Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 49 TAHUN DENGAN HEPATITIS C, BATU GINJAL, HIDRONEFROSIS, ANEMIA MIKROSITIK

OLEH GABRIELA REGINATA 406117068

PEMBIMBING : dr. IDIL FITRI, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBAR PENGESAHAN Laporan kasus


SEORANG PEREMPUAN 49 TAHUN DENGAN HEPATITIS C, NEFROLITIASIS, HIDRONEFROSIS, ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM

Telah didiskusikan tanggal:

Pembimbing Dr. Idil Fitri, Sp.PD

Pelapor Mengetahui

Gabiela Reginata Sp.PD (406117068)

Dr. Amrita,

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kudus

DAFTAR MASALAH

N O 1. 2. 3. 4.

AKTIF
HEPATITIS C NEFROLITIASIS HIDRONEFROSIS ANEMIA MIKROSITIK

TANGGAL
10 06 2012 10 06 2012 10 06 2012 09 07 2012

IDENTITAS PENDERITA
NAMA UMUR JENIS KELAMIN AGAMA PEKERJAAN ALAMAT MASUK RSUD DIKASUSKAN KELUAR RSUD NO. CATATAN MEDIK RUANG STATUS : Ny. S : 49 tahun : perempuan : Islam : pembantu : Wergu Wetan 04/03 Kudus : 6 Juli 2012 : 8 Juli 2012 : 16 Juli 2012 : 637035 : Bougenville II : JAMKESDA

DATA DASAR
A. ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan penderita dan alloanamnesis dengan anak penderita tanggal 8 Juli 2012

KELUHAN UTAMA: sakit perut RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Tanggal 6 Juli 2012 pasien datang ke IGD dengan keluhan sakit perut terutama di sebelah kanan atas selama kurang lebih 1 minggu, nyerinya terus-menerus, dan menganggu aktivitasnya. Mata dan tubuh penderita

tampak kuning sudah 4 hari. Penderita merasa lemas dan bertambah bila melakukan pekerjaan. Penderita juga mengeluh pusing, mual, muntah 3 kali sehari berisi makanan dan air selama 3 hari, tidak napsu makan, demam tidak tinggi selama 4 hari, tidak naik turun, tidak menggigil. Penderita mengeluh buang air besar keras dan berwarna seperti dempul selama 3 hari. Buang air kecil warnanya seperti teh selama 2 hari. Karena badannya sangat lemas dan hampir pingsan, maka penderita dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD dan disarankan mondok. Penderita belum pernah berobat untuk keluhan ini. Yang dirasakan pasien sampai saat ini adalah nyeri perut kanan atas, mual, tidak ada muntah, belum BAB, dan BAK seperti teh.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:


Riwayat hepatitis (+) Riwayat anemia (+) Riwayat nefrolitiasis (+) Riwayat hidronefrosis (+) Riwayat suntik KB (+) Riwayat transfusi darah (-) Riwayat berganti pasangan (-) Riwayat konsumsi alcohol (-) Riwayat BAB sulit (+) Riwayat ISK (-) Riwayat hipertensi (-) Riwayat DM (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:


Tidak ada keluarga yang sakit hepatitis maupun batu ginjal

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI:


Penderita seorang pembantu, 2 anak, suami tidak tahu dimana. Biaya ditanggung Jamkesda RIWAYAT STATUS GIZI:

Sejak sakit, nafsu makan menurun, hanya makan sedikit-sedikit, setiap makan 5 sendok makan, lauknya sayur, tahu, tempe, kadang daging dan telur

RIWAYAT PERAWATAN DAN PENGOBATAN:


Penderita pernah dirawat di rumah sakit Mardi Rahayu bulan lalu (10 Juni 2012) selama 5 hari. Perawatan di Bougenville II RSUD Kudus Juli 2012 dengan problem sebagai berikut: 1. Hiperbilirubinemia 2. Hepatomegali 3. Anemia mikrositik hipokromik 4. Nefrolitiasis 5. Hidronefrosis 6. Albuminuria 7. Bilirubinuria 8. Hematuria Pengobatan yang telah diberikan: Infus NaCl 20 tpm Cefotaxim 2 x 1 gr Curcuma 3 x 1 tablet Methioson 3 x 1 Antasid 4x 2 C Spironolacton 2 x 100 mg Ranitidin 2 x 1 ampul

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum Lemah, kesadaran kompos mentis

TB : 165 cm

BB : 50 kg

BMI : 18,53 kg/m2 Kesan: normoweight Tanda Vital cukup Laju Pernafasan Suhu Kulit Kepala Mata : 20 x/mnt : 36,0 C (axiler) Tekanan Darah Nadi : 100/70 : 86 x/mnt, reguler, isi

Ikterik (+), anemis (+), sianosis (-) Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut, turgor kulit dahi cukup. Penglihatan baik, konjungtiva palpebrae pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil isokor diameter 2 mm, refleks cahaya (+/+). Penciuman baik, nafas cuping hidung tidak ada. Bentuk rahang normal, mukosa tidak kering, papil lidah tidak atrofi, bercak ungu (-), hipertrofi gingiva (-), gusi berdarah (-) JVP R-2cmH2O, tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, trakea di tengah. Bentuk dada simetris, sela iga tidak melebar, simetris statis dinamis, pembesaran kelenjar limfe tidak ditemukan, spider naevi (-), nyeri tekan sternum (-)

Hidung Mulut

Leher

Dada

Jantung Inspeksi Palpasi Ictus Cordis tidak tampak Ictus Cordis teraba di ICS V MCLS, tidak kuat angkat, tidak melebar, pulsasi parasternal tidak ada, pulsasi epigastrium tidak ada, sternal lift tidak ada, thrill sistolik/diastolik tidak ada. Batas atas : ics II parasternal line sinistra

Perkusi

Batas kanan: ics IV parasternal line dextra Batas kiri: ics V midclavicula line sinistra Auskultasi Suara jantung I-II murni HR :86 x/mnt, reguler, gallop (-), bising (-) Paru-paru Depan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Kanan kiri simetris statis dinamis Stem fremitus kanan sama dengan kiri Sonor seluruh lapangan paru Suara dasar vesikuler, suara tambahan tidak ada Sela iga tidak melebar, venektasi (-), kanan kiri simetris statis dinamis Stem fremitus kanan sama dengan kiri Sonor seluruh lapangan paru Suara dasar vesikuler, suara tambahan tidak ada

Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Membuncit Bising usus (+) normal Redup di regio hipocondriaca dextra, pekak alih (-), liver span 13 cm, nyeri ketok sudut kostovertebra (-) Supel, hepar teraba 3cm dibawa arcus costae konsistensi keras dengan permukaan rata, tepi tumpul, lien tidak

Palpasi

teraba, ballotement (-), nyeri tekan regio hipocondriaca dextra dan regio lateralis dextra, nyeri ketok sudut kostovertebrae (-) Genitalia RT Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekstremitas

Superior -/-

Inferior

Pembesaran kel. Limfe axiler

Pembesaran kel. Limfe Inguinal -/Edema Sianosis Petechiae Gerakan Kekuatan Tonus -/-/-/+/+ 5/5 normal -/-/-/+/+ 5/5

-/-

normal

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Data yang sudah ada sebelum dikasuskan) HEMATOLOGI


WBC RBC HGB HCT PLT

10 Juni 2012
/mm /mm gr/dl % /mm < 3.5 11.0 > < 3.80 5.80 > < 11.0 16.5 > < 35.0 50.0 > < 150 440 >

: 10,57 : 4,52 : 13,0 : 38 : 337

MCV MCH

: 81 : 28,8

m pg

< 80 97 > < 26.5 33.5 >

MCHC RDW MPV PDW

: 34,2 : 14,9 : 10,5 : 12,8

g/dl % m %

< 31.5 35.0 > < 10.0 15.0 > < 6.5 11.0 > < 10.0 18.0 >

LYMFOSIT : 4,3 % MONOSIT : 5,3 %

< 17.0 48.0 > < 4.0 10.0 >

EOSINOFIL : 0,2 % BASOFIL : 5,3 %

< 1-3 > < 4.0 10.0 >

KIMIA DARAH

10 Juni 2012
: 160 mg/dl : 27.1 mg/dl : 1,20 mg/dl : 188,8 : 256,9 U/I U/I H < 70 150 > < 11.0 55.0 > < 0.6 1.36 > H H ( <37 ) ( < 41 ) < 3.6 5.5 < 135 155 H <

Gula darah sewaktu Ureum Creatinin SGOT SGPT Kalium > Natrium > Calsium 8,5-10,2 >

: 4,20 mmol/l : 138,2 mmol/l mmol/l

: 10,37

IMUNOSEROLOGI 10 Juni 2012


Anti HCV : 8,56 (Reaktif : >= 1 ) POSITIF

KIMIA DARAH
Bilirubin total SGOT SGPT

13 Juni 2012
: 6,26mg/dl : 61,4U/I : 101,1 U/I H H < 0.1 1.2 >

( <37 ) H ( < 41 )

URINE 10 JUNI 2012 Albumin Reduksi Bilirubin : positif 2 : negatif : positif 1

Reaksi pH : 6,5 (4,8-7,4) Urobilinogen Benda keton Nitrit : normal : negatif

: negatif

Berat jenis : 1,015 (1,015-1,025) Darah samar Leukosit : positif 2

: negatif

Vitamin C : postif 1 Epitel ren Epitel sel Eritrosit Leukosit Silinder Parasit Bakteri Bakteri :0 : 1-3 (5-15) : 20-25 (0-1) : 3-4 (3-5) :0 : negatif : negatif : negatif

Jamur Kristal

: negatif : negative

USG 10 Juni 2012

HASIL PEMERIKSAAN USG ABDOMEN : Hepar : ukuran tak membesar, parenkim heterogen, tak tampak nodul, eksogenisitas parenkim normal, tak tampak dilatasi duktus biliaris, vena porta, maupun vena hepatica Gall blader : bentuk dan ukuran normal, tak tampak batu maupun sludge Pankreas : ukuran normal, parenkim homogen, tak tampak dilatasi duktus biliaris Lien : ukuran tak membesar, tak tampak dilatasi vena lienalis Ginjal kanan : membesar, parenkim menipis, tampak dilatasi PCS, dengan ureter proksimal melebar, curiga batu 1/3 tengah Ginjal kiri : tak membesar, PCS melebar, batu di ren kiri ukuran 0,6cm Vesica urinaria : dinding regular tak menebal, tak tampak batu Uterus : ukuran normal, parenkim homogen Adneksa : tak tampak massa di kedua adneksa KESAN : SUSPECT HEPATITIS HIDRONEFROSIS D / S, KANAN LEBIH BERAT CURIGA BATU 1/3 TENGAH REN DEXTRA BATU REN SNISTRA

PEMERIKSAAN LAB DARAH 6 JULI 2012: WBC RBC HGB HCT PLT : 8,0 : 3,34 : 9.0 : 25,4 : 227 /mm /mm /mm L gr/dl L % < 3.5 10.0 > < 3.80 5.80 > < 11.0 16.5 > L < 35.0 50.0 >

< 150 390 >

PCT

: .159

< .100 - .500 >

MCV MCH MCHC RDW MPV PDW

: 76 : 26,8 : 35,8 : 16.3 : 7.0 : 9.7

m pg

< 80 97 > < 26.5 33.5 >

g/dl % m % L H

< 31.5 35.0 >

< 10.0 15.0 > < 6.5 11.0 > < 10.0 18.0 >

LYM

: 17,9 % < 17.0 48.0 > < 1.2 3.2 >

LYM

: 1,4 10/mm

MON : 5,1 % < 4.0 10.0 > < 0.3 0.8 > GRA : 77,0% H < 43.0 76.0 > < 1.2 6.8 >

MON : 0.4 10/mm GRA : 6,2 10/mm

KIMIA DARAH

6 Juli 2012
: 7,27mg/dlH : 5,38mg/dlH < 0.1 1.2 >

Bilirubin total Direk Indirek SGOT 61 U/I H ( <37 ) SGPT 99 U/I 41 ) H :

< 0.0 0.2 > < 0.0 1.0 >

: 1.89mg/dlH

: (<

EKG 6 Juli 2012


Rhythm Heart rate x/mnt : SINUS : 75

Regularity : reguler Axis : normoaxis P wave : normal PR interval : normal QRS complex : -Q patologis : (-) -R wave progression : Normal -R di V5 + S di V2 : < 35 -R bivasik : (-) ST segmen : isoelektris T wave : inverted (-) Kesan : normo sinus rhythm

PEMERIKSAAN KIMIA DARAH 7 JULI 2012 Ureum Creatinin SGOT SGPT Kalium Natrium Chlorida : 0.8 : 50 : 84 : 34,7 mg/dl mg/dl U/I U/I H H < 11.0 55.0 > < 0.6 1.36 > ( <37 ) ( < 41 ) L < 3.6 5.5 >

: 3,5 mmol/l : 138 mmol/l : 104 mmol/l

< 135 155 > < 75 - 106>

PEMERIKSAAN SEROLOGI : HBsAg (-)

PROBLEM AKTIF 1. Hepatitis C 2. Nefrolitiasis 3. Hidronefrosis 4. Anemia mikrositik

RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Problem 1 Ass : Hepatitis C : akut, kronik kausa hepatitis C Plan Dx (SGOT/SGPT) Tx : Anamnesis klinis dan pemeriksaan lab kimia darah : Infus RL 14 tpm Terapi suportif Curcuma 3 x 1 tablet Methioson 3 x 1 Mx bilirubin Ex penularan, dan : Menjelaskan tentang penyakit, prognosis, cara pemeriksaan yang perlu dilakukan Menjelaskan pada pasien tentang pentingnya vaksin hepatitis B dan A : Keluhan Subjektif, tanda vital, kimia darah SGOT/SGPT,

Problem 2 Ass Plan

: Nefrolitiasis : jenis batu, ada atau tidaknya infeksi

Dx : Anamnesis tanda klinis infeksi, pemeriksaan fisik dan penunjang lain Analisis batu, BNO-IVP, urinalisis, kultur urin, urin 24 jam, tes fungsi ginjal, elektrolit darah Tx : suportif, diuretik Spironolakton 2 x 100 mg, antispasmodik,

antimikroba jika infeksi, batu kalsium : kalium sitrat, batu urat : allopurinol, pengaturan diet Mx creatinin Ex yang dilakukan. Menganjurkan pada pasien agar minum banyak air (bila fungsi ginjal masih baik), batasi makanan garam, protein, kalsium Konsul ke bagian bedah : Menjelaskan tentang penyakit, terapi, dan pemeriksaan : Keluhan Subjektif, tanda vital, urin 24 jam, ureum

Problem 3 Ass Plan Dx Tx Mx Ex akan dilakukan

: Hidronefrosis : etiologi sumbatan, letak sumbatan, fungsi ekskresi : BNO-IVP, Renogram : suportif, pengaturan diet : Keluhan Subjektif, tanda vital : Menjelaskan tentang penyakit dan pemeriksaan yang Konsul bedah

Problem 4 Ass Plan

: Anemia mikrositik : etiologi dan penyakit dasar anemia

Dx : pemeriksaan penyaring meliputi pengukuran kadar Hb, indeks eritrosit, hapusan darah tepi; pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung

leukosit, trombosit, retikulosit, LED; pemeriksaan sumsum tulang; pemeriksaan Fe serum, TIBC, Feritin Tx atas indikasi Mx Ex : Keluhan Subjektif, tanda vital, Hb, reaksi transfusi : Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan, terapi/transfusi, dan reaksi transfusi yang akan dilakukan : terapi suportif, terapi kausa dasar anemia, transfuse

RINGKASAN
Seorang perempuan umur 49 tahun datang dengan keluhan sakit perut terus-menerus terutama di sebelah kanan atas selama kurang lebih 1 minggu, mata dan tubuh kuning sudah 4 hari, lemas, mual,muntah 3 kali, pusing, selama 3 hari, demam tidak tinggi selama 4 hari, buang air besar keras dan berwarna seperti dempul selama 3 hari, buang air kecil warnanya seperti teh selama 2 hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : sklera ikterik (+/+), konjungtiva palpebra pucat (+/+), liver span 13 cm, Redup di regio hipocondriaca dextra, teraba hepar 3 cm di bawah arcus costae, konsistensi keras, permukaan rata, tepi tumpul, nyeri tekan hipokondriaka kanan dan regio lateralis dextra. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : hiperbilirubinemia 6,26 mg/dl, SGOT 188,8 U/I, SGPT 256,9 U/I, limfositopenia 4,3%, peningkatan gula darah 160 mg/dl, hiperkalsemi 10,37, anti HCV 8,56,reaktif positif, anemia 9,0/mm.Pada pemeriksaan didapatkan : albuminuria +2, bilirubinuria +1, hematuria 20-25 eritrosit. Pada USG abdomen didapatkan : suspek hepatitis, hidronefrosis dextra et sinistra, batu 1/3 tengah ren dextra, batu ren sinistra

PERMASALAHAN
Pasien Hepatitis C bagaimana penangannya ? Mengapa pasien ini mengalami anemia ?

CATATAN KEMAJUAN 8 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif : Sakit perut, badan kuning, pusing, mual, sudah tidak muntah, tidak napsu makan, belum BAB, BAK seperti teh Objektif : : Compos mentis, lemas : 110/70 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR

: 88 x/mnt : 37 C : 22 x/mnt

Mata : sklera ikterik (+/+), konjungtiva palpebra pucat (+/+) Abdomen : Redup di regio hipocondriaca dextra, liver span 13 cm, teraba hepar 3 cm di bawah arcus costae, konsistensi keras, permukaan rata, tepi tumpul, nyeri tekan hipokondriaka kanan dan regio lateralis dextra Assessment :

Hepatitis C, nefrolitiasis, hidronefrosis, anemia mikrositik Plan Therapy NS 14 tpm Curcuma 3 x 1 Methioson 3 x 1 Antasid 4 x 2 C Spironolakton 2 x 100 mg Cefotaxim 2 x1 gr Ranitidin 2 x 1 :

Plan Monitor -

Keluhan subjektif, pemeriksaan fisik, tanda vital, SGPT,SGOT, Bilirubin, Hb :

Plan Edukasi -

Menjelaskan tentang penyakit kepada pasien dan keluarga, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan yang akan dilakukan.

9 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : BAK sudah tidak seperti teh : : Compos mentis : 120/70 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR Assessment belum teratasi

: 84 x/mnt : 36,6 C : 22 x/mnt : Hepatitis C, nefrolitiasis, hidronefrosis, anemia mikrositik

10 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : BAB, BAK normal : : Compos mentis : 120/80 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu

: 88 x/mnt : 37 C

11 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : belum napsu makan : : Compos mentis : 110/80 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR

: 84 x/mnt : 36,7 C : 22 x/mnt

KIMIA DARAH

11 Juli 2012
: 4,00mg/dlH : 2,62mg/dlH < 0.1 1.2 >

Bilirubin total Direk Indirek SGOT SGPT : 37 : 60

< 0.0 0.2 > < 0.0 1.0 >

: 1,38mg/dlH U/I U/I H H

( <37 ) ( < 41 )

Lab: hiperbilirubinemia terkonjugasi, kenaikan aminotransferase hati Assessment : hiperbilirubinemia terkonjugasi kolestasis intrahepatik

12 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : napsu makan membaik : : Compos mentis : 110/80 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah

Nadi Suhu RR

: 80 x/mnt : 36,6 C : 20 x/mnt

13 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : Sakit perut bertambah : : Compos mentis : 110/80 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR

: 80 x/mnt : 36,7 C : 24 x/mnt

14 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : Sakit perut berkurang : : Compos mentis : 110/80 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR

: 80 x/mnt : 36,7 C : 24 x/mnt

KIMIA DARAH

14 Juli 2012
: 3,15mg/dlH : 2,03mg/dlH < 0.1 1.2 >

Bilirubin total Direk

< 0.0 0.2 >

Indirek SGPT : 42

: 1.12mg/dlH U/I H

< 0.0 1.0 >

( < 41 )

Lab: hiperbilirubinemia konjugasi, peningkatan SGPT Assessment : hiperbilirubinemia konjugasi kolestasis intrahepatik

15 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : Sudah tidak sakit perut : : Compos mentis : 110/80 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR

: 80 x/mnt : 36,7 C : 24 x/mnt

16 Juli 2012 Problem 1 : Hepatitis C


Subjektif Objektif : Hanya mata dan badan kuning saja, minta pulang : : Compos mentis : 120/80 mmHg

Keadaan umum Tekanan darah Nadi Suhu RR

: 84x/mnt : 37 C : 22 x/mnt

ALUR PIKIR
Perempuan umur 38 tahun infeksi hepatitis C, hidronefrosis, nefrolitiasis, anemia mikrositik hipokrom mengeluh pusing, mual, muntah, sklera dan badan ikterik,demam tidak tinggi, pusing, lemas, BAB dempul, BAK seperti teh. PF : sklera ikterik (+/+), konjungtiva palpebra pucat (+/+), redup di regio hipocondriaca dextra, liver span 13 cm, teraba hepar 3 cm di bawah arcus costae, konsistensi keras, permukaan rata, tepi tumpul, nyeri tekan hipokondriaka kanan dan regio lateralis dextra. USG : suspek hepatitis,

hidronefrosis dextra/sinistra, dextra lebih berat, curiga batu 1/3 tengah rend extra, batu ren sinistra. Lab : hiperbilirubinemia, peningkatan SGOT,
SGPT, limfositopenia, peningkatan gula darah, hiperkalsemi, anti HCV positif, anemia, pemeriksaan urin: bilirubinuria, hematuria, albuminuria.

HEPATITIS

Istilah "Hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (hepatitis A) dapat pula hepatitis kronik (hepatitis B,C) dan adapula yang kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B dan C).

I.

Hepatitis Virus Akut

PENDAHULUAN Hepatitis viral akut adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi hati. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari 5 jenis virus, yaitu: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan pasca transfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasi, akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA, kecuali hepatitis B, yang merupakan virus DNA . Hepatitis viral akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati diseluruh dunia. Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata atau persisten. Secara global, virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang persisten.

EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8%-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah standar. Sebagian besar infeksi HAV

didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimptomatik atau sekurangnya anikterik. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar antara 2,5%-25,61%, sehingga termasuk dalam kelompok negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara Asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Adanya HBeAg pada ibu sangat berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu yang mengandung HBsAg positif namun jika HbeAg dalam darah negatif, maka daya tularnya menjadi rendah. Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan angka di antara 0,5%-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5%-46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis akut (39,8%-68,3%), sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%). Untuk hepatitis D, walaupun infeksi hepatitis ini erat hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di Asia Tenggara dan Cina infeksi hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana prevalensi HbsAg sangat tinggi.

AGEN PENYEBAB HEPATITIS VIRUS Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat diklasifikasikan ke dalam 2 grup yaitu hepatitis dengan transmisi secara enterik dan transmisi melalui darah. Transmisi secara enterik: Terdiri atas virus Hepatitis A (HAV) dan virus Hepatitis E (HEV) : Virus tanpa selubung Tahan terhadap cairan empedu Ditemukan di tinja Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik

Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal

Transmisi melalui darah : Terdiri atas virus Hepatitis B (HBV), virus Hepatitis C (HCV) dan virus Hepatitis D (HDV) : Virus dengan selubung (envelope) Rusak bila terpajan cairan empedu/detergen Tidak terdapat dalam tinja Dihubungkan dengan penyakit hati kronik Dihubungkan dengan viremia yang persisten

PATOFISIOLOGI 1. Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel 2 hati a.:Melibatkan respons CD8 dan CD4 sel T. b. Produksi sitokin di hati dan sistemik. 2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien engan imunosupresi dengan replikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis hepatitis virus bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis terbagi dalam 4 tahap, yaitu : 1. Fase Inkubasi Merupakan waktu di antara saat masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini tergantung pada dosis inokulum yang

ditularkan dan jalur penularan. Makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini. 2. Fase Prodromal (Pra ikterik) Merupakan fase di antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan gejala timbulnya ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious (perlahan-lahan). Fase ini berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri otot, dan nyeri perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum sickness dapat muncul pada hepatitis B akut di awal infeksi. Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis. 3. Fase ikterus Stadium ikterik muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan. 4. Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Munculnya perasaan sudah lebih sehat, kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A, perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk hepatitis B. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.

Pada golongan hepatitis inapparent, tidak ditemukan gejala. Hanya diketahui bila dilakukan pemeriksaan faal hati (peningkatan serum transaminase) dan biopsi menunjukkan kelainan.

Pada hepatitis anikterik, keluhan sangat ringan dan samarsamar, umumnya anoreksia dan gangguan pencernaan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperbilirubinemia ringan dan bilirubinuria. Urin secara makroskopik berwarna seperti teh tua dan apabila dikocok akan memperlihatkan busa berwarna kuning kehijauan.

TIPE HEPATITIS SECARA KLINIS 1. HEPATITIS A Masa inkubasi virus ini 15-50 hari (rata-rata 30 hari). Virus ini terdistribusi di seluruh dunia, dengan endemisitas tinggi di negara berkembang. HAV di ekskresikan di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit. Viremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu), kadang-kadang sampai 90 hari pada infeksi yang membandel atau infeksi yang kambuh. Ekskresi feses yang memanjang (bulanan) dilaporkan pada neonatus yang terinfeksi. Transmisi enterik (fekal-oral) predominan diantara anggota terkontaminasi air. Faktor resiko lain, meliputi paparan pada pusat perawatan sehari untuk bayi atau anak balita, institusi untuk developmentally disadvantage, berpergian ke negara berkembang, perilaku seks oral-anal, pemakaian bersama IVDU (intra vena drug user). Transmisi melalui transfusi sangat jarang terjadi. keluarga. Kejadian luar biasa, biasanya dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama makanan yang

2. HEPATITIS B Masa inkubasi HBV berkisar dari 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari). Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1%-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati.

HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva dan cairan tubuh lain. Cara transmisi melalui darah (penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah), transmisi seksual, penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa (tertusuk jarum, penggunaan ulang peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, akupuntur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama. Transmisi secara maternal-neonatal, maternal-infant. Tidak ada bukti penyebaran fekal-oral. HBV biasanya ditularkan melalui inkolusi dari darah yang terinfeksi. Ibu dengan HbsAg-positive dapat menularkan kepada bayinya pada waktu persalinan. HbsAG dijumpai di sebagian besar cairan tubuh dan dapat ditularkan melalui kontak seksual dan pemeriksaan dengan menilai anti Hbc. Orang-orang yang mempunyai risiko tinggi terhadap hepatitis B adalah penderita dan orang-orang yang bekerja di bagian hemodialise, dokter, dokter gigi, perawat di lab. klinik, lab. patologi, dan bank darah. Gambaran hepatitis A dan B mirip tetapi timbulnya hepatitis B cenderung lebih insidious dan aminotransferasi lebih tinggi. Resiko fulminan hepatitis kurang dari 1 % dengan mortalitas 60% immunocompetent atau immunocompromised. Penderita kronik hepatitis B, apabila HBV di dapat

pada masa muda, risiko sangat tinggi untuk menjadi sirrosis bahkan hepatocellular Ca (25-40%). Virus marker HBV : 1. HBsAg Merupakan tanda pertama dari infeksi HBV, dijumpai sepanjang sakit. Apabila HBsAg didapatkan di dalam darah sesudah masa akut, merupakan tanda dari kronik hepatitis. 2. vaksinasi HBV. 3. Anti-HBc-IgM Timbul tidak lama setelah HBsAg terdeteksi. Adanya IgM anti-HBc dapat bertahan 3-6 bulan atau lebih, dan dapat Anti-HBs Spesifik antibodi terhadap HBsAg, dijumpai pada sebagian besar penderita setelah hilangnya HBsAg atau setelah yang berhasil. Hilangnya dan timbulnya anti-HBs menunjukkan kesembuhan, non-infektif dan proteksi terhadap infeksi

timbul kembali pada penderita kronik hepatitis yang mengalami eksaserbasi akut. IgG anti-HBc juga muncul pada waktu hepatitis sembuh (timbul anti-HBs di serum) atau timbul kronik hepatitis (HBsAg tetap). 4. HbeAg Hanya dijumpai pada serum dengan HBsAg positif. Dijumpai pada masa inkubasi, tidak lama setelah HBsAg terdeteksi. HBeAg menunjukkan replikasi dan infektivitas. HBeAg yang berada dalam serum lebih dari 3 bulan sangat sugestif untuk timbulnya kronik hepatitis. Menghilangnya HBeAg seringkali diikuti oleh timbulnya antiHbe, ini menandakan menghilangnya replikasi dan berkurangnya inefektivitas. 5. HBV DNA Adanya HBV DNA di serum kira-kira paralel dengan adanya HBeAg, tetapi HBV DNA lebih sensitif dan lebih tepat sebagai marker replikasi virus dan inefektivitas.

HBsA g + + +

AntiHBs -

AntiHBc IgM IgG IgG

HBeAg

AntiHBe

Interpretasi

+ + -

Hepatitis B akut, infeksius Hepatitis B kronik, infeksius Hepatitis infeksius B kronik, tidak

IgM IgG

+/-

+/+/-

Akut Hepatitis B 1. Karier Hepatitis B 2. Pernah menderita Hepatitis B

+ +

IgG -

+/-

Sembuh dari Hepatitis B 1. Setelah vaksinasi Hepatitis B 2. Pernah menderita Hepatitis B 3. False positive

3. HEPATITIS C Masa inkubasi HCV 15-160 hari (puncak sekitar 50 hari). Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai. Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, kanker hati. Cara transmisi melalui darah (predominan), transmisi seksual, maternal-neonatal, tidak terdapat bukti transmisi melalui fekal-oral. Kira-kira 90% dari kasus hepatitis C adalah post transfusi dan drug user. Transmisi melalui seksual dan ibu anak kecil. Secara klinis gejala biasanya ringan bahkan sering asimptomatik, hanya ada peningkatan dari aminotransferase dan cenderung menjadi kronik hepatitis. Diagnosa hepatitis C dengan adanya anti-HCV.

4. HEPATITIS D Masa inkubasi diperkirakan 4-7 minggu. Insiden berkurang dengan adanya peningkatan pemakaian vaksin. Viremia singkat (infeksi akut) atau memanjang (infeksi kronik). Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV (co-infeksi atau super infeksi). Cara penularan melalui darah, transmisi seksual, dan penyebaran maternal-neonatal. Delta agent adalah RNA virus yang menyebabkan hepatitis hanya apabila ada HbsAg di dalam darah. Secara klinis delta agent dapat menggandakan co-infeksi dengan HBV, dan memperberat kronik hepatitis B yang sudah ada, atau dapat menyebabkan hepatitis B akut pada seseorang yang asimptomatik (hepatitis B carrier). Pada kronik aktif hepatitis B, superinfeksi oleh delta agent, prognosanya menjadi lebih jelek, sering mengakibatkan hepatitis fulminan atau hepatitis kronik yang sangat progresive menjadi sirosis. Transmisi vertikal delta agent lebih jarang. Petanda serologis antigen (HDAg) yang menandakan infeksi akut dini, dan antobodi (anti-HDV) yang menunjukkan adanya infeksi pada saat ini atau infeksi di masa lalu.

5. HEPATITIS E

Dulu disebut enterically transmitted non-A, non-B hepatitis. Penyakit ini self-limiting (tidak ada carrier state). Masa inkubasi rata-rata 40 hari. Distribusi luas dalam bentuk epidemi dan endemi. HEV RNA terdapat di tinja dan serum selama fase akut. Hepatitis sporadik sering pada dewasa muda di negara sedang berkembang. Merupakan penyakit epidemi dengan sumber penularan melalui air. Dilaporkan adanya transmisi secara maternal-neonatal. Viremia yang memanjang atau pengeluaran tinja merupakan kondisi yang tidak sering dijumpai.

1. HEPATITIS F Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.

2. HEPATITIS G Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah jarum suntik.

3. HEPATITIS DENGAN KOLESTASIS Ikterik sangat menonjol dan menetap selama beberapa bulan sebelum terjadinya perbaikan yang komplit. Pada beberapa pasien terjadi anoreksia dan diare yang persisten, serta pruritus yang sangat menonjol. Prognosa baik pada pasien dengan resolusi yang komplit. Paling sering terjadi pada infeksi HAV . Kadar bilirubin serum dapat melebihi 20 mg/dl, kadar serum aminotransaminase dapat sudah kembali normal walaupun kolestasis masih mentap. Kadar fosfatase alkali serum meningkat secara bervariasi.

6. HEPATITIS RELAPS Terjadi pada 1,8%-15% kasus hepatitis. Gejala dapat terlihat dengan meningkatnya serum transaminase, kadang-kadang disertai

hiperbilirubinemia. Relaps dapat dipercepat dengan adanya aktifitas berat atau minum alkohol yang berlebihan. Kemunculan kembali gejala dan abnormalitas tes hati setelah perbaikan atau kesembuhan. Paling sering terjadi pada infeksi HAV, IgM anti HAV tetap positif dan dijumpai HAV di ekskresi di tinja. Dapat dijumpai artritis, vaskulitis dan krioglobulinemia. Prognosa baik pada yang sembuh sempurna walaupun setelah kambuh yang berulang (terutama dijumpai pada anak-anak). Meningkatnya kembali kadar aminotransferase dan bilirubin yang sudah normal dalam masa penyembuhan. Kadar puncak dapat melebihi kadar infeksi awal.

7. HEPATITIS FULMINAN Suatu jenis klinis hepatitis yang jarang terjadi, dimana perjalanan penyakitnya berkembang dengan cepat, terjadi ikterus yang semakin berat, kuning seluruh tubuh, timbul gejala neurologi atau ensefalopati hepatik, kemudian masuk ke dalam koma dan gagal hati akut. Penyakit ini berawal dari hepatitis akut ikterik yang lazim dijumpai dan dimulai dengan keluhan prodromal. Gejala-gejala yang membahayakan adalah muntah berulang, fetor hepatik, bingung, mengantuk, flapping tremor secara sepintas, peningkatan suhu dan pengecilan hati. Pasien meninggal dalam waktu 10 hari. Mungkin ditemukan tanda-tanda perdarahan luas. Untuk menentukan jenis penyebabnya dapat diambil pegangan

perbedaan klinis yang terjadi. Pada hepatitis A paling sering didapatkan peningkatan suhu badan. Pada hepatitis B didapatkan protrombin time memanjang. Sedangkan pada hepatitis C, lama penyakit sebelum tercapai ensefalopati lebih panjang. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis dan secara

biokimiawi terdapat gambaran gagal hati akut berupa tingginya bilirubin dan transaminase serum menurun, koagulasi terganggu.

Komplikasi yang terjadi adalah edema serebral, perdarahan saluran cerna, gagal ginjal, gangguan elektrolit, gangguan pernapasan, hipoglikemia, sepsis, gelisah, koagulasi intravaskular diseminata, hipotensi dan kematian. Tanda-tanda edema serebral adalah kenaikan tekanan intrakranial

dengan gejala dini transpirasi, hiperventilasi, hiperrefleksi, opistotonus, kejang-kejang, kelainan kedua pupil yang berakhir dengan reflek negatif terhadap cahaya. Hilangnya reflek okulovestibular menunjukkan prognosis fatal.

DIAGNOSA Diagnosis secara serologi A. HAV - IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya - Anti HAV positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau B. HEV - Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang telah disetujui FDA - IgM dan IgG anti HEV baru dapat terdeteksi oleh pemeriksaan untuk riset - IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakit - IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan C. HBV Diagnosis serologis untuk deteksi IgM anti HBc dan HBs Ag : - Keduanya ada saat gejala muncul - HBsAg mendahului IgM anti HBc

- HBsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa - HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan setelah muncul sebelum hilangnya IgM anti HBc HBeAg dan HBV DNA - HBV DNA diserum merupakan petanda yang pertama kali muncul, akan tetapi tidak rutin diperiksa - HBeAg biasanya terdeteksi setelah muncul HBsAg - Kedua petanda tersebut hilang dalam beberapa minggu atau bulan pada infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs dan anti HBe menetap - Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin IgG anti HBc - Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh - Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut - Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV Antibodi terhadap HBsAg (anti HBs) - Antibodi terakhir yang muncul - Merupakan antibodi penetral - Secara umum mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap reinfeksi - Dimunculkan dengan vaksinasi HBV

D. HDV Pasien HBsAg positif dengan :

- Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi (belum mendapat persetujuan) - IgM anti HDV dapat muncul sementara Koinfeksi HBV/HDV - HBsAg positif - IgM anti HBc positif

Superinfeksi HDV - HBsAg positif - IgG anti HBc positif-Anti HDV dan atau HDV RNA

Titer anti HDV akan menurun sampai tidak terdeteksi dengan adanya perbaikan infeksi

E. HCV besar) Anti HDV akan terdeteksi untuk periode yang panjang baik pada pasien yang sembuh spontan maupun yang menjadi kronik. HCV RNA muncul setelah beberapa minggu infeksi Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C Ditemukan pada infeksi kronik HCV Urine dan feses Bilirubin terlihat sebelum terjadi ikterik. Setelah itu menghilang walaupun serum transaminase tetap meningkat. Ada urobilinogenuri pada fase pre-ikterik. Pada ikterik yang tinggi, sebagian kecil bilirubin dapat mencapai usus, urobilinogen menghilang. Ini merupakan indikasi adanya penyembuhan. Onset adanya ikterik ditandai dengan feses yang kuning dan steatorrhoea. Warna feses yang kembali normal merupakan tanda kesembuhan walau lambat. Deteksi anti HCV Anti HCV tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV anti HCV tidak akan muncul dalam persentase yang

Darah Bilirubin meningkat, level serum alkali fosfatase biasanya lebih sedikit,

kurang lebih 3 kali dari batas normal. Serum albumin dan globulin tidak berubah secara kuantitas. Level serum iron meningkat. Ig G dan Ig M meningkat pada 1-3 pasien selama fase akut. Serum transaminase diperiksa karena sangat diperlukan untuk diagnosa awal kasus anikterik atau kasus lain yang tidak terlihat pada epidemi. Level mencapai puncak 1-2 hari sebelum onset dari ikterik. Kemudian level menurun walaupun

kondisi pasien memburuk. Level serum tetap tinggi selama 6 bulan pada penyembuhan yang komplit. Pada tingkat pre-ikterik ditandai dengan adanya leukopenia dan netropenia. Pada 5%-28% pasien terlihat limfosit atipikal ( virucytes) yang biasa terlihat pada infeksi mononucleosis. Coomb test positif menandakan adanya anemia hemolitik yang merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Anemia hemolitik terutama terjadi pada defisiensi Glukosa-6PD. Anemia aplastik sangat jarang terjadi. Protrombin time memanjang pada kasus yang lebih parah. Pada pemeriksaan sedimen, sel darah merah meningkat pada fase pre-ikterik, menjadi normal pada fase ikterik, dan meningkat lagi ketika ikterik berkurang, kembali normal pada kesembuhan yang komplit.

Biopsi jarum pada hati Jarang dilakukan pada fase akut. Mungkin diperlukan pada pasien lansia

untuk membedakan kolestasis extrahepatik dan intrahepatik, juga ikterik. Tidak dianjurkan kurang dari 6 bulan setelah periode hepatitis akut.

DIAGNOSA BANDING Diagnosa banding hepatitis virus akut adalah hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis. Sedangkan pada hepatitis virus kronik diagnosa bandingnya adalah perlemakan hati.

PENCEGAHAN Terhadap virus hepatitis A Penyebaran secara fekal-oral, pencegahan masih sulit karena adanya karier dari virus tipe A yang sulit ditetapkan Virus ini resisten terhadap cara-cara sterilisasi biasa, termasuk klorinasi. Sanitasi yang sempurna, kesehatan umum, dan pembuangan tinja yang baik

40

sangat penting. Tinja, darah, dan urin pasien harus dianggap infeksius. Virus dikeluarkan di tinja mulai sekitar 2 minggu sebelum ikterus. Terhadap virus hepatitis B Dapat ditularkan melalui darah dan produk darah. Darah tidak dapat disterilkan dari virus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak menjadi donor darah. Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Imunisasi hepatitis B dilakukan terhadap bayi-bayi setelah dilakukan penyaring HbsAg pada ibu-ibu hamil. Namun saat ini, di beberapa negara bayi-bayi yang lahir diberi vaksinasi hepatitis B tanpa melakukan pemeriksaan penyaring pada ibunya.

Pencegahan dengan Imunoglobulin 1. Immune Globulin (HBIg) Sebaiknya diberikan kepada close contact dengan hepatitis A. Diberikan 0,02 ml/kgBB (IM). Protektif terhadap hepatitis A apabila diberikan pada masa inkubasi. 2. Hepatitis B Immune Globulin Protektif jika diberikan dalam 7 hari setelah paparan, diikuti HBV vaksin series. Bayi yang lahir dengan ibu yang HBsAg positif dalam 12 jam harus disuntik dan diikuti vaksinasi. 3. Hepatitis B Vaksin Ditujukan pada orang-orang yang beresiko tinggi.

Pencegahan terhadap infeksi hepatitis dengan penularan secara enterik HAV Pencegahan dengan imunoprofilaksis: 1. Imunoprofilaksis sebelum paparan a. Vaksin HAV yang dilemahkan Efektivitas tinggi (angka proteksi 94%-100%) Sangat imunogenik 41

subjek b. c. sempurna -

Antibodi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85%-90% Aman, toleransi baik Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun Efek samping utama adalah nyeri pada tempat penyuntikan Dosis dan jadwal vaksin HAV >19 tahun, 2 dosis HAVRIX (1440 unit ELISA) dengan interval 6-12 bulan Anak >2 tahun, 3 dosis HAVRIX (360 unit ELISA), 0,1 dan 612 bulan atau 2 dosis (720 Unit ELISA), 0,6-12 bulan Indikasi vaksinasi Pengunjung ke daerah resiko tinggi Homoseksual dan biseksual IVDU Anak mengalami KLB Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka nasional Pasien yang rentan terhadap penyakit hati kronik Pekerja laboratorium yang menangani HAV Pramusaji Pekerja pada bagian pembuangan air Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak Dosis dan jadwal pemberian imunoglobulin: Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah paparan. Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan. Indikasi untuk orang yang kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan infeksi HAV akut. dan dewasa muda pada daerah yang pernah

2. Imunoprofilaksis pasca paparan

PENATALAKSANAAN 42

Terdiri dari istirahat, diet, dan pengobatan medikamentosa. 1. Istirahat Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Terkecuali mereka dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk. 2. Diet Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35 kalori/kgBB) dengan protein cukup (1g/KgBB). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi, karena berhubungan dengan penyakit kandung empedu. 3. Medikamentosa a. Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubbin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang berkepanjangan, dimana transaminase serum sudah kembali normal tetapi bilirubbin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan prednison 3x10mg selam 7 hari kemudian dilakukan tappering off. b. c. d. Obat-obat yang melindungi hati Antibiotik tidak perlu diberikan, tidak jelas kegunaannya Jangan memberikan antiemetik yang dapat menyebabkan hepatotoksik e. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan koma atau prekoma, penanganan seperti koma hepatik 4. Pemantauan lanjutan Pasien perlu diobservasi selama 3-4 minggu setelah pulang dari rumah sakit. Dan jika perlu, kontrol setiap bulan selama tiga bulan berturut-turut. Perhatian khusus perlu diberikan pada kekambuhan ikterus dan pada pembesaran hati dan limpa. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah periksa kadar bilirubin, transaminase dan penanda hepatitis B jika sebelumnya positif. Latihan badan perlu dilakukan dalam batas-batas tidak terlalu melelahkan. Alkohol dihindari selama 6 bulan bila mungkin 1 tahun, karena dapat menyebabkan kekambuhan. Makanan tidak perlu dibatasi. 43

Penatalaksanaan Hepatitis Fulminan Pasien harus dirawat di ruang intensif. Pengobatan yang spesifik tidak ada, hanya bersifat suportif. Edema serebral diobati dengan manitol IV 1g/kg 4-6jam dengan observasi osmolaritas serum yang cermat. Bila melampaui 320 mOsmol/l harus dihentikan dan diulang kembali bila telah kembali normal. Perdarahan saluran cerna diturunkan dengan pemberian simetidin 300 mg/6 jam atau per infus dengan dosis 50 mg/jam. Laktulosa diberikan untuk mengendalikan hiperamonia dengan dosis disesuaikan agar tidak terjadi diare 2-3 kali sehari. Gangguan elektrolit berupa hiponatremia akibat pemakaian laktulosa yang berlebihan dapat terjadi. Hipoglikemi diobati secara agresif dengan larutan dekstrosa 10%-25%. Packed red cell hanya diberikan pada pasien dengan perdarahan aktif atau jika akan dilakukan tindakan invasif seperti intubasi atau kanulasi vena sentral. Berikan diazepam bila pasien gelisah Dianjurkan pemberian kortikoteroid dosis tinggi yaitu 800 mg/hari atau 400 mg/hari Transplantasi hati tidak praktis karena waktu terbatas dan donor tidak mudah didapat

ANEMIA
Definisi anemia Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml dan darah. Dengan fisik demikian, yang anemia serta bukan asi suatu diagnosis oleh melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa pemikiran teliti, didukung pemeriksaan 44 laboratorium. 3.

Manifestasi klinik Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada: (1) kecepatan timbulnya anemia (2) umur individu (3) mekanisme kompensasinya (4) tingkat aktivitasnya (5) keadaan penyakit yang mendasari, dan (6) parahnya anemia tersebut. Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O 2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat. Mekanisme kompensasi bekerja melalui: (1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah

pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah (2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin (3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.

45

Etiologi

1. Karena cacat sel darah merah (SDM) Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA. 2. Karena kekurangan zat gizi Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi. 3. Karena perdarahan Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar Keadaan ini dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang biasanya

diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi. 4. Karena otoimun Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut 46

terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.

Diagnosis (gejala atau tanda-tanda) Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah: 1. kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah

2. sakit kepala, dan mudah marah 3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi 4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan. Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2 . Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut). 4.

47

Klasifikasi anemia Pada menunjukkan klasifikasi ukuran sel anemia darah menurut merah morfologi, mikro kromik dan makro

sedangkan

menunjukkan

warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar. Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel. Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital). Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah (1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan (2) penurunan atau gangguan pembentukan sel. Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel 48

darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan

penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah: 1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit 2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia 3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter 4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase). Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfametildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin. Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983) Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan 49

dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis. Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: (1) keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan (2) penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakitpenyakit infeksi dan defiensi endokrin. Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B 12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi. 4.

Anemia aplastik Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis. 4.

Gejala-gejala anemia aplastik

50

Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejalagejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan: (1)ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit) (2)epistaksis (perdarahan hidung) (3)perdarahan saluran cerna (4)perdarahan saluran kemih (5)perdarahan susunan saraf pusat. Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi. Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi. 4.

Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik. 51

Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok. 2.

Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil. Penyebab lain defisiensi besi adalah: (1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja; (2)gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan (3)kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga 52

sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut. 4.

Patofisiologi anemia defisiensi besi Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan. 4.

Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan. Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut. Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah 53

retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat. 4.

Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan. 2.

Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom. 4.

Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, 54

cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B 12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983). Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia

megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau ini juga pada remaja dan pada kehamilan hemolitik, tropik dimana dan terjadi laktasi. dan peningkatan Kebutuhan kebutuhan Penyakit untuk celiac memenuhi pada dan kebutuhan fetus juga

meningkat

anemia sariawan

keganasan

hipertiroidisme.

menyebabkan

malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi. 4.

Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml). Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah 55 dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat

memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon spontan bila di berikan diet seimbang

Hidronefrosis (segi radiologi)


Definisi Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal. Etiologi Hidronefrosis disebabkan adanya obstruksi. Patofisiologi Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak. Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus. Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap,
56

maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu.

Gejala Klinis 1. Rasa sakit dipanggul dan punggung 2. Disuria nyeri pada saat miksi. 3. Menggigil 4. Demam 5. Nyeri tekan 6. Piuria adanya sel leukosit dalam jumlah tertentu didalam urine. Secara makroskopis terlihat urine keruh seperti susu atau pus akibat leukosit didalam urine yang sangat banyak. 7. Hematuria didapatkannya sel darah merah dalam urine. Secara makroskopis dapat dilihat urine berwarna merah.

Gambaran radiologi Gambaran radiologis dari hidronefrosia terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4 grade hidronefrosis, antara lain : a. b. c. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk flattening, alias mendatar. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias menggembung.

57

gb. Ginjal kanan yang kecil mengkerut karena pielonephritis kronis Terdapat hydronephrosis dan hydroureter kiri (melebar).Dengan hydronephrosis seperti ini , akan sering terjadi infeksi berulang ginjal kiri karena disertai dengan refluks ureter. Terapi Tujuan : Untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal. Untuk mengurangi obstruksi urin harus dialihkan dengan tindakan nefrostomi atau tipe diversi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen antimikrobial karena sisa urin dalam kaliks menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan untuk mengankat lesi obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak parah dan fungsinya hancur, nefrektomi dapat dilakukan.

Nefrolitiasis (Batu Ginjal)


DEFINISI

58

Merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah pembentukan batu di dalam ginjal.(1)

Gambar. Batu Ginjal (2)

ETIOLOGI Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.(3) Faktor intrinsik antara lain : 1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya. 2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
59

Faktor ekstrinsik diantaranya adalah : 1. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt. 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi. 4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu. 5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.(3)

EPIDEMIOLOGI Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu saluran kemih yang ditemukan diberbagai negara di Eropa. Berbeda dengan eropa, di negara-negara berkembang penyakit batu ini masih ditemukan hingga saat ini, misalnya Indonesia, Thailand, India, Kamboja, dan Mesir.(1)

EFEK BATU PADA SALURAN KEMIH Ukuran dan letak batu biasanya menentukan perubahan patologis yang terjadi pada traktus urinarius : a. Pada ginjal yang terkena

(4)

Obstruksi Infeksi Epitel pelvis dan calis ginja menjadi tipis dan rapuh. Iskemia parenkim. Metaplasia
60

b. Pada ginjal yang berlawanan

Compensatory hypertrophy Dapat menjadi bilateral

GAMBARAN KLINIS Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal antara lain : 1. Tidak ada gejala atau tanda 2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral 3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik 4. Pielonefritis dan/atau sistitis 5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing 6. Nyeri tekan kostovertebral 7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan 8. Gangguan faal ginjal.
(1)

DIAGNOSIS Selain dari anamnesis laboratorium, dan dan pemeriksaan penunjang fisik lain untuk untuk menegakkan menentukan

diagnosis, penyakit batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik, ginjal. A. Anamnesis Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri
61

kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal

yang sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.(5)

B. Pemeriksaan Fisik

Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan nausea. Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis. Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan retensi urin. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis.(5,3)

C. Pemeriksaan penunjang - Radiologi Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni. Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian ( filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi retrograd. (1)

62

Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil
(3)

Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu - Laboratorium Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu.(1)
(1)

PENATALAKSANAAN 1. Terapi medis dan simtomatik Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik. 2. Litotripsi Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL ( Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.

3. Tindakan bedah

Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila cara non-bedah tidak berhasil.
63

DAFTAR PUSTAKA
David J. Viral Hepatitis. Dalam : http:// www.infeksi.com/ ency /common/ standard/ transform. Jsp. Section 1-3. Hartmann G, Martina B, Planta VM. Dalam : buku saku Diagnosis Banding Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Hipokrates . Jakarta, 2003: 79 80. Sudoyo. A.W,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat Jilid I. Pusat Penertiban Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006. Hal 445-448 Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrisons principle of internal medicine. 2005 ed Kumar V, Abbas A.K, Robbins and Cotran pathologic basis of disease 7th ed Pensylvania : Elsevier.2005; 937-941 Silbernagl. S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology.New York : Thieme. 2000 ; 172-173

64

Anda mungkin juga menyukai