Anda di halaman 1dari 40

Oleh : Renny Evasari

IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Jenis kelamin Nama Ayah Pekerjaan/pangkat Suku bangsa Nama Ibu Pekerjaan/ pangkat Suku bangsa Alamat Rumah Agama Masuk Rumah Sakit Tanggal Datang sendiri / dikirim oleh

: An. A : 1 th : Laki-laki : Tn.A : Sopir : Padang : Ny. S : Ibu rumah tangga : Padang : Kampung pisangan : Islam : 05 februari 2013 : Datang sendiri

ANAMNESA (Alloanamnesa)

Keluhan utama : Kejang Keluhan tambahan : Demam, BAB cair. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RS MRM dengan keluhan kejang pada jam 10:00 pagi, kejang dirasakan lebih dari 15 menit. Kejang dirasakan pada bagian kedua tangan tangan dan kedua kaki. 1 hari sebelum masuk rs, pasien juga mengalami kejang pada malam hari. 3 Hari sebelum masuk rs, pasien mengalami demam, demam dirasakan naik turun dan demam dirasakan semakin tinggi terutama sore dan malam hari.

Keluhan disertai badan terasa lemas. Selain itu pasien

juga mengeluh BAB cair seperti air, ampas (-), lendir (), darah (-) sebanyak 3 kali sehari, keluhan ini berlangsung sampai pasien masuk rs. BAK normal seperti biasa. Pasien juga mengeluhkan batuk tidak disertai dahak dan pilek sejak satu hari SMRS. Pasien sudah pernah berobat ke klinik namun panasnya tidak turun dan keluhan semakin memberat, akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit M.Ridwan Meureksa.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien.
Riwayat Kehamilan:

Riwayat Kehamilan : G2 P0 A0 Perawatan antenatal : Teratur Tempat lahir : Rumah sakit Ditolong oleh : Bidan Cara persalinan : Spontan Berat badan lahir : 2600 gram Panjang badan lahir : 49 cm Usia gestasi : Cukup bulan Keadaan bayi saat lahir : Langsung menangis, anggota tubuh lengkap Kelainan bawaan (sebutkan ) : Tidak ada

Riwayat perkembangan:
Pertumbuhan Gigi I Psikomotor : 9 bulan : Tengkurap : 4 bulan

Duduk Berdiri Bicara Berjalan

: 8 bulan : 11 bulan : 1 tahun : 1 tahun

Umur 0 2 bulan 2 4 bulan 4 6 bulan 6 8 bulan

ASI / PASI ASI ASI ASI ASI +PASI

Buah/biscuit Pisang

Bubur susu Bubur susu

Nasi Tim Nasi tim saring Nasi tim saring

8 10 bulan PASI 10-12 bulan PASI

Pisang, biscuit Bubur susu Pisang, biscuit Bubur susu

Di atas 1 tahun Makanan biasa Nasi Sayur Daging,telur,ikan Tahu,tempe Susu, merk, dan takaran Kesulitan makanan Kesan (pola, kualitas dan kuantitas) Riwayat Imunisasi Hepatitis BCG DPT Polio Campak Kesan

: 3x sehari : 3x sehari : 3x sehari : 3 hari sekali, selang seling : hampir setiap hari : Bendera, takaran 2 - 3 x sehari :: cukup

: 3 x (usia 1, 2, dan 7 bulan) : 1 x (usia 1 bulan) : 3 x (usia 2, 4, 6 bulan) : 3 x (usia 2, 4, 6 bulan) : 1 x (usia 9 bulan) : Imuni sasi dasar tidak lengkap.

Riwayat Keluarga Masalah dalam keluarga Perumahan Keadaan rumah Daerah lingkungan Sumber air lingkungan Sumber air lain
PEMERIKSAAN FISIK Berat badan sekarang Berat badan sebelum sakit Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu tubuh Turgor Cyanosis Icterus Dispneu Keadaan Umum Keadaan sakit Kesadaran Gizi

: tidak ada : cukup padat : ventilasi baik : bersih : pompa air : sumur

: 7 kg : 8 kg : 110 x / menit, reguler, isi cukup : 28 x / menit : 36,8 0C : kembali cepat : (-) : (-) : (-)

: Tampak sakit sedang : Compos mentis : Baik

Kepala Bentuk kepala Rambut Ubun-ubun besar Mata Palpebra Konjungtiva Sklera Cekung Air mata Telinga Serumen Liang Gendang Hidung Septum Sekret

: Normocephal : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut : sudah menutup

: udem -/: anemis -/-

: ikterik -/: tidak cekung : +/+

: tidak ada : tampak lapang : tampak intak

: deviasi -/: sekret -/-

Mulut

Bibir Gusi Lidah Tonsil Faring


Leher Kelenjar getah bening Thorax Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: mukosa bibir basah : bekuan darah (-) :coated tongue (+),tepi hiperemis , tremor(+) : T1-T1 tenang : hiperemis

: pembesaran kelenjar getah bening (-)

: Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis pada kedua lapang paru, retraksi (-) : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris : Sonor pada kedua lapang paru : suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung : Inpeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeks i Palpasi Hepar Lien Perkusi Auskultasi

: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : Batas jantung dalam batas normal : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : simetris : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik : Tidak teraba pembesaran : Tidak teraba pembesaran : Timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-) : Bising usus (+) N : Tidak ada pembesaran kelenjar (-) : Laki-laki, tidak ada kelainan : Akral hangat, edem (-/-) dan sianosis (-/-) : Positif pada keempat anggota gerak

Kelenjar-kelenjar Genitalia Ekstremitas atas & bawah Refleks fisiologis

PEMERIKSAAN PENUNJANG WAKTU MASUK

Hb Leukosit

: 11,0 g/dl : 9500 /mm3

LED
Trombosit Ht
RESUME

: 38
: 232.000/mm3 : 35%

Berdasarkan anamnesis didapatkan data bahwa pasien : Seorang anak laki-laki, umur 1 tahun dengan BB 7 kg Pasien datang ke RS MRM dengan keluhan kejang pada jam 10:00 pagi, kejang dirasakan lebih dari 15 menit. Kejang dirasakan pada bagian kedua tangan tangan dan kedua kaki. 1 hari sebelum masuk rs, pasien juga mengalami kejang pada malam hari.

3 Hari sebelum masuk rs, pasien mengalami demam, demam

dirasakan naik turun dan demam dirasakan semakin tinggi terutama sore dan malam hari. Keluhan disertai badan terasa lemas. Selain itu pasien juga mengeluh BAB cair seperti air, ampas (-), lendir (-), darah (-) sebanyak 3 kali sehari. BAK normal seperti biasa. Pasien juga mengeluhkan batuk tidak disertai dahak dan pilek sejak satu hari SMRS. Pasien sudah pernah berobat ke klinik namun panasnya tidak turun dan keluhan semakin memberat, akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit M.Ridwan Meureksa. Sebelumnya pasien pernah berobat ke klinik tetapi tidak ada perubahan dan kondisi semakin berat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : nyeri tekan epigastrium dan tidak ditemukan adanya pembesaran hepar dan lien.

DIAGNOSA KERJA Kejang Demam Kompleks


DIAGNOSA BANDING Demam malaria ISK PENATALAKSANAAN IVFD RL 10 tetes/ menit (makro) Parasetamol supp 125 mg Paracetamol drop 3 x 0.8 cc Cefotaxim 2 x 300 mg Diazepam 3 ml IV Stesolid 5 mg supp Jika kejang lagi, suhu > 39 C berikan proris supp 250 mg. (Jika diare : Zinkid 1x1, lacto B 2 x 1/2 sachet

PROGNOSIS

Quo ad Vitam Quo ad Functoinam Quo ad Sanationam

: ad bonam : ad bonam : ad bonam

FOLLOW UP

06 Februari 2013
S

07 Februari 2013 Demam (+), muntah (-), mual (-), nyeri ulu hati (+), kejang (-)., Batuk (+), Pilek (-), BAB cair 1 kali (ampas

Demam (-), nyeri pada ulu hati (+), kejang (-) mual (-), muntah (-), batuk(+), nafsu

makan berkurang, BAK (+) N, BAB cair


sebanyak 2 kali (ampas -, lendir -, darah -)
O

+, lendir -,darah -), BAK(+) N, nafsu makan kurang.

Ku/Ks : sakit sedang / CM N : 100 x / menit reguler, isi cukup, R : 28x / menit S : 37,0 C Mata : CA -/-, SI -/-, mata cekung -/THT : T1-T1 tenang, faring hiperemis (-), Mukosa bibir kering, lidah kotor (-) Thorax : Jtg: BJ I-II reguler, m (-), g ()

Ku/Ks : sakit sedang / CM N : 90 x / menit reguler, isi cukup R : 27 x / menit S : 37,80 C Mata : CA -/- , SI -/-, mata cekung -/THT : T1-T1 tenang, faring hiperemis (+) Mukosa bibir basah Thorax : jtg: BJ I-II reguler, m (-), g ()

Paru : SN vesikuler, rh -/-, wh /-

Paru : SN vesikuler, rh -/-, wh /-

Abd : supel, datar, NTE (+), timpani, BU (+) Abd : datar, NTE (-), tympani, BU (+) N N Hepar : tidak teraba membesar Lien : tidak teraba membesar Ekst : akral hangat, udem (-),sianosis (-) Hepar : tidak teraba membesar Lien : tidak teraba membesar Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-)

A P

Kejang demam kompleks IVFD RL 10 tetes/ menit (makro) Parasetamol supp 125 mg Paracetamol drop 3 x 0.8 cc Cefotaxim 2 x 300 mg Diazepam 3 ml IV Stesolid 5 mg supp Jika kejang lagi, suhu > 39 C berikan proris supp 250 mg. (Jika diare : Zinkid 1x1, lacto B 2 x 1/2 sachet

Kejang demam kompleks IVFD RL 10 tetes/ menit (makro) Parasetamol supp 125 mg Paracetamol drop 3 x 0.8 cc Cefotaxim 2 x 300 mg Diazepam 3 ml IV Stesolid 5 mg supp Jika kejang lagi, suhu > 39 C berikan proris supp 250 mg. (Jika diare : Zinkid 1x1, lacto B 2 x 1/2 sachet

09 Februari 2013
Demam (-) , nyeri pada ulu hati (-), mual (-), muntah (-), batuk kering (+) BAK (+) N, BAB lunak (ampas +, lendir -, darah -), nafsu makan membaik

Ku/Ks : sakit sedang / CM


N : 92 x / menit reguler, isi cukup R : 24 x / menit S : 37,0 0 C Mata : CA -/-, SI -/-, oedem palpebra -/THT : Lidah kotor, T1-T1 tenang,faring hiperemis (-) Mukosa bibir basah Thorax : Jtg: BJ I-II reguler, m (-), g () Paru : SN vesikuler, rh -/-, wh /-

Abd : supel, datar, NTE (+), BU (+), timpani


Hepar : tidak teraba membesar Lien : tidak teraba membesar Ekst : akral hangat, udem (-),sianosis (-)

Kejang Demam kompleks

IVFD RL 10 tetes/ menit (makro)


Parasetamol supp 125 mg Paracetamol drop 3 x 0.8 cc Cefotaxim 2 x 300 mg

Diazepam 3 ml IV
Stesolid 5 mg supp Jika kejang lagi, suhu > 39 C berikan proris supp 250 mg. (Jika diare : Zinkid 1x1, lacto B 2 x 1/2 sachet

DIAGNOSA AKHIR Kejang Demam Kompleks

ANALISA KASUS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan temuan berikut ini : Diagnosa pada kasus ini adalah Kejang Demam Kompleks ditegakkan anamnesa. Berdasarkan anamnesa didapatkan Kejang demam yang dirasakan 2 kali dalam 1 hari. Yang berlangsung 15 menit. Kejang dirasakan pada bagian kedua tangan dan kedua kaki. sebelum kejang, pasien mengeluh demam tinggi, dan BAB cair seperti air, ampas (-), lendir (-), darah (-) sebanyak 3 kali. Pasien mengeluh batuk berdahak, pilek (-), Mual (-), Muntah (-), BAK baik. Berdasarkan pemeriksaan fisik pasien : Keadaan umum : sakit sedang Suhu waktu datang 36,8 C Frekuensi nadi : 110 x/menit Frekuensi nafas : 28x/menit Abdomen tampak adanya nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba pembesaran.

Terapi yang diberikan IVFD RL 10 tetes/ menit (makro) Parasetamol supp 125 mg Paracetamol drop 3 x 0.8 cc Cefotaxim 2 x 300 mg Diazepam 3 ml IV Stesolid 5 mg supp Jika kejang lagi, suhu > 39 C berikan proris supp 250 mg. (Jika diare : Zinkid 1x1, lacto B 2 x 1/2 sachet

Prognosis Quo ad Vitam Quo ad Functionam Quo ad Sanationam

: Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium . Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun . Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam . Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam . Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam . Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam .

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam . Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat .

2.2 Epidemiologi Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki laki.
2.3 Faktor Resiko Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam . Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan genetik . Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah . Setelah kejang demam pertama, kira kira 33 % anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira 9 % anak akan mengalami tiga kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah

demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang

2.4 Klasifikasi A. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam .Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode periode dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya . Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang . Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal; kadang kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demam sederhana masih mungkin .

B. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Kejang dengan salah satu ciri berikut : 1. Kejang lama lebih dari 15 menit. 2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam . Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejang demam . Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial . Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang demam.

2.5 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. b. Pungsi lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada : 1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan. 2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan. 3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

c. Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. d. Pencitraan Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti : 1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. Paresis nervus VI 3. Papiledema

2.6 Diagnosis Banding Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya : 1. Meningitis 2. Ensefalitis 3. Abses otak 4. Dan lain lain Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak) . Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal . 2.7 Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal . Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap . Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi : 1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. 2. Epilepsi

Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah. 3. Kelainan motorik 4. Gangguan mental dan belajar b. Kemungkinan mengalami kematian Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

2.8 Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah : a. Riwayat kejang demam dalam keluarga b. Usia kurang dari 12 bulan c. Temperatur yang rendah saat kejang d. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor resiko terjadinya epilepsi Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah : a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama. b. Kejang demam kompleks. c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.
PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI KEJANG DEMAM 3.1 Patofisiologi Kejang Demam Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler (6). Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air .

MANIFESTASI KLINIK KEJANG DEMAM


Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39 o C atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca kejang. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi, seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau

kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis (1,3).

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang

dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparese sementara (hemiparese Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti hemiparese yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama (3).

PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM 5.1 Penatalaksanaan Saat Kejang (4) Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,

dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

5.2 Pemberian Obat Pada Saat Demam (4) a. Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. b. Antikonvulsan Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

5.3 Pemberian Obat Rumat (4) a. Indikasi pemberian obat rumat Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) : 1. Kejang lama > 15 menit. 2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus. 3. Kejang fokal. 4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila : Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan. Kejang demam > 4 kali per tahun. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4 mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060. 2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8. 3. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas Indonesia, Jakarta. 2000 : 48, 434 437. 4. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 14. 5. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 273. 6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985 : 25, 847 855.

Anda mungkin juga menyukai