Anda di halaman 1dari 14

K. Patofisiologi Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.

Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke-7 dan ke-10 dalam

perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses yang mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanyaakan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju kevesika urinaria atau ke prostat (rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju keuretra (rektouretralis).

L. Manifestasi klinis Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:5 1. 2. 3. 4. Perut kembung Muntah Tidak bisa buang air besar Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik

dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.

Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9 Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.2 Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah:2,3,10 1. Kelainan kardiovaskuler

Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect. 2. Kelainan gastrointestinal

Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%-2%). 3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis

Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal. 4. Kelainan traktus genitourinarius

Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).3

M. Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:1 a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah letak rendah 2. a. Pemeriksaan penunjang Radiologi dengan Barium Enema Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi

dari lumen sempit ke daerah yang melebar. Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan

gambaran mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang. b. Biopsi hisap rektum Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas,

yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut saraf yang menebal. meningkat. 3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:1 a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila : Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase

anal membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan

dilakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.1

b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan

minimal PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan

kolostomi terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila

akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1

Gambar 12. Cross table lateral position. (sumber:http://www.ptolemy.ca/members/archives/2009/Newborn%20Anorectal%20M alformations.html)

Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.3,5

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.6 Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.6 Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).6 N. KOMPLIKASI 1. konstipasi feses mengeras dan tidak bisa keluar karena tidak ada lubang, atau ada lubang tetapi letaknya salah dan ukurannya kecil. 2. Kematian Biasanya diakibatkan oleh kelainan sistem organ lain yang menyertai atresia ani, sebagian besar akibat kelianan jantung dan sistem syaraf pusat 3. ileus obstruksi pada atresia ani tanpa fistula, karena gangguan pasase usus, maka akan terjadi ileus dimana bayi akan muntah, perut distende 4. infeksi traktus urinarius yang rekuren akibat pasase feses lewat traktus urinarius. 5. kematian akibat kelainan lain yang menyertai Atresi ani

O.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur Abdomino Perineal Pull Through (APPT), tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru, yaitu PSARP (Postero Sagital Ano Recto Plasty), yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel. Teknik dari PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT yang mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi. 9 Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. 9 Leape (1987) menganjurkan pada : a) Atresia letak tinggi & intermediet sebaiknya dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP). b) Atresia letak rendah sebaiknya dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter anieskternus. c) Bila terdapat fistula sebaiknya dilakukan cut back incicion. d) Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa, atresia ani letak tinggi dan intermediet sebaiknya dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah 4 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti. 8 Selama 24 jam pertama kehidupan, bayi harus menerima cairan infus, antibiotik, dan dievaluasi untuk kelainan bawaan lain yang bisa mewakili menjadi resiko bagi kehidupan bayi; terutama malformasi jantung, atresia esofagus, dan kelainan urologi. Nasogastric tube akan melindungi bayi dari aspirasi tetapi tidak benar-benar dapat mengurangi distensi kolon. Ekokardiogram jantung dapat dilakukan, dan bayi harus diperiksa untuk menentukan adanya atresia esofagus. Foto sinar-x dari lumbosacral harus diambil, serta USG tulang punggung untuk menyingkirkan adanya kelainan pada tulang belakang. USG abdomen untuk mengevaluasi adanya hidronefrosis.

Bagan 1. Algoritma malformasi anorektal pada laki-laki. (sumber:http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/physician_content/am/imperforate_a nus.shtml)

Bagan 2. Algoritma malformasi anorektal pada perempuan. (sumber:http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/physician_content/am/imperforate_anus.shtml )

KOLOSTOMI Kolostomi adalah pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses. Manfaat kolostomi antara lain: 12 a. b. Mengatasi obstruksi usus Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.

Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon yang dieksteriorisasi.

Gambar 13. Kolostomi. (sumber: Pena A., Levit M. Pediatric Surgery. Anorectal Anomalies. Springer. 2006. p289-312.)

Teknik Pembedahan: 12 1. 2. Desinfeksi kulit Insisi di kuadran abdomen yang paling dekat dengan lengkung usus yang akan dieksteriorisasi. 3. 4. 5. Insisi bagian fat, fasia, otot dan perineum Keluarkan lengkung kolon tanpa melipat atau memutarnya Buat suatu lubang di mesokolon yang cukup besar untuk dilalui oleh sepotong batang gelas atau teugel dengan kateter. 6. Lakukan fiksasi dengan menjahit peritoneum. Kemudian dilanjutkan dengan menjahit fasia dan kulit dengan catgut. 7. Fasia yang dibuka terlalu lebar dijahit kembali dengan catgut chromic dengan kulitnya pula. 8. 9. Buatlah suatu insisi di apeks dari lengkung usus tadi dengan pisau. Tutupi sekitar kolostomi dengan petrolatum dan penyeka yang sebelumnya diberi salep zincoxyd/boor/vaseline. 10. Dipasang kantung kolostomi. Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut stoma.

Perawatan Post Operasi: 12 1. Beri perawatan post operasi dengan baik, observasi kemungkinan adanya komplikasi 2. Memberikan perawatan anoplasty perineal yang baik, mencegah infeksi, yang dapat mempercepat penyembuhan a. b. c. d. 3. Jangan meletakkan apapun pada rectum Biarkan perineum terbuka Rubah posisi kiri kanan Posisi panggul ditegakkan jika akan melakukan pembersihan atau perawatan

Melakukan perawatan kolostomi dengan baik a. Cegah ekskoriasi dan iritasi b. Observasi dan catat ukuran, frekwensi, karekteristik feces

4.

Mempertahankan

nutrisi

yang

adekuat

untuk

mencegah

dehidrasi

ketidakseimbangan Elektrolit a. NGT pada awal post operasi digunakan b. Monitor cairan parenteral

Berbagai hal yang harus diajarkan pada keluarga pasien adalah


Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma Waktu penggantian kantong kolostomi Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika pasien sudah dirawat dirumah)

Berobat/ kontrol ke dokter secara teratur

Komplikasi kolostomi: 12 1. Obstruksi Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. 2. Infeksi Kontaminasi feses merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolostomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi. 3. Retraksi stoma/ mengkerut Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan. 4. Prolaps pada stoma Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma yang kurang adekuat pada saat pembedahan. 5. 6. Stenosis / penyempitan dari lumen stoma Perdarahan stoma

PSARP (POSTEROSAGITAL ANORECTOPLASTY) adalah suatu tindakan operasi definitif pada pasien atresia ani dengan tehnik operasi menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus sampai batas anterior bakal anus. 11 Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar perlvis dan sfingter. 11 Macam-macam PSARP11

Minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan rektum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Indikasi dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal

membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit.

Limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fiber, muscle complex serta tidak membelah tulang coccygeus. Yang penting adalah diseksi rektum agar tidak merusak vagina. Indikasi pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler

Full PSARP dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan tlang coccygeus. Indikasi pada atresia ani letak tinggi dengan gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum dan stenosis rektum.

Teknik operasi PSARP11 1. Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan. 2. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple. 3. Insisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm didepanya 4. Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complex. Os Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelah sehingga tampak dinding belakang rectum 5. 6. 7. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.

Perawatan Pasca Operasi PSARP : 11 a. Diberikan antibiotk intravena selama 3 hari, dan salep antibiotok selama 8- 10 hari. b. Dilakukan anal dilatasi pada 2 minggu pasca operasi dengan heger dilatation.

Umur Ukuran businasi 1-4 bulan 12 4-12 bulan 13 8 12 bulan 14 1 3 tahun 15 3 12 tahun 16 >12 tahun 17 Tabel 2.Ukuran businasi terhadap umur (sumber: http://www.bedahugm.net/atresia-ani/)

Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 3 hari Tiap 1 minggu Tiap 1 minggu Tiap 1 bulan

Dilatasi 1x dalam 1 bulan 1x dalam 1 bulan 2x dalam 1 bulan 1x dalam 1 bulan 1x dalam 3 bulan

Tabel 3. Frekuensi Dilatasi

Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi berikutnya dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi. 4,11 Indikasi tutup kolostomi apabila kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4 minggu, secara bertahap frekuensi diturunkan. Sebaiknya bila sewaktu didilatasi kembali terjadi penyempitan, nyeri, kesakitan, serta perdarahan, lakukan prosdeur ulang dari awal. 11

P.

Prognosis Hasil operasi kelainan anorektal meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP. 13 Beasley (1990) mendapatkan perjalanan klinis jangka panjang dari kelainan anorektal letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90% penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat diterima. Insidensi soiling pada penderita umur lebih 10 tahun lebih rendah dari penderita yang lebih muda. Insidensi Smearing atau Stainning tidak mengurang dengan bertambahnya usia. Pada kelainan anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang benar-benar bagus, 1/3 lagi dapat mengontrol kontinensia fekal. Pada wanita hasilnya lebih baik daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet. 6 Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen. Beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi mempunyai masalah-masalah kontinensia bila dilakukan pembedahan dibanding letak rendah. 10 Hasil klinis yang berbeda untuk setiap jenis malformasi. Tinjauan baru-baru ini

menunjukkan bahwa 100% dari pasien dengan atresia anus dan fistula perineal telah dapat mengontrol buang air besar, mereka dengan fistula vestibular 93,8%, yg berhubungan dgn bulbar uretra fistula 87,5%, anus imperforata tanpa fistula 85%, kloaka 83,3%, prostat rectourethral fistula 76,5%, dan bladderneck fistula 28,6%.9

Anda mungkin juga menyukai