Anda di halaman 1dari 15

BAB I 1.1.

Pendahuluan Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Studi populasi umum tidak ada yang menunjukkan insidens dari penyakit skizoafektif ini, melainkan komorbid antara skizofrenia dan gangguan afektif. Berdasarkan national comorbidity study, didapatkan bahwa, 66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81% pernah didiagnosa gangguan afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan bipolar. Dengan kata lain, depresi adalah komorbid tertinggi. 1 Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari.2 Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2 Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. 1

Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR, merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi nkriteria baik episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode secara tepat.1 Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. 1,2

1.2 SEJARAH Di tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif (mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang memburuk, Kirby dan Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis manic-depresif Emil

Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah gangguan skizoafektif untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang bermakna. Pasien dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba, seringkali pada masa remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga pasien sering kali terdapat suatu gangguan mood. Kasanin percaya bahwa pasien memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933 sampai kira-kira tahun 1970, pasien yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin secara bervariasi diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia dalam remisi, dan psikosis sikloid istilah-istilah yang menekankan suatu hubungan dengan skizofrenia. 3 1.3 EPIDEMIOLOGI Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata. 1,2 Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif . 1,3

1.4. ETIOLOGI Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah diajukan. (1) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu

tipe gangguan mood. (2) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia dan gangguan mood. (3) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood. (4) Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen. 4 Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan tersebut telahmemeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon pengobatan jangka pendek, dan hasil akhir jangka panjang.Walaupun banyak pemeriksaan terhadap keluarga dan genetika yang dilakukan untuk mempelajari gangguan skizoafektif didasarkan pada anggapan bahwa skizofrenia dan gangguanmood adalah keadaan yang terpisah sama sekali, namun beberapa data menyatakan bahwaskizofrenia dan gangguan mood mungkin berhubungan secara genetic. Beberapa kebingunganyang timbul dalam penelitian keluarga pada pasien dengan gangguan skizoafektif dapatmencerminkan perbedaan yang tidak absolute antara dua gangguan primer. Dengan demikiantidak mengejutkan bahwa penelitian terhadap sanak saudara pasien dengan gangguanskizoafektif telah melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan prevalensi skizofreniatidak ditemukan diantara sank saudara pasien yang pasien dengan skizoafektif, tipe bipolar;tetapi, sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, mungkin berada dalamresiko yang lebih tinggi menderita skizofrenia daripada suatu gangguan mood. 2 Pasien dengan gangguan skizoafektif adalah suatu kelompok yang heterogen: beberapa menderita skizofrenia dengan gejala afektif yang menonjol, yang lainnya menderita suatu gangguan mood dengan gejala skizofrenik yang menonjol, dan suatu kelompok ketiga yang memiliki sindrom klinis yang berbeda. 3

BAB II 2.1 GAMBARAN KLINIS Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Gejala skizofrenik dan gangguan mood dapat ditemukan bersama-sama atau dalam cara yang bergantian. Perjalanan penyakit dapat bervariasi dari satu eksaserbasi dan remisi sampai satu perjalanan jangka panjang yang memburuk. Banyak peneliti dan klinisi telah berspekulasi tentang ciri psikotik yang tidak sesuai dengan mood (mood-incongruent); isi psikotik (yaitu, halusinasi atau waham) adalah tidak konsisten dengan mood yang lebih kuat. Pada umumnya, adanya ciri psikotik yang tidak sesuai dengan mood pada suatu gangguan mood kemungkinan merupakan indikator dari prognosis yang buruk. Hubungan tersebut kemungkinan berlaku untuk gangguan skizoafektif, walaupun data datanya adalah terbatas. 2 Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. 3 Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III): Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau - thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan - thought broadcasting= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; b) - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas

Halusinasi Auditorik: - Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau - Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau - Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain) Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas: e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus; f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial. 1,2,3 2.2 DIAGNOSIS Karena konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia

maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain. 5 Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Di samping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif. 6

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV) Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif 1,2,3 A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia. Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi. B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol. C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit. D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik suatu episode campuran dan episode depresif berat) Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.
1,3

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejalagejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III 1,2, 3 Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya

skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda. 4 Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia) Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33) 1,3 Pedoman Diagnostik

1.Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitive adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang

bersamaan(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satuepisode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini,

episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif. 2.Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguanafektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda. 3.Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatuepisode psikotik, diberi kode diagnosis F20.(Depresi Pasca-skizofrenia).

Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0)maupundepresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalamisatu atau dua episode skizoafektif terselip diantara episode manic dan depresif (F30-F33)

F25.0 Gangguan skizoafektif tipe manic Pedoman Diagnostik

1. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manic yang tunggal Maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manic. 2. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitumenonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak. 3. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejalaskizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.pedomandiagnostic (a) sampai (d).

Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejalaskizofrenik dan manik bersama-sama menonjoldalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala afektif diantaranya : elasi dan ide-ide kebesaran, tetapi kadangkadang kegelisahanatau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif sertaide-ide kejaran. Terdapat peningkatan enersi, aktivitas yangberlebihan , konsentrasi yang terganggu, danhilangnya hambatan norma sosial Waham kebesaran, waham kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenik juga harus ada, antara lain :merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, adakekuatan-kekuatanyang sedang berusahamengendalikannya., mendengar suara-suara yangberaneka beragam atau menyatakan ide-ide yangbizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu,namun penyembuhan secara sempurna dalambeberapa minggu. 5 F 25.1 Skizoafektif tipe depresif Pedoman diagnostik 1. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, danuntuk gangguan berulang dimana sebagian besar di dominasi oleh skizoafektif tipedepresif. 2. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya 2 gejala khas, baik depresif maupun kelainan prilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F32)

3. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejalaskizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.pedomandiagnostic (a) sampai (d).F25.2

Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia (F20.-) berada secara bersama-sama

dengangejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6)F25.8

Gangguan Skizoafektif Lainnya F25.9

Gangguan Skizoafektif YTT

2.3. DIAGNOSIS BANDING Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahguna amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. 5,6 Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah terkendali. 5 2.4. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga

perjalanan gangguan itu sendiri. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan t premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit. 1,2,3,4 Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen. 5 2.5 TERAPI Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan pemberian antimanik atau antidepresan. Pemberian obat antipsikotik diberikan jika perlu dan untuk pengendalian jangka pendek.1,5 Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diberikan farmakoterapi berupa lithium carbonate, carbamazepine (tegretol), valproate (Depakene), ataupun kombinasi dari obat anti mania jika satu obat saja tidak efektif. Sedangkan pasien dengan gannguan skizoafektif tipe depresif dapat diberikan antidepresan. Pemilihan obat antidepresan memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) sering digunakan sebagai agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan dengan antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi elektrokonvulsif. ,45 Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan tes fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus dilakukan secara berkala. Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine

(Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan. 5,6 a. Psikoterapi suportif Psikoterapi terapikelompok b.Psikoterapi reedukatif > Terhadap Pasien : Memberikan informasi kepada pasien dan edukasi mengenai penyakit yang dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudian hari, Memotivasi pasien untuk berobat teratur, Mengajarkan terapi relaksasi pada pasien saat pasien marah ataupun akan marah sehingga diharapkan pasien dapat mengontrol marahnya dan mengemukakan amarahnya dengan cara yang lebih halus. >Terhadap Keluarga : Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala, faktor- faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan di kemudian hari. Menjelaskan kepada keluarga bahwa salah satu faktor pemicu penyakit pasien saat ini adalah keluarga pasien yang mengabaikan pasien, Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit agar pasien dapat mengalami remisi. c. Terapi kognitif perilaku Dilakukan untuk merubah keyakinan yang salah dari pasien dan memperbaiki distorsi kognitif ini dapat dilakukan dengan bimbingan, reassurance, serta

Bab III KESIMPULAN Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. 2,3 Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan lingkungan. Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala2 definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain , dalam episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik , depresif atau campuran keduanya. Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga, pengembangan skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi, digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti depresan bila memenuhi kriteria diagnostik gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi kombinasi yang diberikan adalah antara anti psokotik dengan mood stabilizer. Prognosis bisa diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala skizofrenianya , atau gejala gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten gejala skizofrenianya maka pronosisnya buruk. Dan sebaliknya semakin persisten gejala-gejala gangguan afektifnya, prognosis diperkirakan akan lebih baik. Menurut DSM IV diagnosis Skizoafektif dapat ditegakkan apabila terdapat: 6 1. Pada saat episode yang sama, terdapat episode depresi dan atau manik yang bersamaan engan gejala pada kriteria A untuk skizofrenia yakni: Gejala karakteristik : 2 atau lebih dari gejala muncul dalam waktu yang signifikan selama 1 bulan (atau kurang bila berhasil diobati) a. Waham b. Halusinasi c. Disorganisasi dalam berbicara (inkoherensi, dll) d. Perilaku disorganized, katatonik e. Gejala negatif yaitu afek yang mendatar,dll

Bila waham yang terdapat pada pasien adalah waham aneh atau halusinasi yang bersifat commenting maka 1 gejala sudah dapat memenuhi. 2. Selama periode sakit (episode), terdapat waham atau halusinasi setidaknya minimal 2 minggu dimana tidak ada gejala gangguan mood/afektif yang berarti 3. Gejala yang memenuhi kriteria episode gangguan mood jelas terjadi pada bagian dari total durasi periode aktif dan residual dari penyakit 4. Gangguan ini terjadi bukan karena efek langsung dari zat psikoatif ataupun penyakit sistemik tertentu. Pada pasien ditemukan halusinasi auditori yang bersifat commenting, commanding, dan waham kejar selama lebih dari satu bulan (gejala yang mereda bila mengkonsumsi obat).. Gejala gangguan mood/afektif pada pasien ditemukan gejala depresi dan manik dengan sifat rapid cycling yakni terjadi perubahan dari manik dan depresi dari hari ke hari bahkan jam ke jam. Gejala depresi pasien terlihat jelas dari episode-episode yang ada, dimana hampir setiap gejala depresi akan diikuti dengan gejala psikotik. Untuk manik, tidak seperti gejala depresinya, manik yang terjadi tidak selalu diikuti oleh gejala psikotik. Terkadang gejala psikotik saja yang jelas dalam satu episode tanpa ada gejala depresi maupun manik. Dari anamnesis juga tidak didapatkan keterangan penggunaan zat psikoaktif, alkohol, rokok, maupun penyakit sistemik yang berkaitan dengan gangguan psikiatri. Dengan demikian gejala-gejala pada pasien sudah memenuhi kriteria skizoafektif menurut DSM IV. Karena didapatkan gejala depresi dan manik pada perjalanan penyakitnya dan pada saat kunjungan poli terakhir (anamnesis dan pemeriksaan status mental) tidak ada keluhan lagi sehingga diagnosis lengkapnya menjadi skizoafektif tipe campuran terkontrol obat. Untuk kasus (terutama riwayat perjalan penyakitnya, bukan keadaan sekarang) ini perlu didiagnosis banding dengan gangguan afektif bipolar disertai gejala psikotik dan skizofrenia paranoid. 4,5,6 Untuk skizofrenia paranoid, dapat disingkirkan dengan adanya gejala afek yang menonjol pada pasien. Namun masih perlu dipikirkan terjadi superimposed atau concomitant antara skizofrenia paranoid dengan gejala depresi. Hal ini dapat dipikirkan karena terdapat beberapa episode depresif terjadi setelah gejala psikotik halusinasi auditorik yang menyuruhnya bunuh diri ataupun commenting pasien. 5,6 Gangguan afektif bipolar dengan gejala psikotik merupakan diagnosis banding terkuat, terutama gangguan afektif bipolar tipe II. Gejala depresi pada pasien bervariasi dari depresi ringan, sedang, hingga berat. Hal ini terlihat jelas pada perjalanan penyakit

depresinya yang dari sekedar membuat disabilitas fungsi ringan hingga adanya perasaan ingin mengakhiri hidupnya (berat). Akan tetapi, efek dari depresi yang banyak terjadi cenderung ringan-sedang dan adanya usaha bunuh diri lebih disebabkan gejala psikotik halusinasi auditoriknya bukan langsung dari depresinya. 5,6 Untuk gejala manik yang segera timbul setelah minum calsetin, tidaklah suatu manik karena antidepresan. Hal ini kemungkinan suatu episode manik murni. Dalam kepustaakaan, efek primer dari antidepresan baru ada setelah 2-4 minggu pemakaian. Dari keterangan pasien, selama ia minum obat calsetin pasien merasakan gejala manik. Diduga manik saat 2 minggu pertama pemakaian calsetin adalah manik murni sedangkan minggu-minggu selanjutnya manik murni tersalut oleh efek samping antidepresan. 5,6 Dalam awal perjalanan penyakitnya pasien kemungkinan mengalami depresi berat dengan gejala psikotik. Namun, depresi yang tidak berat terkadang diikuti dengan gejala psikotik. Gejala psikotik tidak selalu bersama gejala depresi dan saat itu pasien mengalami skizoafektif tipe depresif. Dalam 2 tahun ini, pasien juga mengalami episode manik selain gejala depresi dan psikotiknya. Sehingga diagnosis pasien menjadi skizoafektif tipe campuran. Terapi pada pasien terdiri dari psikofarmaka dan psikoterapi. Psikofarmaka yang diberikan berupa risperidon obat anti psikosis atipikal dari golongan benzisoxazole. Obat ini mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin (D2), 1 dan 2 adrenergik, serta histamin. Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif (waham, halusinasi), maupun gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan demikian perlu diadakan pengawan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x3 mg/hari karena pada dosis yang lebih rendah 2x2 mg pasien tidak merasakan manfaatnya. 5,6 Pemberian asam valproat ditujukan untuk mengatasi gangguan mood/afektifnya pasien yakni depresi dan manik. Asam valproat diindikasikan pada gangguan afektif bipolar (kombinasi dengan litium) dan skizoafektif. Obat ini lebih efektif pada rapid cycling yang terjadi pada pasien dibandingkan litium sehingga dijadikan pilihan utama pada gangguan afektif dengan ciri rapid cycling . Pembuktian terakhir menndapatkan bahwa asam valproat

lebih efektif menangani episode depresi dibandingkan litium dan karbamazepin. Mekanisme keefektivitasannya dalam gangguan psikiatri masih belum diketahui. Obat ini dimetabolisme oleh hati melalui sistim beta-oksidasi, glukuronidasi, dan sitokrom P450. Adapun efek samping yang sering terjadi antara lain gangguan gastrointestinal, hati (hepatitis), darah (trombositopenia), dan saraf (ataksia, tremor). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan fungsi hati dan hematologi secara berkala. Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku. Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres. Hal ini dilakukan mengingat toleransi (kemampuan) pasien mengahadapi stres (tekanan, kecewa, frustasi) rendah. Selain itu pasien mudah marah (merasa emosi, ingin memukul, menghancurkan barang) bila ada masalah. Adanya percobaan bunuh diri beberapa kali juga semakin memprkuat kenyataan bahwa perlu diadakannya terapi untuk meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan menghadapi masalah. Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan insight (pengetahuan pasien) terhadap penyakitnya serta mengembangkan kemampuannya untuk menunjang penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga. Keluarga pasien saat ini belum mengetahui penyakit pasien. Adalah hak pasien untuk tidak memberitahukan keadaan ini terhadap keluarga. Namun sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai dokter untuk memberikan informasi apa saja keuntungan yang didapat bila keluarga turut berperan serta sebagai care giver yang menunjang kesembuhan pasien. Adapun materi yang dapat diberikan pada keluarga adalah informasi mengenai penyakit pasien, gejala, faktor-faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan di kemudian hari. Perlu pula dijelaskan bahwa dukungan moral sangat dibutuhkan oleh pasien. Dengan demikian sebaiknya keluarga tidak mengucilkan dan menjatuhkan mental pasien dengan menganggapnya orang yang stress. 6 Selain psikoterapi di atas dapat dilakukan pula terapi kognitif perilaku. Terapi ini bertujuan untuk merubah keyakinan yang salah dari pasien dan memperbaiki kognitif. 6 distorsi

Anda mungkin juga menyukai