekar dan jurus lereng.
F2 merujuk pada sudut kemiringan kekar pada model keruntuhan bidang.
F3 merefleksikan hubungan antara muka lereng dana kemiringan kekar. Model
bidang F3 merujuk pada probabilitas kekar pada baji di muka lereng.
Keadaan baik ketika lereng memiliki kemiringan 10
o
lebih besar dari kekar.
Sangat tidak menguntungan tidak terjadi pada kondisi toppling, dengan sedikit
tampat keruntuhan yang seketika dan kemungkinan terjadi toppling.
o
s
/|
s
o
j
/|
j
o
s
slope dip direction
|
s
slope dip
o
s
joint dip direction
|
s
joint dip
18
Tabel 8. Faktor penyesuaian untuk kekar (Romana, 1985)
Case Condition
Very
Favorable
Favorable Fair
Un-
favorable
Very un-
favorable
P |oj os|
>30
o
30
o
-20
o
20
o
-10
o
10
o
-5
o
<5
o
T |oj os - 180|
P/T F1 = (1-Sin|oj-os|)
2
0.15 0.4 0.7 0.85 1
P ||j| <20
o
20
o
-30
o
30
o
-35
o
35
o
-45
o
>45
o
P F2 = tan
2
|j 0.15 0.4 0.7 0.85 1
T F2 = tan
2
|j 1 1 1 1 1
P ||j |s| >10
o
10
o
-0
o
0
o
0
o
-(-10
o
) <-10
o
T ||j + |s| <110
o
110
o
-120
o
>120
o
- -
P/T F3 0 -6 -25 -50 -60
Method of Excavation
Natural
slope
Presplitting
Smooth
blasting
Blasting /
mechanical
Defficient
blasting
F4 15 10 8 0 -8
Faktor penyesuaian untuk metode penggalian telah ditetapkan secara empirik
sebagai berikut:
i. Lereng alamiah lebih stabil karena terbentuk akibat proses erosi dalam
waktu yang lama dan ada mekanisme penahan (vegetasi, sedikit akan air,
dsb): F4 = -15.
ii. Penggunaan presplitting meningkatkan stabilitas lereng untuk suatu klas
setengah: F4 = 10.
iii. Penggunaan smooth blasting dengan lubang-lubang yang baik, juga
meningkatkan stabilitas lereng: F4 = 8
iv. Peledakan normal. Penggunaan dengan sound method, tidak mengubah
stabilitas lereng: F4 = 0.
v. Peledakan yang tidak efficient, sering terlalu banyak bahan peledak, tidak
menggunakan peledakan beruntun atau lubang ledak tidak sejajar, stabilitas
buruk: F4 = - 8.
vi. Penggalian lereng dengan peralatan gali, selalu dengan ripper, hanya dapat
dilakukan pada batuan lemah dan atau di batuan terkekarakan, dan sering
digabungkan dengan peledakan. Bidang lereng sulit untuk diakhiri. Metode
ini bisa bertambah atau berkurang tingkat kemantapan lereng, F4 = 0.
Metode Peledakan Presplitting
Baris dari lubang ledak yang dibor sepanjang permukaan lereng akhir.
Masing-masing lubang diberi tanda
Lubang harus dibuat sejajar (hingga + 2%)
Jarak antar lubang antara 50 80 cm.
Isian diberi jarak (decoupled) dari dinding lubang ledak, meninggalkan
kosong.
Isian sangat ringan
19
Baris diledakan sebelum peledakan utama
Tabel 9. Perbandingan tingkat kerusakan akibat pengaruh peledakan - nilai F4
(Swindells, 1985)
Excavation Methods No
Depth of damaged zone
SMR F4
Range (m) Average (m)
Natural Slope 4 0 0 15
Presplit Blasting 3 0-0,6 0,5 10
Smooth Blasting 2 4-2 3 8
Poor Blasting -8
Mechanical Excavation 3 6-3 4 0
Metode Peledakan Smooth Blasting
Setiap baris dari lubang ledak dibor sepanjang dinding akhir.
Masing-masing lubang diberi tanda
Lubang harus dibuat sejajar (hingga + 2%)
Jarak antar lubang antara 60 100 cm.
Isian sangat ringan
Baris diledakan sebelum peledakan utama (kadang-kadang menggunakan
microdelays).
Peledakan Normal.
Masing-masing peledakan dikerjakan sesuai dengan skema yang tetap
sebelumnya.
Masing-masing lubang diberi tanda
Isian diisi seminimal mungkin
Peledakan dilakukan secara berturutan, menggunakan waktu tunda atau
microdelays.
Metode Peledakan Deficient Blasting
Menggunakan skema peledakan hanya dengan satu aturan
Isian tidak diisi seminimal mungkin
Peledakan tidak dinyalakan secara berurutan
Jika peledakan dikerjakan seadanya dari satu dari kategori tersebut tetapi beberapa
kondisi tidak dikerjakan sungguh-sunggu menggunakan faktor penyesuaian dari
tingkat yang paling rendah. Kebanyak produski peledakan pada tambang terbuka
dan quarry dirancang untuk mengurangi fragmentasi maksimum. Selalu mereka
harus membobot sebagai deficient blasting.
3.2. Geological Strength Index
Hoek &Brown (1980) mengusulkan suatu hubungan antara tegangan utama
maximum dan minimum untuk menentukan runtuhan yang terjadi pada batuan
utuh (intact rock) dan batuan retak (broken rock). Kriteria keruntuhan Hoek
Brown juga dikembangkan untuk dapat memperkirakan kekuatan geser dalam
massa batuan yang terkekarkan (jointed rock mass). Kriteria keruntuhan ini
berawal dari hasil penelitian oleh Hoek dan Brown mengenai mekanisme pecahan
batuan utuh dan perilaku massa batuan yang terkekarkan. Hoek-Brown membuat
20
suatu persamaan yang menggambarkan hubungan antar tegangan utama yaitu
(Evert Hoek,1980) :
o
1
= o
3
+ |mo
c
o
3
+ so
c
2
]
0.5
.......................................................... (43)
Keterangan :
-
1
dan
3
adalah tegangan utama mayor dan minor.
-
c
adalah kekuatan tekan uniaksial pada batuan utuh
- m dan s adalah nilai konstanta material denagan nilai konstanta s = 1 untuk
batuan utuh
Hoek memperkenalkan konsep kriteria Generalized Hoek-Brown dimana
bentuk plot dari tegangan utama dalam lingkaran Mohr dapat disesuaikan dengan
adanya nilai konstanta a yang dimasukkan dalam persamaan (43) sehingga
persamaannya menjadi (Hoek, Carranza-Torres & Corkum, 2002) :
a
ci
b ci
s m
(
+ + =
o
o
o o o
'
' '
3
3 1
..................................................................... (44)
Keterangan m
b
merupakan nilai reduksi dari konstanta material m
i
, s dan a
merupakan konstanta untuk massa batuan yang diberikan dari hubungan (Hoek &
Brown , 2002), nilai konstanta mi dapat dilihat pada Tabel 10 dan Nilai GSI dapat
dilihat pada Gambar 6.
(
=
D
GSI
m m
i b
14 28
100
exp
........................................................................... (45)
(
=
D
GSI
s
3 9
100
exp
................................................................................. (46)
| |
3 / 20 15 /
6
1
2
1
+ = e e a
GSI
........................................................................ (47)
D (distrubance factor) adalah suatu faktor yang tergantung pada tingkat gangguan
terhadap massa batuan akibat dari efek peledakan dan redistribusi tegangan (lihat
Tabel 11). Nilai faktornya bervariasi mulai dari 0 untuk massa batuan yang tidak
terganggu (undisturbed) hingga 1 untuk massa batuan yang terganggu (disturbed).
21
Tabel 10. Nilai Parametermik (Hoek & Brown, 1980)
Rock
type
Class Group
Texture
Coarse Medium Fine Very Fine
S
e
d
i
m
e
n
t
a
r
y
Clastic
Conglomerat Sandstone Siltstone Claystone
22 19 9 4
Greywacke
18
N
o
n
-
C
l
a
s
t
i
c
Organic
Chalk
7
Coal
(8-21)
Carbonate
Breccia
20
Sparitic
Limestone
10
Micritic
Limestone
8
Chemical Gypstone
16
Anhydrite
13
M
e
t
a
m
o
r
p
h
i
c
Non Foliated
Marble
9
Homfels
19
Quartzine
24
Slightly Foliated
Migmatite
30
Amphibolite
25-31
Mylonites
6
Foliated
Gneiss
33
Schists
(4-8)
Phylites
10
Slate
9
I
g
n
e
o
u
s
Light
Granite
33
Granodiorie
30
Diorite
28
Rhyolite
16
Dacite
17
Andesite
19
Dark
Gabbro
27
Norite
22
Dolerite
19
Basak
17
Obsidian
19
Extrusive
Pyroclasic type
Agglomerate
20
Breccia
18
Tuff
15
22
Gambar 6. Penentuan Nilai GSI (Hoek & Brown, 1997)
23
Tabel 11. Nilai Faktor D (Hoek, Carranza-Torres & Corkum, 2002)
Appearrance of
rock mass
Description of rock mass Suggested
value of D
Kontrol kualitas peledakan atau penambangan
yang baik menggunakan mesin pemboran
terowongan menghasilkan gangguanminimal
pada massa batuan padat yang mengelilingi
terowongan
D = 0
Penambangan mekanis atau manual pada
batuan berkualitas massa rendah (tanpa
peledakan) menghasilkan gangguan minimal
pada massa batuan sekitar,dimana menekan
problem pengangkatan lantai yang signifikan,
gangguan dapat menjadi besar kecuali dipasang
sebuah pembalik sementara seperti ditunjukan
pada gambar.
D = 0
D = 0,5
No invert
Kualitas Peledakan yang buruk dalam
terowongan pada batuan keras menghasilkan
kerusakan lokal yang parah, mencapai 2 atau 3
m, di sekitar massa batuan
D = 0,8
Peledakan skala kecil dalam suatu lereng
menghasilkan kerusakan menengah pada massa
batuan yang khususnya peledakan terkontrol
digunakan, walaupun begitu menghilangkan
tegangan menghasilkan beberapa gangguan.
D = 0,7
Good
blasting
D = 1,0
Poor
blasting
Kemiringan lereng pada tambang terbuka yang
besar mengalami gangguan yang signifikan
yang disebabkan oleh peledakan produksi berat
dan karena kehilangan tegangan dari pelepasan
klebihan beban.
Pada beberapa batuan yang lebih lunak,
penambangan dilakukan dengan ripping dan
dozing serta tingkat kerusakan pada lereng
tambang menjadi berkurang.
D = 0,7
Productions
blasting
D = 1,0
Mechanical
blasting
24
Modulus deformasi pada massa batuan diperoleh dari (Hoek, Carranza-Torres &
Corkum, 2002) :
) 40 / ) 10 ((
10 .
100 2
1 ) (
|
.
|
\
|
=
GSI ci
m
D
GPA E
o
...................................................... (48)
Persamaan di atas berlaku untuk
ci s
100 MPa. Sedangkan
ci
> 100 MPa
menggunakan persamaan dibawah ini (Hoek & Brown , 2006).
) 40 / ) 10 ((
10 .
2
1 ) (
|
.
|
\
|
=
GSI
m
D
GPA E ............................................................. (49)
Catatan bahwa persamaan yang diusulkan oleh Hoek & Brown sudah
dimodifikasi, dengan memasukkan faktor D sebagai perwujudan efek peledakan
dan redistribusi tegangan akibat penggalian.
3.3. Hubungan Mohr - Coloumb dengan Hoek - Brown
Kebanyakan software geoteknik masih mengacu pada kriteria keruntuhan Mohr-
Coulomb, sehingga perlu menentukan sudut geser dalam dan nilai kohesi yang
setara untuk masing-masing massa batuan. Ini dilaksanakan dengan melakukan
penyesuaian satu hubunganlinier kepada kurva yang dihasilkan dengan melakukan
pemecahan pada dimana jarak (range) dari tegangan utama minor nilainya antara
t
<
3
<
3max
. Proses penyesuaian membutuhkan keseimbangan antara daerah atas
dan bawah pada plot Mohr-Coulomb, sehingga menghasilkan persamaan untuk
mendapatkan nilai sudut gesek dalam (|) dan kohesi (c) (Hoek, Carranza-Torres
& Corkum, 2002) :
( )
( )( ) ( )
(
(
+ + + +
+
= u
1
3
1
3 1
' 6 2 1 2
' 6
sin '
a
n b b
a
n b b
m s am a a
m s am
o
o
................................... (50)
| |( )
( ) ( ) ( )( ) ( ) a a m s am a a
m s m a s a
c
a
n b b
a
n b n b ci
+ + + + + +
+ + +
=
2 1 / ' 6 1 ) 2 )( 1 (
' ' ) 1 ( ) 2 1 (
'
1
3
1
3 3
o
o o o
....................... (51)
Keterangan :
ci n
o o o /
max ' 3 3
=
Penentuan nilai
3max
pada lereng dan terowongan berbeda, untuk lereng
nilai
3
max didapat berdasarkan rumusan (Hoek, Carranza-Torres & Corkum,
2002) :
91 . 0
max 3
'
72 . 0
'
'
|
|
.
|
\
|
=
H
cm
cm
o
o
o
.......................................................................... (52)
sedangkan pada terowongan nilai
3
max didapat dengan rumusan (Hoek,
Carranza-Torres & Corkum, 2002) :
25
94 . 0
max 3
'
47 . 0
'
'
|
|
.
|
\
|
=
H
cm
cm
o
o
o
.......................................................................... (53)
Untuk mendapatkan nilai dari
cm
' o dalam konsep rock mass strength Hoek &
Brown yang bertujuan untuk mendapatkan hubungan dengan persamaan Mohr-
Coulomb maka
=
2c
|
cos
|
1-sIn
|
...................................................................................... (54)
Dimana dan ' | ditentukan dari besar tegangan o
t
<o
3
i
<o
c
/4 , maka
cm
' o = o
c
.
(m
b
+4s-u(m
b
+8s))(m
b
4 +s)
c-1
2(1+u)(2+u)
........................................... (55)
Kekuatan geser Mohr-Coulomb yang diberi tegangan normal dapat diketahui
dengan mensubstitusi nilai c dan kedalam persamaan (Hoek, Carranza-Torres
& Corkum , 2002) :
0= H
....................................................................................................... (56)
Hubungan tegangan utama mayor dan minor dirumuskan sebagai berikut (Hoek &
Brown , 1995) sebagai fungsi keriteria Mohr Coulomb sebagai berikut.(lihat
Gambar 7) :
'
' sin 1
' sin 1
' sin 1
' cos ' 2
'
3 1
o
|
|
|
|
o
+
+
=
c
.................................................................... (57)
Gambar 7. Hubungan Antara Kriteria Hoek-Brown dengan
Kriteria Mohr Coulomb (Hoek & Brown, 1995)
cm
' o
' c
26
4. Kerusakan batuan akibat peledakan di tambang tembaga AITIK Mine
(Holmberg & Maki, 1981)
Kebanyakan kerusakan massa batuan akibat peledakan dapat diamati secara jelas
di lapangan seperti terjadinya Backbreak. Orientasi dan jumlah backbreak per
meter dapat dihitung, juga dapat dinilai karakteristik mekanika batuan, dan
kondisi air tanah. Pada tulisan ini perhitungan karakteristik massa batuan akibat
peledakan diambil dari pengalaman Holmberg & Maki (1981) dari tambang
tembaga di Aitik, Swedia.
4.1. Distribusi backbreak
Hasil penelitian Holmberg & Maki (1981) menunjukkan bahwa kerusakan terjadi
4 meter dari lubang ledak akhir (Lihat Gambar 8).
Gambar 8. Model backbreak yang terjadi di belakang lubang ledak
(Holmber & Maki, 1981)
4.2. Perkembangan joint frequenty
Tabel 12 memperlihatkan lebar bukaan pada kekar di massa batuan setelah
peledakan.
Tabel 12. Perkembangan lebar bukaan setelah peledakan
(Holmber & Maki, 1981)
Gambar 9. Menunjukkan perkembangan frekuensi kekar sebelum dan seteleah
peledakan terjadi perubahan yang 65160% jumlah kekar dari sebelum peledakan.
27
Gambar 9. Perkembangan Frekuensi kekar hasil peledakan
(Holmber & Maki, 1981)
4.3. Point load strength index test
Setelah core diambil selanjutnya dilakukan uji point load. Hasil uji dari batuan
sebelum peledakan menunjukan peningkatan sesuai jarak dari bidang bebas (lihat
Gambar 10).
Gambar 10. Hasil uji point load batuan sebelum dan setelah peledakan
(Holmber & Maki, 1981)
4.4. Kecepatan puncak partikel
Hasil dari pengukuran ppv sedikit lebih tinggi daripada prediksi dari model
kerusakan apapun. Sebagai model yang didasarkan pada ledakan dengan
peledakan beruntun, hasilnya menunjukkan bahwa penyalaan awal baris-demi-
baris dengan sumbu ledak tidak menguntungkan jika kerusakan batu harus
tertekan. Pengukuran ppv menunjukkan zona kerusakan terjadi sekitar 20 meter.
28
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Dinding
Hasil pengamatan di lapangan tambang tembaga PT. Newmont Nusa Tenggara,
bahwa kedalaman lubang ledak aktual tidak sesuai dengan desain yang diterapkan,
disebabkan keadaan permukaan kerja yang tidak rata sehingga menyebabkan
kedalaman lubang ledak aktual menjadi lebih besar (lihat Gambar 11). Kedalaman
lubang ledak aktual yang semakin besar menyebabkan penggunaan bahan peledak
juga semakin besar, dan Stemming yang digunakan tetap karena Stemming
merupakan acuan dalam pengisian bahan peledak.
Gambar 11. Pembersihan Area yang tidak baik
Komposisi pengisian bahan peledak perlu dirubah dan disesuaikan dengan
kedalaman lubang ledak aktual. Selain itu perlu diperhatikan faktor-faktor yang
mendukung kerusakan terhadap dinding yang dihasilkan sebagai berikut :
1. Pembersihan area yang tidak baik menyebabkan kedalaman aktual akan
menjadi lebih besar,
2. Drainase yang tidak baik akan menyebabkan fungsi lubang Air decking pada
lubang Trim tidak tercapai.
29
Gambar 12. Lubang Trim yang terisi air
Berdasarkan pengamatan dan perolehan data aktual di lapangan menunjukkan
bahwa lubang ledak Presplit tidak sesuai dengan desain yang diterapkan. Lubang
ledak aktual tidak mencapai target yang ditentukan akan menyebabkan Toe tidak
terbentuk dan Presplit Barrel tidak terbentuk sempurna. Permasalahan ini
dikarenakan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Adanya pengaruh Ground Water pada lubang Presplit (lihat Gambar 12)
sehingga menyebabkan banyak lubang Presplit yang Collapse (Runtuh).
2. Drainase yang buruk pada area Presplit menyebabkan lubang Presplit terisi
oleh air permukaan dan menyebabkan banyak lubang yang gagal (lihat Gambar
13).
3. Banyak lubang yang gagal menyebabkan rekahan yang menghubungkan antar
lubang tidak maksimal sehingga fungsi Presplit untuk mereduksi vibrasi tidak
maksimal (lihat Gambar 14).
Gambar 13. Area Presplit yang tergenang air
30
Gambar 14. Dinding yang terbentuk setelah peledakan
6. Penutup
Kegiatan pemberian dengan pemboran dan peledakan sangat mempengaruhi
stabilitas lereng sehingga perlu keakuratkan dalam desain peledakan seperti
penentuan model blasting geometri. Dengan adanya ketidakpastian kekuatan
massa batuan sehingga banyak rumusan empirik untuk menentukan blasting
geometri dalam kaitannya dengan pengurangan kekuatan massa batuan. Dalam
hubungannya dengan kekuatan massa batuan lereng, beberapa klasifikasi massa
batuan turut berperan dalam menentukan kondisi stabilitas lereng, seperti sistem
klasikasi massa batuan slope mass rating dan geological strength index.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa peledakan
akan mempengaruhi frekuensi bidang ketidakemenerusan dan kekuatan massa
batuan dalam jarak 20 meter dari bidang bebas yang terbentuk.
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak Management PT. Newmont Nusa
Tenggara yang telah memberi kesempatan kepada mahasiswa bimbingan penulis
(Harry Prima Saputra Mahasiswa Teknik Pertambangan UPN Veteran
Yogyakarta) untuk melakukan skripsi mengenai peledakan. Demikian juga,
kepada Balinga Utama sebagai penyelenggara Rock Breakage and Fragmentation
Workshop 2013.
Daftar Pustaka
Bieniawski, Z.T. (1989): Engineering Rock Mass Classifications, John-Wiley,
New York.
Bhandari, S. (1997): Engineering Rock Blasting Operations, A.A. Balkema,
Roterdam, 195p.
Cruden, D. M (1978): Discussion of G. Hockings paper A Method for
Distinguishing Between Single and Double Plane Sliding of Tetrahedral
Wedge. Int. J. Rock Mech. Min. Sci. Geomech Antoine, M. M.
Edy, T.M. and Sayed K.A. (2011): Assessment on Blasting Induced Rock Slope
Instability at Johor, Malyasia, EJGE, Vol 16 (2011).
31
Goodman, R.E. (1970): The Deformation of Joint, in Determination of The Insitu
Modulus of Deformation of Rock, ASTM STP 477 pp. 174 179.
Hocking, G (1976): A Method for Distinguishing Between Single and Double
Plane Sliding of Tetrahedral Wedges, Int. J. Rock Mech. Min. Sci.
Geomech. Abstr. 13, pp. 225226.
Hoek, E. and Bray, J.W. (1981): Rock Slope Engineering, Institution of Mining
and Metallurgy, London.
Hoek, E. and Brown, E.T. (1980): Underground Excavation in Rock, The Institute
of Mining and Metallurgy, London.
Hoek, E. and Brown, E.T. (1997): Practical Estimates of Rock Mass Strength,
International Journal Rock Mechanic & Mining Science and Geomechanic
Abstract. 34(8) p. 1165 1187.
Hoek, E., Carranza, T.C. and Corkum, B. (2002): Hoek-Brown Failure Criterion
2002 ed., Accessed through the Program RocLab.
Holmber, R. and Maki, K. (1981): Case Examples of Blasting Damage and Its
Influence on Slope Stability, 3
rd
International Conference on Stability in
Surface Mining, SME of AIME, Vancouver, Canada.
Jimeno, C.L., Jimeno, E.L., Carcedo, F.J. (1995): Drilling and Blasting of Rocks,
A.A. Balkem, Rotterdam.
Kramadibrata, S., Saptono, S., Wattimena, R.K., and Simangunsong, G.M.
(2011c): Developing A Slope Stability Curve of Open Pit Coal Mine by
Using Dimensional Analysis Method, ISRM, Beijing.
Lilly, P.A. (1986): An empirical method of assessing rock mass blastability, Julius
Knittschnitt Mineral Research Center.
Markland, J. T (1972): A Useful Technique for Estimating the Stability of Rock
Slopes When the Rigid Wedge Sliding Type of Failure is Expected. Imp.
Coll. Rock Mech. Res.
Matherson, G.D. (1988): The Collection and Use of Field Discontinuity Data in
Rock Slope Design, Q. J. Eng. Geol.22, pp. 1930.
Romana, M. (1988): Practice of SMR Classification for Slope Appraisal,
Proceeding 5
th
International Symposium on Landslides, Lausanne, pp.
1227 1231.
Saptono, S., Kramadibrata, S., Sulistianto, B., Wattimena, K.R., Nugroho, P.,
Iskandar, E. and Bahri, S., (2008a): Low Wall Slope Monitoring By
Robotic Theodolite System Likely to Contribute to Increased Production of
Coal in PT. Adaro Indonesia, Proceeding 1
st
Southern Hemisphere
International Rock Mechanics Symposium, Vol. 1, Potvin et al. eds. Perth.
Australia.
Saptono, S., Pengembangan Metode Analisis Stabilitas Lereng Berdasarkan
Karakterisasi Batuan di Tambang Terbuka Batubara. Disertasi Doktor,
Rekayasa Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, (2012).
Sjoberg, J. (1996): Large Scale Slope Stability in Open Pit Mining A Review,
Technical report, Devision of Rock Mechanics, Lulea University of
Technology.
Swindells, C.F. (1985): The Detection of Blast Induced Fracturing to Rock Slopes,
In. Int. Symp. On The Role of Rock Mech., pp. 81 86.
Wyllie, Duncan, C. and C. W. Mah (2004) Rock Slope Engineering: Civil and
Mining, 4
th
Edition, Spon Press.