Anda di halaman 1dari 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

HIV/AIDS

2.1.1. Definisi Menurut Martin (2003) Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menyebabkan AIDS. Terdapat 2 subtipe virus yaitu HIV-1 dan HIV-2. Menurutnya dalam buku yang sama, AIDS merupakan suatu sindroma yang diakibatkan oleh virus HIV akibat serangan pada Helper T-cells (CD4 lymphocytes). Ini menyebabkan hambatan dalam respon imun tubuh. AIDS merupakan manifestasi terakhir dari infeksi HIV. AIDS boleh tertular melalui 3 cara utama, iaitu melalui hubungan sexual, darah terinfeksi, atau dari ibu ke anak. 2.1.2. Etiologi Walaupun sudah jelas bahwa HIV sebagai penyebab AIDS, tetapi asalusul virus ini masih belum diketahui secara pasti. Mula-mula dinamakan

Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Virus ini detemukan oleh ilmuwan Institute Pasteur Paris, Barre-Sinoussi, Montagnier dan kolega-koleganya pada tahun 1983, dari seorang penderita dengan gejala Lymphadenopathy Syndrome. Pada tahun 1984, Popovic, Gallo dan rekan kerjanya dari National Institute of Health, Amerika Serikat, menemukan virus lain yang disebut Human T Lymphotropic Virus Type III(HTLV-III). Kedua virus ini oleh masing-masing penemuanya dianggap sebagai penyebab AIDS, kerena dapat diisolasi dari penderita AIDS di Amerika ,Eropah dan Afrika Tengah. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa kedua virus ini sama dan saat ini dinamakan HIV-1. Sekitar tahun 1985 ditemukan retrovirus yang berbeda dari HIV-1 pada penderita yang berasal dari Afrika Barat. Virus ini oleh penelitian dari Paris disebut sebagai LAV-2, dan yang terbaru disebut sebagai HIV-2, dan juga

disebutkan berhubungan AIDS pada manusia. Virus HIV-2 ini kurang virulen bila

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan virus HIV-1, tetapi disebutkan 70% individu yang terinfeksi virus HIV-2 akan terinfeksi oleh virus HIV-1. Virus HIV-1 memiliki 10 subtipe yang diberikan kode A sampai J.Virus subtipe B merupakan prevalen di Amerika serikat dan Eropa Barat, ditemukan terutama pada pria homoseksual dan penggunaan obat suntik. Subtipe C dan E ditularkan melalui hubungan seksual. Subtipe C, yang merupakan prevalen di Afrika sub-Sahara, juga ditemukan di Amerika Utara. Subtipe E, yang merupakan penyebab epidemi di Thailand, memiliki daya afinitas yang lebih kuat terhadap sel epitel baik saluran reproduksi pria maupun wanita.Sebaliknya, subtipe B tidak mudah ditularkan melalui sel epitel saluran reproduksi, tetapi langsung masuk ke dalam tubuh melalui kontak pada darah. Subtipe E telah ditemukan hanya pada isolasi di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Karena subtipe C dan / atau E mempunyai afinitas tinggi pada sel epital saluran reproduksi, epidemi HIV yang baru dapat terjadi pada populasi heteroseksual. Penelitian vaksinasi saat ini masih ditujukan untuk pengembangan vaksinasi terhadap virus subtipe B. HIV adalah retrovirus yang mampu mengkode enzim khusus, reverse transcriptase, yang memungkinkan DNA ditranskripsi dari RNA. Sehinnga HIV dapat menggandakan gen mereka sendiri, sebagai DNA, di dalam sel inang (hospes=host) seperti limfosit helper CD4. DNA virus bergabung dengan gen limfosit dan hal ini adalah dasar dari infeksi kronis HIV. Penggabungan gen virus HIV pada sel inang ini merupakan rintangan berat untuk pengembangan antivirus terhadap HIV. Bervariasinya gen HIV dan kegagalan manusia (sebagai hospes) untuk mengeluarkan antibodi terhadap virus menyebabkan sulitnya

pengembangan vaksinasi yang efektif terhadap HIV. 2.1.3. HIV / AIDS Transmisi HIV ditularkan ketika virus masuk ke dalam tubuh, biasanya dengan menyuntikkan sel yang terinfeksi atau air mani. Ada beberapa cara yang mungkin di mana virus dapat masuk.

Universitas Sumatera Utara

Umumnya, infeksi HIV ditularkan dengan melakukan hubungan seks sesama jenis(homoseksual) atau berbeda jenis (heteroseksual) ketika partner terinfeksi. Virus ini dapat memasuki tubuh melalui selaput vagina, vulva, penis, dubur, atau mulut selama seks.

HIV sering menyebar di antara pengguna narkoba jarum suntik-saham yang atau jarum suntik yang terkontaminasi dengan darah dari orang yang terinfeksi.

Perempuan dapat menularkan HIV ke bayi mereka selama kehamilan atau kelahiran, ketika sel-sel ibu yang terinfeksi masuk sirkulasi bayi.

HIV dapat tersebar di pengaturan layanan kesehatan melalui jarum disengaja tongkat atau kontak dengan cairan yang terkontaminasi.

Sangat jarang, HIV menyebar melalui transfusi darah atau komponen darah yang terkontaminasi. Produk darah sekarang diuji untuk

meminimalkan risiko ini. Jika jaringan atau organ dari orang yang terinfeksi adalah ditransplantasikan, penerima dapat terjangkit HIV. Donatur sekarang diuji untuk HIV untuk meminimalkan risiko ini.

Orang-orang yang telah memiliki penyakit menular seksual, seperti sifilis , herpes genital , klamidia infeksi, gonore , atau vaginosis bakteri , lebih mungkin untuk mendapatkan infeksi HIV selama hubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi.

Virus tidak menyebar melalui kontak biasa seperti menyiapkan makanan, berbagi handuk dan selimut, atau melalui kolam renang, telepon, atau toilet kursi.Virus ini juga tidak mungkin ditularkan melalui kontak dengan air liur, kecuali jika terkontaminasi dengan darah. (eMedicine health 2010). 2.1.4. Faktor resiko Terdapat 5 kelompok orang dewasa yang mempunyai resiko terinfeksi HIV, (Cotran, Kumar & Collins, 1999). Pertama adalah kelompok homoseksual dan biseksual. Ini merupakan kelompok terbesar di kebanyakan negara barat. Kedua adalah kelompok yang menggunakan narkoba secara intravena. Ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan faktor resiko terbesar untuk golongan heteroseksual. Ketiga adalah kelompok haemophiliacs. Namun setelah usaha memeriksa antibodi dan antigen HIV bermula pada tahun 1985, bilangan orang dalam kelompok ini semakin berkurang. Keempat adalah penerima transfusi darah dan komponen darah. Contohnya adalah penerima platlet. Kelima adalah golongan yang mempunyai hubungan heteroseksual dengan empat golongan di atas. 2.1.5. Imunopatogenesis Sasaran utama virus HIV adalah subset limfosit yang berasal dari thimus, yaitu sel helper/inducer.Pada permukaan sel ini terdapat molekul glikoprotein disebut CD4, yang diketahui berikatan dengan glikoprotein envelope virus HIV. Kerusakan CD4 pada limfosit ini merupakan salah satu penyebab terjadinya efek imunosupresif oleh virus. Saat ini telah ditemukan bahwa CD4 juga ada di sel-sel yang lainnya, walaupun dalam densitas yang lebih rendah, seperti pada monosit dan makrofag termasuk yang di jaringan seperti sel Langerhans di kulit dan sel dendritik di darah dan limfonodi. Sel-sel ini juga merupakan sel yang berperanan penting untuk memulai respons imun sehingga fungsi ini juga terganggu oleh adanya ikatan dengan virus HIV. CD4 atau molekul yang mirip juga dideteksi ada di otak walaupun belum diketahui dengan jelas sel mana yang mengekspresikan CD4 itu. HIV yang sudah masuk ke dalam sel limfosit CD4 tersebut akan mengadakan multiplikasi dengan cara menumpang dalm proses pertumbuhan sel inangnya. Di dalam sel limfosit CD4, HIV mengadakan replikasi dan merusak sel tersebut, dan apabila sudah matang virus-virus baru keluar dan selanjutnya masuk ke dalam sel limfosit CD4 yang lainnya, berkembang biak dan selanjutnya merusak sel tersebut. Sel limfosit CD4 berperan sebagai pengatur utama respon imun. Ketika sel ini diaktifkan oleh kontak dengan antigen, mereka akan berespons melalui pembelahan sel dan menghasilkan limfokin seperti interferon, interleukin dan tumour necrosis faktor. Limfokin ini berfungsi sebagai hormon local yang

Universitas Sumatera Utara

mengendalikan pertumbuhan dan maturasi sel limfosit tipe lainnya terutama sel T sitotoksik/supresor (CD8) dan limfosit B penghasil antibodi. Limfokin juga memicu maturasi dan fungsi monosit dan makrofag jaringan. Awal setelah infeksi virus HIV, respon antibodi belum terganggu, sehingga timbul antibodi terhadap envelope dan protein core virus yang merupakan bukti prinsip adanya infeksi HIV. Aktivasi poliklonal limfosit B selanjutnya ditunjukkan dengan adanya peningkatan konsentrasi immunoglobulin serum. Hal inimungkin terjadi akibat aktivasi langsung virus terhadap sel B. Pada stadium penyakit selanjutnya, konsentrasi immunoglobulin cenderng untuk turun. Efek paling penting dari virus HIV adalah terhadap respon imun selular (sel T). Pada awal infeksi, dalam beberapa hari atau minggu, seperti pada infeksi virus lainnyaakan terdapat peningkatan jumlah sel sitotoksik/supresor CD8. Tetapi , meski penderita masih berada dalam kondisi seropositif sehat, pada paparan ulang antigen tidak terjadi peningkatan sel CD8 lagi. Hal ini mungkin disebabkan berkurangnya limfokin interleukin 2 yang dikeluarkan sel limfosit CD4 untuk memicu CD8. Seseorang akan tetap seropositif dan sehat untuk jangka waktu yang lama. Petanda progresivitas dari penyakit ini, selain gejala klinik, ditujukkan dengan cepatnya penurunan jumlah sel limfosit CD4. Sel limfosit CD8 juga bisa ikut berkurang. Pada tahap lebih lanjut akibat gangguan produksi limfokin oleh limfosit CD4, fungsi sel-sel lainnya seperti monosit, makrofag dan sel Natural killer juga ikut terganggu. Infeksi progresid HIV pada akhirnya akan menyebabkan penurunan imunitas progresif. 2.1.6. Perjalanan penyakit Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien , terutama imunitas selular dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan immunitas biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi opurtunistik sertapenyakit keganasan (Depkes RI,2003). Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebahagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi

Universitas Sumatera Utara

AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun (James,2000). 2.1.7. Diagnosis HIV / AIDS Diagnosis ditujukan kepada dua hal, yaitu keadaan terinfeksi HIV dan AIDS. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan dua metode: a. Langsung : yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan mikroskop electron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus ialah Polymerase Chain Reaction (PCR) b. Tidak langsung : dengan melihat respon zat anti bodi spesifik, misalnya dengan ELISA, immunoflurescent assay (IFA), atau radioimmunoprecipitation assay (RIPA) (Tjokronegoro&Hendra, 2003). Untuk diagnosis HIV, yang lazim dipakai: a. ELISA: sensitivitas tinggi, 98,1% - 100%. Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi. Dahulu, hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan Western blot. Tetapi sekarang menggunakan tes berulang dengan tingkat spesifisitas. b. PCR (Polymerase Chain reaction). Penggunaan PCR antara lain untuk tes HIV pada bayi, menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi, tes pada kelompok risiko tinggi sebelum terjadi serokonversi, tes konfirmasi untuk HIV-2 (sebab ELISA sensitivitasnya rendah untuk HIV-2) (tjokronegoro&Hendra, 2003). Tiap Negara memiliki strategi tes HIV yang berbeda. Di Indonesia, skrining dan surveilans menggunakan strategi tes yang sama. Tes ELISA dan Western Blot telah digunakan di waktu yang lalu, sekarang di Indonesia menggunakan Dipstik, ELISA 1, dan ELISA 2 untuk skrining dan surveilans (Utomo dan Irwanto, 1998). Reagensia yang dipilih untuk dipakai pada pemeriksaan didasarkan pada sensitivitas dan spesifisitas tiap jenis reagensia. Untuk diagnosis klien yang asimtomatik harus menggunakan strategi III dengan persyaratan reagensia sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1) Sensitivitas reagen pertama >99% 2) Spesifisitas reagen kedua >98% 3) Spesifisitas reagen ketiga >99% 4) Preparasi antigen atau prinsip tes dari reagen pertama, kedua, dan ketiga tidak sama. Reagensia yang dipakai pada pemeriksaan kedua atau ketiga mempunyai prinsip pemeriksaan (misalnya EIA, dot blot, imunokromatografi atau aglutinasi) atau jenis antigen (misalnya lisat virus, rekombinan DNA atau peptide sintetik) yang berbeda daripada reafensia yang dapat dipakai pada pemeriksaan pertama. 5) Prosentase hasil kombinasi dua readensia pertama yang tidak sama (discordant) kurang dari 5%. 6) Pemilihan jenis reagensia (EIA atau Simple/Rapid) harus didasarkan pada: a. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil b. Jumlah specimen yang diperiksa dalam satu kali pengerjaan c. Sarana dan prasarana yang tersedia Untuk tujuan surveilans, reagen pertama harus memiliki sensitivitas >99% spesifisitas reagen kedua >98%. Keuntungan diagnosis dini: a. Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang. b. Menghambat perjalanan penyakit kearah AIDS. c. Pencegahan infeksi oportunistik d. Konseling dan pendidikan untik kesehatan umum penderita. e. Penyembuhan (bila mungkin) hanya dapat terjadi bila pengobatan pada fase dini (Tjokronegoro&Hendra, 2003). 2.1.8. Epidemi HIV/AIDS Salah satu faktor yang berpengaruh dalam epidemiologi Hiv di Indonesia adalah variasi antor wilayah, baik dalam hal besarnya masalah maupun faktor-

Universitas Sumatera Utara

faktor yang berpengaruh. Epidemi HIV di Indonesia berada pada kondisi epidemic terkonsentrasi. Klasifikasi untuk Epidemi HIV/AIDS terdiri dari: a. Rendah: Prevalensi HIV dalam suatu sub-populasi berisiko tertentu belum melebihi 5%. b. Terkonsentrasi: Prevalensi HIV secara kosisiten lebih dari 5% di subpopulasi berisiko tertentu dan prevalensi HIV di bawah 1% di populasi umum atau ibu hamil. c. Meluas: Prevalensi HIV lebih dari 1% di populasi umum atau ibu hamil (USAID,2003)

2.1.9. Pembahagian Stadium a) Stadium pertama : HIV Infeksi dimulai dengan maksudnya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negetif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan. b) Stadium kedua :Asimptomatik (tanpa gejala) Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. c) Stadium tiga: Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata( persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlansung lebih satu bulan

Universitas Sumatera Utara

d) Stadium keempat:AIDS Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder. (Nursalam, dkk, 2007).

2.1.10. Gejala klinis pada stadium AIDS a. Gejala utama / mayor: Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan TBC

b. Gejala minor: Batuk kronis selama lebih dari satu bulan Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida Albican. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh (Nursalam, dkk,2007)

2.1.11. Pencegahan HIV/AIDS Dalam upaya menurunkan risiko terinfeksi HIV, berbagai organisasi kesehatan dunia termasuk pendekatan ABCD, yaitu: a. A atau Abstinence, yaitu menunda kegiatan seksual, tidak melakukan kegiatan seksual sebelum menikah. b. B atau Be faithful, yaitu saling setia pada pasangannya setelah menikah. c. C atau Condom, yaitu menggunakan kondom bagi orang yang melakukan perilaku seks berisiko. Indonesia menganjurkan pencegahan melalui

Universitas Sumatera Utara

d. D atau Drugs, yaitu tidak menggunakan napza terutama napza suntik agar tidak mengguanakan jarum suntik bergantian dan secara bersama-sama. Upaya pencegahan juga dilakukan dengan cara memberikan KIE (Komunikaasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai HIV/AIDS kepada masyarakat agar tidak melakukan perilaku berisiko, khususnya pada remaja. Ada lima tingkat pencegahan (Five level prevention) menurut Level & Clark, yaitu: a. Promosi kesehatan (health promotion) b. Perlindungan Khusus (specific protection) c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment) d. Pembatasan cacat (disability limitation) e. Rehabilitasi (rehabilitation) Dalam proses pencegahan terhadap semakin meluasnya epidemic HIV/Aids, semua elemen dari masyarakat bertanggung jawab terhadap proses pencegahan. Yang bertanggung jawab terhadap pencegahan persebaran

HIV/AIDS adalah: a. Individu Seseorang harus mengadopsi gaya hidup dan perilaku yang sehat dan mengurangi risiko penularan HIV. Orang terinfeksi HIV harus menjadi orang yang bertanggungjawab untuk menjamin bahawa mereka untuk seterusnya tidak akan menyebarkan virus ke orang lain. b. Keluarga Keluarga harus mengadopsi nilai-nilai peningkatan kesehatan. Keluarga harus memberikan pemahaman dan rasa simpati serta perlindungan untuk menolong anggota keluarga yang divonis orang terinfeksi HIV dalam menghadapi situasi yang tidak normal dan memaksimalkan potensi kesehatan untuk mempertahankan diri dari infeksi yang lain. c. Masyarakat Masyarakat harus menghindari sikap diskriminasi terhadap orang terinfeksi HIV dan meningkatkan suasana lingkungan yang mendukung dengan norma social

Universitas Sumatera Utara

yang bersifat melindungi. Masyarakat juga harus berusaha keras meminimalkan kemiskinan yang cenderung memperburuk situasi. d. Petugas kesehatan Petugas kesehatan memiliki tanggungjawab ganda terhadap penyediaan perawatan konseling terhadap orang terinfeksi HIV. Mereka harus menyediakan tindakan pencegahan yang sesuai untuk mencegah penyebaran infeksi ke klien yang lain dan diri mereka sendiri. e. Media Media masa memiliki peran yang dengan mudah dapat dijangkau oleh banyak pembaca dan murah dalam menyampaikan informasi tentang HIV/AIDS. Bersama dengan media dalam bentuk lain, media masa bias efektif menimbulkan kepedulian masyarakat tentang HIV/AIDS. Bagaimanapun, media masa harus bertanggungjawab dalam melaporkan informasi tentang HIV/AIDS, menghindari ketidakakuratan yang mana mungkin menghasilkan perbedaan persepsi dan membutuhkan klarifikasi. f. Ahli Kesehatan dan LSM Para ahli kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat membantu menyebarkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS dengan melakukan proses pembelajaran di masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat umum, LSM dapat menjadi penghubung antara ahli kesehatan dan masyarakat (WHO, 1992). Pencegahan HIV diantara penjaja seks dan pelanggan PS: Banyak projek yang menemukan bahawa aktivitas pencegahan HIV diantara penjaja seks, pelanggan PS, dan pasangannya adalah paling efektif ketika paket intervensi mencakup paling sedikit tiga elemen: a. Pesan informasi dan perubatan perilaku. b. Promosi kondom dan membangun keterampilan. c. Pelayanan IMS. Pencegahan HIV pada remaja: a. Merubah perilaku sikap adalah lebih mudah jika dimulai sebelum pola dibentuk. b. Sumber kekuatan pencegahan berada didalam dirinya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

c. Sering dan mudah dijumpai dalam jumlah besar. Pencegahan HIV dan Pengguna napza suntik: a. Program penjangkauan masyarakat berbasis komunitas sebaya. b. Meningkatkan akses untuk alat suntik yang steril dan kondom. c. Meningkatkan akses untuk perawatan ketergantungan obat, Khususnya metadon (Tim, Brown. Et. all. 2001).

2.2. Pengetahuan Pengetahuan merupakan informasi dan keterampilan yang diperoleh dari pengalaman atau pendidikan. Pengetahuan merupakan jumlah dari segala yang diketahui. (Soanes, 2001). Dari sumber yang lain, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. (Notoatmodjo, 2003). Tedapat beberapa proses untuk memperoleh pengetahuan: a. Kesadaran, yaitu orang akan menyadari dalam arti pengetahuan terlebih dahulu. b. Merasa tertarik, yaitu sikap subjek sudah mulai timbul terhadap stimulus. c. Menimbang-nimbang, yaitu memikirkan tentang baik dan tidaknya suatu stimulus d. Mencoba, yaitu orang telah menguji perilaku baru e. Mengadopsi, yaitu subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran. Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: a. Tahu Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

Universitas Sumatera Utara

kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintepretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang depelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. c. Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

Universitas Sumatera Utara

baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3. Sikap Menurut Notoatmodjo (2005), Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap terdiri dari berbagai tindakan, yakni: a. Menerima Menerima diartikan bahwa orang (subjek) menginginkan dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespons Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

Universitas Sumatera Utara

d. Bertanggung jawab Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai