Anda di halaman 1dari 18

1.

Bells Palsy ( Idiopatic seventh nerve paralys / idiopatic facial paralysis) DEFINISI Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf kranial yang merangsang otot-otot wajah. Karakteristik: dramatic, self limiting, unilateral paralis Etiologi: - acite otitis media - atmospheric pressure change/ perbedaan tek atmosfir ( menyelam/ terbang) - exposure to cold/ paparan dingin - iskemia dari nerfus dekat foramen stylomastoid - infeksi lokal dan sistermik - melkersson- rosenthal syndrome ( dpt menyebabkan kelumpuhan struktur anatomi yg lain, ttp jarang) - multiple sclerosis ( frekuensi terjadinya lbh bsr yaitu 1 dr 5 kasus) - pregnancy ( trimester 3, early eclamsia) Gejala klinis: Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal. Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup matanya di sisi yang terkena. kelumpuhan biasanya dikarakteristikkan dengan hilangnya muscular control secara mendadak pada satu sisi wajah. kaku, mask-like apearence dan tidak bisa tersenyum ( inability to smile), menutup mata, mengedipkan mata, menaikkan alis. ketika vertigo / tinnitus adalah major symptom--> suspect herpes zozter infection sudut mulut biasanya droops, menyebabkan air liur di atas kulit

serinbg

kata2 jadi tidak tegas and taste may be abnormal. Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah. bisa menyerang semua umur, tetapi paling sering pada usia pertengahan dan wanita lebih daripada pria ( 71%)

keterlibatan pada anak-anak biasanya kaitkan dengan viral invection, lyme disease atau

earache. Treatment: - histamine dan vasodilator - systermic corticosteroid n hyperbaric oxygen therapy Kedua terapi mengurangi durasi, durasinya berkuramg lambat pada 1-2 bulan dari onset, 82 persen sembuh dalam 6 bulan. - Beberapa ahli percaya bahwa kortikoteroid (misalnya prednison) harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu. - Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat, maka mata harus dilindungi dari kekeringan. Tetes mata pelumas digunakan setiap beberapa jam. - Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangasangan sarafnya bisa Membantu mencegah terjadinya kekakuan otot wajah. - Jika kelumpuhan menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan pembedahan untuk mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari lidah) ke dalam otot wajah yang lumpuh DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya. Bell's palsy selalu mengenai satu sisi wajah; kelemahannya terjadi tiba - tiba dan dapat melibatkan baik bagian atas atau bagian bawah wajah. Penyakit lainnya yang juga bisa menyebabkan kelumpuhan saraf wajah adalah: - Tumor otak yang menekan saraf, Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus (misalnya sindroma Ramsay Hunt) - Infeksi telinga tengah atau sinus mastoideus, Penyakit Lyme, Patah tulang di dasar tengkorak. Untuk membedakan Bell's palsy dengan penyakit tersebut, bisa dilihat dari riwayat penyakit, hasil pemeriksaan rontgen, CT scan atau MRI. Pada penyakit Lyme perlu dilakukan pemeriksaan darah. Tidak ada pemeriksaan khusus untuk Bell's palsy. PROGNOSIS Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam waktu 1-2 bulan. Prognosis pada kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian besar mengalami penyembuhan

sempurna. Untuk menentukan kemungkinan terjadinya penyembuhan total, bisa dilakukan pemeriksaan untuk menguji saraf wajah dengan menggunakan rangsangan listrik. Kadang saraf wajah membaik, tetapi membentuk hubungan yang abnormal yang menyebabkan timbulnya gerakan yang tidak dikehendaki pada beberapa otot wajah atau keluarnya air mata secara spontan. 2.Trigeminal Neuralgia ( TIC DOLOREUX) Facial neuralgia yg paling serius, dikarakteristikkan dengan extremly severe electric shocklike or lancinating ( nyeri tajam, menusuk), nyeri terbatas pada satu atau beberapa cabang dari nervus trigeminal. Etiologi: - sering idiopatik tetapi biasanya berkaitan dengan patosis d suatu tempat d sepanjang nervus. - brainstem tumor/ infarction ( kadang2) Gejala klinis: older than 40, Perempuan > laki: 1,17 : 1 cabang dr nervus trigeminal mungkin terpengaruh juga bisa lbh dr 1 cabang. Nyeri kadang-kadang bilateral extreme pain, datangnya tiba-tiba, lancinating/ nyeri perih. durasi kurang dr 2 menit nyeri bberkurang scr bertahap, dg penggunaan carbamazephine Berlangsung beberapa detik - 3 detik Sering disertai lakrimasi, kontraksi otot-otot. Insidens 4,3 per 100.000 populasi /tahun Sering pada usia dewasa setelah 40 thn, ditemukanjuga pada anak usia 12 thn. Nyeri tajam menusuk seperti kesetrum listrik -> 20-30 detik secara paroksismal. Unilateral (97%) dapat bilateral Paling sering pada cabang ke 2 & 3, Presipitasi mengunyah, menggigit,kontak pada daerah trigger zone. Pada saat ini belum ada tes yang reliabel dalam mendiagnosa trigeminal neuralg ia. Jadi diagnosa trigeminal neuralgia dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara teliti dan cermat. {Zakrzewska,1995} Trigeminal Neuralgia (TN) sering disebut Tic Doloureux, adalah salah satu gangguan nyeri yang paling sakit dan melemahkan badan. TN dikarakteristikkan oleh kekambuhan secara tiba-tiba, nyeri yang tajam, seperti tersengat listrik, yang hampir keseluruhan adalah bersifat unilateral. Semata-mata berhubungan dengan distribusi saraf trig paeminal, bertipe pemicu rabaan, dan tanpa kekurangan

saraf sensorik. Ini bersifat idiopatik (primer) yang menyebabkan lesi structural yang melibatkan system trigeminal atau berhubungan dengan beberapa proses neurological lainnya. Presentasi nyeri wajah neurogenic pada beberapa pasien bersifat atypical (tidak teratur). Atypical facial pain ini dimulai sebagai nyeri yang menyebar, susah dilokalisasi, yang digambarkan sebagai nyeri tumpul, sakit, terbakar, berdenyut, perlahan. Perawatan medis awal biasanya adalah terapi obat anticonvulsant, tricyclic antidepressant, dan reseptor modulator dalam satu atau kombinasi regimen. Terapi farmakologi efektif untuk beberapa pasien, bagaimanapun untuk beberapa, pengobatan ini tidak mengurangi nyeri dan/atau menghasilkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi dengan pengobatan signifikan dan morbiditas fungsional. Masalah trigeminal neuralgia biasanya digambarkan dengan spasme yang berat pada wajah tanpa diikuti hilangnya kekuatan atau sensasi. Hubungan rasa nyeri dengan rahang dan akar gigi juga menjadi catatan. Serangan rasa nyeri secara spontan, biasanya terjadi beberapa detik hingga menit, kejadian itu mungkin dapar berulang atau singkat Serangan pada setiap individu terkadang berlebihan dan jarang terjadi pada saat tidur Insiden terjadinya TN lebih banyak pada sisi kanan wajah, di atas usia 40 th, dan lebih banyak pada wanita Criteria klinis dari idiopatik diagnosa ( primer ) dari TN antara lain : a) Severe, nyeri proksimal b) Unilateral pain c) Nyeri yang terbatas, yang ditrisbusikan oleh nervus trigeminal d) Dapat dirasakan pada trigger area e) Tidak ada penurunan neuron sensor DD: - neuralgia inducting cavitational osteonecrosis (nico) of the jaw - gradenigo syndrome ( supurative otitis media, trigeminal nerve pain, abducens nerve palsy) - chronic paroxysmal hemicrania- TIC syndrome. Treatment: - topical capsaicin cream--> initial - anticonvulsan ( penythoin, carbamazepine, gabapentin) efektif untuk mengontrol nyeri, karena mengurangi konduksi pada natrium canal dan inhibit ectopic discharges. - nervous surgical method. Perawatan yang biasa dipakai untuk idiopatik TN yaitu perawatan medis dan operasi dalam pengobatan. Obat-obatan terdiri dari farmakologi dan non farmakologi, perawatan dengan operasi

terdiri dari banyak pheripheral dan intracranial neuroblative prosedur. Perawatan medis biasanya dengan terapi farmakologi dengan obat yaitu carbamazepin (Tegretol), Baclofen (Lioresal), gabapentin ( neurontin), topiramate (topamax), phenitoin (dilantin) atau clonazepam ( klonopin) dalam satuan atau kombinasi. Farmakologi biasanya efektif pada beberapa pasien, etapi bagaimanapun, pengobatan idak signifikan dan kadang tidak dapat ditoleransi. Bila perawatan medis tidak dapat dioleransi, maka operasi sangat disarankan. Jika perawatan dengan menggunakan operasi telah diperlukan, terdapat beberapa jenis prosedur pembedahan yang dianjurkan yaitu: a. Percutaneous stereotactic radiofrequency thermal rhizotomy (RTR) b. Glycerol rhizolysis (GR) c. Ballon compression (BC) dilakukan pada ganglion n.trigeminus d. Posterior fossa exploration e. Gamma knife radiosurgery (GKR) Masing-masing dibandingkan menurut efisiensinya, efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. 3. Atypical Facial Pain Nyeri presisten pada regio maxilo facial yang tidak cocok dengan kriteria diagnosis dari nyeri orofacial yang lain dan tidak mempunyai sebab yg dapat di identifikasi. Gejala klinis: - women > men - nyeri mungkin terlokalisasi pada area kecil dari wajah atau alveolus tetapi sering mempengaruhi hampir seluruh kuadran dan mungkin diperluas to the temple, neck or occipital area. - pasieb mempunyai kesulitan yg tinggi dalam mendeskibsikan nyeri, tetapi paling sering menggambarkan berulang, dalam, difus, gnawing ache, intense burning sensation, tertekan, atau nyeri tajam. - keterlibatan bilateral kadang-kadang terjadi dan nyeri sering dimulai atau ditingkatkan dari oral surgery dan restorative dental work. - mukosa yang dari kuadran yang terpengaruh menunjukkan normal, tetapi biasanya terdapat zone of increased temprature, tendernes, atau bone marrow activity. - Presentasi nyeri wajah neurogenic pada beberapa pasien bersifat atypical (tidak teratur). Atypical facial pain ini dimulai sebagai nyeri yang menyebar, susah dilokalisasi, yang digambarkan sebagai nyeri tumpul, sakit, terbakar, berdenyut, perlahan. Nyeri yang bervariasi

lokasi bervariasi dari unilateral ke seluruh wajah Kontinyu dengan eksaserbasi yang tajam Diprovokasi oleh stress Disembuhkan dengan terapi yang tepat Sering kali berasosiasi dengan nyeri ditempat lain dari Tubuh Penyakit yang harus dikesampingkan: - allergy of sinus - cracked tooth syndrome - head ache with refered pain to face - impigement of bone or blood vessel on nerve - infeksi: dental, perio, sinus, telinga - iskemik dan inflamatory marrow disease - myofacial pain - neuralgias - TMJ disorder - trauma pada nervus ( termasuk traumatic neuroma) - tumor DD: trigeminal neuralgia Treatment Perawatan medis awal biasanya adalah terapi obat anticonvulsant, tricyclic antidepressant, dan reseptor modulator dalam satu atau kombinasi regimen. Terapi farmakologi efektif untuk beberapa pasien, bagaimanapun untuk beberapa, pengobatan ini tidak mengurangi nyeri dan/atau menghasilkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi dengan pengobatan signifikan dan morbiditas fungsional. - sering sembuh tanpa terapi - obat: antikonvulsan, antidepresan, opioid - bedah 4. Migrain Definisi Sindrom neurologis yang ditandai oleh persepsi tubuh yang berubah, sakit kepala parah, dan mual. Secara fisiologis, sakit kepala migrain adalah suatu kondisi neurologist, lebih umum pada wanita daripada laki-laki. Gejala Sakit Kepala Migrain yang khas adalah unilateral (satu sisi / sebelah) dan berdenyut, biasanya berlangsung 4 72 jam. Gejalanya termasuk mual, muntah, photophobia (meningkatnya kepekaan

terhadap cahaya), dan phonophobia (meningkatnya kepekaan terhadap suara). Sekitar sepertiga orang yang menderita migrain merasakan aura-visual yang tidak biasa, penciuman, atau pengalaman indrawi lain yang merupakan tanda bahwa migrain akan segera terjadi. Ada bermacam sakit kepala migraine, beberapa berasal dari batang otak (brainstem) (menandai terjadinya disfungsi transpor interselular untuk ion-ion kalsium dan kalium) dan beberapa secara genetik dibuang. Studi terhadap orang-orang kembar menunjukkan 60 sampai 65 persen genetis berpengaruh pada kecenderungan mereka untuk menderita sakit kepala migrain. Selain itu, fluktuasi kadar hormon menunjukkan suatu hubungan migrain: 75 persen pasien dewasa adalah perempuan, meskipun migrain mempengaruhi jumlah yang sama kira-kira anak laki-laki dan perempuan sebelum puber; kecenderungan sakit kepala migrain diketahui menghilang selama kehamilan, meskipun pada beberapa perempuan sakit kepala migrain mungkin justru lebih sering selama kehamilan. Treatmen Perawatan awal penyakit migraine adalah dengan analgesik untuk sakit kepala, obat Antimuntah untuk mual, dan menghindari kondisi yang dapat memicu migrain. Penyebab migrain adalah idiopatik (timbul secara spontan atau tidak diketahui penyebabnya); teori yang diterima adalah suatu kelainan dari sistem kendali serotonergic, PET scan telah menunjukkan aura bertepatan dengan difusi depresi kortikal akibat peningkatan aliran darah (hingga 300% lebih besar daripada baseline). Pemicu Sakit Kepala Migrain Suatu pemicu migrain adalah faktor apapun yang, pada paparan atau penarikan, mengarah kepada pengembangan migrain akut. Pemicu dapat dikategorikan sebagai perilaku, lingkungan, infeksi, makanan, kimia, atau hormonal. Dalam literatur kedokteran, faktor-faktor ini dikenal sebagai precipitants. pemicu migrain: Reaksi alergi Lampu yang terang, suara keras, dan bau tertentu atau parfum, Fisik atau stres emosional, Perubahan pola tidur, Merokok atau terpapar asap, Makan berlebih, Alkohol, Fluktuasi siklus menstruasi, pil KB, hormon fluktuasi selama transisi menopause, Ketegangan sakit kepala, Makanan yang mengandung tyramine (anggur merah, keju yang dilayukan, ikan asap, hati ayam, buah ara, dan beberapa kacang-kacangan), monosodium glutamat (MSG) atau nitrat (seperti daging, hot dog, dan salami). Makanan lain seperti cokelat, kacang, selai kacang, alpukat, pisang, jeruk, bawang, produk susu, dan makanan yang difermentasi atau acar. Paling mungkin memicu migrain adalah, secara berurut: Suhu dan kelembaban. Kelembaban yang tinggi ditambah suhu tinggi atau rendah adalah penyebab terbesar. Perubahan cuaca yang signifikan Perubahan tekanan udara

5. Definisi

Neuralgia Glosofaringeal Idiopatik (NGI)

Nyeri sepintas , tiba-tiba , bersifat tajam didaerah telinga , dasar lidah , fosa tonsilaris atau dibawah sudut rahang bawah ( didaerah saraf ramus aurikularis N.IX ) Faktor Pamicu :Rotasi kepala , menelan ,mengunyah . Gejala Klinis Serangan nyeri paroksismal didaerah persarafan N.IX unilateral ( satu sisi ) yang berlangsung beberapa detik sampai kurang dari dua menit .Serangan tiba-tiba , tajam atau seperti terbakar di tenggorokan ( faring ). Intensitas berat . Alodinia dengan rangsang antara lain : menelan , mengunyah , bicara , batuk , menguap . Pada setiap penderita bentuk serangan sama ( stereotip ). Pemeriksaan Pemeriksaan Saraf :Tidak ada tanda-tanda kelainan struktural Adanya titik picu didaerah tonsil atau fauce. Pemeriksaan Penunjang :CT-scan , MRITerapi :Farmakologik : - Obat Penghilang rasa SakitInvasif Non Bedah : - Blok Saraf - Anestesi Lokal tosil pada titik picu ( trigger point )Bedah Reseksi ( pemotongan ) ligamentum Stiloideus . 6. Definisi adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah. Patofisiologi Patofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti. Periodisitasnya dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus (terutama nukleus suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging fungsional dengan positron emision tomografi (PET) dan pencitraan anatomis dengan morfometri voxel-base telah mengidentifikasikan bagian posterior dari substansia grisea dari hipotalamus sebagai area kunci dasar kerusakan pada cluster headache. Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat kompleks perikarotid/sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls simpatis dan parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai terjadinya fenomena otonom pada saat serangan. Peranan pasti dari faktor-faktor imunologis dan vasoregulator, sebagaimana pengaruh hipoksemia dan hipokapnia pada cluster headache masih kontroversial. Cluster headache

Penyebab Penyebab cluster headache masih belum diketahui. Cluster headache sepertinya tidak berkaitan dengan penyakit lainnya pada otak. Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international headache society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe : 1.Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya. 2.Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang dari dua minggu. Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya. Beberapa orang mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian. Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk menjelaskan karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat keluarga dengan cluster headache pada penderita, yang berarti ada kemungkinan faktor genetik yang terlibat. Beberapa faktor dapat bekerja sama menyebabkan cluster headache. Pemicu Cluster Headache Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster headache umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan hormonal atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster headache adalah merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah periode cluster dimulai, konsumsi alkohol dapat memicu sakit kepala yang sangat parah dalam beberapa menit. Untuk alasan ini banyak orang dengan cluster headache menjauhkan diri dari alkohol selama periode cluster. Pemicu lainnya adalah penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin, yang digunakan pada pasien dengan penyakit jantung. Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur yang normal, seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan baru atau jam kerja yang baru. Beberapa orang dengan cluster headache juga mengalami apnea pada saat tidur, suatu kondisi dimana terjadinya kolaps sementara pada dinding tenggorokan sehingga menyumbat jalan nafas berulang kali pada saat tidur. Peningkatan Sensitivitas dari Jalur Saraf Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di sekitar mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur nyeri utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi abnormal dari arteri yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan berdilatasi dan menyebabkan nyeri.

Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung tersumbat dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan sistem saraf otonom. Saraf yang merupakan bagian dari sistem ini membentuk suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi, menyebabkan nyeri pada mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi dengan apa yang disebut refleks trigeminal otonom. Para peneliti percaya bahwa masih ada proses yang belum diketahui yang melibatkan peradangan atau aktivitas pembuluh darah abnormal pada daerah ini yang mungkin terlibat menyebabkan sakit kepala. (1) Fungsi Abnormal dari Hipotalamus Serangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti jam 24 jam sehari. Siklus periode cluster seringkali mengikuti pola musim dalam satu tahun. Pola ini menunjukkan bahwa jam biologis tubuh ikut terlibat. Pada manusia jam biologis terletak pada hipotalamus yang berada jauh di dalam otak. Dari banyak fungsi hipotalamus, bagian ini mengontrol siklus tidur bangun dan irama internal lainnya. Kelainan hipotalamus mungkin dapat menjelaskan adanya pengaturan waktu dan siklus pada cluster headache. Penelitian telah menemukan peningkatan aktivitas di dalam hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan aktivitas ini tidak ditemukan pada orang-orang dengan sakit kepala lainnya seperti migraine. Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai tingkat hormon tertentu yang abnormal, termasuk melatonin dan testoteron, kadar hormon tersebut meningkat pada periode cluster. Perubahan hormon-hormon tersebut dipercayai karena ada masalah pada hipotalamus. Peneliti lainnya menemukan bahwa orang-orang dengan cluster headache mempunyai hipotalamus yang lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki cluster headache. Namun masih belum diketahui mengapa bisa terjadi kelainan-kelainan semacam itu. Tanda dan Gejala 1.Cluster headache menyerang dengan cepat, biasanya tanpa peringatan. Dalam hitungan menit nyeri yang sangat menyiksa berkembang. Rasa nyeri tersebut biasanya berkembang pada sisi kepala yang sama pada periode cluster, dan terkadang sakit kepala menetap pada sisi tersebut seumur hidup pasien. Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada periode cluster selanjutnya. Jauh lebih jarang lagi rasa nyeri berpindah-pindah setiap kali terjadi serangan. Rasa nyeri pada cluster headache seringkali digambarkan sebagai suatu nyeri yang tajam, menusuk, atau seperti terbakar. Orang-orang dengan kondisi ini mengatakan bahwa rasa sakitnya seperti suatu alat pengorek yang panas ditusukkan pada mata atau seperti mata di dorong keluar dari tempatnya. 2.Gelisah Orang-orang dengan cluster headache tampak gelisah, cenderung untuk melangkah bolak-balik atau duduk sambil menggoyang-goyangkan badannya ke depan dan ke belakang untuk mengurangi rasa sakit. Mereka mungkin dapat menekan tangannya pada mata atau kepala atau meletakkan es

ataupun kompres hangat pada daerah yang sakit. Berlawanan dengan orang-orang dengan migraine, orang-orang dengan cluster headache biasanya menghindari untuk berbaring pada masa serangan karena sepertinya posisi ini hanya menambah rasa sakit. 3.Mata Berair dan Hidung Tersumbat Cluster headache selalu dipicu oleh respon sistem saraf otonom. Sistem ini mengontrol banyak aktivitas vital tanpa disadari dan kita tidak harus memikirkan apa yang dilakukannya. Contohnya, sistem saraf otonom mengatur tekanan darah, denyut jantung, keringat dan suhu tubuh. Respon tersering sistem otonom pada cluster headache adalah keluarnya air mata berlebihan dan mata merah pada sisi yang sakit. Tanda dan gejala lainnya yang mungkin bersamaan dengan cluster headache antara lain : Lubang hidung tersumbat atau berair pada sisi kepala yang terserang. Kemerahan pada muka. Bengkak di sekitar mata pada sisi wajah yang terkena. Ukuran pupil mengecil. Kelopak mata sulit untuk dibuka. Tanda dan gejala tersebut hanya terjadi selama masa serangan. Namun demikina pada beberapa orang kelopak mata yang sulit ditutup dan mengecilnya ukuran pupil tetap ada lama setelah periode serangan. Beberapa gejala-gejala seperti migraine termasuk mual, fotofobia dan fonofobia, serta aura dapat terjadi pada cluster headache. Karakteristik Periode Cluster Suatu periode cluster umumnya berlangsung antara 2 sampai 12 minggu. Periode cluster kronik dapat berlanjut lebih dari satu tahun. Tanggal permulaan dan jangka waktu dari tiap-tiap periode cluster seringkali dengan sangat mengagumkan konsisten dari waktu ke waktu. Untuk kebanyakan orang, periode cluster dapat terjadi musiman, sperti tiap kali musim semi atau tiap kali musim gugur. Adalah biasa untuk cluster bermula segera setelah salah satu titik balik matahari. Seiring dengan waktu periode cluster dapat menjadi lebih sering, lebih sulit untuk diramalkan, dan lebih lama. Selama periode cluster, sakit kepala biasanya terjadi tiap hari, terkadang beberapa kali sehari. Suatu serangan tunggal rata-rata berlangsung 45 sampai 90 menit. Serangan terjadi pada waktu yang sama dalam tiap 24 jam. Serangan pada malam hari lebih sering daripada siang hari, seringkali berlangsung 90 menit sampai 3 jam setelah tertidur. Waktu tersering terjadinya serangan adalah antara jam satu sampai jam dua pagi, antara jam satu sampai jam tiga siang dan sekitar jam sembilan malam. Diagnosis Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit kepala juga merupakan faktor yang

penting. Keterlibatan fenomena otonom yang jelas adalah sangat penting pada cluster headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan. Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan diantara serangan. Cluster headache adalah suatu diagnosis klinis, pada kasus-kasus yang jarang lesi struktural dapat menyerupai gejala-gejala dari cluster headache, menegaskan perlunya pemeriksaan neuroimaging. Uji yang dilakukan adalah CT- Scan dan MRI. Terapi Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari pengobatan adalah menolong menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat simtomatik dan profilaktik. Obta-obat simtomatik bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan cluster headache, sedangkan obat-obat profilaktik digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala. Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat pengobatan simtomatik harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral. Pengobatan simtomatik termasuk : 1.Oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7 liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50 sampai 90 % orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15 menit. Kerugian utama dari penggunaan oksdigen ini adalah pasien harus membawa-bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin hanya menunda daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali. 2.Sumatriptan. Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine, juga efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan keefektifannya. Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada

inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi. 3.Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau bradikardi. 4.Obat-obat profilaksis : - Anti konvulsan. Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di pusat nyeri. -Kortikosteroid. Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selam beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache masih belum diketahui. 5.Pembedahan Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau pada orang-orang yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan. Seseorang yang akan mengalami pembedahan hanyalah yang mengalami serangan pada satu sisi kepal saja karena operasi ini hanya bisa dilakukan satu kali. Orang-orang yang mengalami serangan berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi. Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati cluster headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang bertanggungjawab terhadap nyeri. Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya radio frekuensi pericutaneus, gangliorhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah terbukti berhasil mengobati cluster headache. Namun demikian terjadi efek samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa. Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang parah memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang signifikan.

Prognosis 80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk mengalami serangan berulang. Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4 sampai13 % penderita. Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita, terutama pada cluster headache tipe episodik. Umumnya cluster headache adalah masalah seumur hidup. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat cluster headache tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk. 7. Burning Mouth Syndrome Sindrom mulut terbakar (juga disebut oral dysesthesia) terjadi sangat sering terjadi pada wanita setelah menopause. Bagian mulut yang paling sering terkena adalah lidah (nyeri pada lidah disebut glossodynia). Rasa terbakar menyakitkan bisa mempengaruhi seluruh mulut (terutama lidah, bibir, dan atap mulut [palate]) atau hanya lidah. Rasa tersebut kemungkinan berlanjut atau sebentarsebentar disertai rasa terbakar termasuk mulut kering, haus, dan rasa yang berubah. Kemungkinan konsekwensi termasuk perubahan kebiasaan makan, sifat lekas marah, depresi, dan penghindaran pada orang lain. Sindrom mulut terbakar tidak sama dengan rasa tidak nyaman sementara yang kebanyakan orang alami setelah makanan yang mengiritasi atau makanan asam. Sindrom mulut terbakar kurang baik dipahami. Yang kemungkinan menghadirkan sejumlah keadaan yang berbeda dengan penyebab yang berbeda tetapi gejala yang umum. Penyebab umum adalah penggunaan antibiotik, yang merubah keseimbangan bakteri di dalam mulut, menyebabkan jamur candida sangat berkembangbiak (keadaan yang disebut sariawan). Gigi palsu yang tidak pas dan alergi terhadap bahan-bahan gigi kemungkinan penyebab paling mungkin. Penggunaan berlebihan pada pencuci dan semprotan mulut yang bisa menyebabkan sindrom lidah terbakar, seperti apa saja yang membuat mulut kering, seperti alkohol atau penggunaan tembakau, dan berbagai pengobatan. Kepekaan terhadap makanan tertentu dan pewarna makanan, terutama sekali asam sorbic dan asam benzoat (bahan pengawet makanan), propylene glycol (ditemukan sebagai moustirising agen pada makanan, obat-obatan, dan kosmetik), chicle (ditemukan pada beberapa permen karet), dan kayu manis, bisa memainkan beberapa peranan. Kekurangan vitamin, termasuk B12, asam folat, dan B-kompleks, bisa menyebabkan sindrom mulut terbakar. Kekurangan zat besi juga termasuk di dalamnya. Keadaan tersebut mudah didiagnosa oleh dokter tetapi sulit untuk diobati. Sering minum air atau mengunyah permen karet bisa membantu mulut tetap lembab. Antidepresan, seperti nortriptyline, atau obat-obatan antianxiety, seperti clonazepam, kadangkala sangat membantu, meskipun obatobatan ini bisa membuat gejala-gejala memburuk dengan menyebabkan mulut kering. Kadangkala gejala-gejala timbul tanpa pengobatan tetapi bisa kembali kemudian.

8.Sindrom Rasa Sakit Disfungsi Sendi temporomandibular sangat rentan terhadap berbagai jenis kerusakan yang diakibatkan dari luar seperti trauma, atau dari dalam seperti tumor atau artritis. Disfungsi sendi temporomandibular sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat. Beberapa disfungsi menyebabkan masalah dalam penggunaan sendi temporomandibular namun sebagian lagi tidak menyebabkan masalah. Disfungsi yang parah, seperti sendi yang berfungsi, dapat menyebabkan nyeri dan mungkin tindakan bedah. Sakit otot dan sendi berhubungan dengan pergeseran mandibula karenaa kontak oklusi prematur. Pada beberapa kasus, perawatan ortodonti diperlukan untuk menghilangkan ketidakteraturan yang besar; walaupun problem ringan ditangani dengan pengasahan oklusal. Tidak bijaksana untuk melakukan pengasaan oklusal segera setelah perawatan ortodonti karena dapat terjadi pergerakan gigi selama periode tersebut. Pada orang dewasa penyesuaian oklusi dapat dilakukan dengan aman enam bulan setelah pesawat retensi lepas, asalkan oklusi terlihat stabil3. Penyebab Trauma merupakan penyebab utama disfungi (TMD). Menurut Jurnal American Dental Association tahun 1990, 40% to 99% kasus TMD merupakan akibat trauma. Trauma yang sederhana seperti pukulan pada rahang atau sesuatu yang lebih kompleks seperti yang mengenai kepala, leher dan rahang. Penelitian terbaru juga menunjukkan benturan terhadap pengaman "airbag" dalam kendaraan dapat menyebabkan TMD. Setiap sendi dalam tubuh memiliki pergerakan yang terbatas. Jika rahang dibuka terlalu besar dalam jangka waktu yang lama atau dipaksa terbuka, ligamen bisa robek. Bahkan ketika rahang dibuka secara normal, terdapat dislokasi sebagian dari sendi temporomandibular. Akan tetapi, jika rahang dibuka melebihi batas normal, dislokasi muncul atau diskus pemisah bisa rusak. Gejala TMD yaitu nyeri telinga, otot rahang ngilu, nyeri di dahi atau, cliking, rahang terkunci, kesulitan membuka mulut, nyeri kepala-leher5. Dari sejumlah besar literatur tentang disfungsi ini, tampak seakan akan suatu konsensus bahwa sindrom dibentuk oleh satu atau beberapa gejala sebagai berikut: 1. kliking sendi 2. ketidakmampuan untuk membuka mulut leber lebar sementara (locking). 3. Rasa sakit yang berhubungan dengan sendi dan otot kunyah. 9. Ankilosis Defenisi Sebagai penyatuan jaringan fibrous atau tulang antara kepala kondilar dengan fosa glenoidalis yang dapat menyebabkan keterbatasan dalam membuka mulut sehingga menimbulkan masalah dalam pengunyahan, berbicara, estetis, kebersihan mulut pasien dan masalah psikologis. 5,7-12 Ankilosis juga merupakan immobilisasi atau fiksasi sendi akibat keadaan yang patologis yang dapat bersifat intrakapsular atau ekstrakapsular.

Etiologi Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ankilosis sendi temporomandibula antara lain : Trauma Trauma merupakan penyebab utama dari ankilosis sendi temporomandibula. Menurut Ellis, fraktur kondilar khususnya fraktur pada leher kondilar merupakan penyebab utama terjadinya ankilosis pada sendi temporomandibula. Tetapi pada awal tahun 1978, Laskin menguraikan beberapa faktor yang mendukung terjadinya trauma pada mandibula sehingga mengakibatkan ankilosis yaitu : a). Usia pasien Pada pasien yang masih muda, kapsula belum berkembang dengan baik sehingga memudahkan dalam terjadinya pergeseran kondilar dari fosa glenoidalis. b). Tingkat keparahan trauma Kerusakan dari kondilus, diskus dan fosa dipengaruhi oleh derajat keparahan trauma. c). Lokasi fraktur Cedera pada intrakapsular mempunyai dampak yang lebih besar dalam terjadinya ankilosis. d). Diskus artikularis Kontak langsung antara kondilus yang patah dengan fosa glenoidalis dapat menyebabkan berkembangnya ankilosis. e). Durasi immobilisasi Laskin menyatakan bahwa meskipun percobaan untuk membuat ankilosis buatan dengan memperpanjang waktu dari fiksasi tidak berhasil, tetapi hal ini tidak menghilangkan peran dari durasi immobilisasi sebagai faktor etiologi. 2). Stills disease ( Artritis kronik juvenil) dan artritis rhematoid Kerusakan sendi secara kronik, deformitas dan terbatasnya pertumbuhan mandibula dapat disebabkan oleh penyakit oligoarticular rheumatoid juvenil. 3). Inflamasi pada sendi Artritis septik dan artritis tuberkulosa dapat menyebabkan ankilosis. 4). Riwayat bedah pada sendi temporomandibula Pada pasien yang telah mengalami pembedahan pada sendi temporomandibulanya apabila permukaan dari sendi tidak sembuh secara tepat maka permukaan tersebut akan lebih meradang dan jaringan yang fibrotik akan melekat pada diskus sehingga dapat berpotensi menjadi ankilosis. 5). Bedah ortognatik

Efek dari operasi bimaksiler pada kondilar telah diketahui secara jelas dimana perubahan-perubahan pada posisi kondilar dapat mempengaruhi artikulasi dan fungsi secara signifikan. 6).Penyebab lainnya Ankilosis kongenital biasanya dihubungkan dengan forcep yang digunakan pada waktu melahirkan dimana forcep tersebut menyebabkan kerusakan pada sendi temporomandibula pada neonatus.

Klasifikasi :Terdapat beberapa klasifikasi yang dipergunakan untuk menjelaskan ankilosis sendi temporomandibula. Topazian (1966) mengklasifikasikan ankilosis sendi temporomandibula antara lain :2 1) Tipe I :Perlekatan fibrous pada atau di sekitar sendi yang membatasi pergerakan kondilar. 2) Tipe II. :Pembentukan tulang antara kondilus dan fosa glenoidalis 3) Tipe III :Penyatuan leher kondilus pada fosa secara menyeluruh.

Kazanjian mengklasifikasikan ankilosis sendi temporomandibula sebagai berikut : 1) Ankilosis murni/ ankilosis intra artikular Suatu kondisi dimana terjadi perlekatan tulang atau fibrous terhadap sendi. 2) Pseudoankilosis/ ankilosis ekstra artikular Ankilosis yang terjadi akibat penyakit yang tidak berhubungan secara langsung dengan sendi.

Selain itu, terdapat juga klasifikasi menurut Sawhney yang mengklasifikasikan ankilosis sendi temporomandibula antara lain : 1) Tipe I: Pembentukan tulang yang minimal, tetapi perlekatan fibrous meluas sampai di sekitar sendi. 2) Tipe II:Terjadi pembentukan tulang khususnya pada pinggiran permukaan sendi. 3) Tipe III:Pembentukan tulang antara mandibula dengan tulang temporal. 4) Tipe IV:Digantikannya sendi dengan massa tulang.

Gejala Klinis Gejala-gejala yang diakibatkan oleh ankilosis pada sendi temporomandibula dapat dilihat dari aspek fungsional,estetis, dan psikologi. Ankilosis pada mandibula dapat menyebabkan yaitu: 9 1). Keterbatasan pada pergerakan rahang

2). Berkurangnya fungsi pengunyahan 3). Keterbatasan pada pembukaan mulut 4). Terhambatnya pertumbuhan wajah 5). Pengucapan yang tidak jelas 6). Pertumbuhan mandibula berkurang sehingga menyebabkan bird face 7). Asimetri pada wajah apabila ankilosis terjadi hanya pada satu sisi 8). Susah bernafas dan menelan 9). Mendengkur dan susah bernafas saat tidur 10).Gigi yang tidak teratur akibat kurangnya ruang untuk erupsi komponen gigi yang normal

Anda mungkin juga menyukai